Anda di halaman 1dari 16

WAKALAH

Makalah Ini Dibuat untuk Memenuhi Salah Satu Tugas


Mata Kuliah Hukum Perikatan Islam Semester Ganjil 2023

Dosen Pengampu:
Moh. Aqil Musthofa, S. H.I., M. H.

Oleh:
Roviqo Afiyati
NIM:
22742340028

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARIAH
INSITUT AGAMA ISLAM TARBIYATUT THOLABAH
KRANJI PACIRAN LAMONGAN
OKTOBER 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat ALLAH SWT., yang senantiasa memberikan


rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis mampu menyelesaikan
salah satu tugas yang berbentuk makalah sebagai salah satu persyaratan untuk
menempuh mata kuliah Hukum Perikatan Islam.
Makalah ini bertujuan untuk menguji mendiskripsikan tentang segala
sesuatu yang berhubungan dengan Akad Wakalah. Terselesaikannya makalah ini
tidak lepas dari sumbangsih para orang-orang terdekat penulis, karena itu dengan
tulus penulis sampaikan banyak terimakasih kepada:
1. Bapak Moh. Aqil Musthofa, S.H.I., M. H. selaku pengampu mata kuliah
Hukum Perikatan Islam IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
membimbing kami dalam menjelaskan gambaran tentang materi makalah yang
kami tulis.
2. Para pegawai perpustakaan IAI TABAH Kranji Paciran Lamongan yang telah
memberikan kami kesempatan untuk berkunjung dan meminjam buku di
perpustakaan sebagai daftar buku rujukan.
3. Teman-teman Prodi Hukum Ekonomi Syari’ah yang telah membantu kami
dalam menjalankan kegiatan diskusi tentang makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, saran dan kritik yang membangun dari pembaca sangan kami butuhkan untuk
penyempurnaan makalah ini. Demikian semoga dapat memberikan manfaat bagi
teman-teman yang membaca dan mempelajarinya.

Lamongan, 29 Oktober 2023

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL..............................................................................................
KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................1
BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................2
A. Pengertian Akad Wakalah............................................................................2
B. Dasar Hukum Akad Wakalah......................................................................3
C. Pendapat Para Ulama’ dan Para Ahli Terkait Akad Wakalah......................6
D. Rukun dan Syarat Akad Wakalah................................................................8
E. Penerapan Akad Wakalah di Lapangan........................................................9
BAB III PENUTUP...............................................................................................12
A. Kesimpulan................................................................................................12
B. Saran...........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................14
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Manusia adalah mahluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri tanpa
berinteraksi dengan dengan orang lain. Dalam istilah di atur segala tingkah
laku manusia yang mengharuskan adanya interksi dengan sesama yakni
dalam kajian fiqh muamalah, yang mana didalamnya juga membahas
aturan gadai, waqalah, sewa menyewa, hibah, shadaqoh, wakaf dan wasiat.
Dalam semua masalah ini, adanya suatu rukun dan syarat yang harus
dipenuhi antara kedua belah pihak yang mengadakan suatu interaksi
tersebut. Para ulama berpendapat tentang kecakapan bertidak didalam
lapangan muamalah ini ditentukan oleh hal-hal yang bersifat fisik dan
kejiwaan sehingga segala tindakanyang dilakukannya dapat dipandang
sebagai suatu perbuatan yang sah sesuai dengan syariat islam.

B. Rumusan Masalah
1. Apa Pengertian Akad Wakalah?
2. Bagaimana Dasar Hukum Akad Wakalah?
3. Bagaimana Pendapat Para Ulama’ dan Para Ahli Terkait Akad Wakalah?
4. Apa Rukun dan Syarat Akad Wakalah?
5. Bagaimana Penerapan Akad Wakalah di Lapangan?

C. Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian Akad Wakalah.
2. Untuk Mengetahui Dasar Hukum Akad Wakalah.
3. Untuk Mengetahui Pendapat Para Ulama’ dan Para Ahli Terkait Akad
Wakalah.
4. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Akad Wakalah.
5. Untuk Mengetahui Penerapan Akad Wakalah di Lapangan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akad Wakalah


Wakalah mempunyai beberapa pengertian dari segi bahasa, diantaranya adalah
perlindungan (al-hifẓ), penyerahan (at-tafwiḍ), atau memberikan kuasa. Menurut
kalangan Syafi‟iyah pengertian wakalah adalah ungkapan atau penyerahan kuasa (al-
muwakkil) kepada orang lain (al-wākil) supaya melaksanakan sesuatu dari jenis
pekerjaan yang bisa di gantikan (an-naqbalu an-niyabah) dan dapat di lakukan oleh
pemberi kuasa. Dengan ketentuan pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat
pemberi kuasa masih hidup.1
Wakalah berasal dari wazan wakala-yakilu-waklan yang berarti menyerahkan atau
mewākilkan urusan sedangkan wakalah adalah pekerjaan wākil. 2 Al-wakalah juga
memiliki arti At-Tafwiḍ yang artinya penyerahan, pendelegasian atau pemberian
mandat.3 Sehingga Wakalah dapat diartikan sebagai penyerahan sesuatu oleh
seseorang yang mampu dikerjakan sendiri sebagian dari suatu tugas yang bisa
diganti, kepada orang lain, agar orang itu mengerjakannya semasa hidupnya.4
Al-wakalah dalam pengertian lain yaitu pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
yang disebut sebagai pihak pertama kepada orang lain sebagai pihak ke dua dalam
melakukan sesuatu berdasarkan kuasa atau wewenang yang di berikan oleh pihak
pertama, akan tetapi apabila kuasa itu telah di laksanakan sesuai yang di syaratkan
atau yang telah di tentukan maka semua resiko dan tanggung jawab atas perintah
tersebut sepenuh nya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.5

1
Helmi Karim, Fiqh Muamalah, (Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, Cet. III, 2002), hlm. 20.
2
Ahmad Warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Surabaya; Pustaka Progresif,
1997), hlm. 1579.
3
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, (Jakarta; Gema Insani, 2008),
hlm. 120-121.
4
Abu Bakar Muhammad, Fiqh Islam, (Surabaya; Karya Abditama, 1995), hlm. 163.
5
Rhesa Yogaswara, Konsep Wakalah dalam Fiqh Muamalah, (Jakarta; Kencana, Cet. I, 2005),
hlm. 121.
3

Manusia tidak mungkin bisa melakukan semua pekerjaan sendirian, semua orang
pasti membutuhkan bantuan orang lain dalam mengerjakan urusannya baik secara
langsung maupun tidak langsung, seperti mewākilkan dalam pembelian barang
pengiriman uang, pengiriman barang, pembayaran utang, penagihan utang dan lain
sebagainya.
Wakalah dalam praktek pengiriman barang terjadi ketika atau menunjuk orang
lain atau untuk mewākili dirinya mengirimkan sesuatu. Orang yang di minta di
wakilkan harus menyerahkan barang yang akan dia kirimkan untuk untuk orang lain
kepada yang mewakili dalam suatu kontrak.
Penerima kuasa (wākil) boleh menerima komisi (al-ujur)6 dan boleh tidak
menerima komisi (hanya mengharapkan ridho Allah/ tolong menolong). Tetapi bila
ada komisi atau upah maka akad nya seperti akad ijarah/ sewa menyewa. Wakalah
dengan imbalan di sebut dengan wakalah bil -ujrah,bersifat mengikat dan tidak boleh
dibatalkan secara sepihak.
Berdasarkan definisi-definisi diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang
dimaksud dengan al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang lain
untuk mengerjakan sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang mewakilkan masih
hidup.6

B. Dasar Hukum Akad Wakalah


Dasar hukum dari wakalah adalah boleh dilakukan dalam ikatan kontrak yang di
syariatkan dengan dasar hukum ibahah (di perbolehkan ), al-wakalah bisa menjadi
sunnah, makruh, haram, atau bahkan wajib sesuai dengan niat pemberi kuasa,
pekerjaan yang di kuasakan atau faktor lain yang mendasarinya dan mengikutinya.7
Para imam mazhab sepakat bahwa perwakilan dalam akad (kontrak, perjanjian,
transaksi) yang dapat digantikan orang lain untuk melakukannya adalah dibolehkan
selama dipenuhi rukun-rukunnya. Tiap-tiap hal boleh dilakukan penggantian, selama
hal tersebut bukanlah hal yang menyangkut ibadah yang bersifat badaniah seperti
sholat, puasa, dan lainnya tidak dapat diwakilkan. Sedangkan yang boleh dilakukan

