Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

KONSEP AKAD (PERJANJIAN) DALAM ISLAM


Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas makalah Hukum Perjanjian Syari’ah
Dosen Pengampu : Dwi Hidayatul Firdaus, M.Si

Disusun oleh :
1. Nira Faridatul Maymuna (200202110041)
2. Ainur Rohmah (200202110178)

HUKUM EKONOMI SYARI’AH


FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK
IBRAHIM MALANG
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena telah memberikan kesempatan
pada kami untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat
dan hidayahnya-Nya kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Konsep Akad
(Perjanjian) Dalam Hukum Islam”.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Bapak Dwi Hidayatul Firdaus, M.Si.
Pada mata kuliah Hukum Perjanjian Syari’ah di Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang. Selain itu, kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan
bagi pembaca tentang materi konsep akad dalam hukum islam.
Kami mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dwi Hidayatul Firdaus, M.Si selaku
dosen mata kuliah Hukum Perjanjian Syari’ah. Tugas yang telanh diberikan ini dapat
menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang kami tekuni. Kami juga
mengucapkan terima kasih kepada teman-teman seperjuangan yang telah mendukung kami
sehingga kami bisa menyelesaikan tugas ini tepat waktu.
Kami mneyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi
penyusunan, bahasa, dan penulisannya. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dari pembaca guna menjadi acuan agar kami bisa menjadi lebih
baik lagi dimasa mendatang.
Semoga makalah ini bisa menambah wawasan para pembaca dan bisa bermanfaat
untuk perkembangan dan peningkatan ilmu pengetahuan.

Malang, 16 Februari

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................................. 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .................................................................................................................. 2
C. Tujuan .................................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................................. 3

A. Konsep Akad (Perjanjian) Dalam Islam ................................................................................. 3


B. Akad Menurut Fungsinya ....................................................................................................... 3
C. Macam-macam Akad Dalam Islam ........................................................................................ 4
D. Urgensi Akad Dalam Islam .................................................................................................... 7
E. Perbedaan Wa’ad dengan Akad ............................................................................................. 8
F. Akad Tabarru’ dan Akad Tijaroh dalam Muamalah ................................................................ 10
BAB III PENUTUP ........................................................................................................................ 17

A. Kesimpulan .......................................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Akad adalah suatu perjanjian tertulis yang terdapat ijab (penawaran) dan
qabul (penerimaan) dalam transaksi antara pihak satu dengan pihak yang lain. Setiap
manusia tidak akan terlepas dari kegiatan transaksi. Akad akan mengatur kelanjutan
dari transaksi tersebut, misalnya apa yang akan dilakukan hubungan selanjutnya dan
didalam akad itu pula tedapat kesepakatan-kesepakatan kedua belah pihak.
Secara umum, akad yaitu segala sesuatu yang diinginkan oleh seseorang,
baik keinginan tersebut muncul dari dalam dirinya sendiri maupun yang
mengharuskan adanya kehendak dari kedua belah pihak (Rivai, 2010).
Tujuan Islam yang ada di Maqasid Syari’ah yaitu dengan prinsip
terwujudnya keadilan, persamaan antar pemeluk atau kelompok yang berbeda
pemahaman. Suatu akad transaksi harus benar-benar memperhatikan rasa keadilan
dan rasa kesepakatan Bersama agar tidak terjadi timbul fitnah dan untuk menghindari
perasaan tidak adil (dzalim) harus ada saling ridha dari masing-masing pihak
(Hidayat, 2019).
Selain itu, akad juga sebagai dasar dari sekian banyak aktivitas keseharian
kita. Dengan adanya akad (perjanjian) seorang laki-laki bisa disatukan dengan
seorang wanita dalam kehidupan bersama. Denganakd kita juga bisa melakukan
transaksi jual beli. Dijelaskan dalam Al Qur’an bahwa bermuamalah yang baik
adalah dijelaskan secara rinci. Diatur juga larangan-larangan saat melakukan
transaksi.
Dengan demikian, setiap transaksi jual beli terdapat syarat atau perjanjian-
perjanjian yang harus dilakukan dan disepakti bersama baik dari pihak pembeli
maupun pihak yang menjual. Dengan adanya akad, kedua belak pihak akan
merasakankeuntungan masing-masing karena sama-sama memiliki tanggung jawab
yang sesuai dengan apa ynag telah disepakati.
Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan yang dimana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap orang lain atau lebih.1 Apabila salah satu belah pihak ada

1
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2001,
cet. XXXI, hal. 338.

1
yang melanggar sautu perjanjian, maka akan diberikan sanksi atau hukuman sebagai
bentuk pertanggungjawaban.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep akad dalam islam?
2. Apa saja macam-macam akad?
3. Jelaskan urgensi akad dalam muamalah!
4. Apad perbedaan pengertian waad dengan akad?
5. Bagaimana akad tabarru’ dan tijarah dalam perilaku muamalah?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep akad dalam islam.
2. Untuk mengetahui macam-macam akad.
3. Untuk mengetahui urgensi akad dalam muamalah
4. Untuk mengetahui perbedaan waad dengan akad
5. Untuk mengetahui akad tabbaru’ dan tijarah dalam muamalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Akad (Perjanjian) Dalam Islam


