Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Al-hiwalah, Kafalah, dan Wakalah

Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Tugas

Mata Kuliah Fikih Muamalah

DISUSUN OLEH:

LA IFA

PROGRAM STUDI PERBANKAN SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI KENDARI

2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur marilah kita panjatkan khadirat Allah SWT.Karena berkat rahmat dan
karunia-Nya penulis dapat membuat makalah yang berjudul’’Al- hiwalah, Kafalah, dan
Wakalah’’ .Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Baginda Agung Muhammad
SAW.Karena perjuangan beliau kita berangkat dari zaman jahiliah ke jaman yang penuh berkah
ini.

Saya menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan.Maka dari itu kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca dan pendengar sangat saya harapkan,agar saya
kedepannya dapat memenhuhi tujuan,fungsi,serta standar kompetensinya.

Akhirnya saya mengucapkann terimakasi yanng sebesar-besarnya kepada semua yang


telah membantu demi kelancaran makalah ini.Sehingga makalah ini dapat saya selesaikan tepat
pada waktunya.Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pendengar dan terutama para
pembaca.

Puwatu, 11 November 2023

LA IFA
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wakalah, Kafalah, Hawalah/Hiwalah sering kita dengar baik dalam ekonomi


syariah maupun dalam lembaga keuangan syariah. Hal tersebut dalam dunia perbankan
terdapat dalam produk jasa. Pada umumnya masyarakat awam tidak begitu memahami
apa yang dimaksud dengan hal tersebut. Untuk Indonesia sebagai negara muslim sudah
seharusnya sistem keuangan yang digunakan berlandaskan prinsip syariah. Namun, saat
ini prinsip syariah belum begitu terealisasi penggunaannya.

Wakalah berupa penyerahan atau pendelegasian dari satu pihak kepihak lain dan
harus dilakukan dengan yang telah disepakati oleh si pemberi mandat. Kafalah secara
bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara syara’ kafalah bermakna
penggabungan tanggungan seorang kafil dengan tanggungan seorang ashil untuk
memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau barang, atau suatu
pekerjaan. Hawalah/Hiwalah dapat digunakan untuk pemindahan utang dari seseorang
kepada orang lain. Ini sangat sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu
pemakalah mengangkat materi tentang, wakalah, kafalah, dan hawalah/hiwalah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat wakalah?
2. Apa sajakah pembagian wakalah?
3. Apa pengertian, dan dasar hukum kafalah?
4. Apa rukun dan syarat kafalah?
5. Apa sajakah pembagian kafalah?
6. Apa pengertian, dasar hukum hawalah/hiwalah?
7. Apa rukun dan syarat hawalah/hiwalah?

8. Apa saja jenis-jenis hawalah/hiwalah?

C. Tujuan
Untuk mengetahui pengertian, dasar hukum, rukun, syarat , pembagian Wakalahh
Kafalah dan Hiwalah serta jenis-jenis hawalah.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian, dasar hukum, rukun, dan syarat


a. Pengertian
Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi bermakna
taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Wakalah secara bahasa berasal
dari kata wakala yang sinonimnya, selama wadhafa yang artinya
menyerah. Wakalah juga berarti al-Hifzu yang berarti menjaga dan memelihara.1

Wakalah secara terminology didefinisikan oleh para ulama, antara lain sebagai berikut :
1) Menurut Malikiyah
Wakalah adalah penggantian oleh seseorang terhadap orang lain didalam haknya
dimana ia melakukan tindakan hukum seperti tindakanya tanpa mengaitkan
penggantian tersebut dengan apa yang terjadi setelah kematian.
2) Menurut Hanafiyah
Wakalah adalah penempatan seseorang terhadap orang lain ditempat dirinya
dalam satu tasarruf yang dibolehkan dan tertentu, dengan ketentuan bahwa orang
yang mewakilkan termasuk orang yang memilih.
3) Menurut Syafi’iyah
Wakalah adalah penyerahan oleh seseorang kepada orang lain terhadap sesuatu
yang ia berhak mengejarkannya dan sesuatu itu bisa digantikan untuk dikerjakannya
pada masa hidupnya.

Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh para ulama mazhab tersebut dapat
dipahami secara substansi hampir tidak ada perbedaan yang signifikan antara para ulama
tersebut, yaitu wakalah adalah suatu akad dimana pihak pertama menyerahkan wewenang
kepada pihak kedua untuk melalukan sesuatu perbuatan hukum yang bisa digantikan atas
nama orang lain pada masa hidupnya. Dengan demikian, apabila penyerahan tersebut
harus dilakukan setelah orang yang mewakilkan meninggal dunia, seperti wasiat, maka
hal tersebut tidak termasuk wakalah.2

b. Dasar hukum
1) Quran surah Al-Kahfi ayat 9

1
Arianti, Fikih Muamalah 1 2015:13

2
Arianti, Fikih Muamalah 1 2015:134-136
‫َو َك ٰذ ِلَك َبَع ْثٰن ُهْم ِلَيَتَس ۤا َء ُلْو ا َبْيَنُهْۗم َقاَل َقۤا ِٕىٌل ِّم ْنُهْم َك ْم َلِبْثُتْۗم َقاُلْو ا َلِبْثَناَيْو ًم ا َاْو َبْع َض‬
‫َيْو ٍۗم َقاُلْو ا َر ُّبُك ْم َاْع َلُم ِبَم ا َلِبْثُتْۗم َفاْبَع ُثْٓو ا َاَح َد ُك ْم ِبَو ِرِقُك ْم ٰه ِذ ٖٓه ِاَلى اْلَم ِد ْيَن ِة َفْلَيْنُظ ْر َاُّيَه ٓا‬
‫َاْز ٰك ى َطَع اًم ا َفْلَي ْأِتُك ْم ِب ِرْز ٍق ِّم ْن ُه َو ْلَيَتَلَّط ْف َو اَل ُيْش ِعَر َّن ِبُك ْم َاَح ًداَو َك ٰذ ِلَك َبَع ْثٰن ُهْم‬
‫ِلَيَتَس ۤا َء ُلْو ا َبْيَنُهْۗم َقاَل َقۤا ِٕىٌل ِّم ْنُهْم َك ْم َلِبْثُتْۗم َق اُلْو ا َلِبْثَن ا َيْو ًم ا َاْو َبْع َض َي ْو ٍۗم َق اُلْو ا َر ُّبُك ْم‬
‫َاْع َلُم ِبَم ا َلِبْثُتْۗم َفاْبَع ُثْٓو ا َاَح َد ُك ْم ِب َو ِرِقُك ْم ٰه ِذ ٖٓه ِاَلى اْلَم ِد ْيَن ِة َفْلَيْنُظ ْر َاُّيَه ٓا َاْز ٰك ى َطَع اًم ا‬
‫َفْلَيْأِتُك ْم ِبِرْز ٍق ِّم ْنُه َو ْلَيَتَلَّطْف َو اَل ُيْش ِع َر َّن ِبُك ْم َاَح ًدا‬
Artinya: “Dan demikianlah Kami bangunkan mereka agar mereka saling bertanya di
antara mereka sendiri. Berkatalah salah seorang di antara mereka: Sudah berapa
lamakah kamu berada (disini?)". Mereka menjawab: "Kita berada (disini) sehari atau
setengah hari". Berkata (yang lain lagi): "Tuhan kamu lebih mengetahui berapa lamanya
kamu berada (di sini). Maka suruhlah salah seorang di antara kamu untuk pergi ke kota
dengan membawa uang perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makanan yang
lebih baik, maka hendaklah ia membawa makanan itu untukmu, dan hendaklah ia berlaku
lemah-lembut dan janganlah sekali-kali menceritakan halmu kepada seorangpun.3

2) Hadist Urwah Al-Bariqy


“Dari Urwah al-Bariqy R.A bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa Sallam
pernah mengutusnya dengan uang satu dinar untuk membelikan beliau hewan
qurban. Hadis Bukhari meriwayatkannya di tengah-tengah suatu hadits sebagaimana
tersebut dalam hadits dahulu.”4
3) Ijma’ Ulama dan Qiyas
Sebagaimana dalam kitab Al-Mughni menjelaskan bahwa disebutkan : ulama sepakat
dibolehkannya wakalah. Adapun dasar dari qiyas bahwa manusia menuntut adanya
wakalah, karena tidak setiap orang mampu menyelesaikan urusannya sendiri secara
langsung sehingga ia membutuhkan orang lain untuk menggantikannya menjadi wakil.

c. Rukun
Menurut Hanafiyah, rukun wakalah hanya satu, yaitu shighat
ijab dan qabul. Sedangkan menurut jumhur ulama rukunnya ada empat, yaitu:
1) Muwakkil, atau orang yang mewakilkan.
2) Muwakkal, atau wakil
3) Muwakkal fih atau perbuatan yang diwakilkan
4) Shighat, ijab dan qabul .

