Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

HUKUM PERIKATAN
Diampu Oleh Dr. La Ode Faiki, S.Pd., M.H

Oleh :

INDRY MELIANI PUTRI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM


IBNU SINA BATAM
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH
KOTA BATAM
2023
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................... II
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ..................................................................................................................... 1
BAB II PERMASALAHAN ........................................................................................................... 2
B. Rumusan Masalah ................................................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................................................. 2
BAB III ........................................................................................................................................... 3
PEMBAHASAN ............................................................................................................................. 3
A. Konsep Dasar Perikatan ....................................................................................................... 3
B. Subjek dan Objek Perikatan ................................................................................................. 7
C. Syarat Sahnya Perjanjian ..................................................................................................... 9
D. Asas-Asas Perjanjian ......................................................................................................... 10
E. Jenis-Jenis Perjanjian ......................................................................................................... 12
F. Resiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa .................................................................... 15
G. Terhapusnya Perikatan ....................................................................................................... 19
BAB IV ......................................................................................................................................... 21
PENUTUP..................................................................................................................................... 21
A. KESIMPULAN .................................................................................................................. 21
B. SARAN .............................................................................................................................. 21
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 23

I
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Hukum Perikatan.”
Penulisan makalah ini dimaksudkan untuk memnuhi ujian tengah semester lima dari mata
kuliah Hukum Perikatan. Adapun isi dari makalah ini yaitu kami akan membahas tentang
konsep perikatan dan hal-hal yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau
terhapusnya suatu perikatan.
Penulis berterima kasih kepada Bp. Dr. La Ode Faiki, S.Pd., M.H. selaku dosen mata
kuliah Hukum Perikatan yang telah memberikan bimbingan kepada Saya, dan kepada semua
pihak yang telah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini belum sempurna. Hal ini disebabkan karena keterbatasan
kemampuan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang positif dan
membangun dari semua pihak agar makalah ini menjadi lebih baik dan bermanfaat

Batam 26- Oktober-2023

Penyusun

II
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka
disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang,
sewa menyewa, pinjam meminjam, hal tersebut termasuk suatu perikatan. Perikatan
di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata (BW). Dalam hukum perdata,
banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah perikatan. Perikatan merupakan
salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat
hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang
menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang


bersumber dari perjanjian, perjanjian apapun atau bagaimanapun baik itu yang
diatur dalam undang-undang ataupun tidak, inilah yang disebut kebebasan
berkontrak. Suatu persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tegas
ditentukan didalamnya melainkan juga segala sesuatu yang menurut sifatnya
persetujuan dituntut berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-
syarat yang diperjanjikan menurut kebiasaan, harus dianggap telah termasuk dalam
suatu persetujuan, walaupun tidak dengan tegas diatur didalamnya.

Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang konsep perikatan dan hal-hal
yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau terhapusnya suatu
perikatan.

1
BAB II
PERMASALAHAN

B. Rumusan Masalah

1. Apa definisi dari perikatan dan perjanjian ?

2. Apa saja subjek dan objek dalam perikatan ?

3. Apa saja syarat sahnya suatu perjanjian itu ?

4. Apa saja asas dalam suatu perjanjian itu ?

5. Apa saja jenis-jenis perjanjian itu ?

6. Apa definisi dari resiko, wanprestasi dan keadaan memaksa ?

7. Bagaimana suatu perikatan itu berakhir ?

C. Tujuan

1. Untuk memahami definisi dari perikatan dan perjanjian.

2. Untuk mengetahui Apa saja subjek dan objek dalam perikatan.

3. Untuk mengetahui Apa saja syarat sahnya suatu perjanjian.

4. Untuk memahami Apa saja asas dalam suatu perjanjian.

5. Untuk mengetahui Apa saja jenis-jenis perjanjian itu.

6. Untuk mengetahui Apa definisi dari resiko, wanprestasi dan keadaan

memaksa.

7. Untuk memenuhi ujian tengah semester 5 dari mata kuliah hukum

Perikatan.

2
BAB III
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Perikatan

1. Istilah Perikatan dan definisi Perikatan

Istilah Perikatan berasal dari bahasa belanda demikian dalam


kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk
menterjemahkan Verbintenis. Subekti dan Tjiptosudibjo, menggunakan
istilah perikatan untuk Namun verbintenis Overeenkomst. Dengan
demikian, verbentesis dan persetujuan untuk ini dikenal memiliki tiga
istilah di Indonesia yaitu :
a. Perikatan.

b. Perutangan dan

c. Perjanjian.

