Anda di halaman 1dari 26

HUKUM PERIKATAN

MAKALAH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Hukum Perdata Indonesia

Oleh Kelompok 10

1. EVA NURSYAFIAH : 2220104067


2. DICKHY ALEXANDER : 2220104140

DOSEN PENGAMPU : RAMIAH LUBIS, SH., MH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH (22174)

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

TAHUN AJARAN 2022/2023


KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang. Kami panjatkan
puji syukur kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, sertainayahNya kepada
kami sehingga kami bisa menyelesaikan makalah tentang HUKUM PERIKATAN.

Makalah ini sudah kami susun dengan maksimal dan mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar cara pembuatan makalah ini . Untuk itu kami menyampaikan
terimakasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam makalah ini . Terlepas dari
segala hal tersebut, Kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya . Oleh karenanya kami dengan lapang dada menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini .

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini biasa memberikan manfaat maupun inspirasi
untuk pembaca .

Palembang, 17 November 2023

Kelompok 10

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................ii

DAFTAR ISI.......................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1

A. LATAR BELAKANG.............................................................................................1
B. RUMUSAN MASALAH........................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................3

A. PERIKATAN PADA UMUMNYA........................................................................3


B. PERIKATAN TIMBUL KARENA PERJANJIAN................................................10
C. PERIKATAN YANG TIMBUL KARENA UNDANG-UNDANG.......................18
D. JENIS-JENIS PERIKATAN KHUSUS..................................................................19

BAB III PENUTUP...........................................................................................................22

A. KESIMPULAN.......................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................................23

iii
BAB I

PENDAHULIAN

A. LATAR BELAKANG
Hukum perikatan, jika diterjemahkan merupakan suatu hubungan hukum dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam
harta kekayaan ini merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari suatu
perjanjian atau peristiwa hukum lain yang dapat menimbulkan perikatan. Jika dilihat dari
rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi
(personal law).
Dalam hukum perikatan, ada perikatan untuk berbuat sesuatu maupun tidak
berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu adalah
melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang dan
sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk
tidak melakukan perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian. Hukum
perikatan menjadi sangat penting untuk dipelajari apalagi dalam suasana perdagangan era
digital yang sekarang sedang kita rasakan sekarang.1
Dalam ilmu pengetahuan Hukum Perdata, perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas
sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka yaitu setiap orang dapat
mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian apapun dan bagaimanapun, baik
yang diatur dengan undang-undang atau tidak dan inilah yang disebut dengan kebebasan
berkontrak dengan syarat tidak melanggar hukum.2

1
http://repo.jayabaya.ac.id/13/2/Memahami%20Hukum%20Perikatan_.pdf /dikutip.17/11/2023.07:16
2
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-hukum-perikatan-lt644ee96509664/ dikutip.17/11/2023.07:16

iv
B. RUMUSAN MASALAH
Mengetahui dan memahami hukum perikatan, sumber-sumber perikatan serta
jenis-jenis perikatan.

v
BAB II

PEMBAHASAN

A. PERIKATAN PADA UMUMNYA


1. Istilah Perikatan
Istilah perikatan (verbintenis dalam bahasa Belanda) diterjemahkan secara
berbeda-beda oleh para sarjana, antara lain :
a. Kitab undang-undang Hukum hukum Perdata, menggunakan istilah
"perikatan" untuk verbintenis.
b. Prof. Utrecht, memakai istilah "perutangan" untuk verbintenis.
c. Prof. Subekti,S.H., mempergunakan istilah verbintenis untuk perkataan
"perikatan", dll.
Dari uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa untuk istilah verbintenis
dikenal ada tiga istilah,adalah perikatan, perutangan, dan perjanjian.3

2. Pengertian Perikatan
Mengenai pengertian perikatan itu sendiri oleh para sarjana juga diberikan secara
berbeda-beda, diantaranya sebagai berikut:
a. Menurut Prof. Soediman kartohadiprodjo,S.H. hukum perikatan ialah kesemuanya
kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber pada
tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan
b. Menurut Prof .Subekti, S.H., perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara
dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk
memenuhi tuntutan itu.
c. Menurut R.Setiawan, S.H., perikatan adalah suatu hubungan hukum, yang artinya
hubungan yang diatur dan diakui oleh hukum.
d. Menurut Abdulkadir Muhammad, S.H., perikatan adalah hubungan hukum yang
terjadi antara debitur dan kreditur, yang terletak dalam bidang harta kekayaan.

