HUKUM PERIKATAN
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 2
IQBALADHIGUNA M 2206200501
SEMESTER II
FALKULTAS HUKUM
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmaat-nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makala ini. Tidak lupa
kami mengucapkan terima kasih terhadap bantuana dari pihak yang telah
berkonstribusi dengan memberikan sumbangan pikiran meterinya.
Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
khususnya pada dosen bidang studi ini. Demi kesempurnaan dalam pembuatan
makala pada waktu mendatang.
Demikian makalah yang kami buat lebih dan kurangnya kami mohon maaf
semoga makalah ini dapat bermanfaat.
KATAPENGANTAR ………………...…………………………......................... i
A. KESIMPULAN ………………………………………………………... 12
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa
mereka disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli
suatu barang, sewa menyewa, pinjam meminjam, hal tersebut termasuk suatu
perikatan. Perikatan di Indonesia, diatur dalam buku ke III KUH Perdata
(BW). Dalam hukum perdata. banyak sekali cakupannya, salah satunya adalah
perikatan. Perikatan merupakan salah satu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak
atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban ataas sesuatu. Hubungan hukum
dalam harta kekayaan ini merupakan suatu akibat hukum. akibat hukum dari
suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang menimbulkan perikatan.
Dalam makalah ini, kami akan membahas tentang konsep perikatan dan
hal-hal yang terkait di dalamnya sampai dengan berakhirnya atau terhapusnya
suatu perikatan
B. Rumusan Masalah
PEMBAHASAN
1
L.C. Hoffman, sebagaimana dikutip dari R. Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan,Putra Abardin, 1999,
hal. 2.
untuk menunaikan prestasi2.
2
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, 1986, hal. 7.
3
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1996, hal.
26.
4
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan, Alumni, Bandung,
Edisi Kedua, 4 Cetakan I, 1996, hal. 1-9
5
Ibid., hal. 1
6
Loc.Cit.
3. Pihak-pihak atau disebut sebagai subyek perikatan adalah bahwa
hubungan hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang
berhak atas prestasi atau pihak yang aktif adalah pihak kreditur atau yang
berpiutang, sedangkan pihak yang wajib memenuhi prestasi adalah pihak
pasif yaitu debitur atau yang berutang.
4. Prestasi atau dapat juga kontra prestasi (tergantung dari sudut pandang
pelaksanaan prestasi tersebut) adalah macam-macam pelaksanaan dari
perikatan dan menurut ketentuan Pasal 1234 KUH Perdata, dibedakan atas
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
Dalam suatu perikatan, satu pihak berhak atas suatu prestasi, tetapi
mungkin juga pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu di samping
kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi. Sebaliknya pula, pihak
lain itu di samping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi
suatu prestasi. Jadi kedua belah pihak memiliki hak dan kewajiban timbal
balik8.
7
Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Dasar Hukum Perjanjian, dalam Hukum Kontrak Indonesia, ELIPS,
Jakarta, 1998, hal. 4.
8
Abdul Kadir Muhammad, Hukum Perikatan, Alumni, Bandung, 1992, hal. 8.
9
Mariam Darus Badrulzaman, Op.Cit.,hal. 4.
Kreditur dalam arti yuridis adalah orang yang berhak atas prestasi
yaitu pihak yang aktif dalam perikatan, sedangkan debitur adalah orang
yang berkewajiban melaksanakan prestasi yaitu pihak yang pasif dalam
perikatan.Hak dalam arti yuridis adalah wewenang yang diberikan oleh
hukum (undang-undang) kepada subjek hukum untuk melakukan sesuatu
atau tidak melakukan sesuatu, sedangkan
kewajiban adalah pembebanan yang diberikan oleh hukum (undang-
undang) kepada subjek hukum untuk melaksanakan sesuatu.
B. Macam-Macam Perikatan
f. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi. Perikatan yang
dapat dibagi adalah perikatan yang prestasinya dapat dibagi tanpa
mengurangi hakikat dari prestasi itu seperti penyerahan beras, sedangkan
perikatan yang tidak dapat dibagi adalah kebalikannya.
2. Menurut subjeknya :
a. Perikatan tanggung menanggung yaitu perikatan dimana debitur
dan/atau krediturnya terdiri dari beberapa orang.
Menurut ilmu hukum perdata, perikatan dapat dibagi atas beberapa jenis
sebagai berikut :
f. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi (Pasal 1296 KUH
Perdata);
2. Dilihat dari ilmu hukum perdata, perikatan dapat dibagi atas 3 (tiga)
macam yaitu perikatan dilihat dari subjek, objek dan daya kerjanya.
2) Perikatan fakultatif
4) Perikatan alternatif
2) Perikatan bersyarat
Selain itu, landasan hukum dalam perikatan juga meliputi Pasal 1 ayat
(3) UUD 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum
yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini
menegaskan bahwa perikatan yang terjadi antara individu atau badan
hukum harus selalu sesuai dengan hukum dan peraturan yang berlaku
dalam negara Indonesia.
Selain itu, Pasal 28I ayat (1) UUD 1945 juga menjadi landasan hukum
dalam perikatan, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas
pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta
perlakuan yang sama di hadapan hukum. Hal ini menunjukkan bahwa
terdapat hak dan jaminan bagi individu atau badan hukum yang melakukan
perikatan secara sah dan sesuai dengan hukum yang berlaku.
4. Perjanjian kerja
7. Perjanjian Penghibahan
15.Perjanjian Perdamaian
BAB III
PENUTUP
A. .Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan,
Jakarta, 1996.
Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III: Hukum Perikatan dengan Penjelasan,
Alumni, Bandung, Edisi Kedua, 4 Cetakan I, 1996, hal.