E-mail: najmafauziyah2002@gmail.com
Abstract
The law of engagement is a relationship based on law between the two parties in
the context of assets which the parties are called creditors and debtors. The
purpose of making this scientific paper is to broaden knowledge for us writers
and also readers to know more about what the law of engagement is. The
research method used in making this scientific paper is using descriptive
analytical method using a qualitative approach and literature study techniques.
The result of this research is that we found a number of understandings
regarding contract law, which is a law that regulates the relationship of every
legal person in the context of assets between two or more people, which gives
rights and obligations for an achievement. So in conclusion, the law of
engagement is the law that regulates a relationship between two or more people
that gives rights and obligations for an achievement.
Abstrak
METODE PENELITIAN
Penelitian mengenai “Pengantar Hukum Perikatan” memakai metode
deskriptif analitis dengan pendekatan melalui kualitatif dan tekniknya
yaitu study literature. Teknik atau metode ini merupakan metode penelitian
kegiatan yang dimana menggunakan metode pengumpulan data-data
penelitian, menelaah, membaca, mengutip, serta mengolah bahan
penelitian. Study literature ini juga merupakan penelitian dengan cara
untuk menemukan dan membereskan suatu masalah dengan menelusuri
sumber-sumber karya sebelumnya. Dengan istilah lain, study literature ini
juga sangat akrab dengan istilah studi pustaka.
Adapun dalam hal ini, kami memecahkan masalah dan melakukan
penelitian dengan cara mengumpulkan data pustaka dan jurnal ilmiah.
Kemudian kami membaca serta mengambil poin tersebut untuk kemudian
kami olah menjadi bahan penelitian yang pada akhirnya menghasilkan
kesimpulan. Adapun tujuan penelitian dari metodelogi study literature ini
ialah mendapatkan informasi yang akurat dengan pembahasan yang sedang
dibahas serta diteliti dan juga menelaah kembali teori-teori fundamental
yang akurat dengan pembahasan yang sedang diteliti atau dikaji. Metode ini
kami pilih karena metode studi literature ini memudahkan kami para
peneliti untuk mencari informasi, dimana cara untuk memperoleh
informasi tersebut yang simple karena tidak harus turun atau terjun
langsung ke lapangan.
2│
A. Pengertian Istilah Perikatan
Perikatan merupakan hasil pengertian dari kata verbintenis yang berasal
dari bahasa Belanda yang artinya ikatan/hubungan. Perikatan artinya hal yang
mengikat antara orang yang satu kepada orang yang lain. Suatu hal yang mengikat
itu dalam kenyataannya dapat berupa perbuatan, contohnya jual-beli barang,
berupa peristiwa contohnya yaitu lahirnya seorang bayi. Dikarenakan semua hal
yang mengikat itu selalu ada dalam kehidupan masyarakat, maka oleh masyarakat
itu sendiri diakui dan diberi akibat hukum. Oleh karena itu, suatu perikatan yang
terjadi diantara orang yang satu dengan yang lainnya disebut sebagai hubungan
hukum. Jika disimpulkan, perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang
terjadi antara pihak yang satu dengan pihak yang lainnya karena perbuatan,
peristiwa, atau keadaan. Dari penjelasan ini dapat disimpulkan kembali bahwa
perikatan terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan, hukum keluarga, hukum
waris, dan hukum pribadi. Perikatan-perikatan yang terdapat dalam bidang hukum
yang disebutkan diatas contohnya yaitu:
a.
Dalam bidang hukum harta kekayaan, contohnya perikatan jual-beli
dan sewa-menyewa.
b. Dalam bidang hukum keluarga, contohnya perikatan karena
perkawinan.
c. Dalam bidang hukum waris, contohnya perikatan untuk mewaris
karena kematian pewaris.
d. Dalam bidang hukum pribadi, contohnya perikatan untuk mewakili
badan hukum oleh pengurusnya.2
Kemudian perikatan juga merupakan hasil terjemahan dari bahasa lain
seperti bahasa latin yaitu obligatio, obligation dari bahasa Prancis dan Inggris.
Adapun pengertian lain dari verbintenis yaitu:
1. Perikatan: para pihak yang saling terikat oleh kewajiban atau prestasi.
(pengertian ini dipakai oleh para ahli hukum, diantaranya yaitu
Subekti dan Sudikno)
2. Perutangan: hubungan terikat hutang piutang antara kedua pihak atau
lebih. (pengertian ini dipakai oleh para ahli hukum, yaitu diantaranya
Sri Soedewi, Vollmar, Kusumadi).