Sedangkan untuk overeenkomst dipakai untuk dua istilah yaitu


perjanjian dan persetujuan. Jadi jika berhadapan dengan istilah
verbintenis overeenkomst, haruslah berusaha menjawab pengertian
apakah yang tersimpul dalam istilah tersebut. Secara terminologi, dari
kata kerja dan verbintenis berasal yang artinya mengikat. Dengan
demikian verbinden verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau
hubungan.
Hukum Perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun
demikian dalam bab III KUH Perdata tersebut tidak ada satu pasal pun
yang merumuskan makna tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan
“perikatan” dalam Buku III KUH Perdata mempunyai arti yang lebih luas
dari "perjanjian", sebab dalam Buku III itu, diatur juga perihal hubungan
hukum yang Sama sekali tidak bersumber pada suatu persetutujuan atau
perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang
timbul dari pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan

3
persetujuan (zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III
ditujukan pada perikatan yang timbul dari persetujuan atau perjanjian.
Dalam Ilmu Pengetahuan Hukum Perdata perikatan diartikan sebagai
hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang
terletak di dalam lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu
berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Subekti dalam bukunya Pokok Pokok Hukum Perdata berpendapat,
bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari
pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perikatan
sendiri merupakan suatu pengertian yang abstrak.1
Hukum Islam merniliki istilah sendiri tentang perikatan, yaitu
'aqdun atau akad. Adapun akad sendiri mempunyai beberapa pengertian.
Menurut pendapat para ulama ahli Fiqh, bahwa akad adalah sesuatu yang
dengannya akan sempurna perpaduan antara dua macam kehendak, baik
dengan kata atau yang lain, dan kemudian karenanya timbul
ketentuan/kepastian pada dua sisinya. Perkataan aqdu mengacu pada
terjadinya dua perjanjian atau lebih, yaitu apabila seorang mengadakan
janji , kemudian ada orang lain yang menyetujui janji tersebut, serta
menyatakan suatu janji yang berhubungan dengan janji yang pertama,
sehingga terjadilah perikatan dua buah janji dari orang yang mempunyai
hubungan antara yang satu dan yang lain, yang kemudian disebut
perikatan ( ‘aqd).2
Unsur-unsur yang tercantum dalam hukum perikatan meliputi hal-
hal sebagai berikut:3
a. Adanya kaidah hukum. Kaidah hukum dalam perikatan dapat
dibedakan menjadi dua macam yaitu tertulis dan tertulis. Kaidah
hukum perikatan tertulis adalah kaidah hukum yang terdapat di

1
Subekti, Pokok-Pokok Hukum Perdata, (Jakarta: Intermassa, 2002), Hal : 122
2
Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), Hal
: 19.
3
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), (Jakarta: Sinar Grafika, 2005), Hal : 151-152

4
dalam peraturan perundang-undangan, traktat, dan yurisprudensi.
Kaidah hukum perikatan tidak tertulis adalah kaidah hukum
perikatan yang timbul, tumbuh, dan hidup dalam praktek kehidupan
masyarakat (kebiasaan).
b. Adanya subjek hukum. Pada dasarnya subjek hukum dapat dibagi
menjadi dua macam yaitu, manusia dan badan hukum. Subjek
hukum dalam hukumperikatan terdiri dari kreditor dan debitor.
Kreditor adalah orang atau badan hukum yang berhak atas prestasi,
sedangkan debitor adalah orang atau badan hukum yang
berkewajiban untuk memenuhi prestasi.
c. Adanya prestasi. Prestasi adalah apa yang menjadi hak kreditor dan
kewajiban debitor.
d. Dalam bidang kekayaan. Harta kekayaan adalah menyangkut hak
dan kewajiban yang mempunyai nilai uang.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri
atas 18 bab dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864
dan masing masing bab dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur
dalam Buku III KUH Perdata, meliputi hal-hal berikut ini:
a. Perikatan pada umumnya (pasal 1233-1312 KUH Perdara). Hal
yang diatur dialamnya meliputi sumber perikatan, prestasi,
penggantian biaya rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu
perikatan dan jenis-jenis perikatan.
b. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313-1351 KUH
Perdata). Hal yang diatur di dalamnya adalah ketentuaan umum,
syarat sahnya perjanjian, akibat perjanjian, dan penafsiran
perjanjian.
c. Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH Perdata).
d. Hapusnya perikatan (pasal 1381-1456 KUH Perdata).
e. Jual beli (pasal 1457-1540 KUH Perdata). Meliputi ketentuan
umum, kewajiban penjual, kewajiban pembeli, hak membeli
kembali, jual beli piutang, dan lain-lain.

5
f. Tukar menukar (pasal 1541-1546 KUH Perdata).
g. Sewa menyewa (pasal 1548-1600 KUH Perdata).
h. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601-1617 KUH
Perdata).
i. Persekutuan (pasal 1618-1652 KUH Perdata).
j. Perkumpulan (pasal 1653-1665 KUH Perdata).
k. Hibah (pasal 1666-1693 KUH Perdata).
l. Penitipan barang (pasal 1694-1739 KUH Perdata).
m. Pinjam pakai (pasal 1740-1753 KUH Perdata).
n. Pinjam-meminjam (pasal 1754-1769 KUH Perdata).
o. Bunga tetap atau bunga abadi (pasal 1770-1773 KUH Perdata).
p. Perjanjian untung-untungan (1774-1791 KUH Perdata).
q. Pemberian kuasa (pasal 1792-1819 KUH Perdata).
r. Penanggungan utang (pasal 1820-1850 KUH Perdata).
s. Perdamaian (pasal 1851-1864 KUH Perdata).
2. Definisi Perjanjian

Perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeenkomst (Belanda)

dan contract (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang

pengertian perjanjian. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah

perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat

hukum. Dari definisi tersebut telah tampak adanya konsensualisme dan

timbulnya akibat hukum (tumbuh atau lenyapnya hak dan kewajiban).

