Anda di halaman 1dari 16

AYAT DAN HADITS TENTANG AKAD

Makalah Dibuat Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ayat dan Hadits Ekonomi

Dosen Pengampu: Dr. Itang, M.Ag

Disusun Oleh:

Ratu Eprilla Maharani (221410129)

Aufilana Rohmatika (221410130)

Arini Jannati (221410131)

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN MAULANA
HASANUDDIN
BANTEN
2023 M/ 1445 H
KATA PENGANTAR
Puji syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT. Atas limpahan berkah, rahmat,
karunia, dan ridha-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Ayat dan Hadits tentang Akad” dengan tepat waktu. Tak lupa shalawat
serta salam kami haturkan pada junjungan Nabi Muhammad SAW. Risalah
beliaulah yang bermanfaat untuk semua umat sebagai petunjuk menjalani
kehidupan.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ayat dan Hadits
Ekonomi. Selain itu, makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca dan juga penulis.

Kami menyadari dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan


dan masih jauh dari kesempurnaan. Maka dari itu kami sangat mengharapkan
masukan dan saran dari semua pihak yang sifatnya membangun. Semoga Allah
SWT meridhai usaha dan niat baik kita bersama dalam upaya mewujudkan
mahasiswa yang cerdas dan beriman, Aamiin.

Serang, 29 Oktober 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan ......................................................................................................... 2
BAB II .................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN .................................................................................................... 3
A. Pengertian Akad ......................................................................................... 3
B. Rukun dan Syarat Akad ............................................................................ 5
C. Tujuan Akad ............................................................................................... 7
D. Macam-Macam Akad................................................................................. 8
E. Ayat dan Hadits Tentang Akad ................................................................. 9
BAB III ................................................................................................................. 12
PENUTUP ............................................................................................................ 12
A. Kesimpulan ............................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Islam adalah agama yang Rahmatan lil ‘alamin , yang mempunyai konsep dasar
meliputi tiga aspek yakni aqidah, syariah dan akhlak yang mengatur kehidupan
manusia secara komprehensif dan universal. Adapun hukum Islam adalah sistem
hukum yang bersumber dari ajaran agama Islam yaitu Al –Qur’an dan Hadits.
Dikatakan bahwa sifat hukum Islam tidak dapat dilepaskan dengan agama Islam,
oleh karenanya dalam mengkaji hukum Islam tidak dapat melepaskan dari
pengkajian agama Islam dan pemahaman tentang agama Islam.
Sebagai makhluk, keberadaan manusia di bumi merupakan suatu kontrak (akad)
kehidupan, sehingga manusia diberi hak mengelola seluruh potensi ciptaan Tuhan
untuk kemaslahatan manusia dan kemanusiaan. Penghambaan adalah adalah akad
(kontrak) tentang mekanisme hubungan vertikal manusia dengan Tuhan di samping
hubungan horizontal dengan sesama ciptaan Tuhan. Sedangkan kekhalifahan
adalah akad (kontrak) tentang pendelegasian kewenangan Tuhan kepada manusia
untuk bertindak atas nama pemegang otoritas pemeliharaan dan pemanfataan
seluruh ciptaan Tuhan dalam kerangka pengabdian kepada Tuhan pula.
Akad memiliki arti penting bagi manusia dalam kehidupannya sebagai anggota
masyarakat. Karena akad merupakan dasar dalam berbagai aktivitas manusia.
Melalui akad pernikahan seorang laki-laki disatukan dengan seorang perempuan
dalam suatu kehidupan bersama sebagai suami istri. Lebih luas lagi, semua relasi
manusia baik antar individu maupun kelompok tidak terlepas dari akad untuk
memfasilitasi setiap aktivitasnya.
Tidak seorang pun manusia dapat mewujudkan kemaslahatan dalam hidupnya
tanpa bantuan pihak lain, dan keterlibatan orang lain, baik secara individu maupun
kelompok. Dengan demikian, akad merupakan sarana sosial dalam pembentukan
dan perubahan peradaban secara makro dalam tata kehidupan umat manusia.