3
Simanjuntak.HUKUM PERDATA INDONESIA.KENCANA.Prenadamedia Group.2015.hal.273

vi
e. Menurut A. Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta
kekayaan antara dua orang atau lebih, di atas dasar pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa yang dimaksudkan dengan perikatan


adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana pihak yang satu berhak menuntut
sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan
tersebut. Dalam hal ini dapat disebutkan, bahwa pihak yang menuntut disebut kreditur
(pihak berpiutang) dan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi disebut
debitur (pihak berhutang). Kemudian, jika kita lihat dari dua pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa:

a. Terhadap suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan kreditur dan debitur
tergantung dari yang diperjanjikan
b. Hak dan kewajiban kreditur harus diatur oleh Undang-undang, yaitu sebagai suatu
tindakan untuk menuntut pihak yang lalai dalam melaksanakan suatu prestasi atau
kewajibannya.4

3. Macam-Macam Perikatan
Pada dasarnya, suatu perikatan dapat dilakukan oleh dua orang dan tuntutan
tersebut dapat segera dilakukan. Perikatan dalam bentuk yang paling sederhana ini
disebut perikatan bersahaja atau perikatan murni. Di samping perikatan murni ini,
terdapat pula berbagai macam perikatan yang lebih rumit, yang masing-masing
penjelasannya akan dipaparkan berikut ini:5
a. Perikatan Bersyarat
Dalam kuhper, perikatan bersyarat diatur dalam pasal 1253 sampai dengan pasal
1267. Suatu perikatan adalah bersyarat apabila ia digantungkan pada suatu
peristiwa yang masih akan datang dan yang masih belum tentu akan terjadi, baik
secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun
secara membatalkan perikatan menurut terjadi atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut (Pasal 1253 KUH Per). Perikatan bersyarat ini terdiri dari:
4
Ibid.hal.274-275
5
Ibid.hal.275

vii
1) Perikatan dengan suatu syarat tangguh
2) Perikatan dengan suatu syarat batal.
b. Perikatan Dengan Ketetapan Waktu
Dalam KUH Per, perikatan dengan ketetapan waktu diatur dalam pasal 1268
sampai dengan pasal 1271. Perikatan dengan ketetapan waktu ialah perikatan
yang hanya menangguhkan pelaksanaannya atau lama waktu berlakunya suatu
perikatan (Pasal 1268 KUHPer).
c. Perikatan Manasuka (Alternatif)
Dalam KUHPer, perikatan mana suka diatur dalam pasal 1272 sampai dengan
pasal 1277. Dalam perikatan manasuka, si berutang (debitur) dibebaskan jika ia
menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perjanjian, tetapi
ia tidak dapat memaksakan berpiutang (kreditur) untuk menerima sebagian dari
barang yang satu dan sebagian barang yang lainnya (Pasal 1272 KUHPer).
d. Perikatan Tanggung-Menanggung (Tanggung-Renteng)
Dalam KUHPer, perikatan tanggung menanggung diatur dalam pasal 1278 sampai
dengan pasal 1295. Suatu perikatan tanggung menanggung atau tanggung rentang,
terjadi antara beberapa orang berpiutang, jika di dalam suatu perjanjian secara
tegas kepada masing-masing pihak diberikan hak untuk menuntut pemenuhan
seluruh utang, sedang pembayaran yang dilakukan kepada salah seorang
membebaskan pihak berhutang, meskipun perikatan menurut sifatnya dapat
dipecah dan dibagi diantara beberapa orang berpiutang tadi (Pasal 1278 KUHPer)
e. Perikatan Yang Dapat Dibagi Dan Yang Tak Dapat Dibagi
Dalam KUHPer, perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi diatur
dalam pasal 1296 sampai dengan pasal 1303. Suatu perikatan dapat dibagi atau
tidak dapat dibagi apabila prestasinya dapat atau tidak dapat dibagi menurut
imbangan, gimana pembagian tersebut tidak boleh mengurangi hakikat prestasi
tersebut.

f. Perikatan Dengan Ancaman Hukuman

viii
Dalam KUHPer, perikatan dengan ancaman hukuman diatur dalam pasal 1304
sampai dengan pasal 1312. Ancaman hukuman ini adalah dengan manasik
berhutang (debitur) untuk jaminan pelaksanaan suatu perikatan, diwajibkan
melakukan sesuatu apabila perikatan itu tidak terpenuhi (Pasal l 1304 KUHPer).6

4. Sumber-Sumber Perikatan
Menurut pasal 1233 KUHPer, perikatan dapat timbul karena perjanjian maupun
karena Undang-Undang. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa sumber perikatan
itu adalah perjanjian dan Undang-Undang.7
a. Perikatan yang bersumber dari perjanjian (Pasal 1313 KUHper) terdiri dari:
1) Perjanjian bernama, contohnya perjanjian jual, beli sewa menyewa, tukar-
menukar, dan sebagainya.
2) Perjanjian tidak bernama, contohnya leasing, dan sebagainya.
b. Perikatan yang bersumber dari Undang-Undang (Pasal 1352 KUHPer) terdiri dari:
1) Undang-undang saja (Pasal 1352 KUHPer), contohnya hak alimentasi
(Pasal 104 KUHPer), hak numpang pekarangan (Pasal 625 KUHPer).
2) Undang-undang karena perbuatan orang (Pasal 1353 KUHPer), contohnya
perbuatan yang halal (Pasal 1354 KUHPer), dan perbuatan yang melawan
hukum Pasal 1365 KUHPer).8