Menurut teori baru yang dikemukakan oleh Van Dunne, perjanjian

adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan

kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari pengertian

6
perjanjian di atas, terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian, antara

lain:4

a. Ada pihak-pihak (subjek) sedikitnya dua pihak.

b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.

c. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan

pihak-pihak.

d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan.

e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.

f. Ada syarat sebagai isi perjanjian

B. Subjek dan Objek Perikatan

1. Subjek Perikatan

Objek perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditur dan


kewajiban debitur. Yang menjadi objek perikatan yaitu prestasi atau hal
pemenuhan perikatan. Macam-macam prestasi itu antara lain adalah :5
a. Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan kekuasaan nyata atas
benda dari debitur kepada kreditur seperti membayar harga dan
lainnya.
b. Melakukan perbuatan, yaitu melakukan perbuatan seperti yang telah
ditetapkan dalam perikatan (perjanjian), misalnya memperbaiki
barang yang rusak.
c. Tidak melakukan suatu perbuatan, yaitu tidak melakukan suatu
perbuatan seperti yang telah diperjanjikan, misalnya tidak
mendirikan bangunan dan lainnya

4
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, (Jakarta: Kencana, 2010),
Hal : 222.
5
Ibdi, Hal : 205

7
Agar suatu prestasi dapat tercapai, artinya suatu kewajiban akan
prestasi dipenuhi oleh debitur, maka prestasi harus memiliki sifat-sifat
diantaranya ialah harus sudah tertentu atau dapat ditentukan, harus
mungkin, harus diperbolehkan (halal), harus ada manfaatnya bagi
kreditur
2. Objek Perikatan

Subjek perikatan adalah para pihak dalam suatu perikatan, yaitu


kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi.
Apabila seorang debitur tidak memenuhi perikatan tersebut maka
debitur disebut cidera janji (wanprestasi). Sebelum dinyatakan cidera
janji, terlebih dahulu dilakukan somasi (ingebrekestelling), yaitu suatu
peringatan kepada debitur agar memenuhi kewajibannya. Ada tiga cara
terjadinya somasi, antara lain:6
a. Debitur melaksanakan prestasi yang keliru.
b. Debitur tidak memenuhi prestasi pada hari yang telah
ditetapkan.
c. Prestasi yang dilaksanakan oleh debitur tidak lagi berguna bagi
kreditur karena kadaluarsa
Isi yang harus dimuat dalam surat somasi diantaranya ialah:7
a. Apa yang dituntut.
b. Dasar tuntutan.
c. Tanggal paling lama untuk memenuhi prestasi.
Sementara itu, peristiwa yang tidak memerlukan somasi antara lain: 8
a. Debitur menolak pemenuhan.
b. Debitur mengakui kelalaian.
c. Pemenuhan prestasi tidak mungkin dilakukan.
d. Pemenuhan tidak berarti lagi (zinloos).
e. Debitur tidak melakukan prestasi sebagaimana mestinya.

6
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal : 178
7
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Hal : 206.
8
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal : 179-180

8
C. Syarat Sahnya Perjanjian

Agar sesuatu perjanjian dianggap sah, harus memenuhi beberapa


persyaratan. Menurut Hukum Kontrak (law of contract) empat syarat
syahnya perjanjian yaitu:9

1. Adanya penawaran (offer) dan penerimaan (acceptance)


2. Adanya persesuaian kehendak (metting of minds)
3. Adanya konsiderasi atau prestasi
4. Adanya kewenangan hukum para pihak (competent legal parties)
dan pokok persoalan yang sah (legal subject parties) .
Sedangkan dalam KUH Perdata syarat sahnya suatu perjanjian diatur
dalam pasa 1320 KUH Perdata yang menentukan syarat sahnya sebagai
berikut:10
a. Adanya kesepakatan ( toesteming / izin) kedua belah pihak.
Yang dimaksud kesepakatan adalah persesuaian pernyataan
kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya.
b. Kecakapan bertindak. Kecakapan bertindak adalah
kecakapan atau kemampuan untuk melakukan perbuatan
hukum. Perbuatan hukum adalah perbuatan yang akan
menimbulkan akibat hukum. Orang-orang yang mengadakan
perjanjian haruslah orang-orang yang cakap dan wewenang
untuk melakukan perbuatan hukum sebagaimana telah
ditentukan oleh UU. Orang yang cakap atau wewenang
adalah orang yang dewasa. Ukuran kedewasaaan adalah telah
berumur 21 tahun dan sudah kawin.
c. Adanya suatu hal atau adanya objek perjanjian (onderwerp
der overeentskoms). Di dalam berbagai literatur disebutkan
bahwa yang menjadi objek perjanjian adalah prestasi (pokok
perjanjian). Prestasi adalah apa yang menjadi kewajiban

