Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HUKUM PERIKATAN

DOSEN PENGAMPU :

Dewi Mariam Widiniarsih, S.E., M.M

DISUSUN OLEH

Elista Sari : 2022306301074

Nur Aeni Saidah : 2022306301090

Reza Danang Prayoga : 2022306301138

Fajar IfanDayu : 2022306301068

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PRINGSEWU

PROGRAM STUDI SI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

TA 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
rahmat, hidayah serta karunia-Nya, sehingga kami berhasil menyelesaikan
penulisan makalah ini dengan topik “Hukum Perikatan”. Tak lupa juga shalawat
dan salam disanjungkan kepada Nabi Besar, Nabi Muhammad SAW yang telah
memberikan petunjuk dan kelancaran dalam penulisan serta penyusunan makalah
ini.

Makalah ini berisikan tentang penjelasan “Hukum Perikatan”, yang bertujuan


menyediakan materi pembahasan agar pembaca dapat memahami dan mengerti
lebih dalam akan makna “Hukum Perikatan”.

Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi kepada pembaca makalah


ini, serta menambah pengetahuan dan pengalaman, dengan menyadari bahwa
makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu sangat diperlukan
kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun, yang selalu di
harapkan demi kesempurnaan makalah ini agar kedepannya menjadi lebih baik
lagi.

Demikian, disampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan
serta berkontribusi baik pikiran maupun materinya dalam penyusunan makalah ini
dari awal sampai akhir. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa meridhai
segala usaha kita. Amiin.

Pringsewu,…..……..Oktober 2023

Kelompok 3

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................. i


KATA PENGANTAR .............................................................................. ii
DAFTAR ISI .............................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................
A. Latar Belakang ....................................................................................
B. Rumusan Masalah ................................................................................
C. Tujuan ....................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................


A. Pengertian Istilah Perikatan....................................................................
B. Pengertian Hukum Perikatan ..................................................................
C. Dasar Hukum Perikatan..........................................................................
D. Azas-Azas Hukum Perikatan ................................................................
E. Wanspertasi ............................................................................................
F. Akibat Wansprestasi ...............................................................................
G. Hapusnya Perikatan ................................................................................
H. Morandum Of Understanding (MOU) ...................................................
I. Studi Kasus ..............................................................................................

BAB III PENUTUP ..................................................................................


A. Kesimpulan ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menurut Munir Fuady, istilah Perikatan merupakan kesepadanan dari istilah


bahasa Belanda “Verbintenis”. Perikatan artinya hal yang mengikat antara
orang yang satu dan orang yang lain. Istilah hukum perikatan sendiri mencakup
semua ketentuan yang tertuang dalam buku ketiga KUH Perdata. Perikatan lahir
karena suatu persetujuan atau karena Undang-undang. Pengertian hukum
perikatan menurut para ahli Hofmann, pitlo, dan vollmar.

Dalam literatur bahasa Indonesia, kata Verbintenis sering disebut hukum


perikatan atau hukum perutangan. Hukum perikatan adalah aturan yang
mengatur hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan
(vermogenrecht) antara dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht) pada
salah pihak (kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak yang lain
(debitur) atas sesuatu prestasi. Tiap-tiap perikatan adalah untuk memberikan
sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Hukum perikatan, jika diterjemahkan secara hukum adalah merupakan suatu


hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih di
mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas
sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang dapat menimbulkan perikatan. Jika dilihat dari rumusan ini
dapat diketahui bahwa perikatan terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan
(law of property), juga terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law),
dalam bidang hukum waris (law of succession) serta dalam bidang hukum
pribadi (personal law).

Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumus yang jelas tentang perikatan.
Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah hubungan hukum
yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan
harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib memenuhi prestasi itu.

Ahli perikatan H.F. Vollmar, di dalam bukunya “Inleidingtotde Studievanhet


Nederlands Burgerlijk Recht” mengatakan sebagai berikut : “Ditinjau dari
isinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu (debitur) harus
melakukan sesuatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan terhadap kreditur
kalau perlu dengan bantuan hakim.”