5. Hapusnya Perikatan
Menurut pasal 1381 KUHPer, hapusnya suatu perikatan dapat terjadi karena:
a. Pembayaran
b. Penawaran pembayaran tunai diikuti dengan penyimpanan atau penitipan
c. Pembaruan utang (novasi)
d. Perjumpaan utang (kompensasi)
e. Percampuran utang
f. Pembebasan utang
g. Musnahnya barang yang terutang

6
Ibid
7
Setiawan, I. Ketut Oka. Hukum perikatan. Bumi Aksara, 2021.
8
HUKUM PERDATA INDONESIA.Op.Cit.

ix
h. Batal atau pembatalan
i. Berlakunya suatu syarat batal
j. Lewat waktu (kadaluarsa)

Di samping 10 hal tersebut, masih ada hal-hal lain mengenai hapusnya perikatan
yang tidak disebutkan dalam KUHPer ,yaitu antara lain:

a. Berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian.


b. Meninggalnya salah satu pihak dari perjanjian, misalnya perjanjian maatschap dan
perjanjian pemberian kuasa.
c. Meninggalnya orang yang memberi perintah.
d. Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap.
e. Adanya syarat yang membatalkan perjanjian9.

6. Pembayaran
Menurut ketentuan dalam Pasal 1385 KUHPer, pembayaran harus dilakukan
kepada;
a. Siberpiutang (kreditur)
b. Orang yang dikuasakan oleh kreditur
c. Orang yang dikuasakan oleh hakim atau undang-undang untuk menerima
pembayaran tersebut.
Selanjutnya menurut ketentuan dalam pasal 1393 KUHPer, pembayaran harus
dilakukan di:
a. Tempat yang ditetapkan dalam perjanjian
b. Tempat di mana barang itu berada sewaktu perjanjiannya dibuat
c. Tempat tinggal kreditur (berpiutang), selama ia terus-menerus terdiam dalam
wilayah di mana ia bertempat tinggal sewaktu perjanjian dibuat, dan di dalam hal-
hal lainnya di tempat tinggal si debitur (berhutang).10

7. Penawaran Pembayaran Tunai Diikuti Dengan Penyimpanan Atau Penitipan


9
Ibid
10
Ibid

x
Dengan dilakukannya penawaran dan diikuti dengan penitipan tersebut, maka
akan membebaskan siput hutang dan berlaku baginya sebagai pembayaran, asal
penawaran itu telah dilakukan dengan cara menurut undang-undang, sedangkan apa
yang dititipkan itu tetap atas tanggungan siberpiutang (Pasal 1404 KUHPer). Segala
biaya yang dikeluarkan untuk menyelenggarakan penawaran pembayaran tunai dan
penyimpanan, harus dipikul oleh siberpiutang (Pasal 1407 KUHPer).11

8. Pembaruan Utang (Novasi)


Menurut pasal 1413 KUHPer, ada tiga macam jalan untuk melaksanakan
pembaruan utang yaitu:
a. Apabila seseorang yang berhutang membuat suatu perikatan utang baru guna
orang yang mengutangkan kepadanya, yang menggantikan utang yang lama, yang
dihapuskan karenanya.
b. Apabila seorang berhutang baru ditunjuk untuk menggantikan orang berhutang
lama, yang oleh siberpiutang dibebaskan dari perikatannya.
c. Apabila sebagai akibat perjanjian baru, seorang berpiutang baru ditunjuk untuk
menggantikan orang berpiutang lama terhadap siapa sih berhutang dibebaskan
dari perikatannya.

Pembaruan utang (novasi) hanya dapat terlaksana antara orang-orang yang cakap
untuk mengadakan perikatan (Pasal 1414 KUHPer). Selanjutnya menurut pasal 14 15
KUHPer, kehendak seseorang untuk mengadakan novasi harus dengan tegas ternyata
dari perbuatannya.12

9. Perjumpaan Utang (Kompensasi)


Supaya utang itu dapat diperjumpakan, maka menurut pasal 1427 KUHPer, harus
memenuhi syarat-syarat berikut:
a. Berupa dua utang yang kedua-duanya berkokok sejumlah uang atau sejumlah
barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama.
b. Utang itu dapat ditetapkan jumlahnya serta dapat ditagih seketika.