Akad atau kontrak berasal dari bahasa Arab yang berarti ikatan atau simpulan
baik ikatan yang nampak (hissyy) maupun tidak nampak (ma’nawy). Kamus al-Mawrid,
menterjemahkan al-‘Aqd sebagai contract and agreement atau kontrak dan perjanjian.
Subhi Mahmasaniy mengartikan kontrak/akad sebagai ikatan atau hubungan di antara
ijab dan qabul yang memiliki akibat hukum terhadap hal-hal yang dikontrakkan.2
Akad dalam arti luas hampir sama dengan pengertian akad dari segi bahasa, akad
adalah segala sesuatu yang dikerjakan seseorang berdasarkan keinginan sendiri.
Sedangkan menurut ahli hukum Islam, akad dapat diartikan secara umum dan khusus,
menurut Syafi’iyah, Malikiyah, Dan Hanifiyah, yaitu “segala sesuatu yang dikerjakan
seseorang berdasarkan keinginannya sendiri, seperti wakaf, talak, pembebasan, atau
sesuatu yang pembentukannya membutuhkan keinginan dua orang seperti jual beli’.
Sementara dalam arti khusus diartikan’, perikatan yang ditetapkan dengan ijab qabul
berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada obyeknya’ atau ‘menghubungkan
ucapan salah seorang yang berakad dengan yang lainnya sesuai syara’ dan berdampak
pada obyeknya’.3
Berdasarkan pengertian tersebut, para ahli hukum Islam mendefinisikan akad
adalah hubungan antara ijab dan qabul sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan
adanya pengaruh (akibat) hukum pada obyek perikatan.

B. Akad Menurut Fungsinya


Kedudukan dan fungsi akad adalah sebagai alat paling utama dalam sah atau
tidaknya muamalah dan menjadi tujuan akhir dari muamalah. Akad juga begitu
penting dalam kehidupan manusia karena ia merupakan salah satu faktor menjadi
halalnya sesuatu bagi mereka. Misalnya, untuk mempersatukan seorang laki-laki
dan seorang perempuan dalam suatu perkawinan, maka akad merupakan ikatan yang
sah dan menjadi keharusan baginya. Hal lain juga terjadi dalam berbagai interaksi

2
Subhiyy Mahmasaniy (1948). Al-Nazariyyat al-‘Ammah li al-Mujibat wa al-‘Uqud Fi al-Shari’ah al-
Islamiyyah. (Mesir: Dar al-Kitab al-‘Arabiyy), hlm. 210.
3
Syamsul anwar, Hukum Perjanjian Syariah Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih Muamalat, (Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada, 2010) h. 96.

3
kehidupan manusia. Jual beli, sewa menyewa dan lain sebagainya merupakan
contoh di mana terjadi kontrak (akad) atau perjanjian sebagai landasan hukumnya.4

C. Macam-macam Akad Dalam Islam


Akad dibagi menjadi beberapa jenis, yang setiap jenisnya sangat bergantung
pada sudut pandangnya. Jenis akad tersebut adalah :5
a. Berdasarkan pemenuhan syarat dan rukun, seperti sah atau tidak sahnya suatu
akad.
b. Berdasarkan apakah syara’ telah memberi nama atau belum, seperti contoh
akad yang telah dinamai syara’, seperti jual-beli, hibah, gadai dan lain-lain.
Sedangkan akad yang belum dinamai syara’, tetapi disesuaikan dengan
perkembangan jaman.
c. Berdasarkan barang diserahkan atau tidak , ( dibaca: zatnya), baik berupa
benda yang berwujud (al-‘ain) maupun tidak berwujud ( ghair al-‘ain).
Adapun jenis akad di dalam ekonomi syariah. Masing-masing akad memiliki
kekhususan dan karakteristiknya tersendiri. Selain itu masing-masing akad memiliki
objek transaksi berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dalam transaksi itu sendiri.
1. Murabahah
Akad jual beli ini menekankan mengenai harga jual dan keuntungan yang
disepakati oleh para pihak, baik itu penjual atau pembeli. Selain itu, jumlah dan
jenis produknya diperjelas secara detail. Nantinya, produk akan diserahkan
begitu akad jual beli diselesaikan. Untuk pihak pembeli, bisa menunaikan
kewajibannya secara cicilan atau membayar tunai.
2. Salam
Salam adalah akad jual beli berdasarkan cara pemesanan. Prosesnya, pembeli
akan memberi uang terlebih dahulu untuk membeli barang yang spesifikasinya
sudah dijelaskan secara rinci, lalu baru produk akan dikirimkan. Akad salam
biasa diterapkan untuk produk-produk pertanian. Dalam praktiknya, akad Salam
menempatkan pihak bank syariah sebagai pembeli dan menyerahkan uangnya
kepada petani sebagai nasabah.

4
Urbanus Uma Leu, “Akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah”, (Tahkim: Jurnal Hukum Dan Syari’ah,
Vol. X No. 1, (2014)), h. 49
5
Syah, Ulil Amri, Macam-macam Akad Dan Penerapannya Dalam Lembaga Keuangan Syariah, (UIN
Alauddin Makassar, (2019), h. 4-5

4
3. Istishna’
Istishna’ mengatur transaksi produk dalam bentuk pemesanan di mana
pembuatan barang akan didasari dari kriteria yang disepakati. Dalam akad ini,
proses pembayarannya juga sesuai kesepakatan dari pihak yang berakad, baik itu
dibayar ketika produk dikirim atau dibayar di awal seperti akad salam.
4. Mudharabah
Akad ini lebih mengatur antara shahibul mal atau pemilik modal dengan
mudharib-nya, atau pengelola modal. Nantinya, pengelola mudharib dan pemilik
modal akan membagi hasil keuntungan dari usaha yang dilakukan. Jika ada
kerugian, hanya pemilik modal yang menanggung kerugiannya.
5.Musyarakah
Sedikit berbeda dengan Mudharabah, akad ini dilakukan oleh dua pemilik modal
atau lebih yang menghimpun modalnya untuk proyek atau usaha tertentu.
Nantinya, pihak mudharib atau pengelolanya akan ditunjuk dari salah satu
pemilik modal tersebut. Biasanya, akad ini dilakukan untuk proyek atau usaha
dimana modalnya dibiayai sebagian oleh lembaga keuangan, dan sebagian
lainnya dimodali oleh nasabah.

