Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

SUBJEK DAN OBJEK PERIKATAN


MATA KULIAH
HUKUM PERDATA

Dosen Pengampu :
M. Pasca Zakky Muhajir Ridlwan, S.H., M.Kn.

Di Susun Oleh :
Lasya Ayundavira 05010222012
Muhammad Toni Krisbiantoro 05010222018
Annisa Rahma Fadila 05020222039

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM


PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
SURABAYA
2023

1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
kasihkarunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah ini tepat pada
waktunya. Dengan judul makalah “Subjek dan Objek Perikatan” dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar. Pertama kami ucapkan terima kasih kepada Bapak M. Pasca
Zakky Muhajir Ridlwan, S.H., M.Kn. yang telah membimbing kami dalam menyusun
makalah ini. Makalah ini bertujuan untuk memenuhi tanggung jawab yang ditugaskan
oleh dosen mata kuliah yang bersangkutan. Dan tidak lupa makalah ini bertujuan agar
para pembaca dapat lebih memahami lebih dalam lagi tentang Subjek dan objek
Perikatan.
Penulis mohon maaf apabila dalam pembuatan makalah ini masih terdapat
kesalahan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan penulis
dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Surabaya, 29 Maret 2023

Penulis

2
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL..............................................................................................1
KATA PENGANTAR.................................................................................................2
DAFTAR ISI ..............................................................................................................3
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................4
B. Rumusan Masalah.......................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................4
BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Perikatan.................................................................................5
B. Subjek Hukum Perikatan...........................................................................6
C. Kreditor & Debitor....................................................................................7
D. Objek Hukum Perikatan............................................................................7
E. Teori Schuld dan Haftung..........................................................................9
F. Tanggung gugat..........................................................................................10
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................... ..................... 16

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan bermasyarakat setiap subjek hukum yakni orang maupun
badan hukum selalu berhadapan dengan berbagai aturan maupun norma, baik yang
bersifat formal maupun nonformal. Aturan sangat diperlukan dalam kehidupan
bermasyarakat agar hubungan antara manusia dalam masyarakat dapat berlangsung
tertib dan berjalan baik. Sebagai makhluk sosial setiap manusia selalu mengadakan
hubungan dengan manusia lainnya.
Segala sesuatu tentang kehidupan manusia diatur dalam kitab undang-undang
hukum perdata KUHPer. Didalam KUHPer terdapat 4 buku yakni buku pertama
mengenai orang, buku kedua mengenai benda, buku ketiga mengenai perikatan dan
buku keempat mengenai pembuktian dan kadaluarsa.
Makalah ini akan membahas mengenai buku KUHPer mengenai perikatan yang
terjadi antara para pihak dan membahas yang terkait didalamnya. Perikatan pada
dasarnya merupakan hubungan hukum yang artinya hubungan yang di atur dan di akui
oleh hukum, baik yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak, yang di dalamnya
terdapat paling sedikit adanya terdapat satu dan kewajiban, misalnya suatu perjanjian
pada dasarnya menimbulkan atau melahirkan satu atau beberapa perikatan, keadaan ini
tentu tergantung pada jenis perjanjian yang diadakan, demikian juga halnya suatu
perikatan dapat saja dilahirkan karena adanya ketentuan undang-undang, dalam arti,
undang-udanglah yang menegaskan, di mana dengan terjadinya suatu peristiwa atau
perbuatan telah melahirkan perikatan atau hubungan hukum, misalnya, dengan adanya
perbuatan melanggar hukum.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Subjek dan Objek Perikatan ?
2. Apa saja Subjek dan Objek Perikatan ?
3. Bagaimana konsep tanggunggugat ?
C. Tujuan
1. Mengetahui Subjek dan Objek Perikatan
2. Mengetahui Macam Subjek dan Objek Perikatan
3. Mengetahui tentang konsep Tanggunggugat