6
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta; Grafindo Persada, 2010), hlm. 231-233.
7
Armansyah, Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta; Kencana, 2022), hlm. 136.
4

penggantian adalah pekerjaan yang dapat dikerjakan orang lain, seperti jual-beli,
persewaan, pembayaran utang, menyuruh menuntut hak dan menikahkan maka
hukumnya sah memberi wikalah.
Dasar Hukum Wakalah Islam mensyari’atkan al-wakalah karena manusia
membutuhkannya. Tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan
untuk menyelesaikan segala urusan sendiri. Pada suatu kesempatan, seseorang perlu
mendelegasikan suatu pekerjaan kepada orang lain untuk mewakili dirinya.8
Manusia tidak mampu untuk mengerjakan segala urusannya secara pribadi dan
membutuhkan orang lain untuk menggantikan yang bertindak sebagai wakilnya. Dan
Ijma para ulama telah sepakat telah membolehkan wakalah, karena wakalah
dipandang sebagai bentuk tolong-menolong atas dasar kebaikan dan takwa yang
diperintahkan oleh Allah SWT, dan Rasul-Nya. .
Dari dasar hukum wakalah sebagaimana diterangkan diatas, penulis mengambil
sebuah kesimpulan bahwa wakalah sangat kental dengan nilai-nilai kemanusiaan,
yaitu nilai tolong-menolong. Adanya wakalah sudah memberikan keringanan kepada
orang yang tidak bisa mengerjakan sesuatu. Ada yang mewakilkan bentuk
pekerjaannya karena ia tidak bisa atau tidak faham dalam urusuan itu atau mampu
melakukannya namun ia punaya kesibukan lain sehingga tidak bisa mengerjakan
pekerjaannya, maka dia mewakilkan kepada orang lain agar kebutuhannya terpenuhi.
1. Al-Qur’an
Salah satu dasar dibolehkannya al-wakalah adalah sebagaimana dalam
firman Allah SWT berikut:
‫َقاَل اْج َع ْلِنى َع َلى َخ َز اِئُن اْل َء ْر ِض ِاِّنى َح ِفْيٌظ َع ِلْيم‬
Artinya:“Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir). Sesungguhnya aku
adalah orang yang pandai menjaga lagi berpengalaman.” (Yusuf: 55)
Dalam hal ini, nabi Yusuf siap untuk menjadi wakil dan pengemban amanah
menjaga Federal Reserve negeri Mesir.

Dalam surat al-Kahfi juga menjadi dasar al-wakalah yang artinya berikut:
Dan demikianlah Kami bangkitkan mereka agar saling bertanya di antara mereka
8
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Islam, (Jakarta; Kencana, 2012). Hlm. 130.
5

sendiri. Berkata salah seorang diantara mereka agar saling bertanya, ‘Sudah
berapa lamakah kamu berdiri di sini?’ Mereka menjawab, ‘Kita sudah berada di
sini satu atau setengah hari.’ Berkata yang lain, ‘Tuhan kamu lebih mengetahui
berapa lamanya kamu berada di sini. Maka, suruhlah salah seorang di antara
kamu pergi ke kota dengan membawa uang perakmu ini dan hendaklah ia lihat
manakah makanan yang lebih baik dan hendaklah ia membawa makanan itu
untukmu, dan hendaklah ia berlaku lemah lembut, dan janganlah sekali-kali
menceritakan halmu kepada seorang pun.” (al-Kahfi:19).
Ayat di atas menggambarkan perginya salah seorang ash-habul kahfi yang
bertindak untuk dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam
memilih dan membeli makanan.9
2. Al-Hadis
‫ َفَز َّو َج اُه َم ْيُم وَنَة ِبْنَت‬، ‫ِاَّن َر ُسوَل ِهَّللا َص َّلى ُهَّللا َع لْيِه َو َس ّلَم َبَع َث َأَبا َر اِفٍع َو َر ُج ًال ِم َن اَأْلْنَص اِر‬
)‫اْلَح اِر ِث (رواه مالك في الموطأ‬
Artinya:“Bahwasanya Rasulullah saw. mewakilkan kepada Abu Rafi’ dan
seorang Anshar untuk mewakilinya mengawini Maimunah binti Harits.”(HR.
Malik dalam Al- Muwattha’)
Dalam kehidupan sehari-hari, Rasulullah telah mewakilkan kepada orang
lain untuk berbagai urusan. Diantaranya membayar utang, mewakilkan
penetapan had dan membayarnya, mewakilkan pengurusan unta, membagi
kandang hewan, dan lain-lain.10
3. Ijma’
Para ulama sepakat dengan ijma dibolehkannya wakalah, bahkan mereka
cenderung mensunnahkannya dengan alasan bahwa hal tersebut termasuk jenis
ta’awun atau tolong menolong atas kebaikan dan taqwa.
Dalam perkembangan fiqih Islam, status wakalah sempat diperdebatkan:
apakah wakalah masuk dalam kategori niabah, yaitu sebatas mewakili atau
kategori wilayah atau wali. Hingga kini, dua pendapat itu masih terus

