Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

TARIKH TASYRI’

FASE-FASE TASYRI’ DALAM BERBAGAI BIDANG

DOSEN PENGAMPU: Ali Kadarisman, M.HI

Disusun oleh:

IMROATUL LATIFA ALAWIYAH (200202110027)


PRICILLA TRISKA FEBRIANTI (200202110113)

KELAS B

FAKULTAS SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG

2020/2021
A. Ibadah
1. Thaharah
a) Dasar Hukum Thaharah
‫س ِب ْي ٍل‬
َ ‫ي‬
ْ ‫عا ِب ِر‬َ ‫سك َٰارى َحتّٰى ت َ ْعلَ ُم ْوا َما تَقُ ْولُ ْونَ َو ََّل ُجنُبًا ا اَِّل‬ ُ ‫ص ٰلوة َ َوا َ ْنت ُ ْم‬
‫ٰ ٰٓياَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ََّل ت َ ْق َربُوا ال ا‬
ۤ
‫سا َء فَلَ ْم ت َِجد ُْوا‬ ٰ ۤ ۤ
َ ِ‫سف ٍَر ا َ ْو َجا َء اَ َحدٌ مِ ْن ُك ْم مِ نَ ْالغَاىِٕطِ اَ ْو ل َم ْست ُ ُم الن‬ َ ‫ع لى‬ ٰ َ ‫َحتّٰى ت َ ْغت َ ِسلُ ْوا َۗوا ِْن ُك ْنت ُ ْم ام ْرضٰ ٰٓ ى ا َ ْو‬
‫غفُ ْو ًرا‬
َ ‫عفُ ًّوا‬َ َ‫ّٰللا َكان‬َ ّٰ ‫س ُح ْوا ِب ُو ُج ْو ِه ُك ْم َوا َ ْي ِد ْي ُك ْم ۗ اِ ان‬ َ ‫ص ِع ْيدًا‬
َ ‫ط ِيبًا فَا ْم‬ َ ‫َم ۤا ًء فَتَيَ ام ُم ْوا‬
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu solat, sedang kamu dalam
keadaan mabuk, sehingga kamu mengerti apa yang kamu ucapkan, (jangan
pula menghampiri masjid) sedang kamu dalam keadaan berjunub),
terkecuali sekadar berlalu saja, hingga kamu mandi. Dan jika kamu sakit
atau sedang bermusafir atau kembali dari tempat buang air atau kamu telah
menyentuh perempuan, kemudian kamu tidak mendapat air, maka
bertayamumlah kamu dengan tanah yang baik (suci); sapulah mukamu dan
tanganmu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun.”
(Surah Al-Nisa’, 4:43)
2. Shalat
a) Sejarah Pensyariatan Sholat
Ibadah sholat lima waktu diwajibkan pada umat ini saat Nabi
shallallahu‟alaihi wa sallam masih tinggal di Makkah, sebelum hijrah ke
Madinah dilakukan. Tepatnya saat malam 15 isra‟ mi‟raj. Satu setengah
tahun sebelum hijrah. Sebagaimana diterangkan oleh Ibnu Katsir
rahimahullah,
‫ فرض اهلل على رسولو صلى‬، ‫فلما كاف ليلة اإلسراء قبل اذلجرة بسنة كنصف‬
‫ كفصل شركطها كأركاهنا كما يتعلق ِبا بعد ذلك‬، ‫اهلل عليو كسلم الصلوات اخلمس‬
‫ شيئا فشيئا‬،
“Pada malam isra‟ mi‟raj, tepatnya satu setengah tahun sebelum hijrah,
Allah mewajibkan sholat lima waktu kepada Rasulullah shallallahu‟alaihi
wasallam. Kemudian secara berangsur, Allah terangkan syarat-syaratnya,
rukunrukunnya, serta hal-hal yang berkaitan dengan sholat”Sebagian ulama
lain menerangkan tiga tahun sebelum hijrah. Ada juga yang menerangkan
lima tahun sebelumnya. Intinya, dalam penetuan waktu terjadi isra mi‟raj,
terjadi silang pendapat yang panjang di kalangan ulama. Sampai As Suyuti
rahimahullah menerangkan, ada 15 pendapat ulama dalam hal ini. Pada
awalnya, Allah memerintahkan lima puluh kali sholat dalam sehari
semalam. Nabi menerima perintah tersebut dengan ridho 16 dan legowo.
Sampailah ketika beliau melewati langit keenam, beliau bertemu
dengan Nabi Musa „alahissalam. Musa bertanya kepada Nabi
shallallahu‟alaihi wa sallam, “Apa yang Allah perintahkan padamu?” “Aku
diperintahkan untuk melaksanakan lima puluh kali sholat salam sehari
semalam” Jawab Nabi. “Umatmu tak kan mampu, “kata Nabi Musa,
“melakukan lima puluh kali sholat setiap hari. Karena saya telah
mencobanya pada umat sebelum umatmu. Dan aku telah membina Bani
Israil dengan susah payah. Kembalilah kepada Tuhanmu. Mintalah
keringanan untuk umatmu.”1 “Akupun kembali meminta kepada Rabb-ku.
Lantas Allah menguranginya sepuluh sholat (sehingga sisa 40 sholat). Lalu
aku bertemu Musa kembali. Namun beliau menyarankan seperti yang beliau
sarankan sebelumnya”, terang Nabi shallallahu‟alaihi wa sallam. Begitu
terus kejadiannya. Sampai Allah „azza wajalla memberi keringanan cukup
melakukan lima kali sholat dalam sehari semalam. Namun Nabi Musa tetap
menyarankan beliau untuk minta keringanan, seperti saran beliau pertama.
Hanya saja Nabi malu untuk meminta keringanan kembali kepada Allah
„azza wajalla.
َ ‫س ِل ُم قَا َل فَلَ اما َج‬
‫او ْزتُ نَا َدى ُمنَا ٍد‬ َ ‫سا َ ْلتُ َر ِبى َحتاى اسْتحْ َييْتُ َولَ ِك ِنى اَ ْر‬
َ ُ ‫ضى َوا‬ َ
‫ع ْن ِعبَادِى‬ َ ُ‫ضتِى َو َخ اف ْفت‬ َ ‫اَ ْم‬
َ ‫ضيْتُ فَ ِري‬
Artinya: “Aku telah berulang kali memohon keringanan kepada Rabb-ku,
sampai aku merasa malu. Tetapi aku ridho dan menerima perintah tersebut“.
Beliau shallallahu‟alaihi wa sallam melanjutkan, “Setelah aku melewati
Musa, terdengarlah suara seruan : Telah Kusampaikan kewajiban (kalian)
atasKu, dan Aku berikan keringanan untuk hambahambaKu“ . Allah
berfirman,
‫ض ِع ْيفًا‬
َ ُ‫سان‬ ِ ْ َ‫ َو ُخلِق‬٠ ‫ع ْن ُك ْم‬
َ ‫اَّل ْن‬ َ ‫ّٰللاُ اَ ْن يُخ َِف‬
َ ‫ف‬ ‫ي ُِر ْيدُ ا‬
Artinya: “Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia
dijadikan bersifat lemah” (QS. An Nisa: 28).
b) Hukum Dasar Sholat
Berdasarkan kepada beberapa firman Allah SWT, dalam al-Qur‟an
dinyatakan bahwa setiap muslim yang mukallaf wajib melaksanakan shalat
lima waktu dalam sehari semalam.2 Sebagaimana firman Allah SWT, di
bawah ini:
ْ ‫علَى ُجنُ ْوبِ ُك ْم فَ ِاذَا‬
‫اط َماْنَ ْنت ُ ْم‬ ‫ض ْيت ُ ُم الا ا‬
َ ‫صلَ َوةَ فَ ْذ ُك ُر ْوللاَ قِيَ ًما َوقُعُ ْودًا َو‬ َ َ‫فَ ِاذَاق‬
‫علَى ْال ُمؤْ ِمنِيْنَ ِكتَبًا ُم َوقُ ْوتًا‬
َ ‫َت‬ ْ ‫صلَ َوةَ َكن‬‫صلَ َوةَ ا اِن ال ا‬ ‫فَاَقِ ْي ُمواْال ا‬
Artinya: "Maka apabila kamu telah menyelesaikan shalat(mu), ingatlah
Allah di waktu berdiri, di waktu duduk dan di waktu berbaring. Kemudian
apabila kamu telah merasa aman, maka dirikanlah shalat itu (sebagaimana
biasa). Sesungguhnya shalat itu adalah fardhu yang ditentukan waktunya
atas orang orang yang beriman. (QS. an-Nisa‟:103)
3. Puasa
a) Sejarah Pensyariatan Puasa
Dalam syariat Islam, ibadah puasa didasarkan pensyariatannya di atas
sumber-sumber utama, yaitu Al-Quran Al-Kariem, As-Sunnah
AnNabawiyah dan juga Ijma’ (konsensus) seluruh ulama. Sebelum
diwajibkan puasa Ramadhan, Rasulullah SAW dan para shahabat telah

1
Sentot Haryanto, Psikologi Shalat (Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleh Isra‟ Mi‟raj
Nabi Muhammad SAW), (Yogyakarta: 2007), cet. ke5, 59.
2
Syafrida dan Nurhayati Zein, Fiqh Ibadah, (Pekanbaru: CV. Mutiara Pesisir Sumatra, 2015), cet.
ke1, 76.
mendapatkan perintah untuk mengerjakan puasa, diantaranya adalah puasa
tiga hari setiap bulan dan puasa pada tanggal 10 Muharram (Asyura’).
ُ ‫ع‬
‫ش ْو َراء‬ َ ‫ص ْو ُم يَ ْو َم‬ َ ‫ص ْو ُم ثَالَثَةَ أَي ٍاام ِم ْن ُك ِل‬
ُ َ‫ش ْه ٍر َوي‬ ُ ‫َكانَ َر‬
ُ َ‫ ي‬.‫م‬.‫س ْو ُل للاِ ص‬
Rasulullah SAW berpuasa tiga hari pada setiap bulannya dan beliau
berpuasa di hari Asyura. (HR. Abu Daud)
Lalu turunlah ayat yang memerintahkan beliau untuk mengerjakan
puasa fardhu hanya di bulan Ramadhan saja. Sehingga semua puasa yang
sudah ada sebelumnya tidak diwajibkan lagi, namun kedudukannya menjadi
sunnah. Beliau sempat berpuasa sebelum Ramadhan selama 17 bulan 7
lamanya.3
Kewajiban puasa bulan Ramadhan disyariatkan pada tanggal 10 Sya‘ban
di tahun kedua setelah hijrah Nabi SAW ke Madinah. Waktunya kira-kira
sesudah diturunkannya perintah penggantian kiblat dari masjidil Al-Aqsha
ke Masjid Al-Haram. Semenjak itulah Rasulullah SAW menjalankan puasa
Ramadhan hingga akhir hayatnya sebanyak sembilan kali dalam sembilan
tahun.
An-Nawawi (w. 676 H) menuliskan dalam kitabnya Al-Majmu' Syarah Al-
Muhadzdzab sebagai berikut :
‫صامرسول للا صلى ا هلل عليه وسلم رمضان تسع سنين ألنه فرض فى شعبان فى‬
‫السنة الثانية من الهجرة وتوفى النبى صلى للا عليه وسلم فى شهر ربيع األول سنة‬
‫إحدى عشرة من الهجرة‬
Rasulullah SAW berpuasa Ramadhan selama 9 tahun. Sebab puasa
Ramadhan diwajibkan pada bulan Sya'ban tahun kedua hijriyah, lalu beliau
SAW wafat bulan Rabi'ul Awwal tahun kesebelas hijriyah.4
Syariat puasa ini kita ketahui juga diperintahkan kepada umat-umat
sebelum kita. Al-Quran AlKariem secara eksplisit menyebutkan bahwa kita
wajib berpuasa sebagaimana dahulu puasa itu diwajibkan kepada orang-
orang sebelum kita.
‫علَى الا ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم‬ َ ِ‫َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬
Sebagaiman telah diwajibkan kepada umat sebelummu. (QS Al-Baqarah :
183)
Dan di dalam keterangan Al-Quran atau pun hadits nabawi, kita
menemukan beberapa keterangan tentang ritual puasa pada nabi-nabi
terdahulu atau agama-agama samawisebelumnya. Yang pertama kali
berpuasa di bulan Ramadhan adalah nabi Nuh alaihissalam, yaitu ketika dia
keluar dari bahteranya. Mujahid berkata bahwa telah tegas pertanyaan dari
Allah SWT bahwa setiap umat telah ditetapkan untuk berpuasa Ramadhan,
dan sebelum masa Nabi Nuh sudah ada umat manusia.5
1) Puasa Nabi Daud