1
2

Dalam konsep ekonomi, manusia hidup dalam suatu kelompok masyarakat yang
secara keseluruhan membentuk sistem. Secara sederhana sistem dapat diartikan
sebagai interaksi, kaitan dari unsur-unsur yang lebih kecil membentuk satu satuan
yang lebih besar dan bersifat kompleks. Karena itu sistem ekonomi merupakan
interaksi dari unit-unit paling kecil (para konsumen dan produsen) ke dalam unit
ekonomi yang lebih besar pada suatu wilayah tertentu. Kekuatan pola interaksi dari
unit-unit ekonomi sangat ditentukan oleh akad yang menyertainya.

B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian dari Akad?


2. Apa Saja Rukun dan Syarat Akad?
3. Apa Tujuan dari Akad?
4. Apa Saja Macam-Macam Akad?
5. Bagaimana Ayat dan Hadist Tentang Akad?

C. Tujuan

1. Untuk Mengetahui Pengertian Akad


2. Untuk Mengetahui Rukun dan Syarat Akad
3. Untuk Mengetahui Tujuan dari Akad
4. Untuk Mengetahui Macam-Macam Akad
5. Untuk Mengetahui Ayat dan Hadist Tentang Akad
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Akad

Kata akad berasal dari bahasa arab ‫ عقذا‬- ‫ عقذ‬yang berarti membangun,
mendirikan, memegang, perjanjian, percampuran, menyatukan. Bisa juga berarti
kontrak (perjanjian yang tercatat). Sedangkan menurut al- Sayyid Sabiq akad berarti
ikatan atau kesepakatan. Secara etimologi, akad adalah ikatan antara dua perkara
baik ikatan secara nyata maupun secara maknawi, dari satu segi maupun dua segi.
Secara terminologi, akad adalah perikatan ijab dan qabul yang dibenarkan syara’
yang menetapkan keridhoan kedua belah pihak. Ulama fiqih membagi akad dilihat
dari dua segi, yaitu secara umum dan secara khusus1.

Akad secara umum adalah segala sesuatu yang dikerjakan oleh seseorang
berdasarkan keinginannya sendiri seperti wakaf, talak, pembebasan, atau ssuatu
yang pembentukannnya membutuhkan keinginan dua orang, seperti jual beli,
perwakilan dan gadai.pengertian akad secara umum di atas adalah sama dengan
pengertian akad dari segi bahasa menurut pendapat ulama syafi’iyyah, malikiyyah
dan hambaliyah.

Pengertian akad secara khusus adalah pengaitan ucapan salah seorang yang
berakad dengan yang lainnya secara syara’ pada segi yang tampak dan berdampak
pada objeknya2. Pengertian akad secara khusus lainnya adalah perikatan yang
ditetapkan dengan ijab qabul berdasarkan ketentuan syara’ yang berdampak pada
objeknya.

Hal yang terpenting bagi terjadinya akad adalah ijab dan qabul, ijab qabul
adalah suatu perbuatan atau pernyataan untuk menunjukan suatu keridhaan dan
berakad di antara dua orang atau lebih, seingga terhindar atau keluar dari suatu

1
Muhammad Harfin Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam,” Jurnal Ekonomi
Syariah viii (2017): 77–115.
2
Ma’rifah Yuliani, “Interpretasi Hadis Nabi Larangan Dua Akad Dalam Satu Transaksi,” Jurnal Ilmu
Syariah dan Hukum 5, no. 2 (2020): 106–125.

3
4

ikatan yang tidak berdasarkan syara’. Oleh karena itu, dalam Islam tidak semua
kesepakatan atau perjanjian dapat dikategorikan sebagai akad, terutama
kesepakatan yang tidak didasarkan pada keridhaan dan syari’at Islam.