1
B. Rumusan Masalah

a. Pengertian Istilah Perikatan

b. Pengertian Hukum Perikatan

c. Dasar Hukum Perikatan

d. Azas-Azas Hukum Perikatan

e. Wanspertasi

f. Akibat Wansprestasi

g. Hapusnya Perikatan

h. Morandum Of Understanding (MOU)

C. Tujuan

a. Mengetahui Pengertian Istilah Perikatan

b. Mengetahui Pengertian Hukum Perikatan

c. Mengetahui Dasar Hukum Perikatan

d. Mengetahui Azas-Azas Hukum Perikatan

e. Mengetahui apa itu Wanspertasi

f. Mengetahui Akibat Dari Wansprestasi

g. Mengetahui apa penyebab Hapusnya Perikatan

h. Menhgetahui Morandum Of Understanding (MOU)

2
BAB II

PEMBAHASAN

1. HUKUM PERIKATAN

A. Pengertian Istilah Perikatan

Perikatan adalah terjemahan dari istilah aslinya dalam bahasa Belanda


“verbintenis”. Asal kata perikatan dari obligatio (latin), obligation
(Perancis, Inggris) Verbintenis (Belanda=ikatan atau hubungan).
Selanjutnya Verbintenis mengandung banyak pengertian, di antaranya:

1. Perikatan: masing-masing pihak saling terikat oleh suatu


kewajiban/prestasi (dipakai oleh Subekti dan Sudikno)

2. Perutangan: suatu pengertian yang terkandung dalam verbintenis. Adanya


hubungan hutang piutang antara para pihak (dipakai oleh Sri Soedewi,
Vollmar, Kusumadi).

3. Perjanjian (overeenkomst): dipakai oleh (Wiryono Prodjodikoro).

Menurut Munir Fuady, istilah Perikatan merupakan kesepadanan dari


istilah bahasa Belanda “Verbintenis”. Perikatan artinya hal yang
mengikat antara orang yang satu dan orang yang lain. Istilah hukum
perikatan sendiri mencakup semua ketentuan yang tertuang dalam buku
ketiga KUH Perdata. Perikatan lahir karena suatu persetujuan atau karena
Undang-undang

Dalam literatur bahasa Indonesia, kata Verbintenis sering disebut hukum


perikatan atau hukum perutangan. Hukum perikatan adalah aturan yang
mengatur hubungan hukum dalam lapangan hukum harta kekayaan
(vermogenrecht) antara dua orang atau lebih, yang memberi hak (recht)
pada salah pihak (kreditur) dan memberi kewajiban (plicht) pada pihak
yang lain (debitur) atas sesuatu prestasi. Tiap-tiap perikatan adalah untuk
memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat
sesuatu.

Secara garis besar, dalam buku ketiga KUH Perdata tidak menjelaskan
secara spesifik tentang pengertian perikatan. Akan tetapi, para ahli
memberikan pengertiannya masing-masing tentang perikatan ini, di
antara para ahli tersebut adalah Mariam Darus Badrulzaman,
memberikan pemaknaan terhadap perikatan sebagai “hubungan (hukum)
yang terjadi di antara dua orang atau lebih, yang terletak di bidang harta

3
kekayaan, dengan pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya
wajib memenuhi prestasi tersebut”.sedangkan Hukum Perikatan sendiri
dimaknai sebagai aturan yang memberikan pengaturan dalam
melaksanakan perikatan.

Sedangkan menurut Subekti memberikan pengertian terhadap perikatan,


bahwa perikatan adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum
kekayaan antara dua orang / lebih atau dua pihak, di mana pihak yang
satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain, dan pihak lain
berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Pengertian Perikatan Menurut Para Ahli.

1. Hofmann

Perikatan adalah merupakan suatu hubungan hukum antara sejumlah


subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa
orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-
cara tertentu terhadap pihak lain yang berhak atas sikap yang demikian.

1. Pitlo

Perikatan adalah merupakan suatu hubungan hukum yang bersifat harta


kekayaan antara dua orang atau lebih atas dasar mana pihak yang satu
berhak (kreditur) dan pihak yang lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu
prestasi.