3
An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdzab, Jilid 7 hal. 302
4
An-Nawawi, Al-Majmu' Syarah Al-Muhadzdzab, jilid 6 hal. 250
5
Al-Imam Al-Qurthubi, Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, jilid 1 hal. 475
Di masa lalu, ibadah puasa telah Allah syariatkan kepada Nabi Daud
alaihissalam dan umatnya. Mereka diwajibkan melaksanakan ibadah puasa
untuk seumur hidup, dengan setiap dua hari sekali berselang-seling. Sedang
kita hanya diwajibkan puasa satu bulan saja dalam setahun, yaitu bulan
Ramadhan. Puasa Daud ini disyariatkan lewat beberapa hadits Rasulullah
SAW, diantaranya :

‫صيَا ُم‬ِ ِ‫الصيَ ِام ِإلَى للا‬ ِ ُّ‫سالَ ُم َوأَ َحب‬ ‫ع َل ْي ِه ال ا‬ ‫أَ َحبا ال ا‬
َ ِ‫ص َالةِ ِإ َلى للا‬
َ َ‫ص َالة ُ دَ ُاود‬
‫ص ْو ُم يَ ْو ًما َويُ ْف ِط ُر يَ ْو ًما‬
ُ َ‫سهُ َوي‬ ُ ‫ف اللايْل َويَقُ ْو ُم ثُلُثَهُ َويَنَا ُم‬
َ ُ ‫سد‬ ْ ِ‫ َو َكانَ َمنَا ُم ن‬:َ‫دَ ُاود‬
َ ‫ص‬
Dari Abdullah bin Amru radhiyallahuanhu berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, ”Shalat (sunnah) yang paling dicintai oleh Allah adalah shalat
(seperti) Nabi Daud as. Dan puasa (sunnah) yang paling dicintai Allah
adalah puasa (seperti) Nabi Daud alaihissalam. Beliau tidur separuh malam,
lalu shalat 1/3-nya dan tidur 1/6-nya lagi. Beliau puasa sehari dan berbuka
sehari. (HR. Bukhari).

2) Puasa Maryam

Puasa juga Allah SWT syariatkan kepada Maryam, wanita suci yang
mengandung bayi Nabi Isa ‘alaihissalam. Hal itu bisa kita baca di dalam
AlQuran Al-Kariem, bahkan ada surat khusus yang diberi nama surat
Maryam. Namun bentuk atau tata cara puasa yang dilakukan Maryam bukan
sekedar tidak makan atau tidak minum, lebih dari itu, syariatnya
menyebutkan untuk tidak boleh berbicara kepada manusia.

‫ع ْينًافَإِ امات ََري اْن ِمنَ ال َبش َِر أَ َحدًا فَقُ ْو ِلى ِإ ِنى نَذَ ْرتُ ِل ا‬
‫لرحْ َم ِن‬ َ ‫فَ ُك ِلى َواِ ْش َر ِبى َوقَ ِرى‬
‫ص ْو ًما فَلَ ْن أُك َِل َم ْاليَ ْو َم ِإ ْن ِسيًّا‬
َ
Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu. Jika kamu melihat
seorang manusia, maka katakanlah, "Sesungguhnya aku telah bernazar
berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan berbicara
dengan seorang manusia pun pada hari ini."(QS. Maryam: 26)

Dan karena sedang berpuasa yang tidak membolehkan makan,


minum dan berbicara itulah maka ketika ditanya tentang siapa ayah dari
putera yang ada di gendongannya, Maryam saat itu tidak menjawab dengan
perkataan. Maryam hanya menunjuk kepada Nabi Isa’, anaknya itu, lalu
Nabi Isa yang masih bayi itu pun menjawab semua pertanyaan kaumnya.

‫ت إِلَ ْي ِه‬ َ ‫َت أ ُ ُّم ِك بَ ِغيًّا فَأَش‬


ْ ‫َار‬ ْ ‫س ْوءٍ َو َما كَان‬ ُ ‫يَاأ ُ ْختَ ه‬
َ َ‫َار ْونَ َما َكانَ أَب ُْو ِك ا ِْم َرأ‬
‫تاب َو َجعَلَنِى نَبِيًّا‬ َ ‫ع ْبدُ للاِ ٰاتَانِى ْال ِك‬ َ ‫ْف نُك َِل ُم َم ْن َكانَ فِى ْال َمه ِد‬
َ ‫صبِيًّا قَا َل إِنِى‬ َ ‫قَالُ ْوا َكي‬
Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang
jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina", maka Maryam
menunjuk kepada anaknya. Mereka berkata: "Bagaimana kami akan
berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?" Berkata Isa:
"Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Al Kitab (Injil) dan
Dia menjadikan aku seorang nabi. (QS. Maryam : 28-30)

3) Katholik Agama

Kristen katholik merupakan sekte dan pecahan dari agama nasrani


yang mengalami banyak distorsi dalam ritual ibadah. Berpuasa diwajibkan
bagi penganutnya pada hari tertentu, tetapi bentuknya macam-macam. Salah
satunya berpuasa tidak memakan daging dalam sehari. Ada juga yang
berpuasa tidak makan apa-apa kecuali minum air. Lucunya, ketentuan puasa
ditetapkan bukan lagi oleh Allah atau Nabi Isa, tetapi ditetapkan oleh pemuka
agama. Pada tahun 1966, Paus Paul VI menukar peraturan ketat berpuasa
dalam agama 16 Katolik Kristian. Dia menentukan aturan puasa bergantung
kepada situasi ekonomi setempat, dan semua penganut Katholik berpuasa
secara sukarela. Di Amerika Serikat, hanya terdapat dua hari yang wajib
berpuasa, yaitu Rabu Ash dan Good Friday. Dan hari Jumat Lent adalah hari
menahan diri dari memakan daging. Penganut Roman Katholik juga
diwajibkan mematuhi Puasa Eukaris yang bermakna tidak mengambil apa-
apa melainkan minum air atau obat selama sejam sebelum Eukaris (Holy
Communion).

Amalan pada masa dulu adalah berpuasa dari tengah malam


sehingga pada hari upacara tersebut tetapi karena upacara pada waktu tengah
hari menjadi kebiasaan, berpuasa untuk ini diubah kepada berpuasa selama
tiga jam. Peraturan terkini menetapkan bahwa berpuasa hanya selama sejam,
walaupun begitu beberapa penganut Katolik masih mematuhi peraturan lama.

4) Yahudi

Puasa untuk umat Yahudi bermakna menahankan diri


keseluruhannya dari makanan dan minuman, termasuk dari meminum air.
Menggosok gigi diharamkan pada puasa hari besar Yom Kippur dan Tisha
B'Av, tetapi dibenarkan pada puasa hari kecil. Dalam teknis puasa mereka
juga disebutkan bahwa memakan obat pada umumnya tidak dibenarkan,
kecuali bila ada rekomendasi dari dokter. Umat Yahudi yang mengamalkan
ritual ini, berpuasa sampai enam hari dalam satu tahun.

b) Dasar Hukum Puasa


Kewajiban puasa Ramadhan didasari oleh AlQuran, As-Sunah dan
Ijma‘. Allah telah mewajibkan umat Islam untuk berpuasa bulan Ramadhan
dalam Al-Quran Al-Karim. Dasar dari ayat Al-Quran adalah :
َ‫علَى الا ِذيْنَ ِم ْن قَ ْب ِل ُك ْم تَت ا ُك ْون‬ ِ ‫علَ ْي ُك ُم‬
َ ِ‫الصيَا ُم َك َما ُكت‬
َ ‫ب‬ َ ِ‫يَاأَيُّ َهاالا ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُكت‬
َ ‫ب‬
“Wahai orang yang beriman, diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaiman
telah diwajibkan kepada umat sebelummu agar kamu bertaqwa.” (QS Al-
Baqarah : 183).
Dan juga ayat berikut :
ُ َ‫ش ْه َرفَ ْلي‬
ُ‫ص ْمه‬ َ ‫ش ِهدَ ِم ْن ُك ُم ال‬
َ ‫ف َم ْن‬
Siapa diantara kalian yang menyaksikan bulan (Ramadhan), maka
berpuasalah. (QS. Al-Baqarah : 185)
4. Zakat
a) Sejarah Pensyariatan Zakat
Nabi Muhammad SAW diutus Allah ke dunia ini dengan tujuan antara
lain memperbaiki akhlaq manusia yang ketika itu sudah mencapai ambang
batas kerusakan yang sangat membahayakan bagi masyarakat. Kerusakan
tersebut terutama disebabkan oleh sikap prilaku golongan penguasa dan
pemilik modal yang umumnya bersikap zakim dan sewenang-wenang.
Orang kaya mengekploitasi golongan lemah dengan berbagai cara, seperti
sistem riba, berbagai bentuk penipuan, dan kejahatan ekonomi lainya.6
Pengsyari’atan zakat tampak seiring dengan upaya pembinaan tatanan
sosial yang baru dibangun oleh nabi Muhammad SAW setelah beliau berada
di Madinah. Sedangkan selama berada di Mekkah bangunan keislaman
hanya terfokus pada bidang aqidah, qashas dan akhlaq. Baru pada periode
Madinah, Nabi melakukan pembangunan dalam segala bidang, tidak saja
bidang aqidah dan akhlaq, akan tetapi juga memperlihatkan bangunan
mua’amalat dengan konteksnya yang sangat luas dan menyeluruh.
Termasuk bangunan ekonomi sebagai salah satu tulang punggug bagi
pembangunan ummat Islam bahkan ummat manusia secara keseluruhan.7
Nabi Muhammad SAW tercatat membentuk baitul maal yang
melakukan pengumpulan dan pendistribusian zakat dengan amil sebagai
pegawainya dengan lembaga ini, pengumpulan zakat dilakukan secara wajib
bagi orang yang sudah mencapai batas minimal.8
Pengelolaan zakat di zaman Rasulullah SAW, banyak ayat Al-Qur’an
yang menjelaskan bahwa allah SWT secara tegas memberi perintah kepada
Nabi Muhammad SAW untuk mengambil zakat. Al-Qur’an juga
menegaskan bahwa zakat harus diambil oleh para petugas untuk melakukan
hal tersebut. Ayat-ayat yang turun di Madinah menegaskan zakat itu wajib
dalam bentuk perintah yang tegas dan instruksi pelaksanaan yang jelas. Juga
terdapat berbagai bentuk pertanyaan dan ungkapan yang menegaskan
wajibnya zakat.9