11
Ibid
12
Ibid

xi
Setiap utang apapun sebabnya dapat diperjuangkan, kecuali dalam tiga hal yang
ditetapkan dalam pasal 1429 KUHPer yaitu:

a. Apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan


hukum dirampas dari pemiliknya.
b. Apabila dituntutnya pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau
dipinjamkan.
c. Terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah
dinyatakan tak dapat disita.13

10. Percampuran Utang


Hapusnya perikatan karena pencampuran utang diatur dalam pasal 1436 dan pasal
1437 KUHPer. Menurut pasal 1436 KUHper, percampuran utang terjadi apabila
kedudukan sebagai orang berpiutang (kreditur) dan orang berhutang (debitur)
berkumpul pada satu orang. Percampuran utang tersebut terjadi demi hukum. Dalam
percampuran utang ini, utang piutang dihapuskan. Selanjutnya menurut pasal 1437
KUHPer disebutkan, bahwa percampuran utang yang terjadi pada diri debitur utama
berlaku juga untuk keuntungan para penanggung utangnya. Sebaliknya, percampuran
yang terjadi pada diri si penanggung utang, tidak sekali-kali mengakibatkan hapusnya
utang pokok.

11. Pembebasan Utang


Pembebasan utang merupakan suatu perbuatan hukum dimana siberpiutang
(kreditur) dengan sukarela membebaskan atau melepaskan haknya dari si berutang
(debitur) dari segala kewajibannya. Dengan pembebasan itu, maka perikatan menjadi
hapus.14

12. Musnahnya Barang Yang Terutang

13
Ibid
14
Ibid

xii
Hapusnya perikatan karena musnahnya barang yang terutang diatur dalam pasal
1444 dan pasal 1445 KUHPer. Jika barang tertentu yang menjadi objek perjanjian itu
musnah, tak lagi dapat diperdagangkan atau hilang atau sama sekali tak diketahui
apakah barang itu masih ada, di luar kesalahan si berutang dan sebelumnya ia lalai
menyerahkannya, maka hapuslah perikatanya pasal 144 ayat 1 KUHper.15

13. Pembatalan
Hapusnya perikatan karena pembatalan diatur dalam pasal 1446 sampai dengan
pasal 1456 KUHPer. Menurut kuhper, disebutkan mengenai pembatalan perikatan
apabila:
a. Perikatan itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, seperti belum dewasa,
ditaruh di bawah pengampuan dan wanita yang bersuami pasal 1446 KUHPer.
b. Perikatan itu dibuat dengan paksaan, kehilafan, atau penipuan pasal 1449
KUHPer.16

14. Berlakunya Suatu Syarat Batal


Suatu syarat batal adalah syarat yang apabila dipenuhi, menghentikan perikatan
dan membawa segala sesuatu kembali pada keadaan semula , seolah-olah tidak
pernah ada suatu perikatan. Dengan demikian, syarat batal ini mewajibkan si
berhutang mengembalikan apa yang telah diterimanya, apabila peristiwa yang
dimaksudkan terjadi pasal 1265 KUHPer.17

B. PERIKATAN YANG TIMBUL KARENA PERJANJIAN


1. Istilah Perjanjian
Istilah perjanjian (overeenkomst) diterjemahkan secara berbeda-beda oleh para
sarjana, diantaranya yaitu:
a. Kitab undang-undang hukum perdata, menggunakan istilah "perjanjian" untuk
overeenkomst
b. Prof. Utrecht, memakai istilah overeenkomst untuk "perjanjian"

15
Ibid
16
Ibid
17
Ibid

xiii
c. Prof. Subekti, memakai istilah "overeenkomst" untuk perjanjian, bukan
persekutuan.

Dengan demikian, untuk istilah overeenkomst dipakai dua istilah, yaitu perjanjian
dan persetujuan. Perkataan perjanjian disebut dengan persetujuan, karena dua pihak
setuju untuk melakukan sesuatu hal.18

2. Hubungan Perikatan Dengan Peerjanjian


Menurut Prof Subekti, perkataan "perikatan"(verbintenis) mempunyai arti yang
lebih luas dari perkataan "perjanjian". Perikatan lebih luas dari perjanjian, karena
perikatan itu dapat terjadi karena perjanjian dan undang-undang.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa antara perjanjian (overeenkomst) dan
perikatan (verbintenis) mempunyai hubungan, di mana perjanjian menerbitkan
perikatan. Perjanjian merupakan bagian dari perikatan. Jadi, perjanjian melahirkan
perikatan dan perjanjian merupakan sumber terpenting yang melahirkan perikatan.19
Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan
perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan, di sampingnya sumber-sumber lain.
Suatu perjanjian kerja dinamakan persetujuan karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu. Dapat dikatakan bahwa perikatan (perjanjian dan persetujuan) itu
adalah sama artinya. Perikatan kontrak lebih sempit karena ditunjukkan kepada
perjanjian atau persetujuan tertulis.20

3. Pengertian Perjanjian
Mengenai definisi dari perjanjian itu sendiri oleh para sarjana juga diartikan
secara berbeda-beda pula, di antara lain menurut:
a. Prof. Subekti SH, perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji
kepada seorang lain atau di mana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal.
b. Prof. Dr . R. Wirjono Prodjodikoro, S.H., perjanjian adalah suatu perhubungan
hukum mengenai harta benda antara dua pihak, dalam mana suatu pihak berjanji