2. Vollmar

Memberikan penjelasan bahwa perikatan itu akan ada selama seseorang


itu (debitur) harus melakukan suatu prestasi yang mungkin dapat
dipaksakan terhadap (kreditur), kalau perlu dengan bantuan hakim. Jadi
perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara dua orang atau dua
pihak, berdasarkan yang mana pihak yang satu berhak menuntut suatu hal
dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi
kebutuhan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu dinamakan kreditur
sedangkan pihak yang berkewajiban untuk memenuhi dinamakan debitur
atau si berhutang.

B. Pengertian Hukum Perikatan

Perikatan akan selalu ada dan dibutuhkan dalam kehidupan manusia sehari-
hari, perikatan bisa timbul dari peristiwa hukum yang bermacam-macam
bentuknya dapat berupa hibah, wasiat, jual-beli, sewa-menyewa dan lainnya.
4
Hukum perikatan, jika diterjemahkan secara hukum adalah merupakan suatu
hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau
lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Sedangkan Hubungan hukum dalam harta
kekayaan ini merupakan akibat hukum, akibat hukum tersebut lahir dari
suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain yang dapat menimbulkan
perikatan. Jika dilihat dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan
terdapat dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), juga
terdapat dalam bidang hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum
waris (law of succession) serta dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian hukum perikatan


adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang
atau lebih di mana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Beberapa sarjana juga telah memberikan
pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu
suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.

Dalam hukum perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat sesuatu
adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar
undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk
tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan perbuatan tertentu yang
telah disepakati dalam perjanjian.

Istilah hukum perikatan merupakan terjemahan dari kata Verbintenis.


Namun ada ahli yang menggunakan istilah perutangan untuk
menerjemahkan istilah Verbintenis. Dalam bahasa Inggris disebut sebagai
obligation. Obligation hanya dilihat dari kewajiban saja. Perikatan
dipandang dari dua segi, yaitu hak dan kewajiban.

Hukum perikatan adalah suatu kaidah-kaidah hukum yang mengatur


hubungan hukum antara subjek hukum yang satu dengan subjek hukum
yang lain dalam bidang harta kekayaan, di mana subjek hukum yang satu
berhak atas suatu prestasi, sedangkan subjek hukum yang lain berkewajiban
untuk memenuhi prestasi. Hukum perikatan hanya berbicara mengenai harta
kekayaan bukan berbicara mengenai manusia. Hukum kontrak bagian dari
hukum perikatan. Harta kekayaan adalah objek kebendaan. Pihak dalam
perikatan ada dua yaitu pihak yang berhak dan pihak yang berkewajiban.

5
Hukum perikatan adalah hubungan hukum antara dua orang atau lebih yang
terletak di dalam bidang harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas
suatu prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi suatu prestasi. Istilah
perikatan ini lebih umum dipakai dalam literatur hukum di Indonesia.
Perikatan artinya hal yang mengikat orang yang satu terhadap orang yang
lain. Hal yang mengikat itu menurut kenyataannya dapat berupa perbuatan.
Misalnya jual beli barang, dapat berupa peristiwa misalnya lahirnya seorang
bayi, matinya orang, dapat berupa keadaan, misalnya letak pekarangan yang
berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau bersusun. Karena hal yang
mengikat itu selalu ada dalam kehidupan bermasyarakat, maka oleh
pembentuk undang-undang atau oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi
akibat hukum. Dengan demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang
satu dengan yang lain itu disebut hubungan hukum(legal relation).

Jika dirumuskan, perikatan adalah hubungan hukum yang terjadi antara


orang yang satu dengan orang yang lain karena perbuatan, peristiwa, atau
keadaan. Dari rumusan ini dapat diketahui bahwa perikatan itu terdapat
dalam bidang hukum harta kekayaan (law of property), dalam bidang
hukum keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession), dalam bidang hukum pribadi (personal law).

Buku III KUH Perdata tidak memberikan rumus yang jelas tentang
perikatan. Menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, perikatan adalah
hubungan hukum yang terjadi di antara 2 (dua) orang atau lebih, yang
terletak di dalam lapangan harta kekayaan, di mana pihak yang satu berhak
atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.