6
Abdurrrachman Qadir, Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial),(Jakarta: PT.Raja Grafindo
Persada, 2001), Hal.50
7
Kementrian Agama Republik, Modul Penyuluhan Zakat., Hal.19
8
Ibid., Hal.19
9
Ibid., Hal.19-20
Hal ini yang diterapkan periode awal Islam, dimana pengumpulan dan
pengelolaan zakat dilakuakan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh
Negara lewat baitul maal.
Nabi Muhammad sebagai pemimpin Negara menunjuk beberapa
sahabatnya untuk mengumpulkan zakat dari masyarakat muslim yang telah
teridentifikasi layak memberikan zakat serta menentukan bagian zakat yang
terkumpul sebagai pendapatan dari ‘amil. Ulama berpendapat bahwa adanya
porsi zakat yang diperuntukan bagi ‘amil merupakan suatu indikasi bahwa
zakat sewajarnya dikelola oleh lembaga khusus zakat atau yang disebut
dengan ‘amil bukan oleh individu muzakki sendiri. Rasullah SAW pernah
mempekerjakan seorang pemuda suku Asad, yang bernama Ibnu Lutaibah,
untuk mengurus zakat bani Sulaim. Pernah pula mengutus Ali bin Abi
Thalib ke Yaman untuk menjadi amil zakat, menurut Yusuf Al-Qardawi,
Nabi Muhammad SAW telah mengutus lebih dari 25 amil ke seluruh plosok
Negara dengan memberi peritah dengan pengumpulan sekaligus
mendistribusikan zakat sampai habis sebelum kembali ke Madinah.10
Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapat Negara lainya,
pencatatan zakat juga dibedakan atara pemasukan dan pengeluaran, di mana
keduanya harus terperinci dengan jelas, meskipun tanggal penerimaan dan
pengeluaran harus sama. Selain itu, Nabi SAW berpesan pada para ‘amil
agar berlaku adil dan ramah, sehingga tidak mengambil lebih dari pada yang
sudah ditetapkan dan tidak berlaku kasar baik pada muzakki maupun
mustahiq. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman Nabi SAW
pengelolaan zakat bersifat terpusat dan ditangani secara terpusat, namun
demikian pengelolaan zakat pada saat itu secara institusional dianggap
sederhana dan masih terbatas dengan sifatnya yang teralokasi dan
sementara, dimana jumlah zakat terdistribusi akan tergantung pada jumlah
zakat yang terkumpul pada daerah atau kawasan tertentu, dan uang zakat
yang terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq tanpa sisa.11
b) Dasar Hukum Zakat
Dasar hukum zakat atau dalil dalil yang berkenaan dengan zakat banyak
terdapat di dalam Al qur’an :
َ َ‫ف َويَ ْن َه ْون‬
‫ع ِن‬ ِ ‫ض يَأ ْ ُم ُر ْونَ بِ ْال َم ْع ُر ْو‬
ٍۘ ‫ض ُه ْم اَ ْو ِليَ ۤا ُء بَ ْع‬
ُ ‫َو ْال ُمؤْ ِمنُ ْونَ َو ْال ُمؤْ ِم ٰنتُ بَ ْع‬
ٰۤ ُ َ
َ َ‫س ْولهٗ ۗاولىك‬
‫س َي ْر َح ُم ُه ُم‬ ُ ‫ّٰللا َو َر‬َ ‫الز ٰكوةَ َوي ُِط ْيعُ ْونَ ه‬ َّ َ‫ص ٰلوةَ َويُؤْ ت ُ ْون‬ َّ ‫ْال ُم ْنك َِر َويُ ِق ْي ُم ْونَ ال‬
‫ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬ َ ‫ّٰللاُ ۗا َِّن ه‬
َ ‫ّٰللا‬ ‫ه‬
Artinya: Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian
mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. mereka
menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar,
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-

10
Ibid., Hal. 20
11
Ibid.,Hal.21
Nya. mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha
Perkasa lagi Maha Bijaksana. (At Taubah 71)12
5. Haji
a) Sejarah Pensyariatan Haji
َ‫لطائِفِينَ َو ْالقَائِ ِمين‬
‫ي ِل ا‬ َ ِ‫ط ِه ْر بَ ْيت‬َ ‫ش ْيئًا َو‬ َ ‫ت أَن اَّل ت ُ ْش ِر ْك ِبي‬ َ ‫َو ِإ ْذ بَ اوأْنَا ِ ِِلب َْراه‬
ِ ‫ِيم َم َكانَ ْالبَ ْي‬
ُّ ‫الر اك ِع ال‬
‫س ُجو ِد‬ ُّ ‫َو‬
ْ ْ
‫ق‬ٍ ‫ع ِمي‬َ ‫ج‬ٍ َ‫ام ٍر َيأتِينَ ِمن ُك ِل ف‬ ِ ‫ض‬َ ‫علَى ُك ِل‬ َ ‫ج َيأتُوكَ ِر َج ًاَّل َو‬ ِ ‫اس ِب ْال َح‬ ِ ‫َوأَذِن ِفي النا‬
‫علَى َما َرزَ قَ ُهم ِمن بَ ِهي َم ِة‬ ٍ ‫ّٰللا فِي أَي ٍاام ام ْعلُو َما‬
َ ‫ت‬ ِ ‫ِليَ ْش َهدُوا َمنَافِ َع لَ ُه ْم َويَ ْذ ُك ُروا اس َْم ا‬
َ ‫س ْالفَ ِق‬
‫ير‬ ْ َ‫ْاأل َ ْنعَ ِام فَ ُكلُوا ِم ْن َها َوأ‬
َ ِ‫ط ِع ُموا ْالبَائ‬
‫ق‬ِ ‫ت ا ْل َعتِي‬
ِ ‫ط اوفُوا ِب ْال َب ْي‬
‫ور ُه ْم َو ْل َي ا‬
َ ُ‫ضوا تَفَثَ ُه ْم َو ْليُوفُوا نُذ‬ ُ ‫ث ُ ام ْل َي ْق‬
Artinya : (26) Dan (ingatlah), ketika Kami memberikan tempat kepada
Ibrahim di tempat Baitullah (dengan mengatakan): “Janganlah kamu
memperserikatkan sesuatupun dengan Aku dan sucikanlah rumahKu ini
bagi orang-orang yang thawaf, dan orang-orang yang beribadat dan orang-
orang yang ruku’ dan sujud. (27) Dan berserulah kepada manusia untuk
mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan
kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru
yang jauh,(28) Supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka
dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan
atas rezki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak.
Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah
untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir. (29)Kemudian,
hendaklah mereka menghilangkan kotoran [988] yang ada pada badan
mereka dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka [989]
dan hendaklah mereka melakukan melakukan thawaf sekeliling rumah yang
tua itu (Baitullah).
Atas yang demikian itulah perjalanan bangsa Arab sejak Ibrahim dan
Ismail sampai Allah mengutus Muhammad SAW. Tetapi mereka telah
banyak merubah terhadap apa yang dijalankan oleh Ibrahim dan Ismail,
mereka menyekutukan payung-patung dan berhala-berhala kepada Allah,
dan mereka letakkan berhala-berhala di dalam Baitullah di samping-
sampingnya, Shafa dan Marwah. Mereka mendekatkan diri kepada Allah
dengan berhala-berhala merubah tempat-tempat melakukan ibadah haji,
menyebut nama selain Allah atas binatang ternak yang dikaruniakan kepada
mereka.
Ketika terutusnya Muhammad itu menjadi pembaharuan bagi syariat
Ibrahim yang benar dan berserah diri (kepada Allah) dan orang-orang yang
musyrik tidaklah menjadikan Baitul Haram tempat peribadatan umat
manusia, maka Allah menyuruh untuk melakukan haji dan umrah.
b) Dasar Hukum Haji
Allah SWT berfirman dalam Al-Qur'an Ali Imron 97:

12
Departemen Agama RI, op.cit. h. 198
‫سبِي ًْال‬
َ ‫ع اِلَ ْي ِه‬
َ ‫طا‬ ِ ‫اس ِح ُّج ْالبَ ْي‬
َ َ‫ت َم ِن ا ْست‬ ِ ‫علَى النا‬ ِ ّٰ ِ ‫َو‬
َ ‫ّلِل‬
Artinya: mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu
(bagi) orang yang sanggup Mengadakan perjalanan ke Baitullah.... ( Depag
RI, Qur’an terjemah, Ali- Imron 3: 97)
B. Muamalah
1. Akad dan Muamalah
a) Akad
Akad berarti sesuatu yang menjaditekad seseorang untuk melaksanakan,
baik yang muncul dari satu pihak,seperti wakaf, talak, sumpah, maupun
yang muncul dari dua pihak, seperti jual beli, sewa, wakalah, dan lain-lain.
b) Muamalah
Muamalah adalah suatu kegiatan yang mengatur hal-hal yang
berhubungan dengan tata cara hidup hidup sesama umat manusia untuk
memenuhi keperluan hidup sehari-hari.
2. Pengharaman Berbuat Curang dalam Timbangan dan Takaran
Praktik potongan timbangan yang demikian termasuk dalam bentuk
praktik pencurian terhadap milik orang lain dan Tidak mau berbuat adil
dengan sesama. Pekerjaan yang demikian itu diharamkan hukumnya. Haram
dalam artian sesuatu yang dilarang mengerjakannya oleh syara‟, perbuatan
Tersebut mengakibatkan dosa jika dilakukan dan Mendatangkan pahala
ketika ditinggalkan.13 Pada hakikatnya Praktik tersebut sangatlah dilarang
dalam islam yang terdapat Dasar hukumnya yaitu dalam QS. Al-Mutaffifin
1-3 dan Qs. Ash-Shu’ara ayat 182.
Pelanggaran nilai terhadap etika dalam jual beli Memang tidak
menimbulkan kerugian secara seketika atau Kerugian dapat dilihat oleh
pihak-pihak yang merugikannya. Tetapi, akan sedikit banyak menimbulkan
kerugian bagi Orang lain, dan Islam menganjurkan agar menjunjung tinggi
Etika dalam kehidupan terutama di dalam dunia Perdagangan. Allah
memerintahkan agar jual beli itu Dilangsungkan dengan menyempurnakan
timbangan, takaran, Ukuran, meteran dan sebagainya, di samping itu Allah
Mencela orang yang mempermainkan timbangan dan takaran Serta
melakukan kecurangan dalam menakar dan menimbang.Oleh karena itu,
setiap muslim yang terjun di dalam dunia Bisnis harus semaksimal mungkin
untuk berlaku adil (jujur).
3. Wakaf
a) Sejarah Pensyariatan Wakaf
Wakaf dikenal sejak masa Rasulullah SAW karena wakaf di syariatkan
setelah Nabi SAW berhijrah ke Madinah, pada tahun kedua Hijriah. Ada
dua pendapat para ulama tentang siapa yang pertama kali orang yang
melakukan wakaf.3 Pendapat ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh
Umar bin Syabah dari Amr bi Sa’ad bin Mu’ad, ia berkata : Dan
diriwayatkan dari Umar bin Syabah, dari Umar bin Sa’ad bin Muad berkata

