Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

HUKUM PERIKATAN

Dosen pengampu :NASRULLAH SH. MA

Oleh:

ANWAR SYA'ARI (210204066)

PRODI ILMU FALAK DAN ASTRONOMI

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM

2022/2023

Kata Pengantar

i
Alhamdulillah puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT senantiasa kita
ucapkan. Tak lupa kita curahkan beserta shalawat kepada Baginda Agung
Rasulullah SAW yang telah membimbing kita menuju jalan yang lurus.

Makalah telah kami susun dengan sebaik mungkin dan mendapat bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat melancarkan penulisan Makalah ini. Untuk itu
kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, kami menyadari sepenuhnya masih ada


kekurangan baik dari segi penyusunan kalimat maupun tata Bahasa. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah ilmiah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini memberi manfaat dan
inspirasi bagi pembaca, terimakasih.

Mataram, Jum’at 24 November 2022

DAFTAR ISI

ii
COVER ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR .......................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ..................................................................... 1

A. Latar Belakang ...................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................... 2

A. Pengertian Hukum Perikatan ...................................................... 2


B. Sumber hukum perikatan ............................................................ 3
C. Jenis-Jenis Hukum Perikatan ...................................................... 5
D. Contoh Hukum Perikatan ........................................................... 9
E. Analisis contoh Hukum Perikatan ............................................... 10

BAB III PENUTUP ............................................................................... 12

A. Simpulan ............................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hukum adalah suatu tatanan perbuatan manusia. “Tatanan” adalah


suatu sistem aturan. Hukum bukanlah, seperti terkadang dikatakan, sebuah
peraturan. Hukum adalah seperangkat peraturan yang mengandung
semacam kesatuan yang kita pahami melalui sebuah system. 1

Definisi hukum perikatan diatur dalam buku III Kitab Undang-


Undang Hukum Perdata, tetapi definisi ini diberikan oleh ilmu pengetahuan,
yaitu: Suatu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu.2

Sedangkan menurut Subekti memberikan pengertian terhadap perikatan,


bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan
antara dua orang / lebih atau dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian hukum perikatan?
2. Apa saja sumber dari hukum perikatan?
3. Jenis-jenis hukum perikatan?
4. Bagaimana contoh hukum perikatan?
5. Bagaimana analisis contoh hukum perikatan?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian istilah hukum perikatan

1
Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum Dan negara, Cet. VII, Bandung : Nusa Media.
Hal. 3.
2
Purwahid patrick, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Cet. I, Bandung : Mandar Maju. Hal. 2.

1
Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda
“verbintenis”. Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis,
Inggris) Verbintenis (Belanda=ikatan atau hubungan). Selanjutnya Verbintenis
mengandung banyak pengertian, di antaranya:

1. Perikatan: masing-masing pihak saling terikat oleh suatu


kewajiban/prestasi (dipakai oleh Subekti dan Sudikno)
2. Perutangan: suatu pengertian yang terkandung dalam verbintenis. Adanya
hubungan hutang piutang antara para pihak (dipakai oleh Sri Soedewi,
Vollmar, Kusumadi).
3. Perjanjian (overeenkomst): dipakai oleh (Wiryono Prodjodikoro).

Menurut Munir Fuady, istilah Perikatan merupakan kesepadanan dari istilah


bahasa Belanda “Verbintenis” Perikatan artinya hal yang mengikat antara orang
yang satu dan orang yang lain. Istilah hukum perikatan sendiri mencakup semua
ketentuan yang tertuang dalam buku ketiga KUH Perdata. Perikatan lahir karena
suatu persetujuan atau karena Undang-undang.

Dalam literatur bahasa Indonesia, kata Verbintenis sering disebut hukum


perikatan atau hukum perutangan. Hukum perikatan adalah aturan yang mengatur
hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan (vermogenrecht) antara
dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht) pada salah pihak (kreditur) dan
memberi kewajiban (plicht) pada pihak yang lain (debitur) atas sesuatu prestas.