9
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal :179-180
10
KUH Perdata dan KUHA Perdata, (tk: Pustaka Buana, 2015), Hal : 295

9
debitor dan apa yang menjadi hak kreditor. Prestasi terdiri
atas memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat
sesuatu. Misalnya, jual beli rumah yang menjadi prestasi atau
pokok perjanjian adalah menyerahkan hak milik atas rumah
itu.
d. Adanya causa yang halal (Geoorloofde oorzaak). KUH
Perdara tidak dijelaskan pengertian orzaak Dalam pasal 1320
(causa yang halal). Di dalam pasal 1337 KUH Perdata hanya
disebutkan causa yang terlarang. Suatu sebab adalah
terlarang apabila bertentangan dengan UU, kesusilaan, dan
ketertiban umum. Contohnya adalah A menjual sepeda
motor kepada B, tetapi sepeda motor yang dijual oleh A
adalah barang hasil curian. Jual beli seperti itu tidak
mencapai tujuan dari pihak B karena B menginginkan barang
yang dibelinya itu barang sah.

D. Asas-Asas Perjanjian

Didalam hukum perjanjian dikenal tiga asas, yaitu asas


konsensualisme, asas pacta sunt servada, dan asas kebebasan berkontrak :11
1. Asas dan asas kebebasan berkontrak.
Asas konsensualisme, artinya bahwa suatu perikatan itu
terjadi (ada) sejak saat tercapainya kata sepakat antara para pihak.
Dengan kata lain bahwa perikatan itu sudah sah dan mempunyai
akibat hukum sejak saat tercapai kata sepakat antara para pihak
mengenai pokok perikatan. Berdasarkan Pasal 1320 ayat (1) KUH
Perdata, dinyatakan bahwa salah satu syarat sahnya perjanjian
adalah kesepakatan kedua belah pihak. Artinya bahwa perikatan
pada umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
adanya kesepakatan para pihak. Kesepakatan tersebut dapat dibuat

11
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal : 157-158

10
secara lisan maupun dituangkan dalam bentuk tulisan berupa akta,
jika dikehendaki sebagai alat bukti. Perjanjian yang dibuat secara
lisan didasarkan pada asas bahwa manusia itu dapat dipegang
mulutnya, artinya dapat dipercaya dengan kata-kata yang
diucapkannya. Tetapi ada beberapa perjanjian tertentu yang harus
dibuat secara tertulis, misalnya perjanjian perdamaian, perjanjian
penghibahan, perjanjian pertanggungan dan sebagainya. Tujuannya
ialah sebagai alat bukti lengkap dari pada yang diperjanjikan.
2. Asas pacta sunt servada
Asas Pacta Sunt Servada, berhubungan dengan akibat dari
perjanjian. Pasal 1338 KUH Perdata menyebutkan : Semua
persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai Undang-Undang
bagi mereka yang membuatnya. Persetujuan-persetujuan itu tidak
dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak atau
karena alasan-alasan yang oleh Undang-Undang dinyatakan cukup
untuk itu. Persetujuanpersetujuan harus dilaksanakan dengan itikad
baik. Dari ketentuan tersebut terkandung beberapa istilah :
a. Pertama, istilah “semua perjanjian” berarti bahwa
pembentuk Undang-Undang menunjukkan bahwa
perjanjian yang dimaksud bukanlah semata-mata
perjanjian bernama, tetapi juga perjanjian yang tidak
bernama. Seiain itu juga mengandung suatu asas
partij autonomie .
b. Kedua, istilah “secara sah” artinya bahwa pembentuk
Undang Undang menunjukkan bahwa pembuatan
perjanjian harus memenuhi persyaratan yang telah
ditentukan dan bersifat mengikat sebagai Undang-
Undang terhadap para pihak sehingga terealisasi asas
kepastian hukum.
c. Ketiga, istilah “itikad baik” hal ini berarti memberi
perlindungan hukum pada debitor dan kedudukan

11
antara kreditor dan debitor menjadi seimbang. Ini
merupakan realisasi dari asas keseimbangan.
3. Asas kebebasan berkontrak.
Kebebasan berkontrak (freedom of contract), adalah salah
satu asas yang sangat penting di dalam hukum perjanjian.
Kebebasan ini adalah perwujudan dari kehendak bebas pancaran hak
asasi manusia. Di dalam hukum perjanjian internasional, asas
kebebasan berkontrak yang bertanggung jawab, yang manpu
memelihara keseimbangan tetap perlu dipertahankan, yaitu
pengembangan kepribadian untuk mencapai kesejahteraan dan
kebahagiaan hidup lahir dan batin yang serasi, selaras dan seimbang
dengan kepentingan masyarakat. Asas kebebasan berkontrak dapat
dianalisis dari ketentuan pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata yang
berbunyi “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
UU bagi mereka yang membuatnya”. Asas kebebasan berkontrak
merupakan asas kebebasan kepada para pihak untuk membuat atau
tidak membuat perjanjian, mengadakan perjanjian dengan siapa pun,
menentukan isi perjanjian, pelaksanaan, dan persyaratan, serta
menentukan bentuknya perjanjian secara lisan atau tertulis.
Selain ketiga asas diatas, dalam lokakarya hukum perikatan yang
diselenggarakan oleh Badan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman
tanggal 17-19 Desember 1985 telah berhasil dirumuskan delapan asas
hukum perikatan nasional yaitu asas kepercayaan, asas persamaan hukum,
asas keseimbangan, asas kepastian hukum, asas moral, asas kepatuhan, asas
kebiasaan dan asas perlindungan.12