3
Liputanindo, Quran surah Al-Kahfi ayat 19

4
Zainuddin,Ilmu Hadis 2016:884
d. Syarat
1) Muwakkil
Orang yang mewakilkan harus orang yang dibolehkan melakukan sendiri
perbuatannya yang diwakilkannya pada orang lain.
2) Muwakkal
Yaitu harus orang yang cakap hukum secara fiqih, yakni baligh dan berakal, dan
harus mengetahui tugas atau perkara yang diwakilkan padanya.
3) Muwakkal fih
Perkara yang diwakilkan bukan meminta hutang, dan perkara yang
diwakilkan juga bukan hukum had yang disyaratkan pengaduan, seperti had zina.
4) Shighat
Setiap lafaz yang menunjukkan pemberian kuasa dalam perkara yang umum.

2. Pembagian Wakalah
Wakalah tidak boleh dibatalkan pada tiga objek karena berhubungan dengan orang lain.
Tiga objek tersebut adalah sebagai berikut:
a. Wakalah untuk menjual barang tergadai karena berhubungan dengan hak orang yang
memberi hutang yang hendak mengambil haknya.
b. Wakalah dalam pertikaian, seperti jika seorang terdakwah mewakilkan kepada seorang
untuk menyelasaikan perkarnya dengan penggugat. Dalam hal ini terdakwah tidak boleh
membatalkan wakalah nya ketika telah memutuskan sesuatu tanpa kehadiran penggugat.
c. Wakalah untuk menyerahkan barang seseorang tanpa kehadiran orang yang mewakilkan.
Dalam hal ini seorang wakil harus menerima barang itu dan tidak boleh membatalkan
perwakilannya tanpa kerelaaan orang yang mewakilkannya karena dengan pembatalkan itu
berarti ia telah kehilangan hak tanpa kerelaannya. (Arianti, 2015:144)

3. Pengertian dan dasar hukum


a. Pengertian
Secara bahasa kafalah berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara
syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan tanggungan
seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau barang, atau suatu
pekerjaan. Adapun kafil adalah orang yang berkewajiban untuk memenuhi tuntunan makful
bihi (orang yang ditanggung). Dan ashil adalah orang yang berutang yang akan ditanggung.

Kafalah adalah akad yang mengandung kesanggupan seseorang untuk menngganti atau
menanggung kewajiban hutang orang lain apabila orang tersebut tidak dapat memenuhi
kewajibannnya. kafalah sebagai akad yang tertuang di dalamnya tentang kesanggupan
seseorang untuk menanggung hukuman yang seharuasnya diberikan kepada sang terhukum
dengan menghadirkan dirinya atau disebut juga sebagai kafalah An Nafs.5
b. Dasar Hukum
1). QS. Yusuf ayat 72

‫َقاُلْو ا َنْفِقُد ُص َو اَع اْلَم ِلِك َو ِلَم ْن َج ۤا َء ِبٖه ِح ْم ُل َبِع ْيٍر َّو َاَن۠ا ِبٖه َز ِع ْيٌم‬
Artinya: “Penyeru-penyeru itu berkata: "Kami kehilangan piala raja, dan siapa yang
dapat mengembalikannya akan memperoleh bahan makanan (seberat) beban
unta, dan aku menjamin terhadapnya"
2) Hadis
“Penjamin adalah orang yang berkewajiban dalam pembayara” (HR. Abu
Dawud dan Tirmidzi)
3) Ijma’
Ulama membolehkan (mubah) dhaman dalam muamalah karena dhaman sa
ngat diperlukan dalam waktu tertentu. Adakalanya orang memerlukan modal dalam
usaha dan untuk mendapatkan modal itu biasanya harus ada
jaminan dari seseorang yang dapat dipercaya, apalagi usaha dagangannya besar. 6

4. Rukun dan Syarat


a. Rukun
Adapun rukun kafalah sebagaimana yang disebutkan dalam beberapa lileratur fikih terdiri atas:
1) Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
2) Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
3) Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang)
4) Al-Madhmun (objek jaminan)
5) Sighah (akad/ijab)
b. Syarat
1) Adh-Dhamin (orang yang menjamin)
Dengan syarat baligh (dewasa), berakal sehat, berhak penuh melakukan tindakan hukum
dalam urusan hartanya, dan rela (ridha) dengan tanggungan kafalah tersebut.
2) Al-Madhmun lahu (orang yang berpiutang)
Pihak yang berhutang/yang dijamin (makful 'anhu, 'ashil, madhmun’anhu), dengan
syarat sanggup menyerahkan tanggungannya (piutang) kepada penjamin dan dikenal oleh
penjamin.
3) Al-Madhmun ‘anhu (orang yang berhutang)
5
Sabiq, Fikih Sunnah 2004:46-47