3. Perjanjian atau yang disebut overeenkomst, (pengertian ini digunakan
oleh ahli hukum Wiryono Prodjodikoro).
Adapun pengertian perikatan menurut para ahli, diantaranya yaitu:
1. Menurut Prof. Subekti, S.H. mengatakan bahwa perikatan merupakan
suatu hubungan hukum diantara dua orang atau berjumlah dua pihak
yang didasarkan dari satu pihak berhak menuntut dan pihak lainnya
wajib untuk memenuhi tuntutan itu.
2. Menurut Prof. Abdulkadir Muhammad, S.H., mengatakan bahwa
perikatan ialah sesuatu yang mengikat antara satu orang dan orang
lainnya. Dalam hal ini yang disebut mengikat yaitu sebuah peristiwa
hukum yang berupa perbuatan (jual beli, sewa menyewa), kejadian
(kematian, kelahiran), dan keadaan.
2
Abdulkadir, M., (1992), Hukum Perikatan, Bandung: Citra Aditya Bakti, hlm. 5-8.
│3
3. Menurut R. Setiawan, S.H., perikatan merupakan hubungan hukum,
dalam hal ini hubungan hukum tersebut diatur dan diakui secara sah
oleh hukum.
1. Adanya suatu kaidah hukum. Kaidah hukum alam hukum perikatan dibagi
menjadi dua, yaitu tertulis dan tidak tertulis. Kaidah hukum tertulis
meliputi peraturan perundang-undangan, traktat, juga yurisprudensi.
Kemudian kaidah hukum tidak tertulis yaitu hukum yang timbul dan
tumbuh dalam kebiasaan hidup masyarakat.
2. Adanya subjek hukum, yaitu manusia dan badan hukum. Dalam hukum
perikatan, subjek hukumnya yaitu seorang kreditur dan debitur.
3. Adanya prestasi
3
Munir Fuady, (1991), Hukum Kontrak (dari sudut pandang Hukum Bisnis). Bandung:
Citra Aditya Bakti, hlm. 1.
4
Abdulkadir Muhammad, (2000), Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya
Bakti, hlm. 198.
5
R. Setiawan, (1978), Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung: Binacipta, hlm. 1-2.
6
Joko, D., Joko Sriwidodo, S. H., Kristiawanto, D., & Kristiawanto, S. H., (2020),
Memahami Hukum Perikatan, hlm. 25.
4│
Subjek hukum perikatan yaitu para pihak yang memperoleh hak nya atau
disebut sebagai kreditur, dan juga para pihak yang diberikan kewajiban atas suatu
prestasi atau disebut debitura. Kembali pada prinsipnya, semua orang dapat
menjadi subjek hukum perikatan. Subjek hukum perikatan ini dapat disebut huga
sebagai pelaku perikatan.7
7
Ibid, hal.28
8
Ibid, hal.15
│5
Dalam KUHPerdata Pasal 1353, dijelaskan bahwa suatu perikatan yang
dilahirkan atau timbul dari undang-undang merupakan akibat dari
suatu perbuatan yang ditimbulkan oleh seseorang, baik perbuatan yang
halal maupun melawan hukum. Berdasarkan ketentuan tersebut, suatu
perikatan terbagi menjadi dua hal, yaitu perbuatan yang taat terhadap
hukum dan juga perbuatan yang melawan hukum.
Setiap debitur pasti mempunyai hutang terhadap kreditur. Oleh karena itu,
pihak kreditur mempunyai hak untuk menagih piutang tersebut kepada debitur.
Apabila seorang debitur tidak dapat berkewajiban untuk membayar hutangnya,
maka kreditur mempunyai hak untuk menagih kekayaan debitur sebagai
piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht).10
9
Januar, I., (2016), Kewajiban dan Tanggung Jawab Memenuhi Prestasi dalam Hukum
Jaminan, to-ra, 2(1), hlm. 287-294.
10
Mariam Darus B, (2010), Hukum Perikatan dengan Penjelasannya, Bandung : Alumni,
hlm. 10.
6│
“Berbuat sesuatu” maksudnya melaksanakan suatu perbuatan sesuai
ketetapan dalam perjanjian yang sudah dibuat. Adapun mengenai “tidak
berbuat sesuatu”, yaitu tidak melakukan perbuatan yang telah
diperjanjikan. Contohnya tidak melakukan persaingan yang telah
diperjanjikan.
c. Sifat prestasi
11
Lia Amaliya, S. H. Hukum Perikatan. Cipta Media Nusantara, hlm. 9.