Secara garis besar, dalam buku ketiga KUH Perdata tidak menjelaskan secara
spesifik tentang pengertian perikatan. Akan tetapi, para ahli memberikan
pengertiannya masing-masing tentang perikatan ini, di antara para ahli tersebut
adalah Mariam Darus Badrulzaman, memberikan pemaknaan terhadap perikatan
sebagai “hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang
terletak di bidang harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan
pihak lainnya wajib memenuhi prestasi tersebut”. sedangkan Hukum Perikatan
sendiri dimaknai sebagai aturan yang memberikan pengaturan dalam
melaksanakan perikatan.

2
Sedangkan menurut Subekti memberikan pengertian terhadap perikatan,
bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan
antara dua orang / lebih atau dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan
itu.3

B. Sumber Hukum Perikatan

Dalam system hukum Indonesia, hukum perikatan merupakan produk hukum


baru, sedangkan sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah Pasal
1233 KUH Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena
perjanjian, baik karena undang-undang”. Maknanya, perikatan bersumber dari, 1)
Perjanjian, 2) Undang-Undang. Namun demikian, perikatan juga dapat bersumber
dari Jurisprudensi, Hukum Tertulis dan Hukum Tidak Tertulis serta Ilmu
Pengetahuan Hukum. 4

Undang-undang yang menjadi sumber hukum perikatan, dapat dibagi menjadi:

a. Undang-Undang Melulu.
b. Undang-Undang dan perbuatan manusia (Perbuatan yang menurut hukum
dan Perbuatan yang melawan hukum).

Menurut KUH Perdata, dasar hukum perikatan berasal dari tiga sumber
sebagai berikut :

a. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

Kedua pihak debitur dan kreditur dengan sengaja bersepakat saling


mengikatkan diri, dalam perikatan mana kedua pihak mempunyai hak dan
kewajiban yang harus dipenuhi. Pihak debitur wajib memenuhi prestasi
dan pihak kreditur berhak atas prestasi.

3
Dr.Sriwododo Joko,Dr. Kristiawanto, 2021, Memahami Hukum Perikatan, Cet.I, Jl. Kalimantan
Ringroad Utara, Yogyakarta: KEPRES, hlm 1-2
4
Amalia Nanda, 2013, HUKUM PERIKATAN, Cet.II, Keude Aceh, Lhokseumawe: Unimal Press,
hlm.2

3
Ketentuan Pasal 1313 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Suatu perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Prof. Subekti dalam bukunya
yang berjudul "Hukum Perjanjian”, menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji kepada
orang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan
sesuatu hal. Dari peristiwa perjanjian tersebut, maka timbullah suatu
hubungan antara dua orang yang terlibat dalam perjanjian yang dinamakan
perikatan. Jadi suatu perjanjian akan menerbitkan suatu perikatan antara
dua orang yang membuatnya. Sedangkan dalam bentuknya, perjanjian
berupa janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis.

b. Perikatan yang timbul dari undang-undang.

Hak dan kewajiban debitur dan kreditur ditetapkan oleh Undang-Undang.


Pihak debitur dan kreditur wajib memenuhi ketentuan Undang-Undang.
Undang-Undang mewajibkan debitur berprestasi dan kreditur berhak atas
prestasi. Kewajiban ini disebut kewajiban Undang-Undang. Jika
kewajiban tidak dipenuhi, berarti pelanggaran Undang-Undang. Dalam
Ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata menyebutkan bahwa: Perikatan-
perikatan yang dilahirkan demi undang-undang, timbul dari undang-
undang saja, atau dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1352 KUH Perdata tersebut, perikatan yang
bersumber pada undang-undang, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu :

• Perikatan yang hanya terjadi karena undang-undang.


• Perikatan yang timbul dari undang-undang karena perbuatan
manusia

Sumber perikatan berdasarkan undang-undang :

a. Perikatan (Pasal 1233 KUH Perdata)

4
Perikatan, lahir karena suatu persetujuan atau karena undang-undang.
Perikatan ditujukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau
untuk tidak berbuat sesuatu.

b. Persetujuan (Pasal 1313 KUH Perdata)

Suatu persetujuan adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih
mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.

c. Undang-undang (Pasal 1352 KUH Perdata)

Perikatan yang lahir karena undang-undang timbul dari undang-undang atau


dari undang-undang sebagai akibat perbuatan orang.