6. Musyarakah Mutanaqisah

Akad jual beli barang ini mengatur dua pihak atau lebih yang berkongsi untuk
suatu barang. Nantinya, salah satu pihak akan membeli bagian dari kepemilikan
barang pihak lainnya dengan cara mencicil atau bertahap. Akad ini biasa
dilakukan jika ada proyek yang dibiayai oleh nasabah dan lembaga keuangan
yang kemudian dibeli oleh pihak lainnya secara bertahap atau cicilan.
7. Wadi’ah
Wadi’ah adalah akad di mana salah satu pihak akan menitipkan suatu produk
untuk pihak kedua. Akad ini cukup sering dilakukan dalam perbankan syariah
dalam produk rekening giro.
8. Wakalah
Akad wakalah ini lebih mengatur untuk mengikat antara perwakilan satu pihak
dengan pihak yang lain. Akad ini biasa diterapkan dalam pembuatan faktur atau
invoice, penerusan permintaan, atau pembelian barang dari luar negeri.

5
9. Ijarah
Akad Ijarah mengatur mengenai persewaan barang yang mengikat pihak yang
berakad. Penerapan akad dalam bank syariah ini adalah cicilan sewa yang
terhitung sebagai cicilan pokok untuk sebuah harga barang.
Nantinya, di akhir perjanjian, penyewa atau nasabah bisa membeli barang yang
dicicilnya tersebut dengan sisa harga yang ditetapkan oleh bank syariah. Oleh
sebab itu, Ijarah ini juga dikenal sebagai al Ijarah waliqtina’ ataupun al ijarah
alMuntahia Bittamiliiik.
10. Ju’alah
Ju ’alah itu memiliki kesamaan dengan akad ijarah (jual jasa) yaitu adanya upah
karena mendapatkan manfaat atau jasa. Perbedaannya, akad ju’alah transaksi
mulai mengikat ketika pekerjaan dimulai. Pada saat itu, tidak boleh ada pihak
yang membatalkan transaksi secara sepihak. Dalam akad ju’alah hanya
disyaratkan adanya kejelasan jasa atau manfaat yang menjadi objek transaksi.
11. Kafalah
Akad kafalah lebih menekankan mengenai jaminan yang diserahkan oleh satu
pihak ke pihak lainnya. Biasanya, hal ini diterapkan untuk pembayaran lebih dulu
(advance payment bond), garansi sebuah proyek (performance bond), ataupun
partisipasi tender (tender bond).
12. Hawalah
Akad Hawalah mengatur mengenai pemindahan utang maupun piutang dari
pihak satu ke pihak lainnya. Biasanya akad ini dilakukan oleh bank syariah
kepada nasabah yang ingin menjual produknya kepada pembeli dalam bentuk
giro mundur atau biasa disebut Post Dated Check. Tentunya, akad ini harus
dilakukan sesuai dengan prosedur syariah.
13. Rahn
Rahn merupakan akad gadai yang dilaksanakan oleh penggadai barang kepada
pihak lainnya. Biasanya penggadai barang ini akan mendapatkan uang sebagai
ganti dari barang yang digadaikan. Pada bank syariah, akad ini biasa diterapkan
jika ada pembiayaan yang riskan dan perlu akan adanya jaminan tambahan.
Dalam akad Rahn, bank syariah tidak mendapatkan manfaat apapun terkecuali

6
jika hal tersebut dimanfaatkan sebagai biaya keamanan atau pemeliharaan barang
tersebut.
14. Qardh
Akad Qardh mengatur mengenai pemberian dana talangan kepada nasabah dalam
kurun waktu yang cenderung pendek. Tentunya, dana ini harus diganti
secepatnya. Besaran nominal harus sesuai dengan dana talangan yang diberikan,
atau bisa diartikan nasabah hanya harus melakukan pengembalian pinjaman
pokoknya saja.

D. Urgensi Akad Dalam Islam


Akad merupakan sesuatu yang sangat penting dalam kehidupan
masyarakat khususnya masyarakat muslim. Pada dasarnya, akad
dititikberatkan pada kesepakatan antara dua belah pihak yang ditandai dengan
ijab-qabul. Dengan demikian, ijab-qabul adalah suatu perbuatan atau pernyataan
untuk menunjukkan suatu keridhaan dalam berakad yang dilakukan oleh dua
orang atau lebih, sehingga terhindar atau keluar dari suatu ikatan yang tidak
berdasarkan syara’.6
Akad juga merupakan unsur terpenting yang harus diperhatikan dalam
bertransaksi karenanya akad yang menentukan suatu transaksi dinyatakan sah
menurut syara’ atau batal sehingga akad harus diperhatikan dari berbagai aspeknya
baik dari rukun dan syaratnya, obyek akad, maupun yang mengakhiri akad.7
Implementasi akad sudah menjadi dasar operasional di Lembaga Keuangan
Syariah saat ini termasuk Perbankan Syariah. Panuli menyimpulkan bahwa akad
yang digunakan setiap transaksi bisnis, dengan akad akan diketahui motivasi
seseorang dalam melaksanakan transaksi bisnis dan sejauh mana transaksi bisnis
dilakukan berdasarkan syara’ serta bagaimana pelaksanaan akad dalam lembaga
keuangan Syariah termasuk perbankan Syariah.