9
Wirdiyaningsih, BANK dan ASURANSI ILSAM DI INDONESIA, (Jakarta; Kencana, 2005), hlm.
221.
10
Wirdiyaningsih, hlm. 222.
6

berkembang. Pendapat pertama menyatakan bahwa wakalah adalah niabah atau


mewakili.
Menurut pendapat ini wakil tidak dapat menggantikan seluruh fungsi
muwakkil.
Pendapat kedua menyatakan bahwa wakalah adalah wilayah karena khilafah
(menggantikan) dibolehkan untuk mengarah kepada yang lebih baik
sebagaimana dalam jual beli, melakukan pembayaran secara tunai lebih baik
walaupun diperkenankan secara kredit.11
Dalam kehidupan perbankan, aktivitas wakalah adalah nasabah ataupun
investor (muwakil) berhubungan timbal balik dengan bank (wakil) yang terikat
dengan kontrak dan fee, sedangkan muwakil dimanfaatkan untuk taukil (agency,
administration, payment, co arranger, dan sebaginya).

C. Pendapat Para Ulama’ dan Para Ahli Terkait Akad Wakalah


Dari sekian banyak akad-akad yang dapat diterapkan dalam kehidupan
manusia. Wakalah termasuk salah satu akad yang menurut kaidah Fiqh Muamalah,
akad Wakalah dapat diterima. Wakalah itu berarti perlindungan (al-hifzh),
pencukupan (al kifayah), tanggungan (al-dhamah), atau pendelegasian (al-tafwidh),
yang diartikan juga dengan memberikan kuasa atau mewakilkan.12
Adapula pengertian-pengertian lain dari wakalah yaitu:
1. Wakalah atau wikalah yang berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian
mandat.
2. Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang sebagai pihak pertama
kepada orang lain sebagai pihak kedua dalam hal-hal yang diwakilkan (dalam hal
ini pihak kedua) hanya melaksanakan sesuatu sebatas kuasa atau wewenang yang
diberikan oleh pihak pertama, namun apabila kuasa itu telah dilaksanakan sesuai
yang disyaratkan, maka semua resiko dan tanggung jawab atas dilaksanakan
perintah tersebut sepenuhnya menjadi pihak pertama atau pemberi kuasa.13

11
Wirdiyaningsih, hlm. 224.
12
Mardani, hlm. 145.
13
Sulaiman Rasjid, HUKUM FIQIH ISLAM, (Bandung; Sinar Baru Algensido, 1994), hlm. 122.
7