13
Ahsin W Alhafids, Kamus Fiqh (Jakarta: Imprit Bumi Aksara, 2003), h. 132
:” Kami bertanya tentang mula-mula wakaf dalam Islam? Orang Muhajirin
mengatakan adalah wakaf Umar, sedangkan orang-orang Ansor.
Mengatakan adalah wakaf Rasulullah SAW. (Asy-Syaukani: 129)
‫علَى الت ا ْق ٰوى ِم ْن اَ او ِل يَ ْو ٍم اَ َح ُّق اَ ْن تَقُ ْو َم فِ ْي ِۗه فِ ْي ِه ِر َجا ٌل‬ َ ‫س‬ َ ‫ََّل تَقُ ْم فِ ْي ِه اَبَد ًۗا لَ َمس ِْجدٌ ا ُ ِس‬
َ‫ط ِه ِريْن‬ ّٰ ‫ط اه ُر ْو ۗا َو‬
‫ّٰللاُ ي ُِحبُّ ْال ُم ا‬ َ َ‫ي ُِّحب ُّْونَ اَ ْن يات‬
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya.
Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa (mesjid Quba),
sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sholat di dalamnya. di dalamnya
mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. dan
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.14
Rasulullah SAW pada tahun ketiga Hijriah pernah mewakafkan tujuh
kebun kurma di Madinah; diantaranya ialah kebun A’raf, Shafiyah, Dalal,
Barqah dan kebun lainnya.
b) Dasar Hukum Wakaf
Dalil yang menjadi dasar disyariatkannya ibadah wakaf bersumber dari
:
ْ ‫ٰيٰٓاَيُّ َها الا ِذيْنَ ٰا َمنُوا‬
َ‫ار َكعُ ْوا َوا ْس ُجد ُْوا َوا ْعبُد ُْوا َربا ُك ْم َوا ْف َعلُوا ْال َخي َْر لَ َعلا ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون‬

۩ۚ
Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah
Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
(Al-Hajj:77)15
‫ع ِل ْي ٌم‬
َ ‫ّٰللاَ ِب ٖه‬ َ ‫لَ ْن تَنَالُوا ْال ِب ار َحتّٰى ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم اما ت ُ ِحب ُّْونَ َۗو َما ت ُ ْن ِفقُ ْوا ِم ْن‬
ّٰ ‫ش ْيءٍ فَا اِن‬
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan (yang sempurna), sebelum
kamu menafkahkan sehahagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang
kamu nafkahkan Maka Sesungguhnya Allah mengetahuinya. (Ali
Imran:92)16
4. Musaqah dan Muzaraah
a) Dasar Hukum Musaqah
Asas hukum musaqah ialah sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam
Muslim dari Ibn Amr r,a, bahwa Rasulullah Saw bersabda :
‫أعطى خيبر مايخر ج منها من ثمر او زرع وفى رواية دفع إلى اليهود خيبر‬
‫وإرضها على ان يعملوها من إموالهم وأن لرسول للا ص م شطرها‬
Artinya: “Memberikan tanah Khaibar dengan bagian separoh dari
penghasilan, baik buah-buahan maupun pertanian (tanaman). Pada riwayat
lain dinyatakan bahwa Rasul menyerahkan tanah Khaibar itu kepada Yahudi
untuk diolah dan modal dari hartanya, penghasilan separohnya untuk Nabi
SAW”.17

14
Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah, (Jakarta: Pena Pundi Aksara. 2002)
15
5Departemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah
16
IDepartemen Agama RI, Mushaf Al-Qur’an Terjemah
17
Hendi Suhendi, Op.cit, h. 148
b) Sejarah Pensyariatan Muzaraah
Terdapat beberapa hasist yang mengindikasi sistem Muzara’ah pernah
dilakukan oleh rasulullah saw dan para sahabat Antara lain yang artinya
“dari Rafi’i bin Khadij, keluarganya Pernah menyewa tanah dengan
berdasarkan bagi hasil sebanyak Sepertiga, seperempat atau dengan jumlah
hasil panen yang telah Ditetapkan “Rasulullah saw telah mengizinkan bagi
hasil antara Kaum Muhajirin dan Anshar ketika beliau menyetujui
permintaan Kaum Anshar agar kaum Muhajirin dapat bekerja dikebun
buahbuahan mereka dan membagi buah-buahan tersebut dengan Mereka
“Diriwayatkan bahwa setiap keluarga di madinah pernah Menyewa tanah
berdasarkan bagi hasil dengan pemilik tanah, Abu Bakar, Umar, Ali, Sa’ad
bin Malik, Abdullah bin Mas’ud, Umar Bin Abdul Aziz, Qasim dan Urwah
pernah menyewakan tanahtanah mereka dengan dasar bagi hasil”18 “Usman
telah Menyewakan tanah-tanah kepada Abdullah bin Mas’ud, Ammar Bin
Yasar, Khabbab bin Arat dan Sa’ad bin Malik dan Abdullah Ibn Mas’ud
pernah mengizinkan tanah-tanah mereka diolah dengan dasar bagi hasil”19
dan “dari Ibnu Umar r.a bahwasanya Nabi saw pernah menyuruh kerja
penduduk Khaibar dengan syarat Upahnya separuh dari hasil buah-buahan
atau tanaman yang keluar Dari tanah tersebut”
c) Dasar Hukum Muzaraah
Muzara’ah hukumnya banyak diperselisihkan para fuqaha. Imam Abu
Hanifah dan Zufar serta Imam Asy-Syafi’i tidak membolehkannya. Mereka
beralasan berdasarkan dengan hadits Rasulullah Saw yang artinya :
“Dari Tsabit bin Dhahhak r.a bahwa sesungguhnya Rasulullah SAW
melarang untuk melakukan muzara’ah, dan memerintahkan untuk
melakukan muajarah (sewa-menyewa).” (HR. Muslim)
Dan menurut ulama yang membolehkan muzara’ah yang terdiri atas
Abu Yusuf, Muhammad bin Hasan, Malik, Ahmad dan Abu Dawud Azh-
Zhahiri, muzara’ah hukumnya boleh. Berdasarkan hadits Rasulullah Saw
yang artinya :
“Dari Ibnu Umar ra. Bahwa Rasulullah Saw melakukan kerja sama dengan
penduduk Khaibar dengan imbalan separuh dari hasil yang keluar dari tanah
tersebut, baik buah-buahan maupun tanaman.” (Muttafaq ‘alaih)
5. Pengharaman Jual Beli Khamr, Bangkai, Babi, dan Patung
a) Dasar Hukum Pengharaman Jual Beli Khamr, Bangkai, Babi, dan
Patung
Ulama fiqih sepakat bahwa sebagian najis tidak boleh diperjualbelikan,
sedangkan sebagai lainnya diperselisihkan. Adapun jual beli bangkai,
khamr, dan babi adalah batal atau tidak sah, menurut para fuqaha karena hal
ini sesuaidengansabda Rasulullah SAW “Sesungguhnya Allah
mengharamkan jual beli khamr (minuman keras), bangkai, babi, dan

18
Bukhari, dikutip oleh Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi...., 261
19
Ibid., 261
berhala karena banyak yang bertanya :” Bagaimana tentang lemak bangkai,
karena banyak yang menggunakannya sebagai pelapis perahu dan
meminyaki kulit dan untuk bahan bakar lampu? Rasulullah SAW menjawab
“Tidak boleh, semua itu adalah haram”.20
6. Riba
a) Sejarah Pensyariatan Riba
Istilah riba telah dikenal dan digunakan dalam transaksi- transaksi
perekonomian oleh masyarakat Arab sebelum datangnya Islam. Akan tetapi
pada zaman itu riba yang berlaku merupakan tambahan dalam bentuk uang
akibat penundaan pelunasan hutang. Dengan demikian, riba dapat diartikan
sebagai pengambilan tambahan dalam transaksi jual beli maupun hutang
piutang secara batil atau bertentangan dengan kaidah syari'at Islam.
Riba tidak hanya dikenal dalam Islam saja, tetapi dalam agama lain
(nonIslam) riba telah kenal dan juga pelarangan atas perbuatan pengambil
riba, bahkan pelarangan riba telah ada sejak sebelum Islam datang menjadi
agama.
1. Masa Yunani Kuno

Bangsa Yunani kuno mempunyai peradaban tinggi, peminjaman


uang dengan memungut bunga dilarang keras. Ini tergambar pada beberapa
pernyataan Aristoteles yang sangat membenci pembungaan uang: 21 "Bunga
uang tidaklah adil" "Uang seperti ayam betina yang tidak bertelur"
"Meminjamkan uang dengan bunga adalah sesuatu yang rendah derajatnya"

2. Masa Romawi
Kerajaan romawi melarang setiap jenis pemungutan bunga atas uang
dengan mengadakan peraturan-peraturan keras guna membatasi besarnya
suku bunga melalui undang-undang. Kerajaan Romawi adalah kerajaan
pertama yang menerapkan peraturan guna melindungi para peminjam.22
3. Menurut Agama Yahudi
Yahudi juga mengharamkan seperti termaktub dalam kitab sucinya,
menurut kitab suci agama Yahudi yang disebutkan dalam Perjanjian Lama
kitab keluaran ayat 25 pasal 22: "Bila kamu menghutangi seseorang diantara
warga bangsamu uang, maka janganlah kamu berlaku laksana seorang
pemberi hutang, jangan kamu meminta keuntungan padanya untuk pemilik
uang".23 Dan pada pasal 36 disebutkan: " Supaya ia dapat hidup di antaramu
janganlah engkau mengambil bunga uang atau riba dari padanya, melainkan
engkau harus takut akan Allahmu, supaya saudaramu dapat hidup
diantaramu". Namun, orang Yahudi berpendapat bahwa riba itu hanyalah

20
Muttafaq ‘alaih, dari Jabir bin Abdullah, Sublus Salam, juz III,h. 5
21
Gedung Pusat Pengembangan Islam, Buku Pintar BMT Unit Simpan pinjam dan grosir Pinbuk Jawa
Timur (Surabaya, Jl. Dukuh Kupang 122-124), hlm. 11
22
Ibid
23
Karnaen Purwaatmaja, "Apakah Bunga sama dengan Riba"?, kertas kerja Seminar Ekonomi Islam,
(Jakarta: LPPBS, 1997), dikutip oleh Muhammad, Manajemen Bank Syariah, hlm. 37.
terlarang kalau dilakukan dikalangan sesama Yahudi, dan tidak dilarang
dilakukan terhadap kaum yang bukan Yahudi. Mereka mengharamkan riba
sesama mereka tetapi menghalalkannya kalau pada pihak yang lain. Dan
inilah yang menyebabkan bangsa Yahudi terkenal memakan riba dari pihak
selain kaumnya. Berkaitan dengan kedhaliman kaum Yahudi inilah, Allah
dalam al-Qur'an surat an-Nisa' ayat 160-161 secara tegas menyatakan bahwa
perbuatan kaum Yahudi ini adalah riba yaitu memakan harta orang lain
dengan jalan batil, dan Allah akan menyiksa mereka dengan siksaan yang
pedih.
C. Al Ahwal al Syakhsyiyah
1. Perintah Menjaga Farj dan Hukum-Hukum Pernikahan Secara Umum
a) Sejarah Pensyariatan Perintah Menjaga Farj
Pada suatu kesempatan Rasulullah SAW berpesan kepada Ali bin Abi
Thalib:

ِ َ‫ت لَك‬
ُ ‫اآلخ َرة‬ َ ‫ظ َرةَ فَإِ ان لَكَ األُولَى َولَ ْي‬
ْ ‫س‬ ْ ‫ظ َرةَ النا‬
ْ ‫ي َّل تُتْ ِب ْع النا‬
ُّ ‫ع ِل‬
َ ‫َيا‬
''Hai Ali! Jangan sampai pandangan yang satu mengikuti pandangan
lainnya. Kamu hanya boleh pada pandangan pertama, adapun yang
berikutnya tidak boleh''. (HR Ahmad, Abu Daud dan Turmidzi).
b) Dasar Hukum Perintah Menjaga Farj
Pertama, surat al-Muˋminûn (23) ayat 5-7
َ ‫َت أَ ْي َمانُ ُه ْم فَإِنا ُه ْم‬
‫غي ُْر‬ ِ ‫علَى أَ ْز َو‬
ْ ‫اج ِه ْم ْأو َما َملَك‬ َ ‫ إَِّل‬. َ‫ظون‬ ِ ‫َوالاذِينَ ُه ْم ِلفُ ُر‬
ُ ِ‫وج ِه ْم َحاف‬
َ‫فَ َم ِن ا ْبتَغَى َو َرا َء ذَلِكَ فَأُولَئِكَ ُه ُم ْال َعادُون‬. َ‫ومين‬
ِ ُ‫َمل‬
Artinya: "(Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman)… dan
orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri
mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam
hal ini tiada tercela. Barang siapa mencari yang dibalik itu maka mereka
itulah orang-orang yang melampaui batas."
Kedua, surat al-Aḣzâb (33) ayat 35

َ َ‫ت َو ۡال ُمت‬


‫ص ِدقِ ۡينَ َو‬ ِ ‫ت َو ۡال ٰخ ِش ِع ۡينَ َو ۡال ٰخ ِش ٰع‬
ِ ‫صبِ ٰر‬ ّٰ ‫صبِ ِر ۡينَ َوال‬ ّٰ ‫ت َوال‬ ِ ‫صد ِٰق‬
ّٰ ‫ص ِدقِ ۡينَ َوال‬ ّٰ ‫ت َوال‬ ِ ‫َو ۡال ٰقنِتِ ۡينَ َو ۡال ٰقنِ ٰت‬
ُ‫ّٰللا‬ ِ ‫ّٰللاَ َكثِ ۡي ًرا او الذّٰ ِك ٰر‬
َ َ‫ت ۙ ا‬
ّٰ ‫عدا‬ ّٰ َ‫ت َوالذّٰ ِك ِر ۡين‬ِ ‫ت َو ۡالحٰ ـ ِف ِظ ۡينَ فُ ُر ۡو َج ُه ۡم َو ۡالحٰ ـ ِف ٰظ‬ ّٰٰٓ ‫صا ٰٓ ِٕى ِم ۡينَ َوال‬
ِ ٰ‫ص ِٕىم‬ ‫ت َوال ا‬ َ َ‫ۡال ُمت‬
ِ ‫صد ِٰق‬
َ ‫لَ ُه ۡم ام ۡغ ِف َرة ً اواَ ۡج ًرا‬
‫ع ِظ ۡي ًما‬

Artinya: ”Sesungguhnya laki-laki dan perempuan yang muslim, lakilaki dan


perempuan yang mukmin, laki-laki dan perempuan yang tetap dalam
keta'atannya, laki-laki dan perempuan yang benar, laki-laki dan perempuan
yang sabar, laki-laki dan perempuan yang khusu', laki-laki dan perempuan
yang bersedekah, laki-laki dan perempuan yang berpuasa, laki-laki dan
perempuan yang memelihara kehormatannya, laki-laki dan perempuan yang
banyak menyebut (nama) Allah, Allah telah menyediakan untuk mereka
ampunan dan pahala yang besar."
2. Waris dan Wasiat
a) Sejarah Pensyariatan Waris
Pada zaman jahiliyah, aturan pusaka orang Arab didasarkan atas nasab
dan kekerabatan. Namun terbatas kepada anak laki-laki yang sudah dapat
memanggul senjata untuk membela kehormatan keluarga dan dapat
memperoleh harta rampasan perang. Hal ini terus berlaku sampai permulaan
Islam, sampai turunnya surat An-Nisa‟ ayat 7 yang menerangkan bahwa
para lelaki memperoleh bagian dari harta peninggalan orang tua dan kerabat
terdekat. Dengan turunnya ayat tersebut terhapuslah adat jahiliyah yang
tidak memberikan pusaka bagi anak kecil dan perempuan.24 Sistem warisan
di masa jahiliyah juga didasarkan atas sumpah dan perjanjian. Jika seorang
laki-laki berkata kepada temannya “darahku, darahmu, tertumpahnya
darahmu berarti tertumpahnya darahku. Engkau menerima pusaka dariku,
dan aku menerima pusaka darimu. Engkau menuntut belaku dan aku
menuntut belamu”. Dengan ucapan ini mereka kelak menerima seperenam
harta dari masing-masing. Yang selebihnya diterima oleh ahli waris.
b) Dasar Hukum Waris
Di dalam Al-Quran ada beberapa ayat yang menjelaskan tentang
masalah warisan diantaranya : a. Al-Qur‟an surat an-Nisa‟ ayat 33 yang
menyatakan adanya hak bagi ahli waris dari setiap harta peninggalan

‫ع ٰلى ُك ِل‬ َ َ‫ى ِم اما ت ََركَ ۡال َوا ِل ٰد ِن َو ۡاَّلَ ۡق َرب ُۡونَ َوالاذ ِۡين‬
ِ ‫عقَدَ ۡت اَ ۡي َمانُ ُك ۡم فَ ٰا ت ُ ۡوه ُۡم ن‬
ّٰ ‫َص ۡيبَ ُه ۡم ا اِن‬
َ َ‫ّٰللاَ َكان‬ ۡ
َ ‫َو ِل ُك ٍل َجعَلنَا َم َوا ِل‬
‫ش ِه ۡيدًا‬
َ ٍ‫ش َۡىء‬

Artinya:“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu


bapak dan karib kerabat, Kami jadikan pewaris-pewarisnya. dan (jika ada)
orang-orang yang kamu telah bersumpah setia dengan mereka, Maka berilah
kepada mereka bahagiannya. Sesungguhnya Allah menyaksikan segala
sesuatu”.(QS. an-Nisa‟:33).25
a) Sejarah Pensyariatan Wasiat
Dari Abu Najih ’Irbadh bin Sariyah (rodhiallahu ‘anhu) ia berkata,
“Rasulullah SAW pernah menasihati kami dengan nasihat yang
menggetarkan hati dan mencucurkan air mata. Kami bertanya, Wahai
Rasulullah, sepertinya ini adalah nasihat perpisahan, karena itu berilah kami
nasihat. Beliau bersabda, “Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap
menjaga ketakwaan kepada Allah ‘aza wa jalla, tunduk taat (kepada
pemimpin) meskipun kalian dipimpin oleh seorang budak (Habsyi). Karena
orang-orang yang hidup sesudahku akan melihat berbagai perselisihan.
Hendaklah kalian berpegang teguh kepada sunah-ku dan sunah Khulafaur
Rasyidin yang diberi petunjuk (Allah). Peganglah kuat-kuat sunnah itu

24
Teungku Muhammad Hasbi Ash-Shiddieqy, Fiqh Mawaris, Pustaka Rizki Putra, Semarang, 2010.
hlm. 3
25
Al-Qur‟an surat An-Nisa ayat 33, Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur'an dan
Terjemahnya, Toha Putra, Semarang,1989, hlm. 122
dengan gigi geraham dan jauhilah ajaran-ajaran yang baru (dalam agama)
karena semua bid’ah adalah sesat.” (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)
b) Dasar Hukum Wasiat
َ‫صياةُ ِل ْل َوا ِلدَي ِْن َو ْاَّلَ ْق َربِيْن‬
ِ ‫ض َر اَ َحدَ ُك ُم ْال َم ْوتُ ا ِْن ت ََركَ َخي ًْرا ۖ ْۨال َو‬
َ ‫علَ ْي ُك ْم اِذَا َح‬
َ ‫ب‬ َ ِ‫ُكت‬
ْ ‫علَى‬
ۚۗ َ‫ال ُمت ا ِقيْن‬ َ ‫ف َحقًّا‬ ِ ِۚ ‫ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
Diwajibkan atas kamu, apabila maut hendak menjemput seseorang di
antara kamu, jika dia meninggalkan harta, berwasiat untuk kedua orang tua
dan karib kerabat dengan cara yang baik, (sebagai) kewajiban bagi orang-
orang yang bertakwa.
3. Talak, Khuluk, Rujuk, dan Iddah
a) Sejarah Pensyariatan Talak
Tidak diketahui pasti tentang sejarah penceraian atau orang yang petama
kali bercerai, namun sejarah Islam pernah mencatat bahwa Nabi Ismail as
pernah menceraikan istrinya atas perintah ayahnya Nabi Ibrahm as di dalam
Riwayat 25 Nabi dan Rasul karya Drs. Moh. Rifa’i diceritakan bahwa Nabi
Ismail setelah dewasa, kemudian kawinlah dengan seorang wanita dari
Juhrum. Pada suatu ketika Nabi Ibrahim datang ke rumah anaknya ismail,
namun Ismail tidak ada di rumah yang ada hanya menantunya. Kemudian
Nabi Ibrahim pulang karena rupanya tidak diterima dengan baik oleh
menantunya itu. Nabi Ibrahim minta izin pulang dengan meninggalkan
pesan untuk anaknya Ismail.26

Nabi Ibrahim berkata : Jika suamimu datang nanti katakanlah bahwa


saya datang kemari, ceritakanlah bahwa ada orang tua sifatnya begini, dan
berpesan kepadanya bahwa saya ini tidak suka kepada gawang pintu rumah
ini dan ia supaya lekas ditukarnya. Setelah suamiinya datang, diceritakanlah
hal itu semuanya kepada suaminya Ismail.27

Ismail berkata : Itulah dia ayahku dan rupanya engkau tidak


menghiraukan dan menghormati ayahku. Sekarang engkau saya cerai sebab
ayahku tidak menyukai orang yang berperagai rendah.”28Secara jelas dapat
dipahami bahwa perceraian antara Nabi Ismail dengan istrinya akibat karena
akhlak sang istri yang kurang baik. Meskipun sejarah tidak mencatat
perceraian, namun penulis akan melackanya langsung kepada Nabi
Muhamaad dan sahabt-sahabat terdekat beliau.29

b) Dasar Hukum Talak


Di antara dasar hukum talak yang terdapat dalam Al-Qur’an adalah:

26
Anif Latifah, Telaah Keabsahan Hadis Pebuatan Halal yang Dibenci Talak, (Skripsi: Sekolah Tinggi
Agama Islam Negeri salatiga, 2013),h. 70
27
Anif Latifah, Telaah Keabsahan Hadis Pebuatan Halal yang Dibenci Talak,h. 70
28
Ali Sodiqin, Reformasi al-Quran dalam Hukum Perceraian, (al-Mazhabi, Vol 2, No 2, 2014), h.266
29
Anif Latifah, Telaah Keabsahan Hadis Pebuatan Halal yang Dibenci Talak,h. 70
ۖۖ َ ‫ي إ ِ ذ َ ا ط َ ل ا ق ْ ت ُمُ الن ِ س َ ا ءَ ف َ ط َ ل ِ ق ُ و ه ُ ان لِ ِع د ا ت ِ ِه ان َو أ َ ْح صُ وا ال ْ ِع د ا ة‬ ُّ ِ ‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ال ن ا ب‬
‫ج و ه ُ ان ِم ْن ب ُ ي ُو ت ِ ِه ان َو ََّل ي َ ْخ ُر ْج َن إ ِ اَّل أ َ ْن ي َ أ ْت ِ ي َن‬ ُ ‫َو ا ت اق ُ وا ّٰللاا َ َر ب ا ك ُ ْم ۖۖ ََّل ت ُ ْخ ِر‬
َ‫ح د ُو د َ ّٰللاا ِ ف َ ق َ د ْ ظ َ ل َ م‬
ُ ‫ح د ُو د ُ ّٰللاا ِ ِۚۖ َو َم ْن ي َ ت َع َ د ا‬ُ ‫ك‬ َ ْ ‫َاح ش َ ةٍ ُم ب َ ي ِ ن َ ةٍ ِۚۖ َو ت ِ ل‬
ِ ‫بِف‬
‫ك أ َ ْم ًر ا‬ ٰ ُ ‫ن َ ف ْ س َ ه ُ ِۚۖ ََّل ت َ د ِْر ي ل َ ع َ ال ّٰللاا َ ي ُ ْح ِد‬
َ ِ‫ث ب َ عْ د َ ذ َ ل‬
Hai Nabi, apabila kamu menhasbiceraikan istri-istrimu maka hendaklah
kamu ceraikan mereka pada waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya
(yang wajar)dan hitunglah waktu iddah itu serta bertakwalah kepada Allah
Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan
perbuatan keji yang terang. Itulah hukum-hukum Allah, maka
sesungguhnya dia telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak
mengetahui barangkali Allah mengadakan sesudah itu sesuatu hal yang
baru. (QS. 65 : 1)30
c) Dasar Hukum Khuluk
Syafi’iyyah berpendapat bahwa tidak beda antara bolehnya khulu’
dengan mengembalikan semua maharnya/sebagiannya, atau dengan kata
lainnya, baik jumlahnya kurang dari harga maharnya/lebih, tidak beda
antara pengembalian dengan tunai, utang dan manfaat (jasa), tegasnya
segala sesuatu yang boleh dijadikan mahar boleh pula dijadikan ganti rugi
dalam khulu’ berdasarkan keumuman firman Allah Q.S. Al-Baqarah ayat
229;
ْ َ‫علَ ْي ِه َما فِ ْي َما ا ْفتَد‬
‫ت بِ ٖه‬ َ ‫فَ َال ُجنَا َح‬
”Maka tidaklah salah bagi mereka berdua (suami dan istri) tentang apa yang
dijadikan tebusan”.31
d) Sejarah Pensyariatan Rujuk
Dalam perang Badar, Abu al As tertangkap dan menjadi tawanan umat
Islam. Suasana menjadi tegang karena sesungguhnya Abu al As adalah
menantu Rasulullah SAW yang menjadi tawanan perang.
Wahai kaum Muslimin, jika kalian dapat melepaskan tawanan bernama Abu
al As bin Rabi’ serta mengembalikan tebusannya kepada Zainab, maka
silakan kalian melakukannya,” demikian Rasulullah bersabda,
Mendengar sabda Rasulullah, umat Islam yang terlibat perang kemudian
mau melepaskan tawanannya yang tak lain adalah Abu al As. Suami Zainab
pun dilepaskan dan tebusan dikembalikan. Saat dilepaskan, Rasulullah
memberi syarat pada Abu al Ash.Syaratnya, jika dilepaskan, Abu al As mau
bercerai dengan Zainab. Akan tetapi, ia boleh bersama Zainab apabila ia
mau memeluk Islam. Sayangnya, Abu al As tetap memegang teguh agama
nenek moyangnya.Abu Al as dan Zainab rujuk kembali setelah Abu Al as
masuk islam
e) Dasar Hukum Rujuk

30
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Diponegoro, 2008), (65 : 1), 558.
31
Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemahnya, …, hal. 39
Q.S. (2) Al-Baqoroh ayat 228:
‫ي‬ ّٰ َ‫طلا ٰقتُ يَت ََرباصْنَ بِا َ ْنفُ ِس ِه ان ثَ ٰلثَةَ قُ ُر ۤ ْو ۗ ٍء َو ََّل يَ ِح ُّل لَ ُه ان اَ ْن يا ْكت ُ ْمنَ َما َخلَق‬
ْٰٓ ِ‫ّٰللاُ ف‬ َ ‫َو ْال ُم‬
‫اَّل ِخ ۗ ِر َوبُعُ ْولَت ُ ُه ان اَ َح ُّق ِب َر ِده اِن ِف ْي ٰذلِكَ ا ِْن اَ َراد ُْٰٓوا‬
ٰ ْ ‫اّلِل َو ْال َي ْو ِم‬
ِ ّٰ ‫ام ِه ان ا ِْن ُك ان يُؤْ ِم ان ِب‬ِ ‫اَ ْر َح‬
‫ع ِزي ٌْز َح ِك ْي ٌم‬ ّٰ ‫علَ ْي ِه ان دَ َر َجةٌ ۗ َو‬
َ ُ‫ّٰللا‬ َ ‫ف َو ِل ِلر َجا ِل‬ ِ ۖ ‫علَ ْي ِه ان ِب ْال َم ْع ُر ْو‬َ ‫ِي‬ ْ ‫ص َال ًحا َۗولَ ُه ان ِمثْ ُل الاذ‬ْ ِ‫ا‬
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak hendaklah menahan diri (menunggu)
tiga kali quru‟ tidak boleh mereka menyembunyikan apa yang diciptakan
Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman merujukinya dalam masa
menanti itu. Jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita
mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang
ma‟ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan dari
pada istrinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.32
f) Sejarah Pensyariatan Iddah
Di zaman Rasulullah, muthallaqah menghabiskan iddahnya di rumah.
Sebagaimana disabdakan Rasulullah kepada Fatimah binti Qais,
"Beriddahlah kamu di rumah Ibnu Ummi Maktum." (HR Bukhari Muslim).
Disamping hadis ini dalil sharih yang melarang wanita beriddah dilarang
keluar rumah juga ditegaskan langsung dalam Alquran, "janganlah wanita
(yang beriddah) itu keluar rumah." (QS at-Thalaq [65]: 1).
g) Dasar Hukum Iddah
Dalil yang menjadi landasannya adalah firman Allah Swt dalam Surat
al-Baqarah 234:
َ ‫َوالا ِذيْنَ يُت ََو اف ْونَ ِم ْن ُك ْم َويَذَ ُر ْونَ اَ ْز َوا ًجا يات ََرباصْنَ ِبا َ ْنفُ ِس ِه ان اَ ْربَ َعةَ اَ ْش ُه ٍر او‬
‫ع ْش ًرا ِۚ ف ِا َذا‬
‫ّٰللاُ بِ َما تَ ْع َملُ ْونَ َخبِي ٌْر‬
ّٰ ‫ف َو‬ ِ ۗ ‫ي اَ ْنفُ ِس ِه ان بِ ْال َم ْع ُر ْو‬
ْٰٓ ِ‫علَ ْي ُك ْم فِ ْي َما فَعَ ْلنَ ف‬
َ ‫بَلَ ْغنَ اَ َجلَ ُه ان فَ َال ُجنَا َح‬
Artinya: Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan
meninggalkan isteri-isteri (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya
(ber'iddah) empat bulan sepuluh hari. Kemudian apabila telah habis
'iddahnya, maka tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat
terhadap diri mereka33 menurut yang patut. Allah mengetahui apa yang
kamu perbuat.34
4. Ila’ dan Zihar
a) Dasar Hukum Ila’
Masalah ila’ dapat dilihat dalam Alquran Surah al-Baqarah ayat 226
sampai 227:
ٌ ُ ‫غف‬
‫ور َر ِحي ٌم‬ ْ َ‫ص أَ ْربَعَ ِة أ‬
َ َّ َّ‫ش ُه ٍر فَ ِإ ْن فَا ُءوا فَ ِإن‬
َ ‫َّللا‬ َ ِ‫ِللَّ ِذينَ يُ ْؤلُونَ ِم ْن ن‬
ُ ُّ‫سائِ ِه ْم تَ َرب‬
227( ‫ع ِلي ٌم‬ َ ‫س ِمي ٌع‬ َ َّ َّ‫ق فَ ِإن‬
َ ‫َّللا‬ َ ‫طال‬ َّ ‫) َوإِ ْن ع ََز ُموا ال‬226() }
“Kepada orang-orang yang meng-ila' isterinya diberi tangguh empat bulan
(lamanya). kemudian jika mereka kembali (kepada isterinya), Maka
Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. dan jika

32
Departeen Agama Ri, Al-Qur‟an dan Terjemah,…, h. 36
33
Berhias atau bepergian atau menerima pinangan
34
Ahmad Hatta, op.cit, h. 38
mereka ber'azam (bertetap hati untuk) talak, Maka Sesungguhnya Allah
Maha mendengar lagi Maha mengetahui”.
b) Sejarah Pensyariatan Zihar
Suatu ketika, Khaulah mendapatkan masalah dengan suaminya. Aus
pada suatu ketika marah dan tidak sengaja mengatakan Khaulah seperti
ibunya. “Bagiku engkau (kaulah) seperti punggung ibuku.”
Ketaatan terhadap aturan Islam itu yang memutuskan Khaulah menolak
perintah suaminya untuk bergaul. Karena tidak ingin berlarut dalam masalah
itu, Khaulah langsung menemui Rasulullah SAW dan menceritakan
peristiwa yang menimpanya. Kedatangan Khaulah kepada Rasulullah ingin
meminta fatwa dan berdialog tentang masalahnya itu.
Rasulullah SAW ketika itu sedikit kaget mendengar apa yang
diceritakan Khaulah. “Kami belum pernah mendapatkan perintah berkenaan
dengan urusan tersebut,” kata Rasulullah
Dengan kebijakannya, Rasulullah memberikan keputusan untuk membuat
Khaulah tenang. Rasulullah lalu bersabda, “Aku tidak melihat (kejadian apa
yang diceritakan Khaulah) melainkan engkau sudah haram baginya (Aus).”
c) Dasar Hukum Zihar
Allah berfirman:

‫ـئ ْۖ ت ُ ٰظ ِه ُر ۡونَ ِم ۡن ُه ان ا ُ امهٰ تِ ُك ۡم ِۚ َو َما َجعَ َل‬ ٰٓ ۡ


ِ ّٰ‫ّٰللاُ ِل َر ُج ٍل ِم ۡن قَلبَ ۡي ِن فِ ۡى َج ۡوفِ ٖه ِۚ َو َما َجعَ َل اَ ۡز َوا َج ُك ُم ال‬
ّٰ ‫َما َجعَ َل‬
ۡ ‫ا‬ ۡ ُ
‫ّٰللاُ يَق ۡو ُل ال َحق َوه َُو يَهۡ ِدى ال ا‬
‫سبِي َل‬ ۡ َ ُ َ ٰ
ّٰ ‫اَ ۡد ِعيَا ٰٓ َء ُك ۡم ابنَا َءك ۡم ذ ِلك ۡم ق ۡولـك ۡم بِا ف َوا ِهك ۡم َو‬
ُ ُ ُ ُ ٰٓ ۡ َ

“Allah sekali-kali tidak menjadikan bagi seseorang dua buah hati dalam
rongganya; dan Dia tidak menjadikan istri-istrimu yang kamu zhihar itu
sebagai ibumu, dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak
kandungmu (sendiri).Yang demikian itu hanyalah perkataanmu di mulutmu
saja.Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan
(yang benar).”(QS. 33:4)35
5. Nikah Mut’ah
a) Sejarah Pensyariatan Nikah Mut’ah
Kawin mut’ah yang merupakan warisan tradisi jahiliyah ini pada masa
awal Islam pernah dibolehkan oleh Rasulullah Saw. dalam keadaan tertentu
seperti ketika melakukan perjalanan jauh dan peperangan. Kemudian
setelah masa transisi terlewati dan iman umat Islam sudah semakin kuat
baru diharamkan. Namun sebelum dilarang secara permanen tercatat bahwa
perkawinan mut’ah ini melewati beberapa kali perubahan hukum.
Pelarangan pertama terjadi pada waktu perang Khaybar kemudian
dibolehkan secara terbatas pada waktu penaklukan Mekah (Fath
Makkah/Perang Awthas) dan setelah itu dilarang untuk selamanya.