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perikatan
Perikatan atau istilahnya dari bahasa belanda Verbintenis, Asal kata perikatan
dari obligatio (latin), obligation (Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda berarti ikatan
atau hubungan) merupakan hubungan hukum antara dua pihak, yang mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang berkewajiban memenuhi
tuntutan itu1. SEmentara diketahui bahwa istilah perjanjian atau persetujuan dipakai
oleh Sebagian besar sarjana untuk menterjemahkan istilah “overenkomst”.
Selanjutnya dikatakan bahwa pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan
kreditur atau si berpiutang, sedangkan pihak yang berkewajiban memnuhi tuntutan
dinamakan debitur atau si berutang. Istilah hukum perikatan meliputi berbagai
ketentuan dalam buku ketiga KUH Perdata.
Mariam Darus Badrulzaman menerangkan, bahwa perikatan diartikan sebagai
“hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di bidang
harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib
memenuhi prestasi tersebut” (1994: 3)2 .
Pengertian perikatan menurut para ahli, sebagai berikut :
- Pitlo , menyatakan perikatan merupakan suatu hubungan hukum yang bersifat
harta kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
- Vollmar dalam bukunya “Inleidingtotde Studievanhet Nederlands Burgerlijk
Recht”, perikatan adalah dimana jika seseorang itu (debitur) ada harus melakukan
suatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu
bantuan hakim.
- Prof. Subekti, Perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau
dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari
pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban memenuhi tuntutan itu
Lalu Hukum perikatan merupakan suatu hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan

1
Subekti R, Pokok-Pokok Hukum Perdata, 32nd ed. (Jakarta: Intermasa, 2005), 122.
2
Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis (Bandung: Alumni, 1994), 3, accessed March 30,
2023, https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=12921.

5
pihak lain berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari suatu perjanjian
atau peristiwa hukum lain yang dapat menimbulkan perikatan.
Dalam buku III KUHPerdata dibahas secara khusus  tentang perikatan, menurut
ilmu pengetahuan hukum, perikatan merupakan hubungan antara dua orang atau lebih,
yang terletak dalam lapangan harta kekayaan, dimana terdapat pihak yang wajib
memenuhi prestasi dan pihak yang berhak atas prestasi tersebut.
Jika dilihat dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan terdapat dalam bidang
hukum harta kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga
(family law), dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum
pribadi (personal law). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat ditarik kesimpulan
bahwa perikatan mengandung 4 unsur, yang meliputi:
1. Hubungan hukum, yaitu yang melekatkan hak terhadap satu pihak dan kewajiban
bagi pihak lain.
2. Kekayaan, yang berarti kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang dapat
memiliki nilai dalam suatu hubungan hukum. 
3. Pihak-pihak, yang berarti di dalam perikatan harus terdiri dari dua orang atau lebih.
4. Prestasi atau dikenal juga dengan istilah kontraprestasi adalah bagian dari
pelaksanaan perikatan, yang menurut Pasal 1234 KUHPerdata dibedakan atas
memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
B. Subjek Hukum Perikatan
Suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua orang/lebih
atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang
lain, dan pihak yang satu berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu, merupakan sebuah
penjelasan mengenai perikatan menurut subekti.3
Subjek perikatan adalah mereka yang memperoleh hak (kreditur) dan mereka
yang dibebani kewajiban (debitur) atas suatu prestasi sebagaimana yang disebutkan
pada objek hukum perikatan di atas. Pada prinsipnya, semua orang, baik
natuurlijkeperson maupun rechtspersoon (badan hukum), dapat menjadi subjek
perikatan. Subjek hukum perikatan yaitu para pihak pada suatu perikatan yang di mana
kreditur yang berhak dan debitur yang berkewajiban atas prestasi. Pada debitur terdapat