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber


adalah sebagai berikut.

1.Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2. Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari undang-


undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-undang dan
perbuatan manusia.

3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan melanggar


hukum (onrechtmatige daad) danperwakilan sukarela ( zaakwarneming).

C. Jenis-Jenis Hukum Perikatan

Perikatan menurut para ahli dibedakan dalam berbagai jenis sebagai berikut:

1. Menurut Ilmu Hukum Perdata:

a. Dilihat dari objek nya:

1) Untuk memberikan sesuatu;


2) Untuk berbuat sesuatu;
3) Untuk tidak berbuat sesuatu;

5
4) Perikatan manasuka;
5) Perikatan fakultatif;
6) Perikatan generic dan spesifik;
7) Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi;
8) Perikatan yang sepintas lalu dan terus menerus;

b. Dilihat dari subjeknya:

1) Perikatan tanggung menanggung (hoofdelijk/solidair);


2) Perikatan pokok & tambahan (principale & accessoir);

c. Dilihat dari daya kerjanya:

1) Perikatan dengan ketetapan waktu;


2) Perikatan bersyarat.

2. Menurut Undang-undang:

a. Perikatan untuk memberikan sesuatu (Pasal 1235 – 1238 KUH Perdata):

Dalam perikatan untuk memberikan sesuatu, termaktub kewajiban yang


berutang untuk menyerahkan harta benda yang bersangkutan dan
merawatnya sebagaimana bapak rumah tangga yang baik, sampai pada
saat penyerahannya.

Perikatan ini prestatienya adalah untuk memberikan sesuatu


(menyerahkan) yang dikenal juga dengan istilah levering dan merawatnya.

Kewajiban menyerahkan adalah kewajiban pokok, sedangkan kewajiban


merawat adalah kewajiban preparatoir, yang dilaksanakan oleh debitur
menjelang pemenuhan kewajiban pokoknya.

Contoh perikatan untuk memberikan sesuatu adalah Jual Beli, Sewa Beli, Tukar
Menukar.

6
b. Perikatan untuk berbuat sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu
(Pasal 1239 s.d Pasal 1242 KUH Perdata). KUH Perdata tidak
memberikan pernyataan secara tegas tentang perikatan untuk berbuat
sesuatu dan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu.(Lihat lebih lanjut
ketentuan Pasal 1239 s/d 1242 KUH Perdata).

Pasal 1239 KUH Perdata sebagai pasal awal, pada bagian ketiga dari Bab
Kesatu tentang Perikatan-Perikatan Umum menyatakan bahwa, “Tiap-tiap
perikatan untuk berbuat sesuatu atau untuk tidak berbuat sesuatu, apabila
si berutang tidak memenuhi kewajibannya, mendapatkan penyelesaiannya
dalam kewajibannya memberikan penggantian biaya, rugi dan bunga”.

Ketentuan Pasal tersebut di atas, memberikan pengaturan tentang tuntutan


ganti rugi yang dapat diajukan oleh si yang berpiutang, ketika yang
berutang tidak memenuhi perikatannya.

c. Perikatan Bersyarat (Pasal 1253, 1259 – 1267 KUH Perdata):

Pasal 1253 KUH Perdata menyatakan bahwa “Perikatan adalah bersyarat


jika digantungkan pada suatu peristiwa yang masih akan datang dan masih
belum tentu akan terjadi, baik secara menangguhkan perikatan, sehingga
terjadinya peristiwa semacam itu menurut terjadi atau tidak terjadinya
peristiwa tersebut”.

Syarat tersebut harus dinyatakan secara tegas dalam perikatan. Namun


batasan terhadap syarat tersebut telah diatur dalam undang-undang yaitu:

1) bertujuan melakukan sesuatu yang tidak mungkin dilaksanakan;


2) bertentangan dengan kesusilaan;
3) dilarang undang-undang;
4) pelaksanaannya tergantung dari kemauan orang yang terikat.

Pasal 1266 KUH Perdata memberikan pengaturan tentang “Ingkar janji


yang merupakan syarat batal dalam suatu perjanjian timbal balik”.