35
Yayasan penyelenggara penerjemah Al-Qur‟an Departemen Agama RI, Al-Qur‟an
danTerjemahannya( Jakarta: CV Naladana:2004)
b) Dasar Hukum Nikah Mut’ah
Muhammad bin Abdul Wahab menolak dan berkomentar bahwa akidah
rafidhoh adalah salah yang membolehkan nikah mut’ah yang
mendudukannya lebih baik dari tujuh puluh kali pernikahan muthlak, dan
gurunya mereka Al-Ghali Ali bin Al-‘Āli membolehkan melakukan nikah
mut’ah 12 laki-laki menggauli satu wanita dalam semalam, dan jika wanita
itu melahir anak dari mereka, maka pemenang udiannya, maka dia bapak
dari anak itu. Sesungguhnya pernikahan itu adalah pernikahan di masa
jahiliah, dan syar’at Islam telah mengharamkan nikah mut’ah. Seperti dala
hadits shahih, yang riwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim
dan selain mereka sebagai berikut:
‫وعن سلمة ابن األكوع رضي للا عنه أنه صلى للا عليه وسلم أباح نكاح المتعة ثم‬
‫رواه الشبخان‬.‫حرمها‬
Yang artinya: “dan dirwayat dari Salamah ibn Al-Uku’ ra. bahwasanya
Rasulullah membolehkan nikah mut’ah kemudian
mengharamkannya”.(HR.Bukhari dan Mulim)
D. Jinayah, Jihad dan Sayr (al ‘Alaqah al Dauliyah)
1. Rajam
a) Sejarah Pensyariatan Rajam
Bahwa penjatuhan hukuman rajam bagi pelaku zina muhshan itu
didasarkan kepada hadits Nabi, baik secara qauliyah maupun fi‟liyah. Hal
ini dapat dipastikan bahwa hukuman rajam dalam hukum pidana Islam itu
bukan berasal dari syari’at Islam sendiri yang dibawa oleh Nabi Muhammad
saw, akan tetapi berdasarkan nash atau ajaran agama sebelumnya, yaitu nash
yang terdapat dalam Kitab Taurat. Hal ini dapat lacak dari dasar normatif
dari hukuman rajam ini adalah hadits-hadits Nabi yang mengacu pada
penerapan hadd rajam bagi pelaku zina muhshan, seperti hukuman rajam
yang dijatuhkan kepada Ma’iz bin Malik dan wanita Ghamidiyah yang
datang menghadap langsung kepada Nabi yang mengakui perbuatan zinanya
dan meminta dengan kesadaran dan kemauannya sendiri untuk dilaksanakan
hukuman rajam atas dirinya, walaupun berkali-kali pula Nabi menolak
pelaksanaan penerapan hukuman rajam atas diri mereka tersebut. Akan
tetapi pada akhirnya setelah Rasulullah yakin atas pengakuannya, maka
Rasulullah baru menjatuhkan hukuman rajam bagi mereka (kaum Yahudi)
sesuai dengan isi Kitab Taurat yang telah diyakininya.
b) Dasar Hukum Rajam
ُ‫ع ِليْمُُ َح ِكيْم‬ ْ َ‫شيْخُُوالشَي َخةُُإذَاُ َزنَيَاُف‬
َ ُُ‫ار َجم ْوه َماُالبَتَّةَُنَكَا ُلَُ ِمنَُُللا‬ َّ ‫ال‬
Artinya: Orang laki-laki yang telah dewasa dan orang perempuan yang telah
dewasa jika keduanya berzina, maka keduanya mutlak harus dirajam,
sebagai balasan dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui dan Maha
Bijaksana.36

36
Husain Muhammad al-Maghribiy, Al-Badru al-Tamam, Juz IV, t.tp: Dar al-Wafa, 2005, hlm. 387.
2. Had Qadzaf
a) Dasar Hukum Had Qadzaf
Dasar hukum Qadzaf dalam Islam :
ُ ‫ت ث ُ ام لَ ْم يَأْت ُ ْوا بِا َ ْربَعَ ِة‬
‫ش َهدَ ۤا َء فَاجْ ِلد ُْو ُه ْم ثَمٰ نِيْنَ َج ْلدَة ً او ََّل‬ ِ ‫ص ٰن‬ َ ْ‫َوالا ِذيْنَ يَ ْر ُم ْونَ ْال ُمح‬
ۤ ٰ ُ ‫ش َهادَة ً اَ َبد ًِۚا َوا‬
ۙ َ‫ولىِٕكَ ُه ُم ْال ٰف ِسقُ ْون‬ َ ‫تَ ْق َبلُ ْوا لَ ُه ْم‬
“Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan muhsanat
(melakukan perzinaan) dan mereka tidak dapat mengemukakan empat orang
saksi, maka deralah mereka (penuduh) itu delapan puluh kali dera dan
janganlah kamu terima kesaksian mereka untuk selama - lamanya, dan
mereka itulah orang – orang yang fasiq.”(Qs. an-Nur :4)
3. Pengharaman Khamr
a) Sejarah Pensyariatan dan Dasar Hukum Khamr
Syariat Islam telah mengharamkan khamr sejak empat belas abad yang
lalu dan hal ini berkaitan dengan penghargaan Islam terhadap akal manusia
yang merupakan anugrah Allah yang harus dipelihara sebaik-baiknya. Saat
ini kalangan non-muslim mulai menyadari manfaat diharamkannya khamr
setelah terbukti khamr dan sebagainya (penyalahgunaan narkotika, ganja)
membawa bahaya bagi bangsa.37 Menyangkut pengharaman khamr dalam
Islam maka hal tersebut dapat dilihat dari sekian banyak ayat Al-Qur’an38
maupun hadis39 yang menjelaskan dampak negatif dari khamr. Merujuk
pada Al-Qur’an maka setidaknya ada empat tahap yang dilalui sampai
terbentuknya label haram. Empat tahap tersebut dapat kita ketahui melalui
pengkajian terhadap Asbab An-Nuzul ayat-ayat yang berkaitan dengan
khamr.
Tahap pertama surat al-Nahl (16) : 67 Al-Qur’an di dalam ayat
makkiyah-nya secara tidak langsung mulai menganjurkan menghindari
khamr dengan menunjukkan bahwa padanya terdapat unsur memabukkan.
Tahap kedua dalam penyelesaian masalah ini berjalan lebih langsung
namun masih bersifat hati-hati. Ayat Al-Qur’an yang diwahyukan di
Madinah dan datang sebagai jawaban pertanyaan-pertanyaan para muslim
menyangkut konsumsi khamr dan berjudi terdapat pada surat al baqarah
(2):219.
Tahap ke tiga dalam hirarki datang, yaitu pembatasan yang lebih besar
sebagaimana yang terdapat dalam surat an nisa (4):43.
Meskipun demikian ternyata masyarakat Muslim bulumlah dapat
meninggalkan kebiasaan mereka meminum minuman keras. disebabkan
belum adanya larangan tegas tentang keharaman meminumnya, dan

37
H. A Dzajuli, Fikih Jinayah, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000, cet. III, hal. 95.
38
Lihat al-Nisā/4: 43, al-Baqarah/2: 219, al-Mā’idah/5: 90-91.
39
Abī Dāwud Sulaimān Ibn Asy’ats al-Sajistānī, Sunan Abī Dāwud (w.202-275). Tahqīq; Muḥammad
Nāshiruddīn al-Albānī, Sunan Abī Dāwud, Riyādh: Maktabah al-Ma’ārif, 1424 H., juz 1, hal. 663, no.
hadis 3679, kitāb al-Asyribah, bab Mā Jā’a Fī al-Sakari
kemudian turunlah tahap akhir dari larangan ini sebagaimana yang tertuang
di dalam surat al maidah (5):90-91
4. Had Hirabah
a) Sejarah Pensyariatan Had Hirabah
Dalam hukum Islam, perampokan, pembegalan, penyamunan, atau
kejahatan sejenisnya dikenal dengan istilah hirabah (pelakunya disebut
muharib—Red). Kejahatan berat semacam ini masuk dalam kategori
tindakan fasad fil ardh (perilaku yang menimbulkan kerusakan di muka
bumi).Setelah para perampok berhasil ditangkap, Nabi lantas
memerintahkan supaya mata mereka dicungkil dengan besi panas.
Sementara, tangan mereka dipotong-potong dan tubuh mereka dibiarkan
terjemur di bawah sengatan matahari sampai mati dalam kondisi seperti itu.
b) Dasar Hukum Had Hirabah

‫صلاب ُْٰٓوا اَ ْو ت ُقَ ا‬ ۤ


‫ط َع اَ ْي ِد ْي ِه ْم‬ َ ُ‫سادًا اَ ْن يُّقَتالُ ْٰٓوا اَ ْو ي‬ ِ ‫س ْولَهٗ َويَ ْسعَ ْونَ فِى ْاَّلَ ْر‬
َ َ‫ض ف‬ ُ ‫ّٰللاَ َو َر‬
ّٰ َ‫ارب ُْون‬ ِ ‫اِنا َما َج ٰزؤُا الا ِذيْنَ يُ َح‬
‫ع ِظ ْي ٌم‬َ ٌ‫عذَاب‬ ٰ ْ ‫ي فِى الدُّ ْنيَا َولَ ُه ْم فِى‬
َ ِ‫اَّل ِخ َرة‬ ٌ ‫ض ٰذلِكَ لَ ُه ْم ِخ ْز‬ ۗ ِ ‫َواَ ْر ُجلُ ُه ْم ِم ْن ِخ َالفٍ اَ ْو يُ ْنف َْوا ِمنَ ْاَّلَ ْر‬

“Sesungguhnya hukuman bagi orang-orang yang memerangi Allah dan


Rasul-Nya dan melakukan pengacauan di muka bumi, mereka harus
dibunuh atau disalib, atau tangan dan kaki mereka dipotong selang-
seling, atau dibuang jauh. Demikian itu adalah kehinaan bagi mereka di
dunia. Dan di akhirat kelak mereka akan mendapat siksa yang hebat.