3
Subekti (R.), Kamus hukum (Pradnja Paramita, 1969).

6
2 (dua) unsur, antara lain schuld yaitu utang debitur kepada kreditur dan haftung yaitu
harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang. Schuld
adalah kewajiban debitur untuk membayar utang. Sedangkan haftung adalah kewajiban
debitur membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur sebanyak hutang debitur,
guna pelunasan hutangnya apabila debitur tidak memenuhi kewajibannya membayar
hutang tersebut.
C. Debitur dan Kreditur
Dalam suatu perikatan bisa terjadi bahwa satu pihak berhak atas suatu prestasi.
Tetapi mungkin juga bahwa pihak yang berkewajiban memenuhi prestasi itu di samping
kewajiban tersebut juga berhak atas suatu prestasi 4. Sebaliknya jika pihak lain itu
disamping berhak atas suatu prestasi juga berkewajiban memenuhi suatu prestasi. Tadi
kedua belah pihak mempunyai hak dan kewajiban timbal balik. Karena prestasi itu
diukur dengan nilai sejumlah uang maka pihak yang berkewajiban membayar sejumlah
uang itu berkedudukan sebagai debitur sedangkan pihak yang berhak meneriam
sejumlah uang itu berkedudukan sebagai kreditur.
Penjelasan mengenai debitur dan kreditur sebagai berikut :
 Debitur adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang
memiliki utang (kewajiban). Seorang debitur dapat terjadi karena perikatan
kualitatif sehingga kewajiban memenuhi prestasi dari debitur dinamakan kewajiban
kualitatif, misalnya seorang pemilik baru dari sebuah rumah yang oleh pemilik
sebelumnya diikatkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa, terikat untuk
meneruskan perjanjian sewa menyewa.
 Kreditur adalah pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi atau pihak
yang memiliki piutang (hak). Seorang kreditur mungkin pula mengalihkan haknya
atas prestasi kepada kreditur baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi
yang kualitatif (kualitatiev persoonlijke recht).
D. Objek Perikatan
Objek dari perikatan ialah prestasi, Prestasi adalah kewajiban yang harus
dilaksanakan. Prestasi merupakan objek perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban
adalah suatu beban yang ditanggung oleh seseorang yang bersifat kontraktual/perjanjian
(perikatan). Hak dan kewajiban dapat timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak

4
Muhammad Teguh Pangestu, Pokok-Pokok Hukum Kontrak (CV. Social Politic Genius (SIGn), 2019), 6.

7
yang berdasarkan pada suatu kontrak atau perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan
hukum yang lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada
beban kontraktual , ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi). Jika
pihak debitur tidak melaksanakan kewajibannya, makai a dikatakan dalam keadaan
wanprestasi 5.
Selanjutnya kewajiban tidak selalu muncul sebagai akibat adanya kontrak,
melainkan dapat puka muncul dari peraturan hukum yang telah ditentukan oleh lembaga
yang berwenang. Kewajiban disini merupakan keharusan untuk mentaati hukum yang
disebut wajib hukum (rechtsplicht) misalnya mempunyai sepeda motor wajib membayar
pajak sepeda motor, dll. Bentuk-bentuk prestasi (pasal 1234 KUH Perdata) yaitu :
1. Memberikan Sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu
Memberikan sesuatu (Pasal 1235 KUHPerdata) misalnya pemberian sejumlah
uang atau menyerahkan suatu barang, contohnya dalam perjanjian jual beli, sewa
menyewa, tukar menukar, dan lain-lain 6. Berbuat sesuatu (Pasal 1239 KUHPerdata),
misalnya membangun rumah atau membangun jalan . Tidak berbuat sesuatu (Pasal 1242
KUHPerdata), artinya tidak melakukan suatu pekerjaan tertentu, misalnya tidak
membangun tembok tinggi yang dapat menghalangi pemandangan tetangga, dan lain-
lain. Syarat-syarat prestasi :
1. Prestasi itu harus dapat ditentukan (bepaalbaar), dalam hal ini prestasi harus
dapat ditentukan, tetapi syarat ini hanya penting untuk perikatan yang dilahirkan
dari persetujuan.
2. Prestasi tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum dan
kesusilaan yang baik. Dapat dilihat dalam pasal 1335 KUH Perdata: “suatu
persetujuan tanpa sebab, atau yang telah dibuat karena sesuatu sebab yang palsu,
atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan”.