6
Dalail, Wahid. “ AKAD DALAM TRANSAKSI SYARI’AH (URGENSI, IMPLEMENTASI DAN
EKSISTENSI).” Al-Wathan: Jurnal Studi Keislaman, (2021), hlm. 33
7
SHI Dewy Anita. “Urgensi Akad Dalam Transaksi Bisnis Islam”, Vol. 2, (2019) : Madani Syari’ah, hlm.
80

7
E. Perbedaan Wa’ad dengan Akad
Dalam Al Qur’anterdapat dua istilah yang beraitan dengan perjanjian, yaitu
akad (al-Aqdu) dan kata ‘Ahd (al-Ahdu) atau disebut juga dengan wa’ad. Dua itilah
tersebut memiliki perbedaan masing-masing. Kata akad secara bahasa (etimologis)
berarti ikatan atau sampul tali. Di dalam Al Qur’an kata tersebut dinamakan
perikatan atau perjanjian. Dalam firman Allah swt. QS. Al Maidah ayat 1
َّ ‫ت لَ ُك ْم َب ِه ْي َمةُ ْاْلَ ْن َع ِام ا َِّْل َما يُتْ ٰلى َعلَ ْي ُك ْم َغي َْر ُم ِح ِلى ال‬
‫ص ْي ِد َواَ ْنت ُ ْم ُح ُر ِۗم ا َِّن‬ ْ َّ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الَّ ِذيْنَ ٰا َمنُ ْٰٓوا ا َ ْوفُ ْوا ِب ْالعُقُ ْو ِِۗد ا ُ ِحل‬
ُ‫ّٰللاَ يَحْ ُك ُم َما ي ُِر ْيد‬
‫ه‬
“ Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji. Hewan ternak
dihalalkan bagimu, kecuali yang akan disebutkan kepadamu, dengan tidak
menghalalkan berburu ketika kamu sedang berihram (haji atau umrah).
Sesungguhnya Allah menetapkan hukum sesuai dengan yang Dia kehendaki”.
Sedangkan Al Ahdu secara bahasa (etimologis) berarti masa, pesan,
penyempurnaa, dan janji atau perjanjian. Dalam firman Allah swt. QS. An-Nahl
ayat 91 dan Al Isra’ ayat 34
‫ّٰللاَ يَ ْعلَ ُم َما‬ ‫ّٰللاِ اِذَا َعا َهدْت ُّ ْم َو َْل ت َ ْنقُضُوا ْاْلَ ْي َمانَ بَ ْعدَ ت َْو ِك ْي ِدهَا َوقَدْ َجعَ ْلت ُ ُم ه‬
‫ّٰللاَ َعلَ ْي ُك ْم َك ِفي اًْل ِۗا َِّن ه‬ ‫َوا َ ْوفُ ْوا بِعَ ْه ِد ه‬
َ‫ت َ ْف َعلُ ْون‬
“Dan tepatilah janji dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu
melanggar sumpah, setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah
sebagai saksimu (terhadap sumpah itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa
yang kamu perbuat”. (QS. An-Nahl ayat 91)
QS. Al Isra’ ayat 34
‫شد َّۖٗه َوا َ ْوفُ ْوا ِب ْال َع ْه ِۖٗد ا َِّن ْال َع ْهدَ َكانَ َمسْـُٔ ْو اْل‬
ُ َ ‫سنُ َحتهى يَ ْبلُ َغ ا‬ َ ‫ َو َْل ت َ ْق َرب ُْوا َما َل ْاليَتِي ِْم اِ َّْل ِبا َّلتِ ْي ه‬.
َ ْ‫ِي اَح‬
“Dan janganlah kamu mendekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang
lebih baik (bermanfaat) sampai dia dewasa, dan penuhilah janji, karena janji itu
pasti diminta pertanggungjawabannya”.
Dalam pengertian istilah wa’ad adalah pernyataan dari pihak/seseorang
(subyek hukum) untuk berbuat/tidak berbuat sesuatu, serta perbuatan tersebut
8
dilakukan di masa yang akan datang (istiqbal). Pengertian lainnya seseorang
yang ingin melakukan sesuatu baik dalam perbuatan maupun ucapan dalam
rangka memberi keuntungan bagi pihak.
Hukum wa’ad Menurut Para Fuqoha