Berdasarkan definisi tersebut, dapat dipahami bahwa akad adalah suatu


perbuatan yang sengaja dibuat oleh dua pihak atau lebih berdasarkan keridhaan
masing-masing pihak yang melakukan akad dan memiliki akibat hukum baru bagi
mereka yang berakad.

Dengan demikian, persoalan akad adalah persoalan antar para pihak yang
sedang menjalin ikatan. Untuk itu yang perlu diperhatikan dalam menjalankan akad
adalah terpenuhinya hak dan kewajiban masing-masing pihak tanpa ada pihak yang
terlanggar hak nya3. Oleh karena itu, maka penting untuk membuat batasan-batasan
yang menjamin tidak terjadinya pelanggaran hak antar pihak yang sedang
melaksanakan akad tersebut.

Selanjutnya dalam konteks mu’amalah (transaksi bisnis)istilah yang paling


umum digunakan adalah istilah al-‘aqdu. Karena dalam menjalankan sebuah
transaksi harus terjadi perikatan yang timbul dari kesepakatan dalam sebuah
perjanjian yang dibuat oleh para pihak yang bersangkutan. Menurut Abdoerrauf,
perikatan (al- ‘aqdu) terjadi melalui tiga tahap,yaitu4:

1. Al-‘ahdu (perjanjian), yaitu pernyataan dari seseorang untuk melakukan atau


tidak melakukan sesuatu dan tidak ada sangkut pautnya dengan kemauan
orang lain. Janji ini mengikat orang yang menyatakannya untuk
melaksanakan janjinya tersebut.
2. Persetujuan, yaitu pernyataan setuju dari pihak kedua untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu sebagai reaksi terhadap janji yag
dinyatakan oleh pihak pertama. Persetujuan tersebut harus sesuai dengan
janji pihak pertama.

3
Septarina Budiwati, “Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah,” Jurisprudence 7, no. 2
(2017): 152–159.
4
Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam.”
5

3. Apabila dua janji tersebut dilaksanakan oleh para pihak, maka terjadilah al-
‘aqdu. Maka yang mengikat masing-masing pihak sesudah pelaksanaan
perjanjian itu bukan lagi al-‘ahdu melainkan al- ‘aqdu.

Berdasarkan rumusan ini, dapat diilustrasikan dengan contoh berikut ini.


Ahmad menyatakan janji bahwa ia akan menjual sebuah rumah, kemudian Mahmud
menyatakan janji bahwa ia akan membeli sebuah rumah, maka dalam hal ini mereka
berdua berada pada tahap al-‘ahdu. Apabila mereka telah bersepakat mengenai
harga rumah tersebut, maka terjadilah persetujuan5. Kemudian Mahmud
memberikan uang muka sebagai tanda jadi untuk membeli rumah Ahmad, maka
terjadi perikatan (al-‘aqdu) di antara keduanya.

B. Rukun dan Syarat Akad

Rukun Akad
Rukun adalah sesuatu yang wajib ada dalam suatu transaksi. Rukun
merupakan faktor esensial yang membentuk suatu perbuatan hukum, dan
ketiadaan rukun membatalkan perbuatan hukum dan menjadikan tidak adanya
akad. Sedangkan syarat adalah sesuatu yang keberadaannya untuk melengkapi
rukun. Contohnya, pelaku transaksi harus orang yang pinter hukum (mukalaf).
Menurut Mazhab Hanafi, jika rukun sudah terpenuhi, tetapi syarat tidak
terpenuhi, maka rukun menjadi tidak lengkap sehingga transaksi tersebut
menjadi fasid (rusak)6.
Jumhur ulama berpendapat bahwa rukun akad terdiri dari:
1. Al-‘Aqidain (pihak-pihak yang berakad)
Al-‘Aqidain adalah para pihak yang melakukan transaksi,
misalnya dalam hal jual beli mereka adalah penjual dan pembeli.
Terkait dengan ini, Ulama fiqh memberikan syarat atau kriteria
yang harus dipenuhi oleh pihak-pihak yang berakad, yakni ia harus
memiliki ahliyah dan wilayah.