5
Djaja Sembiring Meliala, Hukum Perdata Dalam Perspektif BW (Nuansa Aulia, 2012), 158, accessed
March 31, 2023, https://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/repository.unpar.ac.id/handle/
123456789/1766.
6
Subekti R and Tjitrosudibio, Kitab undang-undang hukum perdata : Burgelijk Wetboek, Cet. 27.
(Pradnya Paramita, 2006), 291, accessed March 31, 2023, https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?
id=586814.

8
3. Tidak dapat disyaratkan bahwa prestasi dapat dijalankan atau di penuhi. Prestasi
itu meang dengan sendirinya dapat dijalankan atau dipenuhi, namun untuk prestasi
tertentu tidak mungkin karena, misalnya, pengangkutan dengan kapal laut ke
Manado dalam waktu 2 hari.
4. Tidak dapat disyaratkan bahwa prestasi harus dapat dinilai dengan uang.
Sebagian ahli hukum berpendapat bahwa demikian karena pertimbangannya, bila
debitur ingkar maka ia dapat dikenakan ganti kerugian berupa uang. Belakangan
ada ahli hukum berpendapat tidak selamanya ganti kerugian itu berupa uang, bisa
dengan sesuatu yang mempunyai nilai ekonomis. dengan Pasal 1252 KUHPerdata,
sedangkan ganti rugi karena perbuatan melawan hukum diatur dalam Pasal 1365
KUHPerdata, ganti rugi karena perbuatan melawan hukum yaitu suatu bentuk ganti
rugi yang dibebankan kepada debitur yang telah menimbulkan kesalahan kepada
kreditur yang telah dirugikan karena lalai memenuhi perikatan.
E. Teori Schuld dan Haftung
Ketiga prestasi diatas mengandung 2 unsur penting :
1. Berhubungan dengan persoalan tanggungjawab hukum atas pelaksanaan prestasi
tersebut oleh pihak yang berkewajiban (schuld).
2. Berhubungan dengan pertanggungjawaban pemenuhan tanpa memperhatikan siapa
pihak yang berkewajiban utk memenuhi kewajiban tsb (Haftung).
Pasal 1131 KUHPerdata dapat dijadikan landasan untuk membahas tentang
schuld dan haftung, dimana pasal tersebut menyatakan “Segala keberadaan si berutang,
baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang
baru aka nada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatannya
perseorangan” 7.
Dalam pengertian yang sederhana Schuld merupakan kewajiban debitur
menyerahkan prestasi kepada kreditur terlepas dari ada atau tidaknya sanksi/harta benda
yang dipertaruhkan8. Dan Haftung adalah suatu tanggung gugat atau tanggung jawab
yuridis/harta benda dari seorang debitur, terlepas dari siapa yang harus melaksanakan
prestasi9. Oleh karenanya debitur mempunyai kewajiban membayar utang, dan
disamping kewajiban itu debitur mempunyai kewajiban untuk membiarkan harta
7
Ibid., 265.
8
Munir Fuady, Konsep Hukum Perdata (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015), 174, accessed March 30,
2023, https://www.rajagrafindo.co.id/produk/konsep-hukum-perdata/.
9
Ibid.