8
Anonimous, 1427, juz, XXX, 199

8
Menurut Muhammad Ustman syubair, ada empat mengenai pendangan tentang
hukum wa’ad
a. Mayoritas fuqoha dari Hanafiyah, Syafi’iyah, Hanabilah dan Malikiyah
mengatakan bahwa janji adalah kewajiban agama bukan kewajiban hukum
formal, karena wa’ad merupakan termasuk akad tabbaru’
(kebiakan/kedermawanan) dan akad tabbaru’ tidak lazimah (mengikat).
b. Sebagian pendapat ulama Ibn Syubrumah (144 H) Ishaq bin Rawahiyah (237 H),
Hasan Basri (110 H) dan sebagai pendapat Malikiyah menyatakan bahwa “ janji
itu harus mengikat secara hukum. Didasarkan firman Allah swt “Hai orang-orang
yang beriman jangnlah kamu mengatakan sesatu yang tidak kamu lakukan. Amat
besar kemurkaan di sisi Allah bagi orang yang berkata akan tetapi
dilaksanakan”. (QS. Ash-Shaff:1).
c. Pendapat sebagian fuqoha Malikiyah yang menyatakan bahwa janji itu bersifat
mengikat secara hukum apabila janji tersebut berkaitan dengan suatu sebab,
sekalipun tidak menajdi bagian/disebutkan dari pernyataan mau’ud. Misalnya : jika
aku menyelesaikan utangku maka aku akan meminjamkan barang ini.
d. Pendapat Malikiyah yang popular adlaah pendapat Ibn Qasim, yang menyatakan
bahwa janji itu bersifat mengikat untuk dipenuhi apabila berkaitan dengan sebab dan
sebab tersebut ditegaskan dalam pernyataan janji (mau’ud fih). Misalnya : seseorang
ingin membeli budak dengan duaribu dirham ia mengatakan “akan ku beli kau
dengan duaribu dirham” maka budak tersebut terbeli.
Wa’ad dapat dinilai mengikat secara hukum apabila dalam wa’ad tersebut dikaitkan
denga suatu sebab atau adanya pemenuhan suatu kewajiban, baik sebab disebutkan
dalam pernyataan wa’ad atau tidak disebutkan. Berdasarkan QS. As-Saffat 2-3
‫ت ِذ ْك ارا‬
ِ ‫فَالت ه ِل ٰي‬. ‫ت زَ جْ ارا‬ ‫فَ ه‬.
ِ ‫الز ِج ٰر‬
“Demi (rombongan) yang mencegah dengan sungguh-sungguh, demi (rombongan)
yang membacakan peringatan”,. 9
Selain perbedaan dalam konteks pengertian, di dalam Fiqih Muamalah
konsep akad dan konsep wa’ad memiliki perbedaan. Wa’ad sebagai situasi dimana
slaah satu pihak mengikatkan diri untuk melakukan tindakan kepada orang lain.
Dengan kata lain, wa’ad merupakan janji antara sepihak dengan pihak lainnya yang

9
Amwaluna: Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah Vol.2, No.2 Juli 2018, hlm 222-237 DOI: :
https://doi.org/10.29313/amwaluna.v2i2.3800

9
mengikat pihak yang mmberi janji saja dan dituntut untuk melaksanakan
kewajibannya, sedangkan pihak yang diberi janji tidak memikul kewajiban apa-apa
terhadap pihak lainnya. 10
Akad Wa’ad
Menurut perundang-undangan, Akad Menurut perundang-undangan, Wa’ad
adalah perjanjian/kontrak. adalah Persetujuan.
Mengikat kedua belah pihak yang saling Janji (promise) antara satu pihak kepada
bersepakat, yakni masing-masing pihak pihak lainnya hanya mengikat satu pihak
terikat untuk melaksanakan kewajiban (one way).
mereka masing-masing yang telah
disepakati terlebih dahulu.
Term & condition-nya sudah ditetapkan Term & condition-nya belum well defined,
secara terperinci dan spesifik (well atau belum ada kewajiban yang ditunaikan
defined). oleh pihak manapun.

F. Akad Tabarru’ dan Akad Tijaroh dalam Muamalah


1. Akad Tabarru’
1). Pengertian Akad Tabarru’
Tabarru’ berasal dari kata tabarra’a-yatabarra’u-tabarru’an yang artinya
sumbangan, hibah, dana kebijakan atau derma. Mutabarri’ atau dermawan adalah
orang yang memberi sumbangan. Menurut istilah tabarru’ adalah pemberian
sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi yang mengakibatkan
berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang yang diberi.11
Dalam Al Qur’an, tabaruu’ dalam makna hibah atau pemberian terdapat dalam
firman Allah swt dalam QS. An-Nisaa : 4
‫سا فَ ُكلُ ْوهُ َهنِ ۤ ْيـًٔا َّم ِر ۤ ْيـًٔا‬ َ ‫س ۤا َء‬
َ ‫صد ُٰقتِ ِه َّن نِحْ لَةا ِۗ فَا ِْن ِطبْنَ لَ ُك ْم َع ْن‬
‫ش ْيءٍ ِم ْنهُ نَ ْف ا‬ َ ِ‫َو ٰاتُوا الن‬
“Dan berikanlah maskawin (mahar) kepada perempuan (yang kamu nikahi)
sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Kemudian, jika mereka menyerahkan

10
UNIVERSITAS INDONESIA KONSEKUENSI HUKUM WA’AD PERBANKAN SYARIAH (ANALISIS
FIKIH PADA AKTA WA’AD BANK MUAMALAT INDONESIA DAN BANK SYARIAH MANDIRI). (n.d.).
Retrieved February 18, 2022, from https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291794-T%2029650-
Konsekuensi%20hukum-full%20text.pdf
11
Nasrun Harun, Fiqih Muamalah, ( Jakarta: Media Pratama, 2000), hlm 82