18
Ibid
19
Ibid
20
Hasim Purba, S. H. Hukum Perikatan dan Perjanjian. Sinar Grafika, 2023.

xiv
atau dianggap berjanji untuk melakukan sesuatu hal atau untuk tidak melakukan
sesuatu hal, sedang pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu.
c. R. Setiawan ,S.H., persetujuan adalah suatu perbuatan hukum, di mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu
orang atau lebih.21

Sementara menurut pasal 1313 KUHPer, perjanjian adalah suatu perbuatan


dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau
lebih. Dari rumusan perjanjian tersebut dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
perjanjian itu adalah:

a. Ada para pihak


b. Ada persetujuan antara pihak-pihak tersebut
c. Ada tujuan yang akan dicapai
d. Ada prestasi yang akan dilaksanakan
e. Ada bentuk tertentu, baik lisan maupun tulisan
f. Ada syarat-syarat tertentu22

4. Asas-Asas Perjanjian
Dalam Hukum perjanjian, terdapat beberapa asas penting yang perlu diketahui, yaitu:
a. Sistem terbuka (open system)
Asas ini mempunyai arti, bahwa mereka yang tunduk dalam perjanjian bebas
dalam menentukan hak dan kewajibannya.
b. Bersifat pelengkap (optional)
Hukum perjanjian bersifat pelengkap artinya, pasal-pasal dalam Hukum
perjanjian boleh disingkirkan, apabila pihak-pihak yang membuat perjanjian
menghendaki dan membuat ketentuan-ketentuan sendiri yang menyimpang dari
pasal-pasal undang-undang.
c. Berasaskan konsensualisme
Asas ini mempunyai arti, bahwa suatu perjanjian lahir sejak detik tercapainya
kesepakatan antara kedua belah pihak.
21
HUKUM PERDATA INDONESIA.Op.Cit
22
Ibid

xv
d. Berasaskan kepribadian
Asas ini mempunyai arti, bahwa perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang
membuatnya.23

5. Syarat-Syarat Sah-Nya Perjanjian


Menurut pasal 1320 KUHPer, syarat sahnya suatu perjanjian adalah:
a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
b. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
c. Adanya suatu hal tertentu
d. Adanya suatu sebab yang halal

6. Jenis-Jenis Perjanjian
Jenis-jenis perjanjian ini dapat dibedakan dalam beberapa hal yaitu:
a. Perjanjian timbul balik, adalah perjanjian yang memberikan hak dan kewajiban
kepada kedua belah pihak.
b. Perjanjian sepihak adalah perjanjian yang menimbulkan kewajiban pada satu
pihak dan pihak lain menerima haknya.
c. Perjanjian cuma-cuma adalah perjanjian dengan mana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada pihak yang lain tanpa menerima suatu
manfaat bagi dirinya.
d. Perjanjian atas beban adalah perjanjian dengan mana terhadap prestasi pihak yang
satu terdapat prestasi pihak yang lain dan antara kedua prestasi itu ada hubungan
hukum.
e. Perjanjian konsensuil adalah perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan
antara kedua belah pihak.
f. Perjanjian riil adalah perjanjian yang timbul karena adanya kesepakatan antara
kedua belah pihak disertai dengan penyerahan nyata atas barangnya.
g. Perjanjian bernama ( perjanjian nominaat) adalah perjanjian yang mempunyai
nama tertentu dan diatur secara khusus oleh undang-undang.

23
Ibid

xvi
h. Perjanjian tidak bernama ( perjanjian innominaat) adalah perjanjian tidak
mempunyai nama tertentu dan tidak diatur dalam undang-undang.
i. Perjanjian liberatoir adalah perjanjian yang membebaskan orang dari
keterikatannya dari suatu kewajiban hukum tertentu.
j. Perjanjian kebendaan adalah perjanjian untuk menyerahkan atau mengalihkan
atau menimbulkan atau mengubah atau menghapuskan hak-hak kebendaan.
k. Perjanjian obligatoir adalah perjanjian yang menimbulkan perikatan antara kedua
belah pihak.
l. Perjanjian accesoir adalah perjanjian yang membuntuti perjanjian pokok.24