E. Jenis-Jenis Perjanjian

Perjanjian dapat dibedakan menurut berbagai cara. Dalam ilmu


pengetahuan hukum perdata, jenis suatu perjanjian diantaranya adalah:13

12
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal :158
13
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Hal : 230

12
1. Perjanjian timbal balik dan perjanjian sepihak
Perjanjian timbal balik adalah perjanjian yangmenimbulkan
kewajiban pokok bagi kedua belah pihak. Contoh dari perjanjian
timbal balik adalah perjanjian sewa menyewa (hurr en verburr) KUH
Perdata pasal 1548 dan seterusnya, yaitu suatu perjanjian dimana
pihak 1 (yang menyewakan) memberi izin dalam waktu tertentu
kepada pihak 2 (si penyewa) untuk menggunakan barangnya dengan
kewajiban pihak 2 membayar sejumlah uang sewanya. Sementara
itu, perjanjian sepihak adalah perjanjian yang memberikan
kewajiban kepada satu pihak dan hak kepada pihak lainnya,
misalnya perjanjian hibah. Pihak yang satu berkewajiban
menyerahkan benda yang menjadi objek perikatan, dan pihak
lainnya berhak menerima benda yang diberikan itu.
2. Perjanjian cuma-cuma dan perjanjian atas beban.
Perjanjian percuma adalah perjanjian dengan mana pihak
yang satu memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain,
tanpa menerima suatu manfaat bagi dirinya sendiri. Dengan
demikian dalam perjanjian ini hanya memberika keuntungan kepada
satu pihak saja, misalnya perjanjian pinjam pakai. Perjanjian atas
beban adalah perjanjian dimana terhadap prestasi dari pihak yang
satu selalu terdapat kontra prestasi dari pihak lain, dan antara kedua
prestasi itu ada hubugannya menurut hukum. Kontra prestasi dapat
berupa kewajiban pihak lain ataupun pemenuhan suatu syarat
potestatif (imbalan). Misalnya X menyanggupi memberikan kepada
Y sejumlah uang, jika Y menyerahkan lepaskan suatu barang
tertentu kepada X.
3. Perjanjian bernama ( overeenkomst). dan tidak bernama (non
benoemd benoemed)
Perjanjian bernama adalah perjanjian yang diatur dan diberi
nama oleh pembentuk undang-undang berdasarkan tipe yang paling
banyak terjadi sehari-hari. Misalnya jual beli, sewa menyewa, dan

13
lainnya. Sementara perjanjian tidak bernama adalah perjanjian yang
tidak mempunyai nama tertentu dan jumlahnya tidak terbatas dan
nama disesuaikan dengan kebutuhan pihak-pihak yang
mengadakannya seperti perjanjian kerja sama, perjanjian pemasaran
dsb. Perjanjian tidak bernama tidak diatur dalam KUH Perdata,
tetapi lahirnya di dalam masyarakat berdasarkan asas kebebasan
berkontrak
4. Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligator
Perjanjian kebendaan atau zakelijk overeenkomst adalah
perjanjian untuk memindahkan hak milik dalam perjanjian jual beli.
Perjanjian obligator adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan.
Artinya, sejak terjadi perjanjian timbulah hak dan kewajiban pihak-
pihak. Pembeli berhak menuntut penyerahan barang, penjual berhak
atas pembayaran harga. Pembeli berkewajiban membayar harga,
penjual berkewajiban menyerahkan barang.
5. Perjanjian konsensual dan perjanjian riil.
Perjanjian konsensual adalah perjanjian dimana antar kedua belah
pihak telah tercapai kesesuaian kehendak untuk mengadakan
perikatan. Menurut KUH Perdata, perjanjian ini sudah mempunyai
kekuatan mengikat (pasal 1338 KUH Perdata).14 Perjanjian riil
adalah perjanjian disamping ada persetujuan kehendak juga
sekaligus harus ada penyerahan nyata atas barangnya.
6. Perjanjian publik.
Perjanjian publik adalah perjanjian yang sebagian atau
seluruhnya dukuasai oleh hukum publik, karena salah satu pihak
yang bertindak adalah pemerintah dan pihak lainnya adalah swasta.
Contohnya ialah perjanjian ikatan dinas.
7. Perjanjian campuran

14
KUH Perdata dan KUHA Perdata, Hal : 298.

14
Perjanjian campuran ialah perjanjian yang mengandung
berbagai unsur perjanjian, misalnya pemilik hotel yang
menyewakan kamar (sewa menyewa) tetapi juga menyajikan
makanan (jua lbeli) dan juga memberika pelayanan.