10
kepada kamu sebagian dari (maskawin) itu dengan senang hati, maka terimalah
dan nikmatilah pemberian itu dengan senang hati”.
Akad tabarru’ adalah akad yang dilakukan tujuannya untuk saling tolong-
menolong dalam kebaikan. Orang yang memberi sebagian hartanya untuk
membantu orang yang kesusahan, maka akan mendapat pahala dari Allah swt
sebagaimana dijelaskan dalam QS. Al Baqarah : 261
‫ف ِل َم ْن‬ ‫س ْۢ ْنبُلَ ٍة ِمائَةُ َحبَّ ٍة ِۗ َو ه‬
ُ ‫ّٰللاُ يُضٰ ِع‬ ُ ‫سنَا ِب َل فِ ْي ُك ِل‬ ْ ‫ّٰللاِ َك َمث َ ِل َحبَّ ٍة ا َ ْۢ ْن َبت‬
َ ‫َت َس ْب َع‬ َ ‫َمث َ ُل الَّ ِذيْنَ يُ ْن ِفقُ ْونَ ا َ ْم َوالَ ُه ْم فِ ْي‬
‫س ِب ْي ِل ه‬
‫ّٰللاُ َوا ِسع َع ِليْم‬ ‫يَّش َۤا ُء َِۗو ه‬
“Perumpamaan orang yang menginfakkan hartanya di jalan Allah seperti sebutir
biji yang menumbuhkan tujuh tangkai, pada setiap tangkai ada seratus biji. Allah
melipatgandakan bagi siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Mahaluas, Maha
Mengetahui”.
Selain itu, dijelaskan pula dalam hadist “Barang siapa yang memenuhi
hajat saudaranya, Allah akan memenuhi ajatnya.” (HR. Bukhari, Muslim, dan Abu
Dawud)
Hukum akad tabarru’ diperbolehkan karena digunakan untuk berniat ikhlas
tolong menolong tanpa mengharapkan imbalan. Contoh : si Fulan diberi baju oleh
temannya, tetapi baju tersebut belum jelas (gharar) atau rusak atau kekecilan. Maka
si Fulan tidak merasa rugi sama sekali karena ia tidak memberikan pengganti
tersebut. Sedangkan akad mu’awwadah jika barang yang diberi itu hilang maka ia
akan mengalami kerugian karena ia harus mengganti barang tersebut.12

2). Rukun dan Syarat Tabarru’ (Hibah)


a) Rukun Tabarru’
1. Wahib (pemberi hibah/tabarru’)
2. Al Mauhub Lahu (penerima hibah/tabarru’)
3. Al Mauhub (barang/harta yang akan diberikan)
4. As Shighah (Ijab & Qabul)
b) Syarat-syarat tabarru’
1. Syarat Wahib

12
Muhammad Syakir Sula, Asuransi Syariah “ Live And General” : Konsep dan Sistem Operasional,
(Jakarta: Gema Insani, 2004), hlm.35-38.

11
Yang memiliki ahliyah (kecakapan) untuk bertabarru’. Tidak sah
hibah jika yang memberi dari anaka kecil maupun orang tidak waras. Seorang
yang non muslim diperbolehkan memebri barang kepada orang muslim,
begitu sebaliknya.
2. Syarat Al Mauhub Lahu (Penerima tabarru’)
Siapa saja diperbolehkan untuk menerimanya, anak kecil, tua, muda,
laki-laki, perempuan, bahkan muslim dan non muslim juga diperbolehkan.
3. Syarat dalam Mauhub (barang yang akan diberikan)
a. barangnya harus ada pada saat terjadinya akad hibah
b. sesuatu yang bernilai secara syari’ah
c. barang harus milik si pemberi
d. sesuatu yang diketahui (ma’lum). Seperti jumlah uang, luas tanah,
lokasi atau daerah
e. harus bebas dari gharar
f. barang bukan masih milik bersama yang belum terbagi
g. sesuatu yang dapat diserahterimakan
4. Syarat dalam shigat
Disyaratkan adanya ijab & qobul dengan lisan maupun perbuatan.
Sebagian madzhab Hanafi mengatakan cukup dengan ijab saja (tanpa qabul)
untuk “mengadakan” akan hibah.13
c. Bentuk-bentuk Akad Tabarru’
a. Al Wadiah (Penitipan Barang)
Wadiah artinya meninggalkan. Pengertian secara istilah, wadiah
adalah bentuk barang yang ditingalkan seseorang pada orang lain untuk
dijaga. Sedangkan menurut Sayid Sabiq penitipan barang adalah amanah
yang harus dijaga dan diberi kewajiban untuk memelihara serta
mengembalikannya pada saat dikehendaki atau diminta oleh pemilik. Bisa
disebut juga perjanjian riil
b. Wakalah (Pemberian Kuasa)
Terdapat suatu perjanjian dimana seseorang mewakilkan atau
menyerahkan suatu wewenang (kekuasaan) kepada orang lain (kerabat)