7
5) Perikatan dengan ketetapan waktu (Pasal 1268 – 1271 KUH Perdata);

Perikatan dengan ketetapan waktu adalah suatu perikatan yang tidak


menangguhkan perikatan, hanya menangguhkan pelaksanaannya.

d. Perikatan manasuka/alternative (Pasal 1272 – 1277 KUH Perdata);

Dalam perikatan alternative ini, debitur dibebaskan jika ia menyerahkan


salah satu barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi ia tidak dapat
memaksa yang berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu
dan sebagian dari barang yang lain.

e. Perikatan Tanggung Renteng/ Tanggung Menanggung (Pasal 1278 –1303


KUH Perdata):

Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng terjadi antara


beberapa orang berpiutang, jika didalam perjanjian secara tegas kepada
masing-masing diberikan hak untuk menuntut pemenuhan seluruh hutang,
sedangkan pembayaran yang dilakukan kepada salah satu membebaskan
orang yang berhutang meskipun perikatan menurut sifatnya dapat dipecah
atau dibagi antara orang yang berpiutang tadi.

Tanggung renteng dibedakan yang aktif dan pasif. Tanggung renteng aktif
adalah perikatan tanggung menanggung yang pihaknya terdiri dari
beberapa kreditur. Sedangkan yang pasif adalah terjadinya suatu perikatan
tanggung menanggung diantara orang-orang yang berutang yang
mewajibkan mereka melakukan suatu hal yang sama. salah seorang dari
kreditur dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pemenuhan dari salah
seorang membebaskan orang-orang berutang lainnya terhadap si
berpiutang/kreditur.

f. Perikatan yang dapat dibagi dan yang tidak dapat dibagi (Pasal 1296 –
1303 KUH Perdata);

8
pada perikatan ini, objeknya adalah mengenai suatu barang yang
penyerahannya, atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat dibagi-
bagi, baik secara nyata ataupun perhitungan.

g. Perikatan dengan ancaman hukuman (Pasal 1304 – 1312 KUH Perdata).


Ancaman hukuman adalah suatu keterangan, yang sedemikian rupa
disampaikan oleh seseorang untuk adanya jaminan pelaksanaan perikatan.
Maksud adanya ancaman hukuman ini adalah :

1) untuk memastikan agar perikatan itu benar-benar dipenuhi;


2) untuk menetapkan jumlah ganti rugi tertentu apabila terjadi wanprestasi
dan untuk menghindari pertengkaran tentang hal tersebut.

Ancaman hukuman ini bersifat accessoir. Batalnya perikatan pokok


mengakibatkan batalnya ancamanhukuman. Batalnya ancaman hukuman
tidak berakibat batalnya perikatan pokok.5

D. Contoh Hukum Perikatan

CONTOH KASUS SURABAYA DELTA PLAZA

Sewa - Menyewa Ruangan :

Kronologis Kasus

Pada permulaan PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) dibuka dan disewakan
untuk pertokoan, pihak pengelola merasa kesulitan untuk memasarkannya. Salah
satu cara untuk memasarkannya adalah secara persuasif mengajak para pedagang
meramaikan komplek pertokoan di pusat kota Surabaya itu. Salah seorang
diantara pedagang yang menerima ajakan PT surabaya Delta Plaza adalah Tarmin
Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.

Tarmin memanfaatkan ruangan seluas 888,71 M2 Lantai III itu untuk


menjual perabotan rumah tangga dengan nama Combi Furniture. Empat bulan

5
Amalia Nanda, 2013, HUKUM PERIKATAN, Cet.II, Keude Aceh, Lhokseumawe: Unimal Press,
hlm.3-6.

9
berlalu Tarmin menempati ruangan itu, pengelola SDP mengajak Tarmin
membuat “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak
bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, Service Charge, sanksi
dan segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin
bersedia membayar semua kewajibannya pada PT SDP, tiap bulan terhitung sejak
Mei 1988 s/d 30 April 1998 paling lambat pembayaran disetorkan tanggal 10 dan
denda 2 0/00 (dua permil) perhari untuk kelambatan pembayaran. Kesepakatan
antara pengelola PT SDP dengan Tarmin dilakukan dalam Akte Notaris Stefanus
Sindhunatha No. 40 Tanggal 8/8/1988.