Dalam hukum perikatan, bentuk perjanjian dapat juga dibedakan


menjadi dua macam yaitu perjanjian tertulis dan tidak tertulis. Dalam
perjanjian tidak tertulis atau lisan, yaitu perjanjian yang dibuat oleh para
pihak dalam wujud lisan (cukup kesepakatan para pihak). Sedangkan dalam
perjanjian tertulis, adalah perjanjian yang dibuat dalam bentuk tulisan,
meliputi perjanjian dibawah tangan yaitu perjanjian yang hanya
ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan, perjanjian dengan saksi
notaris (perjanjian yang ditandatangani oleh pihak yang bersangkutan dan
dilegalisasi oleh notaris, dan perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh
notaris.

F. Resiko, Wanprestasi dan Keadaan Memaksa

1. Resiko
Resiko adalah kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena
suatu kejadian di luar salah satu pihak, yang menimpa benda yang
dimaksudkan dalam kontrak.15 Jadi pokok pangkalnya resiko adalah
keadaan memaksa. Sementara titik pangkalnya dalam jika dalam
wanprestasi adalah ganti rugi.
Mengenai resiko, sebenarnya dapat disimak dalam pasal 1237 KUH
Perdata yang menyatakan bahwa dalam hal adanya kontrak untuk
memberikan suatu barang tertentu maka barang tertentu tersebut
semenjak kontrak dilahirkan, adalah atas tanggungan berpiutang
(tanggungan = resiko). Dengan begitu, dalam kontrak untuk
memberikan suatu barang tertentu jika barang ini sebelum diserahkan

15
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan , (Malang: Setara Press, 2016), Hal : 77

15
musnah karena suatu peristiwa diluar kesalahan salah satu pihak, maka
kerugian harus dipikul oleh si berpiutang, yaitu pihak penerima barang.
Resiko dapat digolongkan menjadi dua kategori, yakni resiko dalam
perjanjian sepihak dan resiko dalam perjanjian timbal balik. Lebih
jelasnya adalah seperti berikut ini:16

2. Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari bahasa Belanda “wanprestatie” yang
berarti prestasi buruk atau cedera janji. Dalam bahasa Inggris,
wanprestasi disebut breach of contract, yang berarti tidak
dilaksanakannya kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan
oleh kontrak. Secara etimologi,wanprestasi adalah suatu hak kebendaan
yang dikarenakan kelalaian atau kesalahan salah satu pihak tidak dapat
memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam kontrak.
Adapun bentuk-bentuk dari wanprestasi adalah sebagai berikut :
a. Tidak memenuhi prestasi sama sekali.
b. Memenuhi prestasi tetapi tidak dapat pada waktunya.
c. Memenuhi prestasi tetapi tidak sesuai atau keliru.
Untuk mengetahui sejak kapan debitur dalam keadaan wanprestasi,
perlu diperhatikan apakah dala kontrak itu ditentukan trnggang waktu
pelaksanaan pemenuhan prestasi atau tidak. Dalam hal tenggang waktu
pelaksanaan pemenuhan prestasi tidak ditentukan perlu
memperingatkan debitur supaya ia memenuhi prestasi. Tetapi dalam hal
telah ditentukan tenggang waktunya, menurut ketentuan pasal 1238
KUH Perdata debitur dianggapp lalai dengan lewatnya tenggang waktu
yang telah ditetapkan. Akibat hukum dari wanprestasi adalah:17
a. Debitur diharuskan membayar ganti rugi (pasal 1243 KUH
Perdata).

16
Elsi Kartika Sari, et. All,. Hukum Dalam Ekonomi, (Jakarta: PT. Grasindo, 2007), Hal : 35-37
17
Lukman Santoso AZ, 21 Ibid, 77. Hukum Perikatan, Hal : 76

16
b. Kreditur dapat meminta pembatalan kontrak melalui pengadilan
(pasal 1266 KUH Perdata).
c. Kreditur dapat meminta pemenuhan kontrak atau pemenuhan
kontrak disertai ganti rugi dan pembatalan kontrak dengan ganti
rugi (pasal 1267 KUH Perdata)
Apabila seorang debitur yang dituduh cidera janji dan dituntut
hukuman kepadanya, ia dapat melakukan pembelaan terhadap dirinya
dari hukuman yang akan diberikan dengan mengajukan beberapa
alasan. Pembelaan tersebut ada tiga macam yaitu:18
a. Karena adanya keadaan memaksa (overmacht atau force
majeur).
b. Mengajukan bahwa kreditur sendiri juga telah lalai (exceptio
non adimpleti contractus).
c. Mengajukan bahwa kreditur telah melepaskan haknya untuk
menuntut ganti rugi (rechtvenverking)

2. Keadaan Memaksa (Overmacht / Forcemajeur)

Keadaan memaksa atau overmacht yaitu ketika dalam suatu kontrak


bisnis, ketika debitur dikatakan dalam keadaan memaksa sehingga tidak
dapat memenuhi prestasinya karena suatu keadaan yang tak terduga dan
tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya, maka debitur tidak
dapat dipersalahkan. Dengan perkataan lain, debitur tidak dapat
memenuh kewajiban karena overmacht . Dengan demikian kreditur
tidak dapat menuntut ganti rugi sebagaiamana hak yang dimiliki oleh
kreditur dalam wanprestasi. Adapun yang termasuk unsur-unsur
overmacht adalah sebagai berikut:
a. Ada halangan bagi debitur untuk memenuhi kewajiban.
b. Halangan itu bukan karena kesalahan debitur.