9
kekayaannya diambil oleh kreditur, sebanyak uang debitur untuk pelunasan utang tadi
jika debitur tidak memnuhi kewajibannya untuk membayar utang. Setiap kreditur
mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur mempunyai hak menagih
hutang piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan hukum perdata, disamping hak
menagih hutang (vorderingsrecht), apabila debitur tidak memenuhi kewajiban
membayar hutangnya maka kreditur mempunyai hak menagih kekayaan debitur sebesar
piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht).
F. Tanggung Gugat
Tanggung gugat merupakan terjemahan dari bahasa Belanda aansprakelijkheid yang
sepadan dengan accountable atau accountability dalam bahasa Inggris yang artinya
tanggung jawab yang ada kaitannya dengan keuangan atau kepercayaan.
Aansprakelijkheid dan liability digunakan untuk membedakan makna dari istilah
berbahasa Belanda verantwoordlijkheid dan responsibility dalam bahasa Inggris yang
istilah dalam bahasa Indonesia adalah tanggung jawab. Tanggung gugat didahului
dengan perbuatan melanggar hukum, dan karena perbuatan tersebut seseorang harus
bertanggung jawab dalam gugatan yang diajukan dihadapan Pengadilan.
Menurut Neuwenhius, tanggung gugat dibagi ke dalam 3 (tiga) kelompok,
yakni :
1. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan (schuldaansprakelijheid), di mana
kesalahan merupakan unsur pokok dan mutlak harus dibuktikan agar seorang
dapat diminta pertanggungjawaban terhadap kerugian yang dialami pihak lain.
Hal lain yang menjadi pokok dari tanggunggugat jenis ini adalah, unsur
kesalahan tergugat menjadi tanggungjawab penggugat untuk membuktikannya.
Hal ini sebagaimana dianut di Indonesia seperti dalam Pasal 1365 KUHPerdata.
2. Tanggung gugat berdasarkan kesalahan dengan beban pembuktian terbalik. Di
Belanda dikenal dengan “schuldaansprakelijkheid met omerking van
beweijslast”. Menurut jalan pikiran konsep ini, penggugat tidak dibebani
kewajiban untuk membuktikan kesalahan tergugat, akan tetapi tergugatlah yang
harus membuktikan bahwa ia sudah cukup berusaha secara hati-hati, sehingga
tidak dipersalahkan menimbulkan kerugian atas terjadinya kerugian yang
dialami penggugat. Hal mana juga termuat dalam Pasal 1367 ayat (5)
KUHPerdata, yakni “tanggungjawab yang disebutkan diatas berakhir, jika orang

10
tua-orangtua, wali-wali, guru-guru sekolah dan kepala-kepala tukang itu
membuktikan bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana
mereka seharusnya bertanggungjawab itu”.
3. Tanggung gugat berdasarkan resiko (risico aansprakenlijkheid). Konsep ini
merupakan jenis kedua dari tanggung gugat yang dipertajam (verscherpke
aansprakenlijkheid). Jenis ini tertuang di dalam Pasal 1367 ayat (3) dan Pasal
1369 KUHPerdata, yakni :
Pasal 1367 ayat (3) ; “Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain
untuk mewakili urusan-urusan mereka, adalah bertanggungjawab tentang
kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan dan bawahan-bawahan mereka
di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya”.
Masalah tanggunggugat merupakan salah satu masalah penting dalam
penyelesaian sengketa antara dua belah pihak, termasuk di dalamnya sengketa perdata
dibidang lingkungan hidup. Dalam keadaan demikian, terkadang berbagai pembahasan
ada yang mencampur-adukan arti dan makna tanggungjawab dan tanggung gugat.
Terhadap hal yang demikian, diakui penggunaan istilah tanggungjawab dan
tanggunggugat itu berbeda oleh berbagai ahli berdasarkan alasan dan argumentasi
masing-masing. Tanggung gugat dapat dijelaskan dari dengan memahami pengertian
“liability” dan “aanspraakelijkheid”. Masing-masing memiliki konsep, definisi dan
batasan. Kesalahan atau resiko terjadi karena adanya kerugian, sehingga timbul adanya
ganti rugi. Ditegaskannya, “kerugian” berbanding terbalik dengan “ganti rugi”. Jadi
kerugian ditambah dengan kesalahan atau resiko akan terjadi ganti rugi. “Kerugian”
sendiri adalah berkurangnya harta kekayaan pihak satu (pihak yg dirugikan), yang
disebabkan oleh perbuatan (baik melakukan atau membiarkan) yang melanggar norma
(baik karena wanprestasi atau melanggar hukum) oleh pihak lain (pihak yg merugikan),
sedangkan “ganti rugi” merupakan upaya untuk memulihkan kerugian. Oleh sebab itu,
ditegaskan bahwa ganti rugi terdiri dari beberapa faktor, yakni : (a) kerugian yang
nyata-nyata di derita; (b) keuntungan yang seharusnya diperoleh; dan (c) perbuatan
hukum lain. Kecenderungan penggunaan istilah tanggunggugat sebenarnya merupakan
kecenderungan dikalangan para ahli hukum perdata, dan istilah ini merupakan
terjemahan dari istilah Belanda, “aanspraakelijkheid” yang sepadan dengan istilah
Inggris “liability”.