Wakalah menurut pandangan para ulama :14


1. Menurut Hashbi Ash Shiddieqy, Wakalah adalah akad penyerahan kekuasaan,
yang pada akad itu seseorang menunjuk orang lain sebagai penggantinya dalam
bertindak (bertasharruf).
2. Menurut Sayyid Sabiq, Wakalah adalah pelimpahan kekuasaan oleh seseorang
kepada orang lain dalam hal-hal yang boleh diwakilkan.
3. Ulama Malikiyah, Wakalah adalah tindakan seseorang mewakilkan dirinya
kepada orang lain untuk melakukan tindakan-tindakan yang merupakan haknya
yang tindakan itu tidak dikaitkan dengan pemberian kuasa setelah mati, sebab jika
dikaitkan dengan tindakan setelah mati berarti sudah berbentuk wasiat.
4. Menurut Ulama Syafi’iah mengatakan bahwa Wakalah adalah suatu ungkapan
yang mengandung suatu pendelegasian sesuatu oleh seseorang kepada orang lain
supaya orang lain itu melaksanakan apa yang boleh dikuasakan atas nama pemberi
kuasa.
5. Ulama hanafiah mengtakan Wakalah adalah seseorang mempercayakan orang lain
menjadi ganti dirinya untuk bertasyarruf dalam bidang-bidang tertentu yang boleh
diwakilkan.
Dengan pendapat para ulama tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian wakalah terdiri dari :
1. Adanya perjanjian antara seseorang dengan orang lain.
2. Isi perjanjian berupa pendelegasian.
3. Tugas yang diberikan oleh pemberi kuasa terhadap penerima kuasa untuk
melakukan suatu tindakan tertentu.
4. Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu yang boleh dikuasakan atau
diwakilkan.
Wakalah dalam praktek pengiriman barang terjadi ketika atau menunjuk orang
lain atau mewakili dirinya mengirimkan sesuatu. Orang yang diminta diwakilkan
harus menyerahkan barany yang akan dia kirimkan untuk orang lain kepada
yang mewakili dalam suatu kontrak.15

14
Sulaiman, hlm. 144.
15
Ahmad Wardi Muslich, FIQIH MUAMALAH, (Jakarta; Amzah, 2010), hlm. 75.
8

Penerima kuasa (wakil) boleh menerima komisi (al-ujur) dan boleh tidak
menerima kondisi (hanya mengharapkan ridho allah/ tolong menolong). Tetapi
bila ada komisi atau upah maka akadnya seperti akad ijarah/ sewa menyewa.
Wakalah dengan imbalan disebut dengan wakalah bil-ujrah, bersifat mengikat dan
tidak boleh dibatalkan secara sepihak.16
Berdasarkan definisi-definisi diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa
yang dimaksud dengan al-wakalah adalah penyerahan dari seseorang kepada orang
lain untuk mengerjakan sesuatu, dan perwakilan berlaku selama yang mewakilkan
masih hidup.

D. Syarat dan Rukun Akad Wakalah


1. Rukun wakalah :
a. Wakil (Penerima kuasa), Penerimaan kuasa adalah orang yang bias menjaga
amanah yang di berikan pemberi kuasa. Penerimaan kuasa harus memiliki
kecakapan akan suatu aturan yang mengatur proses akad wakalah sehingga
cakap hukum menjadi salah satu syarat yang di wakilkan.
b. Muwakil (Pihak yang meminta di wakilkan), yaitu seseorang yang mewakilkan
atau pemberi kuasa harus yang memiliki hak atau yang mempunyai wewenang
untuk beertasharruf pada bidang-bidang yang di wakilkannya.
c. Objek akad berupa barang atau jasa. Ijab kabul / serah terima.17
2. Syarat wakalah :
a. Seorang muwakil, Diisyaratkan harus memiliki otoritas penuh atas suatu
pekerjaan yang akan didelegasikan kepada orang lain. Dengan alasan orang
yang tidak memiliki otoritas tersebut kepada orang lain.
b. Seorang wakil, Disyaratkan haruslah orang yang berakal dan tamyiz.
c. Obyek yang diwakilkan harus diketahui oleh wakil, Wakil mengetahui secara
jelas apa yang harus dikerjakan dengan spesifikasi yang diinginkan. Obyek
tersebut memang bisa diwakilkan kepada orang lain.

16
Ahmad Wardi, hlm. 76.
17
Ibnu Abidin, al-Dur al-Mukhtar, FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER, (Jakarta; Rajawali
Press, 2016), hlm. 128.
9

d. Ijab kabul adalah pernyataan dan ekspresi saling rida/rela di antara pihak-pihak
pelaku akad yang dilakukan secara verbal, melalui korespondensi atau
menggunakan cara-cara komunikasi modern.18

E. Penerapan Akad Wakalah di Lapangan


Dalam penerapan akad wakalah di lapangan ini penulis menerapkan akad
wakalah ini di Lembaga Keuangan Syariah, dimana akad wakalah ini sangat
dibutuhkan dalam keuangan syariah.
Wakalah dalam sistem perbankan syariah adalah akad pemberian kuasa dari
nasabah kepada bank (penerima). Wakalah dalam praktik diLKS biasanya terkait
dengan akad lain yang dilakukan oleh nasabah. Misalnya dalam akad pembiayaan
murabahah, pihak LKS mewakilkan kepada nasabah untuk mencari barang yang
akan dibeli dengan pembiayaan tersebut. Begitu juga dalam akad salam, istisna,
ijarah dan akad lainnya yang menuntut adanya perwakilan pihak LKS oleh nasabah.
19