Tetapi perjanjian antara keduanya agaknya hanya tinggal perjanjian.


Kewajiban Tarmin ternyata tidak pernah dipenuhi, Tarmin menganggap
kesepakatan itu sekedar formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP
tidak pernah dipedulikannya. Bahkan menurutnya, Akte No. 40 tersebut, tidak
berlaku karena pihak SDP telah membatalkan “Gentlement agreement” dan
kesempatan yang diberikan untuk menunda pembayaran. Hanya sewa ruangan,
menurut Tarmin akan dibicarakan kembali di akhir tahun 1991. Namun pengelola
SDP berpendapat sebaliknya. Akte No. 40 tetap berlaku dan harga sewa ruangan
tetap seperti yang tercantum pada Akta tersebut.

Hingga 10 Maret 1991, Tarmin seharusnya membayar US$311.048,50


dan Rp. 12.406.279,44 kepada PT SDP. Meski kian hari jumlah uang yang harus
dibayarkan untuk ruangan yang ditempatinya terus bertambah, Tarmin tetap
berkeras untuk tidak membayarnya. Pengelola SDP, yang mengajak Tarmin
meramaikan pertokoan itu. Pihak pengelola SDP menutup COMBI Furniture
secara paksa. Selain itu, pengelola SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri
Surabaya.

E. Analisis Contoh Hukum Perikatan

Kasus PT Surabaya Delta Plaza (PT SDP) ini mengenai sewa harga tempat
untuk pertokoan, pada awal nya pihak PT SDP kesulitan untuk memasarkan
tempatnya kemudian dia mengajak para pedagang untuk meramaikan komplek
pertokoan di pusat kota surabaya itu. salah seorang pedagang menerima ajakan PT

10
Surabaya Delta Plaza adalah Tarmin Kusno, yang tinggal di Sunter-Jakarta.
Menerima “Perjanjian Sewa Menyewa” dihadapan Notaris. Dua belah pihak
bersepakat mengenai penggunaan ruangan, harga sewa, service charga, sanksi dan
segala hal yang bersangkut paut dengan sewa menyewa ruangan. Tarmin bersedia
membayar semua kewajibannya pada PT SDP.

Akan tetapi perjanjian antara keduanya hanya tinggal perjanjian, kewajiban


Tarmin ternyata tidak dipenuhi,Tarmin menganggap kesepakatan itu sekedar
formalitas, sehingga tagihan demi tagihan pengelola SDP tidak pernah
dipedulikannya. Tarmin tetap berkeras untuk tidak membayarnya, pihak pengelola
SDP menutup COMBI Furniture secara paksa. Selain itu, pengelola SDP
menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri Surabaya.

Menurut saya :

langkah yang dilakukan PT SDP menggugat Tarmin di Pengadilan Negeri


Surabaya itu benar, karena perjanjian itu harus ditepati, dan sewa tempat
pertokoan harus dibayarkan sepenuhnya, karena itu sudah menjadi hak PT SDP.

Untuk bapak Tarmin : kewajiban harus dibayarkan dengan sepenuhnya, jangan


menganggap kesepakatan hanya sebuah formalitas, kesepakatan itu sesuatu yang
harus dilakukan, karena sudah disetujui oleh pihak lain

11
BAB III PENUTUP

A.Kesimpulan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda


“verbintenis”. Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation (Perancis,
Inggris) Verbintenis (Belanda=ikatan atau hubungan).

1. Perikatan: masing-masing pihak saling terikat oleh suatu


kewajiban/prestasi (dipakai oleh Subekti dan Sudikno)
2. Perutangan: suatu pengertian yang terkandung dalam verbintenis. Adanya
hubungan hutang piutang antara para pihak (dipakai oleh Sri Soedewi,
Vollmar, Kusumadi).
3. Perjanjian (overeenkomst): dipakai oleh (Wiryono Prodjodikoro).

Sumber hukum perikatan yang ada di Indonesia adalah Pasal 1233 KUH
Perdata menyatakan ”Tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena perjanjian, baik
karena undang-undang”. Maknanya, perikatan bersumber dari, 1) Perjanjian, 2)
Undang-Undang.