11
Umumnya telah diterima bahwa tanggunggugat atas perbuatan seseorang baru
dapat dikatakan ada, Tanggung gugat merujuk kepada posisi seseorang atau badan
hukum yang dipandang harus membayar suatu bentuk kompensasi atau ganti rugi
setelah adanya peristiwa hukum atau tindakan hukum. Perbuatan mana disebut dengan
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad).10 Onrechtmatige daad atau perbuatan
melawan hukum diatur dalam Pasal 1365 KUHPerdata, yakni “Tiap perbuatan
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang
yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut” 11. Jika
dipahami secara teliti rumusan demikian, maka sebenarnya makna dari rumusan Pasal
1365 KUHPerdata ini adalah untuk melindungi hak-hak seseorang karena kerugian yang
dialaminya akibat perbuatan orang lain yang menimbulkan kerugian tersebut12. Dalam
hal ini, maka diasumsikan bahwa hukum dalam perbuatan melawan hukum disini
mengariskan adanya hak-hak dan kewajiban-kewajiban saat seseorang melakukan
perbuatan baik kesalahan atau kelalaian atau juga melukai orang lain, dan akibat
perbuatan tersebut timbul kerugian bagi orang lain.
Memperhatikan rumusan Pasal 1365 KUH Perdata, dapat dikatakan norma
dalam pasal ini unik, tidak seperti ketentuan-ketentuan pasal lainnya. Sebabnya rumusan
lebih merupakan struktur norma dari substansi ketentuan hukum yang sudah lengkap.
Oleh karenanya substansi ketentuan pasal 1365 KUH Perdata senantiasa memerlukan
materialisasi di luar KUH Perdata, yang menentukan bahwa setiap perbuatan melawan
hukum yang mengakibatkan kerugian pada orang lain, mewajibkan orang yang
melakukan perbuatan tersebut menggantikan kerugian tersebut.
Pengertian melawan hukum pada awalnya mengandung pengertian yang sempit
sebagai pengaruh dari ajaran legisme. Pengertian yang dianut adalah bahwa perbuatan
melawan hukum merupakan perbuatan yang bertentangan dengan hak dan kewajiban
hukum menurut undang-undang. Dengan kata lain, perbuatan melawan hukum
(onrechtmatige daad) sama dengan perbuatan melawan undang-undang
(onwetmatigedaad). Pandangan ini sejalan dengan aliran yang dianut melalui Arrest

10
Arman Anwar, “Tanggung Gugat Resiko Dalam Aspek Hukum Kesehatan,” SASI 23, no. 2 (April 2, 2018):
152, accessed March 31, 2023, https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/105.
11
Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum (Pradnya Paramita, 1979), 113, accessed March 31,
2023,
12
Djasadin Saragih, “Pokok-Pokok Hukum Perikatan,Terjemahan dari J.H. Niuwenhuis, judul asli
Hoofdstuken Verbintenissenrecht" Universitas Airlangga, Surabaya(1985), 118, accessed March 31, 2023