7. Pelaksanaan Dan Penafsiran Perjanjian


a. Pelaksanaan perjanjian
Pelaksanaan perjanjian adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang
telah diperjanjikan oleh para pihak yang membuat perjanjian, supaya perjanjian
itu dapat mencapai tujuannya. Tujuan tidak akan terwujud tanpa ada pelaksanaan
perjanjian. Pada dasarnya, hal yang dijanjikan untuk dilaksanakan dalam suatu
perjanjian dapat dibagi dalam tiga macam yaitu:
1) Perjanjian untuk memberikan sesuatu barang/ benda (Pasal 1237 KUHPer)
2) Perjanjian untuk berbuat sesuatu (Pasal 1241 KUHPer)
3) Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu (Pasal 1242 KUHPer)25
b. Penafsiran perjanjian
Menurut Aser dan Hartkampdalam Herlien Budiono (2010)“penafsiran
perjanjian adalah“menentukan pengertian dari pernyataan yang dilakukan oleh
dua pihak atau lebih, pemaknaan tersebut mempunyai hubungan dengan
keadaan dari peristiwa nyata yang berkaitan dengan dan karenanya
menentukan apa akibat hukum yang muncul dari pernyataan-pernyataan
tersebut”.
Jika kata-kata dalam suatu perjanjian sudah jelas, maka tidaklah diperkenankan
untuk menyimpang daripadanya dengan jalan penafsiran (Pasal 1342 KUHPer).26
24
Ibid
25
Ibid
26
Jamilah, Zam Zam, et al. "Penafsiran Klausul Perjanjian Kerja Sama Program Pengembangan Operasional Antara
PT. Bank X Dengan Universitas Y." Locus Journal of Academic Literature Review (2022): 263-279.

xvii
8. Wanprestasi
a. Pengertian Wanprestasi
Menurut kamus hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera
janji, tidak menempati kewajibannya dalam perjanjian. Dengan demikian,
wanprestasi adalah suatu keadaan di mana seorang (debitur) berhutang tidak
memenuhi atau melaksanakan prestasi sebagaimana telah ditetapkan dalam suatu
perjanjian.27
Wanprestasi adalah: “Pelaksanaan perjanjian yang tidak tepat waktunya
atau dilakukan tidak menurut selayaknya atau tidak dilaksanakan sama sekali.”
Secara umum wanprestasi adalah: “Suatu keadaan dimana seorang debitur pada
tahap sebelum perjanjian, pembentukan perjanjian maupun pelaksanaannya. Pasal
1313 KUHPerdata menyatakan: “Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.28
b. Macam-macam wanprestasi
Adapun seorang debitur yang dapat dikatakan telah melakukan wanprestasi ada
empat macam yaitu:
1) Debitur tidak memenuhi prestasi sama sekali
2) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak sebagaimana mestinya
3) Debitur memenuhi prestasi, tetapi tidak tepat pada waktunya
4) Debitur memenuhi prestasi, tetapi melakukan yang dilarang dalam perjanjian.

9. Ganti Kerugian Dalam Wanprestasi


a. A. Pengertian ganti kerugian

27
HUKUM PERDATA INDONESIA.Op.Cit.
28
Sinaga, Niru Anita, and Nurlely Darwis. "Wanprestasi dan Akibatnya Dalam pelaksanaan perjanjian." Jurnal
Mitra Manajemen 7.2 (2020).

xviii
Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu perjanjian
barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan lalai memenuhi
perjanjiannya tetap melalaikannya, atau sesuatu yang harus diberikan atau
dibuatnya, hanya dapat diberikan atau dibuat dalam tanggang waktu yang telah
dilampaukannya pasal 1243 KUHPer. Dengan demikian pada dasarnya, ganti
kerugian itu adalah ganti kerugian yang timbul karena debitur melakukan
wanprestasi.
b. Unsur-unsur ganti rugi
Menurut ketentuan pasal 1246 kuhper, ganti kerugian itu terdiri atas tiga unsur
yaitu:
1) Biaya, yaitu segala pengeluaran atau ongkos-ongkos yang nyata-nyata telah
dikeluarkan
2) Rugi, yaitu kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditur
yang diakibatkan oleh kelalaian debitur
3) Bunga, yaitu keuntungan yang seharusnya diperoleh atau diharapkan oleh
kreditur apabila debitur tidak lalai.29

10. Keadaan Memaksa


Keadaan memaksa atau overmatch atau force majeure diartikan secara berbeda-
beda menurut para sarjana antara lain:
a. Menurut Prof. Subekti.SH., keadaan memaksa adalah suatu alasan untuk
dibebaskan dari kewajiban membayar ganti rugi.
b. Menurut Abdullkadir Muhammad. SH., Keadaan memaksa ialah keadaan tidak
dapat dipenuhinya prestasi oleh debitur karena terjadi suatu peristiwa bukan
karena kesalahannya peristiwa mana tidak dapat diketahui atau tidak dapat diduga
akan terjadi pada waktu membuat perikatan.
c. Menurut R. Setiawan.SH., keadaan memaksa adalah suatu keadaan yang terjadi
karena dibuatnya persetujuan.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dalam keadaan memaksa ini debitur
tidak dapat dipersalahkan atas tidak dapat terlaksananya suatu perjanjian atau
29
HUKUM PERDATA INDONESIA.Op.Cit

xix
terlambatnya pelaksanaan suatu perjanjian. Sebab, keadaan ini timbul di luar
kemauan dan kemampuan atau dugaan dari si debitur, dan oleh karenanya, maka
debitur tidak dapat dihukum atau dijatuhi sanksi.30

11. Risiko
Menurut Prof.Subekti, kata risiko berarti kewajiban untuk memikul kerugian
jikalau di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa benda yang dimaksudkan
dalam perjanjian. Adapun menurut pendapat lainnya, risiko ialah kewajiban untuk
memikul kerugian jika terjadi keadaan memaksa, yaitu peristiwa bukan karena
kesalahan debitur, yang menimpa benda yang menjadi objek perikatan atau
menghalangi perbuatan debitur memenuhi prestasi. Dengan demikian, persoalan
risiko ini adalah buntut dari suatu keadaan memaksa.