Praktek perbankan syariah, transaksi wakalah ibarat pisau dapur. Keberadaannya


kurang dirasakan, namun bila tidak ada, baru terasa betapa pentingnya. Ini karena
transaksi wakalah sering hanya menjadi transaksi pendukung dan bukan sebagai
transaksi utama. Lihat saja transaksi pembiayaan murabahah, salam, istishna,
seluruhnya memerlukan transaksi wakalah untuk alasan kemudahan. Tanpa transaksi
wakalah niscaya bank syariah akan sangat kerepotan dalam memberikan pembiayaan
karena harus membeli sendiri barang yang dibutuhkan debitur.
Wakalah dalam Lembaga Keuangan Syariah terjadi apabila nasabah
memberikan kuasa kepada bank untuk mewakili dirinya melakukan pekerjaan jasa
tertentu, seperti pembukuan letter of credit dan transfer uang.
Atas dasar prinsip wakalah, bank membuka L/C atas permintaan nasabah dengan
meminta nasabah untuk menyetorkan dana yang cukup(100%) dari besarnya L/C
yang dibuka. Setoran dana tersebut disimpanoleh bank dengan prinsip wadiah dan
bank memungut ujr (fee atau komisi) sebagai kontraprestasi. Ketetapan jasa tentang

18
Ibnu Abidin, hlm. 130.
19
Helmi, Hlm. 25.
10

ujr (fee atau komisi) dikenakan biaya pada nasabah untuk local Rp 2.000,- dan untuk
intercity Rp 10.000,- dan biaya tersebut dikenakan pada awal penyerahan kliring.
Bank syariah dapat memberikan jasa wakalah, yaitu sebagai wakil dari nasabah
sebagai pemberi kuasa (muwakil) untuk melakukan sesuatu(taukil). Dalam hal ini,
bank akan mendapatkan upah atau biaya administrasi atas jasa tersebut. Sebagai
contoh bank dapat menjadi wakil untuk melakukan pembayaran tagihan listrik atau
telepon kepada perusahaan listrik atau telepon. Contoh lain adalah bank mewakili
sekolah atau univeritas sebagai penerima biaya SPP dari para pelajar untuk biaya
studi.20
Bank dan nasabah yang dicantumkan dalam akad pemberian kuasa harus cakap
hukum. Khususnya pada pembukaan letter of credit, apabila dana nasabah ternyata
tidak cukup, maka penyelesaian L/C dapat dilakukan dengan pembiayaan
murabbahah, salam, ijarah, mudharabah,atau musyarakah. Tugas, wewenang dan
tanggung jawab bank harus jelas sesuai kehendak nasabah bank. Setiap tugas yang
dilakukan harus mengatasnamakan nasabah dan harus dilaksanakan oleh bank. Atas
pelaksanaan tugasnya tersebut, bank mendapat pengganti biaya berdasarkan
kesepakatan bersama. Pemberian kuasa berakhir setelah tugas dilaksanakan dan
disetujui bersama antara nasabah dengan bank. Kelalaian dalam menjalankan kuasa
menjadi tanggung jawab bank kecuali kegagalan karena force majeure menjadi
tanggung jawab nasabah. Apabila bank yang ditunjuk lebih dari satu, maka masing-
masing bank tidak boleh bertindak sendiri-sendiri tanpa musyawarah dengan bank
yang lain,kecuali dengan seizin nasabah. Atas pelaksanaannya tersebut, bank
mengenakan biaya administrasi kepada nasabah berdasarkan kebijakan bank. 21

Selain praktik wakalah diatas, di Lembaga Keuangan Syariah umumnya ada


jenis produk yang menggunakan akad wakalah. Jenis-jenis produk pelayanan jasa
yang menggunakan akad wakalah antara lain L/C(Letter of Credit), transfer, kliring,
RTGS, inkaso dan pembayaran gaji.