12
Hoge Raad 6 Januari 1905 dalam perkara Singer Naaimachine. Hoge Raad. Dikatakan
bahwa perbuatan pedagang itu bukanlah merupakan tindakan melawan hukum, karena
tidak setiap tindakan dalam dunia usaha yang bertentangan dengan tatakrama dalam
masyarakat dianggap sebagai tindakan melawan hukum. Dari penjelasan demikian, dan
dengan melihat ketentuan Pasal 1356 KUHPerdata, dapat dikemukakan unsur-unsurnya
onrechtmatige daad atau perbuatan melawan hukum itu, sebagai berikut:
1. Perbuatan yang melawan hukum;
2. Harus ada kesalahan;
3. Harus ada kerugian yang ditimbulkan;
4. Adanya hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dinamakan dengan perbuatan melanggar
hukum (onrechtmatige daad). Perkembangan hukum perdata mengenal beberapa jenis
tanggunggugat, yakni:
1. Contractual Liability.
Tanggung gugat jenis ini muncul karena adanya perbuatan ingkar janji, yaitu
tidak dilaksanakannya sesuatu kewajiban (prestasi) atau tidak dipenuhinya sesuatu hak
pihak lain sebagai akibat adanya hubungan kontraktual. Tanggung gugat jenis ini
merupakan tanggunggugat yang tidak didasarkan atas adanya contractual obligation,
akan tetapi atas perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Oleh sebab itu,
pengertian melawan hukum tidak hanya terbatas pada perbuatan yang berlawanan
dengan hukum, baik terhadap kewajiban hukum sendiri maupun kewajiban hukum
orang lain, akan tetapi juga berlawanan dengan kesusilaan dan berlawanan dengan
ketelitian yang patut dilakukan dalam pergaulan hidup terhadap orang lain atau benda
orang lain (Putusan Hogeraad, 31 Januari 1919).
Konsep liability in tort ini berasal dari Napoleontic Civil Code Art.1382, yakni,
“Everyone causes damages through his own behavior must provide compensation, if at
least the victim can prove a causal relationship between the fault and damages”.
Konsep ini sejalan dengan Pasal 1365 KUH Perdata bahwa: “Tiap perbuatan yang
melanggar hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang
menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut”.
2. Strict liability