13
PT. Asuransi Takaful cabang Pekanbaru, Modul Training Syariah Takaful Indonesia

12
untuk menyelenggarakan sesuatu urusan tersebut dan orang lain
menerimanya. 14
c. Wakaf
Menurut bahasa artinya menahan atau berhenti. Menurut istilah, wakaf
adalah menahan harta tertentu yang bisa diambil manfaat dengan niat untuk
mendekatkan diri kepada Allah swt dan tidak boleh dijual belikan.
d.Hibah
Menurut bahasa artinya melewatkan atau menyalurkan atu bisa juga
memberi. Menurut istilah, hibah adalah suatu pemberian yang bersifat suka rela
tanpa mengarapkan imbalan. Hibah diberi saat pemberi masih hidup.
f.Wasiat
Pemberian hak secara suka rela yang berkaitan dengan keadaan setelah mati
baik dengan ucapan maupun secara tertulis. Dalam bahasa Belanda, wasiat
istilahnya testament yang terdapat di dalam buku II KUHPerdata. Surat wasiat
adalah surat akta yang isinya pernyataan seseorang tentang apa yang diinginkan
akan terjadi setelah ia meninggal dunia dan olehnya dapat dicabut kembali. 15
g. Pinjam-meminjam (Qardh)
Ada dua macam:
1. Qardh al-Hasan
Meminjamkan sesuatu kepada orang lain tetapi tidak memiliki
kewajban untuk mengembalikan barang tersebut.
2. Al Qardh
Meminjamkan sesuatu kepada orang lain, dimana pihak yang
dipinjami memiliki kewajiban untuk mengembalikan kepada orang yang
meminjami.
h. Hawalah (Penanggungan hutang oleh pihak ketiga)
Akad hawalah terdiri dari:
1. Hawalah Mutlaqah
Berfungsi untuk pengalihan utang para pihak yang menimbulkan
adanya dana keluar (cash out) bank
2. Hawalah Muqayyadah

14
Lihat KUHPerdata tentang Perjanjian Pemberian Kuasa
15
Lihat Pasal 875 KUHPerdata.

13
Berfungsi untuk melakukan set-off utang piutang diantara tiga pihak
yang memiliki hubungan muamalat (utang piutang) melalui transaksi
penagihan utang, serta tidak menimbulkan adanya dana keluar (cash out).
i. Kafalah (perjanjian penganggungan hutang)
Dalam konteks tersebut, kafalah yaitu orang yang diperbolehkan
bertindak (berakal sehat) berjanji menunaikan hak yang wajib ditunaikan
orang lain atau berjanji menghadirkan hak tersebut di pengadilan.

2. Akad Tijarah
1. Pengertian Akad Tijarah
Adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit transaction.
Dengan tujuan untuk mencari keuntungan, karena bersifat komersil. Seperti
investasi, jual beli, sewa-menyewa, dll.
Akad Tijarah yang berlandaskan berdasarkan biaya adalah seperti pada fee
based income dalam dunia perbankan. Sumber dana yang didapat dari pengelolaan
orang dan dana nasabah dengan seefisien dan seefektif mungkin atau disebut
dengan cash managemet.
Fee based pada akad tijarah, ketika pihak penjual menawarkan atau
memberika jasa kepaa pembeli aka nada fee atau biaya yang dipungut penjual
sebagai imbal balik atas jasa tersebut.
2 .Prinsip Jual Beli dalam Akad Tijarah
a. cara pengambilan keuntungan ada empat yaitu : musawwamah adalah penjual
tidak memberitahukan harga pokok dan keuntungan yang didapatkannya,
murabahah merupakan kebalikan dari musawwamah, muwadhaah yaitu prinsip
diskon, dan tauli’ahyaitu dengan pemberian komisi kepada pembeli.
b. Jenis barang pengganti : muqayyadah yaitu kewenangan terbatas atas pembeli
untuk menentukan jenis barang penggantu, mutlaqah adalah kewenangan penuh
atas pembeli untuk menentukan jenis barang pengganti, yang terakhir adalah
sharf.
c. Cara pembayaran/waktu penyerahan yaitu naqdan dan ghairu naqdan.
Ghairu naqdan ada tiga yaitu muajjal dimana barang diserahkan secara
bertahap, salam dimana uang dibayarkan lebih dahulu baru kemudian barang
diserahkan, istishna dimana uang dibayar lebih dahulu secara bertahap baru
kemudian barng diserahkan.
14
3. Bentuk-Bentuk Akad Tijarah
a. Menurut Natural Uncertainty Contracts
1). Musyarakah atau syirkah
Akad kerjasama antara dua orang atau lebih untuk usaha tertentu, mereka
berkontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi berdasarkan
nisbah yang disepakati dan untuk kerugian ditanggung para pihak sebesar
partisipasi modal yang disertakan.
2). Mudharabah
Pemilik modal menyerahkan modalnya kepada pedagang untuk
diperdagangkan sedangkang keuntungan dibagi sesuai dengan kesepakatan.
3). Muzaraah
Akad kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap
dimana pemilik lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan diperlihara dengan nisbah dari hasil panen, untuk benihnya dari
pemilik lahan.
4). Mukhabarah
Akad kerjasama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan penggarap
dimana pemilik lahan menyerahkan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan diperlihara dengan imbalan tertentu dari hasil panen, untuk benihnya
dari penggarap.
5). Musaqah
Akad kerjasama dalam pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, dimana pemilik lahan memberikan lahan kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan tertentu berdasarkan nisbah yang
disepakati dari hasil panen yang benihnya berasaldari pemilik lahan. Musaqah
adalah bentuk sederhana dari muzara’ah karena penggarap hanya bertanggung
jawab untuk pengelolaan dan pemeliharaan saja.
b. Menurut Natural Certainty Contracts (NCC)
1). Al Bai’
Sering disebut dengan jual beli.
2). Al Murabahah
Jual beli anatara penjual dengan pembeli barang
3). As Salam