│7
terlambatnya pelaksanaan prestasi. Semua hal ini dikarenakan pihak
kreditur akan mendapat sebuah keuntungan jika pihak debitur melakukan
prestasi tepat pada waktunya.
4. Beban resiko beralih untuk kerugian pihak debitur apabila halangan
tersebut lahir setelah pihak debitur melakukan wanprestasi. Kecuali dalam
hal ini apabila ada kesengajaan atau kekeliruan yang besar dari pihak
kreditur. Maka dari itu, pihak debitur tidak dibenarkan untuk berpegang
pada keadaan memaksa.
G. Asas-asas Perikatan
8│
Maksud dari asas ini yaitu suatu perikatan terjadi sejak lahirnya kata
“sepakat” diantara para pihak. Hal ini sesuai dengan Pasal 1320 ayat 1
KUHPdt. Hal tersebut dapat dibentuk secara lisan ataupun tulisan.
2. Asas Pacta Sunt Servanda
Asas ini berhubungan dengan Pasal 1338 KUHPdt yang menyatakan
bahwa semua persetujuan yang dibentuk secara sah berlaku sebagai
aturan bagi pihak-pihak yang membuatnya. Dengan arti lain, istilah pacta
sunt servanda ini yaitu sebuah janji yang harus ditepati oleh para pihak
yang melakukan perikatan.
3. Asas Kebebasan Berkontrak
Asas kebebasan berkontrak merupakan suatu wujud dari kehendak bebas
hak asasi manusia. Asas ini merupakan perwujudan dalam hal melakukan
kebebasan kepada setiap orang untuk membuat, mengadakan,
menentukan, dan menentukan bentuk perjanjian.14
H. Jenis-Jenis Perikatan
1. Perikatan Murni
Jenis ini mrupakan jenis perikatan yang paling sederhana karena
jumlah pihak yang terikat hanya masing-masing satu. Baik dari pihak
yang dituntut maupun yang menuntut. Contohnya membeli kopi di
warung madura.
2. Perikatan bersyarat
Perikatan bersyarat merupakan suatu perikatan yang digantungkan
pada sebuah peristiwa yang belum tentu terjadi. Contohnya perikatan
bersyarat tangguh, yaitu perikatan yang timbul pada detik terjadinya
peristiwa itu. Contohnya: Seseorang berjanji kepada temannya untuk
menjual jam tangan apabila ia sudah menemui temannya itu di Kota
Jakarta. Maka perikatan tersebut terjadi apabila seseorang tersebut
sudah menemui temannya di Jakarta. Kemudian contoh yang kedua
yaitu perikatan bersyarat batal yang artinya sebuah perikatan tersebut
sudah lahir dan berakhir apabila peristiwa tersebut terjadi. Misalnya:
Neli menempati rumah Najma, dan Neli harus mengosongkan rumah
Najma ketika Najma sudah pulang dari perjalanan umrohnya. Ketika
Najma pulang umroh, maka Neli harus menyerahkan kembali rumah
tersebut kepada Najma.
3. Perikatan dengan ketentuan waktu
Ketentuan waktu dalam perikatan ini maksudnya yaitu peristiwa yang
akan terjadi dan pasti sesuai dengan ketentuan dalam KUHPerdata
Pasal 1268 yang berbunyi “suatu ketetapan waktu tidak
menangguhkan sebuah perikatan, melainkan menangguhkan
pelaksanaannya”. Dalam perikatan dengan ketetapan waktu ini,
14
Hs, S., (1979), A, Hukum Perikatan, hlm. 1-6.
│9
kreditur tidak mempunyai hak untuk menagih suatu pembayaran
sebelum waktu yang telah dijanjikan tiba.
4. Perikatan Mana Suka/Alternatif
Perikatan mana suka atau alternatif ini merupakan perikatan yang
terdiri dari prestasi dan seorang debitur wajib memenuhi suatu
perikatan tersebut dengan salah satu prestasi. Perikatan ini diatur
sesuai ketentuan dalam KUHPerdata Pasal 1272 yang berbunyi dalam
perikatan manasuka, seseorang yang berutang dibebaskan jika ia
menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam
perikatan tersebut, tetapi ia tidak dapat memaksakan seorang yang
berpiutang untuk menerima sebagian dari barang yang satu dan
lainnya. Dalam hal ini, objek prestasinya ada dua macam barang.
Mengapa hal ini dikatakan alternatif karena seorang debitur boleh
memenuhi prestasinya dengan memilih salah satu dari dua barang
yang dijadikannya objek perikatan. Tetapi dalam hal ini seorang
debitur tidak dapat memaksa seorang kreditur untuk menerima
sebagian barang yang satu dan lainnya. Jika seorang debitur tersebut
sudah memenuhi salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam
perikatan, maka ia dibebaskan dan perikatan telah berakhir. Pada hal
ini juga hak memilih prestasi itu diberikan kepada debitur apabila hak
tersebut tidak secara jelas diberikan pada seorang kreditur.