6
Ibid
Pihak yang berpiutang/yang menerima jaminan (makful lahu, madhmun lahu),dengan syarat
diketahui identitasnya, dapat hadir pada waktu akad atau memberikan kuasa, dan berakal sehat.
4) Al-Madhmun (objek jaminan)
merupakan tanggungan pihak/orang yang berhutang (ashil), baik berupa utang, benda, orang
maupun pekerjaan, bisa dilaksanakan oleh pejamin, harus merupakan piutang
mengikat (luzim) yang tidak mungkin hapus kecuali setelah dibayar atau dibebaskan, harus
jelas nilai, jumlah, dan spesifikasinya, tidak bertentangan dengan syari'ah (diharamkan).

5) Sighah (akad/ijab)
Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz ijab dan kabul itu berarti menjamin, dan tidak bertentangan
dengan syariat Islam.7

5. Pembagian Kafalah
Kafalah ada 2 macam, yaitu:
a) Kafalah dengan jiwa
Kafalah dengan jiwa dikenal juga dengan sebutan jaminan muka, yaitu
komitmen kafiil untuk menghadirkan orang yang ditanggung kepada makhul lahu. Sah
apabila seseorang mengatakan, ”Aku sebagai kafiil si fulan untuk (menghadirkan) badan
atau wajahnya, atau “Aku sebagai penjamin, atau”Aku sebagai penanggung”, dan
semisalnya. Hal itu dibolehkan bila menangani perkara yang berhubungan dengan hak
manusia.
b) Kafalah dengan harta
1) Kafalah bid-dain
Komitmen kewajiban pembayaran utang yang menjadi tanggungan orang lain. Dalam
perkara utang, diisyaratkan ialah, utang tersebut dinyatakan benar adanya pada saat
terjadinya transaksi jaminan., dan status barang diketahui, karene tidak sah apabila status
tidak diketahui.
2) Kafalah dengan barang atau kafalah dengan penyerahan
Kafalah dengan barang atau kafalah dengan penyerahan, yaitu komitmen untuk
menyerahkan barang tertentu yang ada di tangan orang lain.

3) Kafalah bid-darak (penyusulan)


Maksud ad darak adalah barang jualan yang diketahui adanya bahaya karena telah
adanya transaksi penjualan barang. Berarti ia sebagai jaminan untuk hak si pembeli
kepada si penjual, apabila barang yang dijual terdapat orang yang lebih berhak.8

7
Sabiq, Fikih Sunnah 2004:50-51
8
Sabiq, Fikih Sunnah, 2004:53-54
6. Pengertian dan dasar hokum hawalah
a. Pengertian
Menurut Bahasa yang dimaksud hawalah ialah al-intiqal dan al-tahwil,
artinya memindahkan atau mengalihkan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis mengatakan
bahwa hiwalah berasal dari kata hawwala yang sinonimnya ghayyara, artinya mengubah
dan memindahkan. Hiwalah secara terminologi didefinisikan sebagai:
1) Menurut Jumhur Ulama
“Akad yang menghendaki pengalihan hutang dari tanggungjawab seseorang kepada
tanggungjawab orang lain”
2) Sayyid Sabid dalam bukunya fiqh al-sunnah, dia mendefinisikan hiwalah sebagai:
“Hiwalah adalah memindahkan hutang dari tangungan orang yang memindahkan kepada
orang yang dipindahi hutang”.
Berdasarkan definis yang telah dikemukkan di atas, dapat dipahami hiwalah adalah suatu
akad pemindahan hak dari orang yang berhutang kepada orang yang dibebani tanggungan
pembayaran utang tersebut bila terdapat hutang yang sama. (Arianti, 2015:163-165)

b. Dasar Hukum
1. Al-quran surah Al-baqarah ayat 282
2) Hadis

Dari Abu Hurairah Radliallahu bahwa Rasulullah bersabda : “menunda membayar


hutang bagi orang kaya adalah kezhaliman dan apabila seorang dari kalian hutangnya
dialihkan kepada orang kaya, hendaklah dia ikuti”. (Arianti, 2015:165)