5
Abdul Rachman et al., “Dasar Hukum Kontrak ( Akad ) Dan Implementasinya Pada Perbankan
Syariah Di Indonesia,” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 8, no. 01 (2022): 47–58.
6
Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam.”
6

Ahliyah memiliki pengertian bahwa keduanya memiliki


kecakapan dan kepatutan untuk melakukan transaksi, seperti baligh
dan berkala. Dalam hal ini ahliyah (kecakapan) dibedakan menjadi
kecakapan menerima hukum yang disebut dengan ahliyah al-wujub
yang bersifat pasif, dan kecakapan untuk bertindak hukum yang
disebut dengan ahliyah al-ada’ yang bersifat aktif.
Adapun pengertian ahliyah al-wujub (kecakapan untuk
memiliki hak dan memikul kewajiban) adalah kecakapan seseorang
untuk mempunyai sejumlah hak kebendaan, seperti hak waris, hak
atas ganti rugi atas sejumlah kerusakan harta miliknya.
Sedangkan ahliyah al-ada` (kecakapan bertindak hukum)
adalah kecakapan seseorang untuk melakukan tasharruf (tindakan
hukum) dan dikenai pertanggungjawaban atas kewajiban yang
muncul dari tindakan tersebut, yang berupa hak Allah maupun hak
manusia7. Artinya, kecakapan ini adalah kemampuan seseorang
untuk melahirkan akibat hukum melalui pernyataan kehendaknya
dan bertanggung jawab atas perbuatannya.
2. Ma’qud ‘Alaih (objek akad)
Al-Ma’qud ‘Alaih adalah obyek akad dimana transaksi
dilakukan diatasnya, sehingga akan terdapat implikasi hukum
tertentu. Obyek akad ini bisa berupa aset-aset finansial (sesuatu
yang berrnilai ekonomis) atau aset non finansial, seperti wanita
dalam akad pernikahan, ataupun bisa berupa manfaat seperti halnya
dalam akad sewa-menyewa, jual beli, dan lain-lain8.
3. Sighat al-‘Aqd (pernyataan untuk mengikatkan diri)
Sighat al-‘Aqd merupakan ungkapan yang menunjukkan
kerelaan atau kesepakatan antar dua pihak yang melakukan akad
atau kontrak. Dalam hal ini, adanya kesesuain ijab dan kabul
(munculnya kesepakatan) dan dilakukan dalam satu majelis akad.

7
Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam.”
8
Yuliani, “Interpretasi Hadis Nabi Larangan Dua Akad Dalam Satu Transaksi.”
7

Satu majelis di sini diartikan sebagai suatu kondisi yang


memungkinkan kedua pihak untuk membuat kesepakatan, atau
pertemuan pembicaraan dalam satu objek transaksi. Dalam hal ini
disyaratkan adanya kesepakatan antara kedua pihak, tidak
menunjukkan adanya penolakan atau pembatalan dari keduanya.

Syarat Akad

Dalam membuat perjanjian/akad atau kontrak syariah, maka ada beberapa


syarat yang harus diperhatikan oleh para pihak agar akad tersebut sah dan tidak
batal demi hukum, di antaranya adalah sebagai berikut9:

1. Adanya Ijab dan Qabul. Dalam hukum Islam, Ijab disebut juga offer. Suatu
kontrak hanya terjadi apabila offer yang diajukan oleh satu pihak disambut
atau disetujui oleh pihak yang lain yang disebut Qabul atau Acceptance
(penerimaan) terhadap offer tersebut. Menurut common law, suatu kontrak
terjadi apabila didahului dengan adanya offer (penawaran) yang diajukan
oleh salah satu pihak yang menginginkan mengadakan perjanjian dengan
pihak yang lain.
2. Kehalalan Isi Akad/Perjanjian/Kontrak. Dalam kontrak pada perjanjian
akad, tidak boleh mengandung hal-hal yang dilarang oleh Islam.
3. Kesesuaian akad/perjanjian atau kontrak dengan Prinsip Syariah