13
Tanggunggugat jenis ini sering disebut dengan tanggunggugat tanpa kesalahan
(liability whitout fault),13 mengingat seseorang harus bertanggung jawab meskipun
tidak melakukan kesalahan apa-apa, baik yang bersifat intensional, recklessness ataupun
negligence. Tanggunggugat seperti ini biasanya berlaku bagi product sold atau article of
commerce, dimana produsen harus membayar ganti rugi atas terjadinya malapetaka
akibat produk yang dihasilkannya, kecuali produsen telah memberikan peringatan akan
kemungkinan terjadinya risiko tersebut. Dalam perkembangannya strict liability ini juga
dikenal sebagai prinsip tanggung jawab mutlak (no-fault liability or libility without
fault) di mana dalam kepustakaan dikenal dengan prinsip tangungjawab tanpa keharusan
untuk membuktikan adanya kesalahan.
Perkembangan stric liability ke arah tanggungjawab berdasarkan kesalahan setidaknya
dipengaruhi oleh faktor-faktor :
a. Moral Philosophy atau alasan moral yang berasal dari ajaran agama yang
berkembang pada waktu itu.
b. Perkembangan dikalangan masyarakat bahwa kelalaian dapat juga menjadi faktor
penyebab yang menentukan terjadinya kerugian pihak lain, selain adanya unsur
kesengajaan.
3. Vicarious liability
Tanggung gugat jenis ini timbul akibat kesalahan yang dibuat oleh bawahannya
(subordinate). Jenis tanggung jawab ini merupakan perluasan dan pendalaman pada asas
regulatif dari aspek yudiris dan moral, yakni dalam hal tertentu tanggung jawab
seseorang dipandang patut diperluas sampai pada tindakan bawahannya yang
melakukan perbuatan untuknya atau dalam batas-batas perintahnya.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak
yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutan itu. Subyek perikatan adalah para pihak pada suatu
perikatan yaitu kreditor yang berhak dari debitor yang berkewajiban atas prestasi.
Prestasi adalah sesuatu yang wajib dipenuhi oleh debitor dalam setiap perikatan.
Prestasi adalah objek perikatan. Dalam hukum perdata kewajiban memenuhi prestasi
selalu disertai jaminan harta kekayaan debitor. Dalam Pasal 1131 dan 1132 KUHPerdata
dinyatakan bahwa harta kekayaan debitor, baik yang bergerak maupun tidak bergerak,
baik yang sudah ada maupun yangakan ada, menjadi jaminan pemenuhan utangnya
terhadap kreditor. Lalu, Obyek perikatan yaitu yang merupakan hak dari kreditor dan
kewajiban dari debitor. Tanggung gugat karena wanprestasi menurut KUHPerdata
adalah membayar ganti rugi, pembatalan perjanjian, peralihan resiko, membayar biaya
perkara apabila diperkarakan di depan hakim dan paksaan untuk pemenuhan perjanjian
dengan atau tanpa ganti rugi. Ganti rugi yang harus dibayar haruslah berbentuk
sejumlah uang tidak dapat diganti dengan yang lain.

15
DAFTAR PUSTAKA
Anwar, Arman. “Tanggung Gugat Resiko Dalam Aspek Hukum Kesehatan.” SASI 23,
no. 2 (April 2, 2018): 149. Accessed March 31, 2023.
https://fhukum.unpatti.ac.id/jurnal/sasi/article/view/105.

Badrulzaman, Mariam Darus. Aneka Hukum Bisnis. Bandung: Alumni, 1994. Accessed
March 30, 2023. https://inlislite.uin-suska.ac.id/opac/detail-opac?id=12921.

Fuady, Munir. Konsep Hukum Perdata. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2015. Accessed
March 30, 2023. https://www.rajagrafindo.co.id/produk/konsep-hukum-perdata/.

Meliala, Djaja Sembiring. Hukum Perdata Dalam Perspektif BW. Nuansa Aulia, 2012.
Accessed March 31, 2023.
https://repository.unpar.ac.id/handle/123456789/repository.unpar.ac.id/handle/
123456789/1766.

Pangestu, Muhammad Teguh. Pokok-Pokok Hukum Kontrak. CV. Social Politic Genius
(SIGn), 2019.

R, Subekti. Pokok-Pokok Hukum Perdata. 32nd ed. Jakarta: Intermasa, 2005.

R, Subekti, and Tjitrosudibio. Kitab undang-undang hukum perdata : Burgelijk


Wetboek. Cet. 27. Pradnya Paramita, 2006. Accessed March 31, 2023.
https://opac.perpusnas.go.id/DetailOpac.aspx?id=586814.

S.H.;, M. A. Moegni Djojodirdjo. Perbuatan Melawan Hukum. Pradnya Paramita, 1979.


Accessed March 31, 2023. //perpustakaan.mahkamahagung.go.id%2Fslims
%2Fpusat%2Findex.php%3Fp%3Dshow_detail%26id%3D3304.

Subekti (R.). Kamus hukum. Pradnja Paramita, 1969.

“Pokok-Pokok Hukum Perikatan.” Accessed March 31, 2023.


https://perpustakaan.ukdc.ac.id/index.php?p=show_detail&id=16414&keywords

16

Anda mungkin juga menyukai