7. Rukun dan Syarat


a. Rukun
Rukun dari hiwalah ada 6 diantaranya, sebagai berikut:
1) Pihak pertama
2) Pihak kedua
3) Pihak ketiga
4) Utang pihak pertama kepada pihak pertama
5) Utang pihak ketiga kepada pihak pertama
6) Shighat

b. Syarat
Adapun syarat dari hawalah/hiwalah, diantaranya:
1) Untuk pihak pertama, baligh, berakal, tidak gila, ada pernyataan persetujuan.
2) Untuk pihak kedua, adanya persetujuan pihak kedua terhadap pihak pertama yang
melakukan hiwalah.
3) Untuk pihak ketiga, adanya persyaratan dari pihak ketiga.
4) Yang melahirkan pemindajan kewajiban kepada pihak ketiga untuk membayar
utang kepada pihak kedua, sedangkan kewajiban untuk membayar hutang baru dapat
dibebankan kepadanya, apabila ia sendiri berhutang kepada pihak kedua.
5) Pihak ketiga dipandang sebagai objek akad.
6) Ijab dan kabul untuk penyempurna akad. (Arianti, 2015:166-168)

8. Jenis-Jenis
Madzhab Hanafi membagi hiwalah dalam beberapa bagian: ditinjau dari segi objek
akad, dan ditinjau dari jenis akad.
a. Ditinjau dari segi objek akad ada 2, yaitu:
1) Hiwalah al-haqq yaitu apabila yang dipindahkan itu merupakan hak
menuntut hutang (pemindahan hak).
2) Hiwalahal-dain yaituapabila
yang dipindahkan itu kewajiban untuk membayar hutang (pemindahan
hutang/kewajiban)
b Ditinjau dari jenis akad ada 2, yaitu:
1) Hiwalah al-Muqayyadah yaitu pemindahan sebagai ganti dari
pembayaran hutang muhil (pihak pertama) kepada muhal/pihak kedua
(pemindahan bersyarat)
2) Hiwalah al-Muthlaqah yaitu pemindahan hutang yang tidak
ditegaskan sebagai ganti rugi dari pembayaran hutang muhil (pihak pertama)
kepada muhal/pihak kedua (pemindahan mutlak). (Arianti, 2015:169-170)
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Wakalah atau wakilah merupakan isim masdhar yang secara etimologi bermakna
taukil, yaitu menyerahkan, mewakilkan dan menjaganya. Dasar hukum wakalah ialah, QS.
Al-Kahfi ayat 19, Hadist Urwah Al-Bariqy, Ijma’ Ulama dan Qiyas.
2. Kafalah secara bahasa berarti dhammu (gabungan), sedangkan secara
syara’ kafalah bermakna penggabungan tanggungan seorang kafil dengan tanggungan
seorang ashil untuk memenuhi tuntutan dirinya, atau utang, atau barang, atau suatu
pekerjaan. Adapun kafil adalah orang yang berkewajiban untuk memenuhi tuntunan makful
bihi (orang yang ditanggung). Dan ashil adalah orang yang berutang yang akan
ditanggung. Dasar hukum kafalah, ialah QS. Yusuf ayat 66, QS. Yusuf ayat 72, Hadist ,
dan Ijma’
3. Hawalah/Hiwalah menurut bahasa ialah al-intiqal dan al-tahwil,
artinya memindahkan atau mengalihkan. Sedangkan menurut Ibrahim Anis mengatakan
bahwa hiwalah berasal dari kata hawwala yang sinonimnya ghayyara, artinya mengubah
dan memindahkan. Dasar huku hiwalah ialah, QS. Al-Baqarah ayat 282, dan Hadis.

B. Saran
Karena kita telah membahas tentang wakalah, kafalah, dan hawalah/hiwalah maka
hendaklah terealisasikan dengan baik dalam kehidupan sehari-hari.
DAFTAR PUSTAKA

Arianti, Farida. (2015). Fikih Muamalah 1. Batusangkar: STAIN Batu Sangkar Press.
Sabiq, Sayyid. (2006). Fiqh Sunnah. Jakarta: Pena Pundi Aksara.
Zainuddin bin Abdul Aziz Al-Malibari Al-Fannani. (2016). Terjemahan Fathul
Mu’in Jilid 1. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Anda mungkin juga menyukai