20
Helmi, hlm. 26.
21
Helmi, hlm. 27.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Wakalah mempunyai beberapa pengertian dari segi bahasa, diantaranya
adalah perlindungan (al-hifẓ), penyerahan (at-tafwiḍ), atau memberikan
kuasa. Menurut kalangan Syafi‟iyah pengertian wakalah adalah ungkapan
atau penyerahan kuasa (al-muwakkil) kepada orang lain (al-wākil) supaya
melaksanakan sesuatu dari jenis pekerjaan yang bisa di gantikan (an-naqbalu
an-niyabah) dan dapat di lakukan oleh pemberi kuasa. Dengan ketentuan
pekerjaan tersebut di laksanakan pada saat pemberi kuasa masih hidup
Dasar hukum dari wakalah adalah boleh dilakukan dalam ikatan
kontrak yang di syariatkan dengan dasar hukum ibahah (di perbolehkan ), al-
wakalah bisa menjadi sunnah, makruh, haram, atau bahkan wajib sesuai
dengan niat pemberi kuasa, pekerjaan yang di kuasakan atau faktor lain yang
mendasarinya dan mengikutinya.
Dari pendapat para ulama diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pengertian wakalah terdiri dari: Adanya perjanjian antara seseorang dengan
orang lain, Isi perjanjian berupa pendelegasian, Tugas yang diberikan oleh
pemberi kuasa terhadap penerima kuasa untuk melakukan suatu tindakan
tertentu, Objek yang dikuasakan merupakan sesuatu yang boleh dikuasakan
atau diwakilkan.
Rukun dan syarat wakalah : wakil (Penerima kuasa), muwakil (Pihak
yang meminta diwakilkan), dan objek akad berupa barang atau jasa. Ijab
kabul / serah terima.
Dalam penerapan akad wakalah di lapangan ini penulis menerapkan
akad wakalah ini di Lembaga Keuangan Syariah, dimana akad wakalah ini
sangat dibutuhkan dalam keuangan syariah. Wakalah dalam sistem perbankan
syariah adalah akad pemberian kuasa dari nasabah kepada bank (penerima).
Wakalah dalam praktik diLKS biasanya terkait dengan akad lain yang
dilakukan oleh nasabah. Misalnya dalam akad pembiayaan murabahah, pihak

12
13

LKS mewakilkan kepada nasabah untuk mencari barang yang akan


dibeli dengan pembiayaan tersebut. Begitu juga dalam akad salam, istisna,
ijarah dan akad lainnya yang menuntut adanya perwakilan pihak LKS oleh
nasabah.

B. Saran
Demikianlah uraian makalah yang dapat kami sampaikan. Penulis
berharap semoga makalah ini bermanfaat untuk kita semua, terutama agar
dapat mengetahui dan mempelajari tentang Rahn. Penulis menyadari
banyaknya kekurangan dalam makalah ini, oleh karena itu saran dan kritik
yang membangun kami terima dengan senang hati.
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Ibnu. al-Mukhtar, al-Dur. 2016 FIQIH MUAMALAH KONTEMPORER,


Jakarta; Rajawali Press
Antonio, Muhammad Syafi’I. 2008 Bank Syariah: dari Teori ke Praktik, Jakarta;
Gema Insani,
Armansyah, 2022. Kompilasi Hukum Islam, Jakarta; Kencana

Karim, Helmi. 2002 Fiqh Muamalah, Jakarta; PT Raja Grafindo Persada, Cet. III
Mardani, 2012. Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Islam, Jakarta; Kencana,

Muhammad, Abu Bakar. 1995 Fiqh Islam, Surabaya; Karya Abditama


Munawwir, Ahmad Warson. 1997 Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia,
Surabaya; Pustaka Progresif,
Muslich, Ahmad Wardi. 2010 FIQIH MUAMALAH, Jakarta; Amzah
Rasjid, Sulaiman. 1994 HUKUM FIQIH ISLAM, Bandung; Sinar Baru Algensido

Suhendi, Hendi. 2010 Fiqh Muamalah, Jakarta; Grafindo Persada


Wirdiyaningsih, 2005. BANK dan ASURANSI ILSAM DI INDONESIA, Jakarta;
Kencana,
Yogaswara, Rhesa 2005. Konsep Wakalah dalam Fiqh Muamalah, Jakarta;
Kencana, Cet. I

14

Anda mungkin juga menyukai