5. Had Sariqah
a) Dasar Hukum Had Sariqah
ۡ‫علَ ۡي ُكم‬
َ ‫ص َل لَـ ُكمۡ َّما َح َّر َم‬
َّ َ‫َوقَ ۡد ف‬
Padahal Allah telah menjelaskan kepadamu apa yang diharamkan-Nya
kepadamu(Q.S Al An’am:119)
6. Qishash
a) Sejarah Pensyariatan Qishash
Dari kajian historis, Qishash tidak hanya ada dalam Alquran namun
dalam kitab Taurat telah diberlakukan syariatnya, Allah SWT berfirman:
‫ف َو ْاَّلُذُنَ ِب ْاَّلُذُ ِن‬ ِ ‫ف ِب ْاَّلَ ْن‬َ ‫س ِبالنا ْف ِس َو ْال َعيْنَ ِب ْال َعي ِْن َو ْاَّلَ ْن‬ َ ‫علَ ْي ِه ْم فِ ْي َها ٰٓ اَ ان النا ْف‬
َ ‫َو َكتَ ْبنَا‬
‫ارة ٌ لاهٗ َۗو َم ْن لا ْم يَحْ ُك ْم بِ َما ٰٓ اَ ْنزَ َل‬
َ ‫صداقَ بِ ٖه فَ ُه َو َكفا‬ َ َ‫اص فَ َم ْن ت‬ ٌۗ ‫ص‬ َ ِ‫ِن بِالس ۙ ِِن َو ْال ُج ُر ْو َح ق‬ ‫َوالس ا‬
ۤ ٰ
ّٰ ‫ّٰللاُ فَاُولىِٕكَ ُه ُم ال‬
َ‫ظ ِل ُم ْون‬ ّٰ
Artinya: “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At
Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung
dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun)
ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka
melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak
memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu
adalah orang-orang yang zalim.” (Q.S. al-Maidah: 45 dalam Al-Baghawy
1411 H., hlm. 63).
Sedangkan Alquran (2 : 178) memperkuat hukum pembunuhan yang
sudah berjalan dalam masyarakat Arab (Supena 2007, 149– 150). Menurut
Shihab tujuan qishash adalah menghapus kebiasaan orang jahiliah agar tidak
menuntut balas berlebihan jika keluarga mereka terbunuh (Shihab 2005,
hlm. 438). Sedangkan menurut Ibnu Abbas, qishash sudah ada pada bangsa
Bani Israil namun pada waktu itu belum ada diyat, lalu Allah menurunkan
Surat Al-Baqarah ayat 178, dengan turunnya ayat ini, diyat berfungsi
sebagai pengganti pemaafan (Al-Asqalany 1997, jilid 14, hlm. 189). Dalam
perjalanan sejarah, Islam tidak dipenuhi dengan hukuman qishash dan
rajam. Ini dibuktikan dengan berbagai sikap Rasulullah dalam merespon
kasus-kasus kriminalitas yang dilaporkan kepada Beliau sebagai pihak
eksekutif, Beliau cenderung menghindarkan dan meminimalisasi hukuman
dari masyarakat.
b) Dasar Hukum Qishash
‫اص فِى ْالقَتْ ٰل ۗى اَ ْل ُح ُّر ِب ْال ُح ِر َو ْال َع ْبدُ ِب ْال َع ْب ِد َو ْاَّلُ ْن ٰثى‬ ُ ‫ص‬ َ ‫علَ ْي ُك ُم ْال ِق‬ َ ِ‫ٰ ٰٓياَيُّ َها ا ال ِذيْنَ ٰا َمنُ ْوا ُكت‬
َ ‫ب‬
ٌ ‫ان ۗ ٰذلِكَ تَ ْخ ِفي‬
‫ْف‬ ٍ ‫س‬ َ ْ‫ف َواَدَ ۤا ٌء اِلَ ْي ِه ِباِح‬ ِ ‫ش ْي ٌء فَاتِبَاعٌ ۢ ِب ْال َم ْع ُر ْو‬
َ ‫ي لَهٗ ِم ْن اَ ِخ ْي ِه‬ ُ ‫ِب ْاَّلُ ْن ٰث ۗى فَ َم ْن‬
َ ‫ع ِف‬
‫عذَابٌ اَ ِل ْي ٌم‬َ ٗ‫ِم ْن اربِ ُك ْم َو َرحْ َمةٌ ۗفَ َم ِن ا ْعتَ ٰدى بَ ْعدَ ٰذلِكَ فَلَه‬
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash
berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang
merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka
barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah
(yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang
diberi maaf) membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang
baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu
dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka
baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. Al-Baqarah 178 dalam Al-Qurtuby
2006, hlm. 89)
7. Li’an
a) Sejarah Pensyariatan Li’an
Uwaimir al-Ajlani menuduh isterinya Khaulah binti Qais (sepupu
Uwaimir sendiri) berzina dengan Syarik bin Sahmaa. Dia berkata kepada
orang ramai, “Aku mengetahui sendiri Syarik bin Shahmaa pernah berada
di atas perut Khaulah. Oleh itu, lebih kurang 4 bulan aku tidak
menghamprinya (Khaulah).”
Apabila mendengar berita itu, Nabi memanggil Uwaimir. Baginda
berkata kepada Uwaimir, “Takutlah engkau kepada Allah tentang urusan
isterimu. Janganlah engkau menuduhnya berbuat jahat tanpa bukti”.
Uwaimir menjawab, “Wahai Rasulallah, aku bersumpah dengan nama
Allah melihat sendiri Syarik berada di atas perut Khaulah. Jadi sudah lebih
kurang 4 bulan aku tidak mendekatinya.”
Sesudah melihat ketegasan Uwaimir, Nabi memanggil pula Khaulah.
Baginda berkata kepada Khaulah, “Takutklah kamu kepada Allah. Jangan
beritahu aku selain apa yang kau lakukan.”
Khaulah menjawab, “Wahai Rasulallah, Uwaimir ini seorang lelaki
yang sangat cemburu. Suatu malam dia pulang bersama Syarik. Mereka
bercakap-cakap sehingga lewat malam lalu dia merasa cemburu kepada aku
tanpa berfikir panjang.”
Setelah mendegar keterangan Khaulah itu, Nabi bertanya lagi kepadaa
Uwaimir mengenai isterinya itu. Uwaimir tetap dengan pendiriannya dan
tidak mengakui kata-kata isterinya.
b) Dasar Hukum Li’an
ُ‫ش َهادَةُأَ َح ِد ِه ْمُأَ ْربَع‬
َ َ‫ُولَ ْمُيَكنُلَّه ْمُش َهدَاءُإِ َّلُأَنفسه ْمُف‬ َ ‫َوالَّ ِذينَ ُيَ ْرمونَ ُأَ ْز َوا َجه ْم‬
َّ ‫اَّللُُۙإِنَّهُلَ ِمنَ ُال‬
َُ‫صا ِدقِين‬ ِ َّ ‫ش َهادَاتٍُ ِب‬َ
َُ‫ُمنَ ُا ْلكَا ِذبِين‬
ِ َ‫علَ ْي ِهُإِنُكَان‬ ِ َّ َ‫سةُأَنَّ ُلَ ْعنَت‬
َ ُ‫َُّللا‬ ِ ‫َوا ْل َخ‬
َ ‫ام‬
Artinya: “Dan orang-orang yang menuduh istrinya (berzina), padahal
mereka tidak ada mempunyai saksi-saksi selain diri mereka sendiri, maka
persaksian orang itu ialah empat kali bersumpah dengan nama Allah,
sesungguhnya dia adalah termasuk orang- orang yang benar. Dan (sumpah)
yangkelima: bahwa la`nat Allah atasnya, jika dia termasuk orang-orang
yang berdusta.” (QS. An- Nur: 6-7).40
8. Qital (Perang)
a) Sejarah Pensyariatan Qital
Pada periode Mekkah perang dinilai dengan sebuah bentuk keburukan
dan langkah ceroboh sebagaimana yang digambarkan ayat-ayat makkiyyah.
Oleh karena itu, perang dilarang untuk dilakukan. Dalam melakukan
dakwah Islamiyah di Mekkah Nabi diperintahkan berjuang dengan bersabar
menahan caci makian orang-orang kafir Quraish. Begitu juga para
sahabatnya yang disiksa –dari kalangan budak- oleh tuannya seperti Bilāl
ibn Rabbah}, ‘Amr ibn Yasir dan lain sebagainya.41 Perintah jihad pada saat
itu berbentuk perintah menahan diri dan sabar menghadapi siksaan jasmani
dan rohani QS. Al Nahl (16): 110, al-Furqan (25): 52 dan al-‘Ankabut (29):
6.)
Menjalani jihad dengan penuh kesabaran dan memaafkan orang lain
tersebut secara nyata dilakukan Rasul ketika ia dilempari batu sampai
gusinya berdarah, tetapi Rasul justru mendoakan orang yang melempar itu
dengan do'a yang baik (positif).42
Jihad menyebabkan pertolongan Allah datang,43 yaitu anjuran hijrah ke
Madinah.44

40
Yayasan Penyelenggara Penterjemah al-Qur’an, al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta:Depag RI,
1989), hlm. 544.
41
Syed Mahmudunnasir, Islam: Konsep dan sejarahnya, terj. Adang Afandi (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya), h. 126
42
Ibid., 127
43
Sudah menjadi sunnatullah, pertolongan Allah pasti diberikan kepada orang-orang yang dilecehkan
dan ditindas sementara mereka tetap sabar Insya Allah mereka termasuk manusia yang al-s{ābirīn,
periksa QS. alQas}as} (28): 5
44
Muh}ammad ‘Aly al-S{abūny, Tafsīr A
dalam periode Madinah, jihad dalam bentuk perlawanan fisik (perang)
dicetuskan secara tegas. Dalam hal ini terdapat perbedaan pendapat tentang
at yang memerintahkan perang (perang Badar) pertama kali.
b) Dasar Hukum Qital
َ‫ّٰللاَ ََّل ي ُِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِديْن‬
ّٰ ‫ّٰللا الا ِذيْنَ يُقَاتِلُ ْونَ ُك ْم َو ََّل تَ ْعتَد ُْوا ۗ ا اِن‬ َ ‫َوقَاتِلُ ْوا فِ ْي‬
ِ ّٰ ‫سبِ ْي ِل‬
Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, tetapi
jangan melampaui batas. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.(Al Baqarah:190)
DAFTAR PUSTAKA

Haryanto, Sentot. 2007. Psikologi Shalat (Kajian Aspek-aspek Psikologi Ibadah Shalat oleh Isra‟
Mi‟raj Nabi Muhammad SAW. Yogyakarta

Syafrida dan Zein, Nurhayati. 2015. Fiqh Ibadah. Pekanbaru

An-Nawawi. Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdab Jilid 7

An-Nawawi. Al-Majmu’ Syarah Al-Muhadzdab Jilid 6

Al-Qurthubi, Al-Imam. Al-Jami’ li Ahkam Al quran Jilid 1

Qadir, Abdurrachman. 2001. Zakat (Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial). Jakarta: PT. Raja
Grafindo Persada

Departemen Agama RI, Mushaf Al-Quran Terjemah

Muttafaq ‘alaih, Jabir bin Abdullah, Sublus Salam Juz III

Gedung Pusat Pengembangan Islam, Buku Pintar BMT

Purwaatmaja, Karnaen. 1997. Apakah Bunga sama dengan Riba?. Jakarta:LPPBS

Hasbi, Tengku Muhammad. 2010. Fiqh Mawaris. Semarang: Pustaka Rizki Putra

Latifah, Anif. 2013. Telaah Keabsahan Hadis Perbuatan Halal yang Dibenci Talak

Sodiqin, Ali. 2014. Reformasi al-Quran dalam Hukum Perceraian al Mazhabi Vol 2

Al-Maghribiy, Husain Muhammad. 2005. Al-Badru al-Tamam Juz IV

Dzajuli, H. A. 2000. Fikih Jinayah. Jakarta:Raja Grafindo Persada

Sulaiman, Abi Dawud. Sunan Abi Dawud. Riyadh: Maktabah al-Ma’arif

Mahmudunnasir, Syed. Islam:Konsep dan sejarahnya. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Anda mungkin juga menyukai