18
Lukman Santoso AZ, 21 Ibid, 77. Hukum Perikatan, Hal : 76

17
c. Tidak disebabkan oleh keadaan yang menjadi resiko bagi
debitur
Overmacht mengakibatkan suatu kontrak berhenti. Overmacht tidak
melenyapkan adanya kontrak akan tetapi, hanya menghentikan kontrak.
Dalam suatu kontrak timbal balik, apabila salah satu dari pihak karena
Overmacht terhalang untuk berprestasi, maka lawan juga harus
dibebaskan untuk berprestasi. Ketentuan dalam Overmacht 22 diatur
dalam KUH Perdata pasal 1244 dan pasal 1245.19 Pada pasal 1244
berbunyi: “Debitur harus dihukum untuk mengganti biaya, kerugian
dan bunga, bila tidak dapat membuktikan bahwa tidak dilaksanakan
perikatan itu atau tidak tepatnya waktu dalam melaksanakan perikatan
itu disebabkan oleh suatu hal yang tidak terduga, yang
dipertanggungjawabkan kepadanya walaupun tidak ada iktikad buruk
padanya”. Selanjutnya pada pasal 1245 berpunyi: “Tidak ada
penggantian biaya kerugian, dan bunga, bila karena keadaan memaksa
atau karena hal yang secara kebetulan, debitur terhalang untuk
memberikan atau berbuat sesuatu yang diwajibkan, atau melakukakan
suatu perbuatan yang terlarang olehnya”.20
Keadaan memaksa dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:21
a. Keadaan memaksa absolut
Keadaan memaksa absolut yaitu suatu keadaaan di mana
debitur sama sekali tidak dapat memenuhi prestasinya kepada
kreditur, oleh karena adanya gempa bumi, banjir bandang, dan
adanya lahar. Contohnya adalah si A ingin membayar utangnya
pada si B, namun tiba-tiba pada saat si A ingin melakukan
pembayaran utang, terjadi gempa bumi, sehingga A sama sekali
tidak bisa membayar hutang.

19
Salim Hs, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW), Hal : 182
20
Ibid Hal : 183
21
Lukman Santoso AZ, Hukum Perikatan, Hal : 79

18
b. Keadaan memaksa relatif
Keadaan memaksa relatif yaitu suatu keadaan yang
menyebabkan debitur masih memungkinkan melaksanakan
prestasinya, tetapi pelaksanaan prestasi itu harus dilakukan
dengan mmberikan korban yang besar yang tidak seimbang,
atau menggunakan kekuata jiwa yang di luar kemampuan
manusia, atau kemungkinan tertimpa bahaya kerugian yang
sangat besar. Cntohnya seorang penyanyi telah mengikatkan
dirinya untuk suatu konser, tetapi beberapa detik sebelum
pertunjukan, ia menerima bahwa anaknya meninggal.

G. Terhapusnya Perikatan

Menurut ketentuan pasal 1381 KUH Perdata suatu perikatan baik


yang lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena
beberapa hal diantaranya adalah:22

a. Pembayaran, yaitu jika kewajiban terhadap perikatan itu telah


dipenuhi (pasal 1382 KUH Perdata).
b. Penawaran bayar tunai diikuti penyimpanan atau penitipan.
c. Pembaharuan utang, yaitu apabila utang yang lama digantikan
oleh utang yang baru.
d. Kompensasi atau imbalan, yaitu apabila kedua belah pihak
saling berhutang, maka utang mereka masing-masing
diperhitungkan.
e. Percampuran utang yaitu apabila pada suatu perikatan
kedudukan kreditur dan debitur ada di satu tangan seperti
warisan.
f. Pembebasan utang, yaitu apabila kreditur membebaskan
segala utang-tang dan kewajiban hak debitur.

22
Elsi Kartika Sari, et. All, Hukum Dalam Ekonomi, Hal 35-36

19
g. Batal dan pembatalan, yaitu apabila perikatan itu batal atau
dibatalkan.
h. Hilangnya benda yang diperjanjikan, yaitu apabila benda yang
diperjanjikan binasa, hilang, atau menjadi tidak dapat
diperdagangkan.
i. Timbul syarat yang membatalkan, yaitu ketentuan si perjanjian
yang disetujui kedua belah pihak.
j. Kedaluarsa atau lewat waktu.
Sementara itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan,
karena suatu perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang
merupakan sumbernya masih tetap ada. Misalnya, pada persetujuan jual 26
beli, dengan dibayarkanya harga maka perikatan mengenai pembayaran
menjadi hapus, sedangkan persetujuannya belum, karena perikatan
mengenai penyerahan barang belum terlaksana. Suatu perjanjian akan
berakhir atau hapus apabila:23
a. Telah lampau waktunya (kadaluarsa).
b. Telah mencapai tujuannya.
c. Dinyatakan berhenti. Para pihak atau undang-undang dapat
menentukan bahwa terjadinya peristiwa tertentu, maka
perjanjian akan hapus.
d. Dicabut kembali
e. Diputuskan oleh hakim.