Ahli perikatan H.F. Vollmar, di dalam bukunya “Inleidingtotde


Studievanhet Nederlands Burgerlijk Recht” mengatakan sebagai berikut :
“Ditinjau dari isinya ternyata bahwa perikatan itu ada selama seseorang itu
(debitur) harus melakukan sesuatu prestasi yang mungkin dapat dipaksakan
terhadap kreditur kalau perlu dengan bantuan hakim.”

Sedangkan ahli hukum Indonesia Mariam Darus Badrulzaman menyatakan


bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi di antara dua orang atau
lebih, yang terletak dalam harta kekayaan, dengan pihak yang satu berhak
atas prestasi dan pihak yang lain wajib memenuhi prestasi.

Menurut R. Subekti, Suatu perikatan adalah suatu perhubungan hukum


antara dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban
untuk memenuhi tuntutan itu. Pihak yang berhak menuntut sesuatu,
dinamakan kreditur atau si berpiutang, sedagkan pihak yang berkewajiban

6
memenuhi tuntutan dinamakan debitur atau si berutang. Perhubungan antara
dua pihak tadi adalah perhubungan hukum, yang berarti bahwa hak si
berpiutang itu dijamin oleh hukum atau undang-undang. Apabila tuntutan
itu tidak dipenuhi secara sukarela, si berpiutang dapat menuntutnya di depan
hakim.

C. Dasar Hukum Perikatan

a. Hukum Kontrak

Kontrak merupakan salah satu bentuk perikatan yang paling umum. Dasar
hukum perikatan dalam hal ini adalah hukum kontrak yang mengatur
pembentukan, pelaksanaan, dan pemutusan kontrak antara pihak-pihak yang
terlibat. Hukum kontrak biasanya didasarkan pada prinsip kebebasan
berkontrak dan kepastian hukum.

b. Kode Sipil

Beberapa negara, terutama yang mengadopsi sistem hukum berdasarkan


Kode Napoleon atau sistem hukum kontinental Eropa, memiliki peraturan
yang diatur dalam kode sipil atau kode perdata. Kode sipil ini mengatur
perikatan dalam hal-hal seperti perjanjian jual beli, sewa menyewa, pinjaman,
dan lainnya.

c. Common Law

Negara-negara yang mengikuti sistem hukum common law, seperti Inggris,


Amerika Serikat, Kanada, dan Australia, didasarkan pada keputusan
pengadilan sebelumnya dan prinsip-prinsip hukum yang telah berkembang
dari kasus ke kasus. Dasar hukum perikatan dalam sistem ini adalah prinsip
common law yang diinterpretasikan oleh pengadilan.

d. Hukum Adat

Beberapa negara masih mengakui sistem hukum adat atau hukum tradisional
yang dijalankan oleh masyarakat adat mereka. Dasar hukum perikatan dalam
hal ini terletak pada adat istiadat dan praktik yang telah berlaku dalam
masyarakat adat tersebut.

7
D. Azas-azas Hukum Perikatan

a. Azas Kebebasan Berkontrak (Freedom of Contract)

Azas ini menyatakan bahwa setiap individu memiliki kebebasan untuk


memasuki perjanjian atau kontrak dengan pihak lain secara sukarela, tanpa
adanya paksaan atau tekanan. Azas ini memungkinkan para pihak untuk
menentukan syarat-syarat perikatan mereka sesuai dengan kepentingan
masing-masing, dengan tetap mematuhi batasan hukum yang berlaku.

b. Azas Kehendak Nyata (Principle of Genuine Intention)

Azas ini menyatakan bahwa suatu perikatan harus didasarkan pada kehendak
yang nyata dan jujur dari para pihak yang terlibat. Perjanjian yang dibuat
dengan unsur penipuan, kesalahan, atau paksaan dapat dinyatakan tidak sah
atau dapat dibatalkan.

c. Azas Kepastian Hukum (Principle of Legal Certainty)

Azas ini menekankan perlunya kepastian hukum dalam perikatan. Artinya,


perikatan harus didasarkan pada aturan hukum yang jelas dan dapat
diprediksi. Hal ini memungkinkan para pihak untuk mengetahui hak dan
kewajiban mereka secara pasti, sehingga menghindari adanya ketidakpastian
atau kebingungan yang dapat menyebabkan sengketa.