Undang-undang yang menjadi sumber hukum perikatan, dapat dibagi menjadi:

a. Undang-Undang Melulu.
b. Undang-Undang dan perbuatan manusia (Perbuatan yang menurut hukum
dan Perbuatan yang melawan hukum).

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHP perdata terdapat tiga sumber adalah
sebagai berikut.

12
1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).
2. Perikatan yang timbul undang-undang. Perikatan yang berasal dari
undang-undang dibagi lagi menjadi undang-undang saja dan undang-
undang dan perbuatan manusia.
3. Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) danperwakilan sukarela (
zaakwarneming).

13
DAFTAR PUSTAKA

Hans Kelsen, 2011, Teori Umum Tentang Hukum Dan negara, Bandung : Nusa Media.

Purwahid patrick, 1994, Dasar-dasar Hukum Perikatan, Bandung : Mandar Maju

Dr.Sriwododo Joko,Dr. Kristiawanto, 2021, Memahami Hukum Perikatan, Jl. Kalimantan


Ringroad Utara, Yogyakarta: KEPRES

Amalia Nanda, 2013, HUKUM PERIKATAN, Keude Aceh, Lhokseumawe: Unimal Press

14
Analisis Penyelesaian Debitur Gagal Bayar Dalam Akad Murabahah
Perspektif Hukum Perikatan Islam

Pembiayaan bermasalah adalah pembiayaan yang kualitasnya berada


dalam golongan kurang lancar, diragukan, dan macet. Dalam akad
murabahah, penjual menyediakan barang sesuai dengan pesanan, penjual
menegaskan harga barang kepada pembeli ditambah margin keuntungan
yang telah disepakati. Kebanyakan nasabah menggunakan cara pembayaran
dengan cicilan. Akan tetapi tidak selamanya setiap usaha akan memperoleh
laba atau keuntungan sesuai yang diinginkan. Adakalanya debitur
mengalami kebangkrutan bahkan ada debitur yang sengaja menunda-nunda
pembayaran tanpa adanya alasan yang jelas, dan dari situlah terjadi
sengketa antara debitur dengan pihak koperasi. Dalam hukum perikatan
Islam, suatu lembaga dapat menyelesaikan sengketa melalui alternatif
penyelesaian dengan mekanisme Musyawarah, Mediasi
(Ishlah/Shulh/Perdamaian), Arbitrase (Al-Tahkim) dan/atau Pengadilan (Al-
Qadha). Dari konteks penelitian tersebut, maka fokus penelitian ini adalah:
1) faktor apa yang menyebabkan debitur mengalami gagal bayar dan bentuk
penyelesaiannya? 2) Bagaimanakah penyelesaian debitur gagal bayar di
Koperasi Serba Usaha Tunas Sejahtera perspektif Hukum Perikatan Islam?
Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan kualitatif, sedangkan
jenis penelitian ini adalah studi kasus. Data primer dalam penelitian ini
diperoleh dari staff Koperasi Serba Usaha (KSU) Tunas Sejahtera,
sedangkan data sekunder diperoleh menggunakan metode dokumentasi.
Untuk menganalisis data penulis menggunakan teknik deskriptif dengan
membuat gambaran yang sistematis dan aktual yang dilakukan melalui tiga
cara yakni: reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan dan
untuk pengecekan keabsahan data menggunakan perpanjangan
keikutsertaan, ketekunan, pengamatan, dan triangulasi. Dari hasil penelitian
ini dapat disimpulkan bahwa penyelesaian debitur gagal bayar di Koperasi

15
Serba Usaha (KSU) Tunas Sejahtera yaitu pendekatan secara intensif,
penagihan kepada bendahara maupun nasabah, Penjadwalan Kembali
(Reschedulling), Persyaratan Kembali (reconditioning), 2) Mediasi
(Ishlah/Shulh/Perdamaian). Alternatif penyelesaian sengketa perspektif
hukum perikatan Islam yaitu 1) Mediasi (Ishlah/Shulh/Perdamaian),
sedangkan yang tidak sesuai ialah 1) Arbitrase (tahkim), 2) Lembaga
Peradilan (al-Qadha)

16

Anda mungkin juga menyukai