23
Titik Triwulan Tutik, Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional, Hal : 237-238

20
BAB IV
PENUTUP
A. KESIMPULAN

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Perjanjian adalah suatu
hubungan hukum antara dua pihak atau lebih berdasarkan kata sepakat
untuk menimbulkan akibat hukum. Suatu perikatan baik yang lahir dari
perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena beberapa hal
diantaranya adalah karena pembayaran, kompensasi, pembayaran utang dll.
Sementara itu, hapusnya suatu perjanjian berbeda dengan perikatan, karena
suatu perikatan dapat hapus, sedangkan persetujuannya yang merupakan
sumbernya masih tetap ada.

B. SARAN

Hukum perikatan adalah cabang hukum yang mengatur perjanjian


atau kontrak antara dua pihak atau lebih, dan saran-saran ini dapat
membantu dalam merancang, menjalankan, dan mengevaluasi perikatan
secara efektif:

1. Pahami Kewajiban dan Hak: Sebelum membuat perjanjian, penting


untuk memahami dengan jeta kewajiban dan hak masing-masing
pihak yang terlibat. Pastikan bahwa semua pihak terlibat memahami
konsekuensi hukum dari perikatan tersebut.
2. Tulis Perjanjian Secara Tertulis: Terlepas dari seberapa kecilnya
perjanjian, sangat disarankan untuk mendokumentasikannya secara
tertulis. Ini akan membantu mencegah potensi perselisihan di masa
depan dan memberikan bukti yang jelas mengenai isi perjanjian.
3. Klarifikasi Persyaratan dan Ketentuan: Pastikan bahwa perjanjian
sangat jelas dalam merinci semua persyaratan, ketentuan, dan
klausul yang relevan. Ini termasuk harga, waktu, metode
pembayaran, serta hak dan kewajiban masing-masing pihak.

21
4. Konsultasikan dengan Ahli Hukum: Ketika kita merasa perlu,
konsultasikan dengan seorang ahli hukum yang berpengalaman
dalam hukum perikatan. Mereka dapat memberikan nasihat yang
tepat dan memastikan bahwa perikatan Anda memenuhi persyaratan
hukum yang berlaku.
5. Hindari Praktik Curang: Hindari praktik-praktik yang tidak etis atau
curang dalam perikatan. Ini mencakup penipuan, pemalsuan, atau
pemaksaan. Praktik-praktik semacam itu dapat membatalkan
perjanjian atau mengakibatkan konsekuensi hukum.
6. Evaluasi Perjanjian Secara Berkala: Penting untuk secara berkala
mengevaluasi dan memperbarui perjanjian jika diperlukan. Ini bisa
mencakup peninjauan ulang harga, waktu, dan ketentuan lainnya
yang mungkin berubah seiring waktu.
7. Berkomunikasi dengan Baik: Komunikasi yang baik antara pihak-
pihak yang terlibat dalam perikatan adalah kunci. Ketika ada
perubahan atau masalah yang timbul, segera berkomunikasi untuk
mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
8. Tindakan Penyelesaian Sengketa: Ketika terjadi sengketa, perikatan
biasanya mencakup klausul penyelesaian sengketa. Pastikan Kita
memahami klausul ini dan tindakan apa yang harus diambil jika
sengketa muncul.
9. Patuhi Hukum yang Berlaku: Pastikan bahwa perjanjian Kita selaras
dengan hukum yang berlaku di wilayah hukum Kita. Hal ini akan
membantu memastikan bahwa perjanjian Kita sah dan dapat
diterapkan.

Saran-saran di atas bertujuan untuk membantu menjalankan perikatan


dengan baik dan meminimalkan risiko hukum. Namun, ingat bahwa setiap
situasi perikatan mungkin memiliki kebutuhan dan pertimbangan yang
berbeda, dan dalam beberapa kasus, konsultasi dengan ahli hukum mungkin
diperlukan untuk kasus yang lebih kompleks.

22
DAFTAR PUSTAKA

Nawawi, Ismail. Fikih Muamalah Klasik dan Kontemporer. Bogor: Ghalia


Indonesia. 2012.

Salim Hs. Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW). Jakarta: Sinar Grafika.
2005.

Santoso AZ, Lukman. Hukum Perikatan . Malang: Setara Press. 2016.

Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: Intermassa. 2002.

Tutik, Titik Triwulan. Hukum Perdata dalam Sistem Hukum Nasional.


Jakarta: Kencana, 2010.

Sari, Elis Kartika, et. All. Hukum Dalam Ekonomi . Jakarta: PT. Grasindo.
2007.

KUH Perdata dan KUHA Perdata. tk: Pustaka Buana. 2015

23

Anda mungkin juga menyukai