d. Azas Keadilan (Principle of Equity)

Azas ini mengacu pada prinsip bahwa perikatan harus adil bagi semua pihak
yang terlibat. Hal ini melibatkan pemerataan beban dan manfaat antara para
pihak sesuai dengan kewajaran dan prinsip keadilan. Dalam penyelesaian
sengketa atau pelaksanaan perikatan, prinsip keadilan ini juga dapat
diterapkan untuk mencapai hasil yang adil bagi semua pihak.

e. Azas Perlindungan Terhadap Pihak yang Lebih Lemah (Principle of


Protection of the Weaker Party)

Azas ini mengakui perlunya perlindungan hukum bagi pihak yang lebih
lemah dalam perikatan, seperti konsumen atau pekerja. Tujuannya adalah
untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan atau ketidakseimbangan
kekuatan antara pihak-pihak yang terlibat.

f. Azas Pemenuhan Kewajiban (Principle of Performance of Obligations)

8
Azas ini menegaskan bahwa setiap pihak harus memenuhi kewajibannya
sesuai dengan persyaratan perikatan yang telah disepakati. Pihak yang tidak
memenuhi kewajibannya dapat dikenai sanksi atau ganti rugi, sementara
pihak yang memenuhi kewajibannya berhak mendapatkan pemenuhan
haknya.

E. Wansprestasi

Dalam perjanjian, sering ditemukan istilah wanprestasi. Wanprestasi adalah


kondisi saat satu pihak lalai dalam memenuhi perjanjiannya. Simak akibat
dan cara penyelesaiannya. Wanprestasi adalah kelalaian debitur dalam
memenuhi perjanjian. Terkait hal ini, ada sejumlah langkah yang bisa
ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan. Ganti rugi pun wajib diberikan
pihak yang melakukan wanprestasi. Berikut ulasan selengkapnya.

a. Definisi dan Unsur Wanprestasi

Wanprestasi adalah istilah yang diambil dari bahasa Belanda wanprestatie


dengan arti tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban dalam suatu perjanjian.
Berdasarkan arti dalam KBBI, wanprestasi adalah keadaan salah satu pihak
(biasanya perjanjian) berprestasi buruk karena kelalaian.

Dalam hukum, wanprestasi berarti kegagalan dalam memenuhi prestasi yang


sudah ditetapkan. Prestasi merupakan suatu hal yang dapat dituntut. Dalam
sebuah perjanjian, umumnya ada satu pihak yang menuntut prestasi kepada
pihak lain. Contohnya, kreditur menuntut prestasi kepada debiturnya.
Berdasarkan Pasal 1234 KUH Perdata, prestasi yang dituntut umumnya
berupa tiga hal, yakni memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan untuk tidak
berbuat sesuatu.

Seperti yang sudah disebutkan, kegagalan dalam memenuhi prestasi disebut


wanprestasi. Kemudian, ketentuan atau dasar hukum wanprestasi dimuat
dalam KUH Perdata. Wanprestasi sebagaimana diterangkan Pasal 1238 KUH
Perdata adalah kondisi di mana debitur dinyatakan lalai dengan surat
perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari
perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus
dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.

Selanjutnya, terkait unsur wanprestasi, Subekti dalam Hukum Perjanjian


menerangkan empat unsur dalam wanprestasi, antara lain:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi atau tidak melakukan apa yang
dijanjikan.

9
2. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi tidak sebagaimana yang dijanjikan.
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat.
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

F. Akibat Wanprestasi

Bila melakukan wanprestasi, pihak yang lalai harus memberikan penggantian


berupa biaya, kerugian, dan bunga. Akibat atau sanksi wanprestasi ini dimuat
dalam Pasal 1239 KUH Perdata yang menerangkan bahwa tiap perikatan untuk
berbuat sesuatu, atau untuk tidak berbuat sesuatu, wajib diselesaikan dengan
memberikan penggantian biaya, kerugian dan bunga, bila debitur tidak
memenuhi kewajibannya.