C. Tujuan Akad

Tujuan akad merupakan pilar terbangunnya sebuah akad, sehingga dengan


adanya akad yang dilakukan tujuan tersebut tercapai. Oleh karena itu, tujuan
merupakan hal yang penting karena ini akan berpengaruh terhadap implikasi
tertentu10. Tujuan akad memiliki implikasi yang berbeda sesuai dengan substansi
akadnya. Misal, untuk akad jual beli, tujuan akadnya adalah pindahnya kepemilikan
barang kepada pembeli dengan adanya penyerahan harga jual. Dalam akad ijarah

9
Budiwati, “Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah.”
10
Urbanus Uma Leu, “Akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah” X (2014): 48–66.
8

(sewa menyewa), tujuannya adalah pemindahan kepemilikan nilai manfaat barang


dengan adanya upah sewa11.

D. Macam-Macam Akad

Dalam hal pembagian akad ini, ada beberapa macam akad yang didasarkan atas
sudut pandang masing-masing, yaitu12:

1. Berdasarkan ketentuan syara’


a. Akad sahih yaitu akad yang memenuhi unsur dan syarat yang telah
ditetapkan oleh syara’. Akad yang memenuhi rukun dan syarat
sebagaimana telah disebutkan di atas, maka akad tersebut masuk dalam
kategori akad sahih.
b. Akad ghairu sahih yaitu akad yang tidak memenuhi unsur dan syaratnya.
Dengan demikian, akad semacam ini tidak berdampak hukum atau tidak
sah. Dalam hal ini ulama hanafiyah membedakan antara akad fasid dan
akad batal, dimana ulama jumhur tidak membedakannya13. Akad batal
adalah akad yang tidak memenuhi rukun, seperti tidak ada barang yang
diakadkan, akad yang dilakukan oleh orang gila dan lain-lain. Sedangkan
akad fasid adalah akad yang memenuhi syarat dan rukun, tetapi dilarang
oleh syara’, seperti menjual narkoba, miras dan lain lain.
2. Berdasarkan penamaannya, dibagi menjadi:
a. Akad yang sudah diberi nama oleh syara’, seperti jual-beli, hibah,
gadai, dam lain-lain.
b. Akad yang belum dinamai oleh syara’, tetapi disesuaikan dengan
perkembangan zaman.
3. Berdasarkan zatnya, dibagi menjadi:
a. Benda yang berwujud (al-ain), yaitu benda yang dapat dipegang.

11
Leu, “Akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah.”
12
Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam.”
13
Abdul Muiz Nuroni, “Akad Dan Kedudukannya Dalam Al-Quran Dan Hadits,” 2019 (n.d.).
9

b. Benda tidak berwujud (ghair al-ain), yaitu benda yang tidak dapat
kita rasa dengan indra kita, namun manfaatnya dapat kita rasakan,
seperti informasi, lisensi, dan lain sebagainya.

E. Ayat dan Hadits Tentang Akad

Ayat Tentang Akad

1. Surat Al-Maidah Ayat 1

َ ‫َياأ َ ُّي َها الَّ ِذينَ آ َمنُوا أ َ ْوفُوا ِبا ْلعُقُو ِۚ ِد أ ُ ِحلَّتْ لَكُم َب ِهي َمةُ ْاْل َ ْن َع ِام ِإ ََّّل َما يُتْلَ ٰى‬
‫علَ ْي ُك ْم‬
َّ َّ‫ص ْي ِد َوأَنت ُ ْم ُح ُر ٌۗم ِإن‬
‫َّللاَ يَحْ ُك ُم َما يُ ِري ُد‬ َّ ‫غ ْي َر ُم ِح ِلي ال‬ َ

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu.


Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
kepadamu. (Yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan hukum-
hukum menurut yang dikehendaki-Nya.” (QS. Al-Maidah 5:1)14

2. Q.S. Al-Imran Ayat 76

َ‫ب ا ْل ُمت َّ ِق ْين‬ ‫َب ٰل َم ْن ا َ ْو ٰفى ِب َع ْه ِد ٖہ َوات َّ ٰقىى فَ ِا نَّ ه‬


ُّ ‫َّللاَ يُ ِح‬
Artinya: “Barang siapa yang menepati janji dan bertaqwa, maka
sesungguhnya Allah menyukai orang orang yang bertaqwa”. (Q.S. Ali
Imran: 76)15

3. Q.S. An-Nisa Ayat 29

ِ َ‫ٰيااَيُّ َها الَذِينَ ٰا َمنُوا َّل تَأ ُكلُ اوا اَم َوالَكُم بَينَكُم ِبالب‬
َ ‫اط ِل ا َ اِّل اَن تَكُونَ تِ َج‬
‫ارة عَن‬
‫ّللاَ كَانَ ِبكُم َر ِحيما‬ َ ُ‫ت َ َراض ِمنكُم َو َّل تَقتُلُ اوا اَنف‬
ٰ َ‫سكُم اِن‬

14
Departemen Agama RI, Al-Qur’an, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan
Penyelenggara Penerjemahan/Penafsiran Al-Qur’an), 1999.
15
RI, Al-Qur’an, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemahan/Penafsiran Al-Qur’an).
10

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu jangan saling


memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil (tidak benar), kecuali
dalam perdagangan yang berlaku atas dasar suka sama suka diantara kamu.
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sungguh Allah Maha penyayang
kepadamu”. (Q.S. Al-Nisa [4]: 29)

Hadist Tentang Akad

Adapun landasan akad dari hadits Nabi Muhammad saw adalah16:

َ ‫ع ْن‬
‫ع ْب هد َّ ه‬
‫ّللا ب هْن‬ َ ،‫ أ َ ْخ َب َرنَا َما هل ٌك‬:‫ف‬
َ ،‫ع ْن نَا هف ٍع‬ َ ‫َحدَّثَنَا‬
‫عبْد َّ ه‬
َ ‫ّللا بْن يوس‬
‫ع َم َر‬

‫علَى‬ ‫اح ٍد هم ْنه َما هب ْال هخيَ ه‬


َ ‫ار‬ ‫ ْالمتَبَا هي َع ه‬:‫أن رسول للا ﷺ قَا َل‬
‫ان كل َو ه‬
‫إال بيع الخيار‬، ‫احبه هه َما لَ ْم يَتَفَ َّرقَا‬
‫ص ه‬َ
Artinya: Hadist dari Abdullah bin Yusuf, beliau mendapatkan hadist dari Malik
dan beliau mendapatkan Hadist dari Nafi’ dari Abdullah bin Umar
Rodliyallohu ‘anhuma. Sesungguhnya Rosulalloh Sholallohu ‘alaihi wasallam
bersabda : “Dua orang yang jual beli, masing-masing dari keduanya boleh
melakukan khiyar atas lainnya selama keduanya belum berpisah kecuali jual
beli khiyar.” (HR. Bukhari dan Muslim).17

Sedangkan dasar akad dalam kaidah fiqh, yaitu:

‫الا صل في العقد رضى املتعاقدين ونتيجته ماإلتزماه بالتعاقد‬


Artinya: “Hukum asal dalam transaksi adalah keridhaan kedua belah pihak
yang berakad, hasilnya adalah berlaku sahnya yang diakadkan”.