12. Pembatalan Perjanjian


Pembatalan dalam pembuatan suatu perjanjian dapat dimintakan oleh salah satu
pihak yang dirugikan. Pada dasarnya suatu perjanjian dapat dimintakan pembatalan
apabila:
a. Perjanjian itu dibuat oleh mereka yang tidak cakap hukum, seperti belum dewasa,
ditaruh di bawah pengampuan dan wanita yang bersuami
b. Perjanjian itu bertentangan dengan undang-undang ketertiban umum dan
kesusilaan
c. Perjanjian itu dibuat karena kekhilafan paksaan atau penipuan.

Dengan demikian, yang membatalkan perjanjian itu adalah melalui putusan


hakim. Menurut pasal 1454 KUHPer, Permintaan pembatalan perjanjian ini dibatasi
sampai suatu batas waktu tertentu, yaitu 5 tahun.31

C. PERIKATAN YANG TIMBUL KARENA UNDANG-UNDANG


1. Pendahuluan

30
Ibid
31
Ibid

xx
Menurut pasal 1352 kuhper, perikatan yang lahir dari undang-undang dapat timbul
akibat:
a. Berikatan yang lahir dari undang-undang saja
b. Perikatan yang lahir dari undang-undang karena perbuatan orang.

Yang dimaksud dengan perikatan perikatan yang lahir dari undang-undang saja ialah
perikatan perikatan yang timbul oleh hubungan kekeluargaan.

2. Perbuatan Menurut Hukum


Perbuatan menurut hukum itu dibagi lagi atas dua bagian yaitu:
a. Perwakilan sukarela (zaakwaarneming)
Perikatan sukarela adalah suatu perbuatan, di mana seseorang secara sukarela
menyediakan dirinya dengan maksud mengurus kepentingan orang lain.
b. Pembayaran tanpa utang (onverschuldigde)
Menurut ketentuan pasal 1359 kuhper, setiap pembayaran yang ditunjukkan untuk
melunasi suatu utang, tetapi ternyata tidak ada utang, pembayaran yang telah
dilakukan itu dapat dituntut kembali. Lain halnya jika pembayaran itu dilakukan
secara sukarela berdasarkan perikatan bebas, maka pembayaran yang sudah
dipenuhi tidak dapat diminta kembali.

3. Perbuatan Melawan Hukum


a. Pengertian perbuatan melawan hukum
Istilah "perbuatan melawan hukum" dalam bahasa Belanda disebut dengan
onrechtmatige daad. Sebenarnya, istilah perbuatan melawan hukum ini bukanlah
satu-satunya istilah yang dapat diambil sebagai terjemahan dari onrechtmatige
daad, akan tetapi masih ada istilah lainnya seperti:
1) Perbuatan yang bertentangan dengan hukum
2) Perbuatan yang bertentangan dengan asas-asas hukum
3) Perbuatan yang melanggar hukum
4) Tindakan melawan hukum
5) Penyelewengan perdata.32

32
Ibid

xxi
b. Unsur-unsur perbuatan melawan hukum
Dari ketentuan pasal 1365 KUHPer ini, dapat diketahui bahwa suatu perbuatan
melawan hukum baru dapat dituntut penggantian kerugian apabila telah
memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) Perbuatan itu harus melawan hukum
2) Perbuatan itu harus menimbulkan kerugian
3) Perbuatan itu harus dilakukan dengan kesalahan
4) Perbuatan itu harus ada hubungan kausal (sebab-akibat)33

D. JENIS-JENIS PERJANJIAN KHUSUS


1. Perjanjian Jual Beli
Perjanjian jual beli adalah suatu perjanjian timbal balik, di mana pihak yang satu
(penjual) berjanji akan menyerahkan suatu barang dan pihak yang lain (pembeli) akan
membayar harga yang telah dijanjikan (pasal 1457 KUHPer.)
2. Perjanjian Tukar Menukar
Perjanjian tukar menukar adalah suatu perjanjian di mana kedua belah pihak
mengikatkan dirinya untuk saling memberikan suatu barang secara timbal balik,
sebagai gantinya suatu barang lain (pasal 1541 KUHPer).
3. Perjanjian Sewa Menyewa
Perjanjian sewa-menyewa adalah suatu perjanjian dengan mana pihak yang satu yang
menyewakan mengikatkan dirinya untuk memberikan suatu barang kepada pihak
lainnya penyewa untuk digunakan dalam waktu tertentu dan dengan pembayaran
sesuatu harga yang telah disanggupi pihak tersebut. Semua jenis barang, baik barang
bergerak maupun barang tidak bergerak dapat disewakan.
4. Perjanjian Kerja
Perjanjian kerja ini berlainan dengan perjanjian-perjanjian lainnya karena objek dari
perjanjian kerja bukan benda seperti pada perjanjian jual beli melainkan hak dan
kewajiban antara majikan dan pekerja. Perjanjian kerja adalah perjanjian di mana
pihak yang satu (si buruh) mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak yang