Penggantian biaya merupakan ganti dari ongkos atau uang yang telah
dikeluarkan oleh salah satu pihak. Kemudian, yang dimaksud dengan
penggantian rugi adalah penggantian akan kerugian yang telah ditimbulkan
dari kelalaian pihak wanprestasi. Selanjutnya, terkait bunga, J. Satrio dalam
Hukum Perikatan menerangkan bahwa bunga dapat diklasifikasikan menjadi
tiga jenis.

1. Bunga Moratoir, yakni bunga terutang karena debitur terlambat


memenuhi kewajibannya.
2. Bunga Konvensional, yakni bunga yang disepakati oleh para pihak.
3. Bunga Kompensatoir, yakni semua bunga di luar bunga yang ada dalam
perjanjian.

a. Somasi dalam Wanprestasi

Apabila pihak debitur melakukan wanprestasi, pihak kreditur umumnya


memberikan surat perintah atau peringatan yang menerangkan bahwa
pihak/debitur telah melalaikan kewajibannya. Surat ini dikenal dengan surat
somasi. Terkait somasi, ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata menerangkan
bawa debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis
itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini
mengakibatkan debitur harus dianggap lalai dengan lewatnya waktu yang
ditentukan.

Jonaedi Efendi dalam Kamus Istilah Hukum Populer menilai somasi


merupakan langkah efektif untuk menyelesaikan sengketa sebelum pengajuan
perkara ke pengadilan dilakukan. Somasi bertujuan untuk memberikan
kesempatan kepada calon tergugat untuk berbuat atau menghentikan suatu
perbuatan yang dituntut.

10
b. Gugatan Wanprestasi

Apabila setelah pemberian somasi pihak debitur tidak juga melakukan apa
yang dituntut, pihak kreditur dapat menuntut atau menggugat wanprestasi
yang telag dilakukan. Sebagaimana diterangkan dalam Perbuatan Melanggar
Hukum atau Wanprestasi?, ada tiga kemungkinan bentuk gugatan yang
mungkin diajukan oleh pihak yang merasa dirugikan akibat dari wanprestasi,
yakni sebagai berikut.

1. Melalui parate executie

Kreditur melakukan tuntutan sendiri secara langsung tanpa pengadilan.


Pihak kreditur bertindak secara eigenrichting atau menjadi hakim sendiri
secara bersama-sama. Dalam praktiknya, langkah ini berlaku pada
perikatan ringan dengan nilai ekonomis kecil.

2. Melalui arbitrase atau perwasitan

Kreditur dan debitur sepakat untuk menyelesaikan persengketaan melalui


wasit atau arbitrator. Saat arbitrator memutuskan sengketa tersebut, baik
kreditur dan debitur harus tunduk pada putusan. Kendati putusan tersebut
merugikan atau menguntungkan salah satu pihak, keduanya wajib
menaatinya.

3. Melalui rieele executie

Penyelesaian sengketa antara kreditur dan debitur melalui hakim di


pengadilan. Umumnya langkah ini diambil saat masalah yang
dipersengketakan cukup besar dan nilai ekonomisnya tinggi atau di antara
pihak kreditur dan debitur tidak ada penyelesaian sengketa meski cara
parate executie telah dilakukan.

G. Hapusnya Perikatan

Hapusnya perikatan dalam kontrak yang timbul dari persetujuan maupun dari
undang-undang diatur dalam bab ke-IV buku ke-III KUH Perdata,yaitu pasal
1381. Dalam pasal tersebut, terdapat beberapa cara hapusnya suatu perikatan,
yaitu:

a. Pembayaran

b. Penawaran pembayaran diikuti oleh penyimpanan

c. Pembaruan utang (inovati)

11
d. Perjumpaan utang (konvensasi)

e. Percampuran utang

f. Pembebasan utang

g. Musnahnya barang yang terutang

h. Kebatalan dan pembatalan perikatan-perikatan

i. Syarat yang membatalkan (diatur dalam BAB I)

j. Kekadaluarsaan (diatur dalam buku ke IV, BAB 7)