15
Akad jual beli suatu barang yang harganya dibayar dengan segera sedangkan
barangnya akan diserahkan kemudia dalam jangka waktu yang disepakati.
Misalnya : beli di online shop
4). Al Istishna’
Akad jual beli antara pemesan/pembeli dengan produsen/penjual dimana
barang yang akan diperjualbelikan harus dibuat lebih dahulu dengan kriteria yang
jelas. Hamper sama dengan salam, tetapi beda cara pembayarannya salam boleh
dibayar di muka dan segera sedangkan Istishna’ pembayaran boleh dilakukan di
awal, di tengah, di akhir baik sekaligus atau bertahap.
5). Ijarah atau sewa
Kontrak yang melibatkan suatu barang (Sebagai harga) dengan jasa atau
manfaat atas barang lainnya.
6). Ijarah Muntahiya Bit Tamlik
Kontrak ini memberikan opsi kepada penyewa untuk memiliki barang yang
disewakan tersebut kepada penyewa untuk memiliki barang yang disewakan
tersebut pada saat sewa selesai. Disertai dengan janji wa’ad yang mengikat pihak
pemberi sewa untuk mengalihkan kepemilikan kepada penyewa pada saat masa
sewa telah berakhir.
7). Sharf
Transaksi pertukaran antara dua mata uang yang berbeda.
Dalam Fatwa DSN-MUI dengan jelas mengatur ketentuan dalam akad tijarah
dan akad tabarru’ sebagai berikut:
1. Jenis akad tijarah dapat diubah menjadi jenis akad tabarru’ bila pihak yang
tertahan haknya dengan rela melepaskan haknya sehingga menggugurkan
kewajiban pihak yang belum menunaikan kewajibannya.
2. Jenis akad tabarru’ tidak dapat diubah menjadi jenias akad tijarah.

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Akad dapat disimpulkan bahwa akad adalah hubungan antara ijab dan qabul
sesuai dengan kehendak syariat yang menetapkan adanya pengaruh (akibat) hukum
pada obyek perikatan. Akad juga merupakan unsur terpenting dan alat paling
utama dalam kehidupan masyarakat khususnya masyarakat muslim yang harus
diperhatikan dalam bertransaksi karenanya akad yang menentukan suatu transaksi
dinyatakan sah menurut syara’. Macam-macam akad itu sendiri yaitu: Murabahah,
salam, Istishna’, Mudharabah, Musyarakah, Musyarakah Mutanaqisah, Wadi’ah,
Wakalah, Ijarah,Ju ’alah, Kafalah, Hawalah, Rahn, dan Qardh.
Akad menurut perundang-undangan adalah perjanjian/kontrak, sedangkan
wa’ad menurut perundang-undangan adalah persetujuan
Akad Tabarru’ menurut bahasa kata tabarra’a-yatabarra’u-tabarru’an yang
artinya sumbangan, hibah, dana kebijakan atau derma. Menurut istilah tabarru’
adalah pemberian sukarela seseorang kepada orang lain tanpa ganti rugi yang
mengakibatkan berpindahnya kepemilikan harta itu dari pemberi kepada orang
yang diberi.
Akad Tijarah adalah segala macam perjanjian yang menyangkut for profit
transaction. Dengan tujuan untuk mencari keuntungan, karena bersifat komersil.
Seperti investasi, jual beli, sewa-menyewa, dll.

17
DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1427, juz, XXX, 199


Amwaluna. “Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah”. Vol.2, No.2 Juli 2018 DOI: :
https://doi.org/10.29313/amwaluna.v2i2.3800
Dalail, Wahid, 2021. “ AKAD DALAM TRANSAKSI SYARI’AH (URGENSI,
IMPLEMENTASI DAN EKSISTENSI).” Al Wathan: Jurnal Studi Keislaman, Vol.
2 No, 01, h. 33.

Harun, Nasrun. 2000. “Fiqih Muamalah”. Jakarta: Media Pratama


Lihat KUHPerdata tentang Perjanjian Pemberian Kuasa
Lihat Pasal 875 KUHPerdata.
PT. Asuransi Takaful cabang Pekanbaru, Modul Training Syariah Takaful Indonesia
Ramli Semmawi, 2010. Urgensi Akad Dalam Hukum Ekonomi Islam, Jurnal Al-Syir’ah
(Vol. 8, No. 2), IAIN Manado.
SHI Dewy Anita, 2019. “URGENSI AKAD DALAM TRANSAKSI BISNIS ISLAM”, Vol. 2,
(2019) : Madani Syari’ah.

Sula, Muhammad Syakir. 2004. “Asuransi Syariah “ Live And General” : Konsep
dan Sistem Operasional”. Jakarta: Gema Insani
Syah, Ulil Amri, 2019. Macam-macam Akad dan Penerapannya di Lembaga Keuangan
Syariah. In: Forum Seminar Kelas pada Mata kuliah Hukum Ekonomi Syariah
Program Magister (S2) Pascasarjana UIN Alauddin Makassar.

UNIVERSITAS INDONESIA KONSEKUENSI HUKUM WA’AD PERBANKAN SYARIAH


(ANALISIS FIKIH PADA AKTA WA’AD BANK MUAMALAT INDONESIA DAN
BANK SYARIAH MANDIRI). from https://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20291794-
T%2029650-Konsekuensi%20hukum-full%20text.pdf, diakses tanggal 18 Februari
Urbanus Uma Leu, 2014. “AKAD DALAM TRANSAKSI EKONOMI SYARIAH”,
Tahkim: Jurnal Hukum Dan Syari’ah, Vol. X No. 1, (2014).
https://jurnal.iainambon.ac.id/index.php/THK/article/view/63
http://jurnal.stisda.ac.id/index.php/wathan/article/view/23/13
Yulianti, Rahmani Timorita, 2008. Asas-asas Perjanjian (Akad) Dalam Hukum Kontrak
Syari’ah, (La_Riba: Jurnal Ekonomi Islam Vol. II, No. 1, Juli (2008).

18

Anda mungkin juga menyukai