16
Nuroni, “Akad Dan Kedudukannya Dalam Al-Quran Dan Hadits.”
17
RI, Al-Qur’an, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemahan/Penafsiran Al-Qur’an).
11

Maksud dari kaidah ini adalah bahwa prinsip utama dalam dalam transaksi
ekonomi adalah kerelaan atau keridhaan kedua belah pihak yang berakad. Oleh
karena itu, transaksi dikatakan sah apabila didasarkan kepada keridlaan kedua
belah pihak yang melakukan transaksi18.

Hadits Bukhari dalam Kitab Fiqih Sunah Sayyid Sabiq

: ‫ع َم اَنَّهُ ُم ْس ِل ٌم‬ َ ّ‫صل‬


َ َ‫ى َو ز‬ َ ‫ام َو‬
َ ‫ص‬ ٌ ‫ث َ ََل‬
َ ‫ َو ا ِْن‬،‫ث َم ْن ُك َّن فِ ِي ِه فَ ُه َو ُمنَافِ ٌق‬
َ َ‫عدَ ا َ ْخل‬
َ‫ف َواِذَاتُا ِْٔمنَ خَان‬ َ ‫ َو اِذَا َو‬، ‫ب‬
َ َ‫َّث َكذ‬
َ ‫َم ْن اِذَا َحد‬
“Ada tiga yang apabila salah satunya ada pada diri seseorang, dia munafik,
sekalipun ia puasa dan shalat dan mengaku muslim; apabila berkata ia dusta,
jika berjanji ia ingkar dan apabila diberikan amanat ia khianat”.19

18
Zuhdi, “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi Islam.”
19
RI, Al-Qur’an, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta: Yayasan Penyelenggara
Penerjemahan/Penafsiran Al-Qur’an).
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan

Akad adalah perikatan yang ditetapkan dengan ijab dan qabul berdasarkan
ketentuan syara’ yang berdampak pada objeknya. Semua perikatan (transaksi) yang
dilakukan oleh para pihak, dua pihak atau lebih tidak boleh menyimpang dan
sejalan dengan kehendak syari’at, tidak boleh ada kesepakatan untuk menipu orang
lain, tidak boleh bertransaksi yang mengandung unsur maghrib (maisir, gharar,
riba,bathil) serta tidak boleh bertransaksi dengan barang atau harta yang
diharamkan (maal ghairu mutaqawwim). Dengan demikian, untuk menciptakan
sebuah kesepakatan sebagai ketentuan yang wajib dipatuhi, maka dibutuhkan
adanya suatu perjanjian atau kontrak yang dalam hukum Islam disebut sebagai
akad.

12
13

DAFTAR PUSTAKA

Budiwati, Septarina. “Akad Sebagai Bingkai Transaksi Bisnis Syariah.”


Jurisprudence 7, no. 2 (2017): 152–159.
Leu, Urbanus Uma. “Akad Dalam Transaksi Ekonomi Syariah” X (2014): 48–66.
Nuroni, Abdul Muiz. “Akad Dan Kedudukannya Dalam Al-Quran Dan Hadits.”
2019 (n.d.).
Rachman, Abdul, Atiqi Chollisni, Dewi Reni, and Aisyah Defy R Simatupang.
“Dasar Hukum Kontrak ( Akad ) Dan Implementasinya Pada Perbankan
Syariah Di Indonesia.” Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam 8, no. 01 (2022): 47–58.
RI, Departemen Agama. Al-Qur’an, Al-Qur’an Dan Terjemahannya (Jakarta:
Yayasan Penyelenggara Penerjemahan/Penafsiran Al-Qur’an), 1999.
Yuliani, Ma’rifah. “Interpretasi Hadis Nabi Larangan Dua Akad Dalam Satu
Transaksi.” Jurnal Ilmu Syariah dan Hukum 5, no. 2 (2020): 106–125.
Zuhdi, Muhammad Harfin. “Prinsip-Prinsip Akad Dalam Transaksi Ekonomi
Islam.” Jurnal Ekonomi Syariah viii (2017): 77–115.

Anda mungkin juga menyukai