33
Ibid

xxii
lain (si majikan) untuk sesuatu waktu tertentu, melakukan pekerjaan dengan
menerima upah.
5. Perjanjian Penitipan Barang
Perjanjian penitipan barang adalah suatu perjanjian dimana pihak satu menerima
sesuatu barang dari pihak lain dengan janji untuk menyimpannya dan
mengembalikannya dalam wujud aslinya.
6. Perjanjian Pinjam Pakai
Perjanjian pinjam pakai adalah suatu perjanjian di mana pihak ke-1 memberikan
suatu barang kepada pihak lainnya untuk dipakai dengan cuma-cuma.
7. Perjanjian Pinjam Meminjam
Perjanjian pinjam meminjam adalah perjanjian di mana pihak yang satu memberikan
kepada pihak yang lain sesuai jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena
pemakaian.
8. Perjanjian Perdamaian
Perjanjian perdamaian (dading) adalah suatu perjanjian dimana kedua belah pihak,
dengan menyerahkan, menjanjikan atau menahan suatu barang mengakhiri suatu
perkara yang sedang bergantung atau pun mencegah timbulnya suatu perkara.
9. Persekutuan
Persekutuan maatschap adalah suatu perjanjian di mana dua orang atau lebih
mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam kekayaan bersama dengan
maksud untuk membagi keuntungan yang diperolehnya.
10. Perkumpulan
Suatu perkumpulan hanya akan terikat apabila ia mendapat manfaat dari perbuatan
anggota itu atau juga perbuatan tersebut disahkan oleh rapat anggota.
11. Penghibahan
Hibah adalah suatu perjanjian di mana si penghibah di waktu hidupnya dengan cuma-
cuma dan dengan tidak dapat ditarik kembali menyerahkan sesuatu benda guna
keperluan si penerima hibah yang menerima penyerahan itu.

12. Pemberian Kuasa

xxiii
Pemberi kuasa adalah suatu perjanjian di mana seseorang memberikan kekuasaan
kepada orang lain yang menerimanya untuk atas namanya menyelenggarakan suatu
urusan.
13. Penanggungan Utang
Penanggungan utang adalah suatu perjanjian di mana seorang pihak ketiga guna
kepentingan si berpiutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si
berutang, manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya.34

BAB III
34
Ibid

xxiv
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Yang dimaksudkan dengan perikatan adalah hubungan hukum antara dua pihak, di mana
pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban
memenuhi tuntutan tersebut. Dalam hal ini dapat disebutkan, bahwa pihak yang menuntut
disebut kreditur (pihak berpiutang) dan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi prestasi
disebut debitur (pihak berhutang). Kemudian, jika kita lihat dari dua pengertian di atas, maka
dapat disimpulkan bahwa:

a. Terhadap suatu hak dan kewajiban yang harus dilakukan kreditur dan debitur tergantung
dari yang diperjanjikan
b. Hak dan kewajiban kreditur harus diatur oleh Undang-undang, yaitu sebagai suatu
tindakan untuk menuntut pihak yang lalai dalam melaksanakan suatu prestasi atau
kewajibannya.

Hukum perikatan, jika diterjemahkan merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini
merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum
lain yang dapat menimbulkan perikatan. Jika dilihat dari rumusan ini dapat diketahui bahwa
perikatan terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam
bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam
bidang hukum pribadi (personal law).

DAFTAR PUSTAKA

xxv
Hasim Purba, S. H. Hukum Perikatan dan Perjanjian. Sinar Grafika, 2023.
http://repo.jayabaya.ac.id/13/2/Memahami%20Hukum%20Perikatan_.pdf
/dikutip.17/11/2023.07:16
https://www.hukumonline.com/berita/a/mengenal-hukum-perikatan-lt644ee96509664/
dikutip.17/11/2023.07:16
Jamilah, Zam Zam, et al. "Penafsiran Klausul Perjanjian Kerja Sama Program Pengembangan
Operasional Antara PT. Bank X Dengan Universitas Y." Locus Journal of Academic
Literature Review (2022): 263-279
Simanjuntak.HUKUM PERDATA INDONESIA.KENCANA.Prenadamedia Group.2015.hal.273
Setiawan, I. Ketut Oka. Hukum perikatan. Bumi Aksara, 2021.
Sinaga, Niru Anita, and Nurlely Darwis. "Wanprestasi dan Akibatnya Dalam pelaksanaan
perjanjian." Jurnal Mitra Manajemen 7.2 (2020).

xxvi

Anda mungkin juga menyukai