Contohnya:
Neli mempunyai utang kepada Najma sebesar satu juta rupiah.
Kemudian Neli tidak bisa membayar hutangnya, lantas kedua orang
tersebut membuat perjanjian bahwa untuk menebus hutang Neli, ia
dapat membayarnya dengan sekilo beras dan keduanya bersepakat.
5. Perikatan Tanggung Menanggung/Tanggung Renteng
Perikatan tanggung menanggung atau tanggung renteng ini
merupakan perikatan yang terdiri dari beberapa orang kreditur dan
debitur. Perikatan tanggung renteng ini diatur dalam Pasal 1278
KUHPerdata yang berbunyi: suatu perikatan tanggung menanggung
atau perikatan tanggung renteng terjadi diantara beberapa orang yang
berpiutang. Apabila dalam persetujuan tersebut secara tegas kepada
masing-masing untuk diberikan hak menuntut pemenuhan seluruh
utangnya, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah satunya
membebaskan orang yang terutang. Meskipun perikatan sifatnya
dapat dipecah dan dibagi.
Artinya, perikatan tanggung menanggung dapat terjadi apabila
seorang debitur berhadapan dengan beberapa orang kreditur ataupun
sebaliknya. Perikatan tanggung menanggung ini terdiri dari dua jenis,
yaitu perikatan tanggung menanggung aktif dan perikatan tanggung
menanggung pasif.
a. Perikatan tanggung menanggung aktif
Perikatan tanggung menanggung aktif ini terjadi jika pihak
kreditur terdiri dari beberapa orang atau banyak orang. Hak
memilih diberikan kepada pihak debitur. Hal ini jelas tertuang
dalam Pasal 1279 KUHPerdata yang berbunyi adalah terserah
10 │
kepada si berutang untuk memilih apakah ia akan membayar
utang kepada yang satu atau lainnya diantara orang yang
berpiutang, selama ia belum digugat oleh salah satu.
Dari hal tersebut dapat ditarik sebuah kesimpulan:
Masing-masing dari setiap kreditur berhak menuntut untuk
dipenuhinya seluruh hutang dari pihak debitur. Dan debitur
dapat membayar seluruh utangnya kepada salah satu kreditur.
Pembayaran seluruh utang kepada salah satu kreditur ini
artinya membebaskan seluruh utang seorang debitur kepada
seluruh kreditur.
Perikatan tanggung menanggung ini masih lemah karena jika
prestasinya diterima oleh salah satu kreditur dan seorang
kreditur tersebut tidak menghitung, maka kreditur lain akan
dirugikan.
b. Perikatan tanggung menanggung pasif
Perikatan tanggung menanggung secara pasif ini akan terjadi
jika pihak debitur terdiri dari beberapa orang atau lebih dari
satu orang. Pada perikatan tanggung menanggung pasif ini
juga setiap debitur mempunyai kewajiban untuk memenuhi
prestasi seluruh utang, dan apabila hutang tersebut sudah
dipenuhi oleh seorang debitur saja, maka hal tersebut dapat
membebaskan debitur lain yang mempunyai tuntutan hutang
dari kreditur dan kemudian perikatan selesai atau dihapus.
Hal ini diatur dalam KUHPerdata Pasal 1280 yang berbunyi
adalah terjadi suatu perikatan tanggung menanggung di
pihaknya orang-orang yang berutang manakala mereka
kesemuanya diwajibkan melakukan suatu hal yang sama,
sedemikian bahwa salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya,
dan pemenuhan oleh salah satunya dapat membebaskan
orang-orang yang berutang terhadap pihak yang berpiutang.
Perikatan tanggung menanggung ini hanya dapat diadakan jika
perikatan tersebut secara tegas dinyatakan.
6. Perikatan yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
Suatu perikatan dapat dibagi dan juga tidak dapat dibagi jika suatu
barang yang menjadi objek prestasi dapat atau tidak dapat dibagi
menurut imbangan. Hal ini diatur dan tercantum dalam KUHPerdata
Pasal 1296 yaitu suatu perikatan dapat dibagi ataupun tidak dapat
dibagi hanya karena perikatan tersebut mengenai suatu barang
penyerahannya atau suatu perbuatan yang pelaksanaannya dapat
dibagi ataupun tidak dapat dibagi, baik secara nyata, maupun
perhitungan.
Sifat perikatan dalam hal ini dibagi menjadi dua, yaitu sifat barang
yang menjadi objek dan juga maksud dari perikatannya apakah dapat
dibagi atau tidak dapat dibagi.
a. Menurut sifat barang
Suatu perikatan tidak dapat dibagi, jika objek daripada
perikatan tersebut berupa penyerahan barang.
│ 11
b. Menurut maksud perikatan
Menurut maksudnya, suatu perikatan tidak bisa dibagi apabila
maksud dari para pihak sebuah prestasinya harus
dilaksanakan sepenuhnya, sekalipun seharusnya perikatan
tersebut bisa dibagi.
Adapun akibat hukum dari hal diatas yaitu jika perikatan tidak
dapat dibagi, maka tiap kreditur berhak menuntut seluruh prestasinya
pada pihak debitur. Sedangkan dari pihak debitur masing-masing
mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi tersebut. Kemudian
jika perikatan dapat dibagi, para kreditur hanya berhak menuntut
beberapa bagian. Kemudian persamaan dan perbedaan dari perikatan
diatas yaitu: persamaannya tiap kreditur dapat menuntut masing-
masing dari pihak debitur untuk memenuhi seluruh hutangnya. Dan
perbedannya yaitu suatu perikatan tidak dapat dibagi apabila
menyangkut soal prestasinya itu sendiri, sedangkan pada perikatan
tanggung-menanggung mengenai orang-orang yang berutang dan
berpiutang.
7. Perikatan dengan ancaman hukuman
Perikatan dengan ancaman hukuman ini pada dasarnya memuat
sebuah ancaman kepada pihak debitur jika debitur tersebut lalai dan
tidak dapat memenuhi kewajibannya. Perikatan dengan ancaman
hukuman ini diatur dala KUHPerdata Pasal 1304 yang berbunyi
“ancaman hukuman adalah suatu ketentuan sedemikian rupa dengan
mana seorang untuk menjamin pelaksanaan suatu perikatan yang
diwajibkan untuk melakukan sesuatu manakala perikatan tersebut
tidak dapat dipenuhi”
Arti dari ancaman hukuman tersebut yaitu diantaranya untuk
memberikan sebuah kepastian dari pelaksanaan dalam isi sebuah
perjanjian yang disepakati, sebagai upaya untuk menetapkan jumlah
ganti rugi apabila benar-benar terjadi wanprestasi. Kemudian
selanjutnya dalam ketentuan Pasal 1304 KUHPerdata juga mempunyai
dua maksud, yaitu: pertama, untuk memotivasi orang atau pihak yang
berutang agar memenuhi kewajibannya, kedua agar terbebasnya pihak
yang berpiutang dari pembuktian tentang jumlah kerugian yang
dideritanya.15
KESIMPULAN
Hukum perikatan merupakan sebuah aturan hukum yang mengatur
hubungan antara para pihak yang jumlahnya dua orang atau lebih, yang
memberikan hak pada salah satu pihak yang disebut kreditur dan memberikan
sebuah kewajiban pada pihak yang lain atas suatu prestasi atau dapat disebut
debitur. Objek dari hukum perikatan yaitu sebuah prestasi dan subjek dari hukum
perikatan yaitu pihak-pihak yang melakukan peristiwa perikatan tersebut. Sumber
perikatan yaitu terbagi menjadi dua, yakni bersumber perjanjian para pihak dan
15
12 │
juga bersumber dari undang-undang. Schuld merupakan suatu kewajiban para
debitur untuk berprestasi dan Haftung merupakan penjamin pemenuhan dari
sebuah prestasi dengan semua kekayaan hartanya. Schuld dan Haftung tentunya
ada pada pihak debitur sehingga sebagai konsekuensinya, adanya upaya
pembatalan perbuatan hukum dari debitur yang dapat merugikan krediturnya
atau disebut actio paulina yang hadir untuk pihak kreditur. Kemudian hukum
perikatan menganut sistem terbuka yang artinya bahwa setiap orang berhak untuk
melakukan sebuah perjanjian, baik perbuatan tersebut sudah diatur dalam aturan
undang-undang maupun belum. Hal ini berdasarkan KUHPerdata.
DAFTAR PUSTAKA
Abdulkadir, M. (1992). Hukum Perikatan. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Fuady, M. (1999). Hukum Kontrak (dari sudut pandang Hukum Bisnis). Bandung:
Citra Aditya Bakti.
HS, S. (2008). Perkembangan Hukum Kontrak Di Luar KUH Perdata. Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada.
│ 13