Jadi didalam KUH Perdata, ada sepuluh cara yang mengatur tentang hapusnya
perikatan.Cara-cara lainnya yang belum disebutkan, yaitu “ berakhirnya suatu
ketetapan waktu(terjamin) dalam suatu atau meninggalnya salah satu pihak
dalam beberapa macam perjanjian”, seperti meninggalnya seorang persero
dalam suatu perjanjian firma dan pada umumnya dalam perjanjian-perjanjian
yang di dalamnya prestasi hanya dapat dilaksanakan oleh oranglain. Selain
sebab-sebab hapusnya perikatan yang ditentukan oleh Pasal 1381 KUH Perdata
tersebut, ada beberapa penyebab lain untuk hapusnya suatu perikatan, yaitu:

1. Berakhirnya suatu ketetapan waktu dalam suatu perjanjian

2. Meninggalnya salah satu pihak dalam perjanjian, misalnya meninggalnya


pemberi kuasa atau penerima kuasa (Pasal 1813 KUH Perdata)

3. Meninggalnya orang yang memberikan perintah

4. Karena pernyataan pailit dalam perjanjian maatschap

5. Adanya syarat yang membatalkan perjanjian

Menurut pasal 1313 KUH Perdata: “Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang
atau lebih”. Apabila diperhatikan, adapun unsur-unsur dari perjanjian itu
adalah:

a. Terdapat para pihak sedikitnya 2 (dua) orang

b. Ada persetujuan antara para pihak yang terkait

c. Memiliki tujuan yang akan dicapai

d. Memiliki prestasi yang akan dilaksanakan

e. Dapat berbentuk lisan maupun tulisan

12
f. Memiliki syarat-syarat tertentu sebagai isi dari perjanjian

Sedangkan di dalam buku Yahya Harahap disebutkan menurut Sudikno


Mertokusumo: “Perjanjian adalah hubungan hukum/rechtshandeling dalam
hal mana satu pihak atau lebih mengikat diri terhadap satu atau lebih pihak
lain”. Istilah perjanjian berkaitan dengan perikatan (verbintenis). Menurut
Subekti perikatan adalah suatu pengertian abstrak sedangkan perjanjian
adalah suatu peristiwa konkret.

Menurut Sudikno Mertokusumo, asas-asas hukum dalam perjanjian adalah


pikiran dasaryang umum sifatnya, dan merupakan latar belakang dari
peraturan hukum yang konkrit yangterdapat dalam peraturan perundang-
undangan dan putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat
diketemukan dengan mencari sifat-sifat dalam peraturan konkrit tersebut.

Asas-asas hukum perjanjian yang dikemukakan meliputi:

1. Asas konsensualisme, diatur dalam Pasal 1338 KUHPerdata yang


menyatakan: “Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai
undang-undang bagi mereka yang membuatnya”

2. Asas kebebasan berkontrak, pada dasarnya manusia bebas mengadakan


hubungan denganorang lain. Termasuk di dalamnya adalah hubungan kerja
sama maupun mengadakan suatu perjanjian.

3. Asas kekuatan mengikat suatu perjanjian, perjanijan yang telah dibuat dan
disepakati oleh para pihak yang terlibat mempunyai kekuatan mengikat
sebagai undang-undang bagi para pihak.

4. Asas itikad baik, pada Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata dinyatakan: “Suatu
perjanjian harusdilaksanakan dengan itikad baik”

5. Asas kepribadian, pada Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi: “Pada umumnya


tak seorang dapat mengikatkan dirinya atas nama sendiri atau meminta
ditetapkannya suatu janji daripada untuk dirinya sendiri”.

Di dalam pasal 1320 KUHPerdata juga dimuat tentang syarat sah nya suatu
perjanjian,yaitu:

a. Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; Suatu perjanjian bisa


terlaksana apabila terdapat kata sepakat antara para pihakmengenai obyek
yang diperjanjikan, memiliki kesesuaian paham dan kehendak atas
perjanjian.

13
b. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan;Yang dimaksud dalam syarat
ini adalah cakap menurut hukum sesuai yang diatur olehKUHPerdata,
yang dewasa, dan sehat akal pikirannya.

c. Suatu hal tertentu;Merupakan hal- hal yang diperjanjikan yang dituangkan


dalam perjanjian, mulai darihak dan kewajiban, obyek perjanjian, dan
penyelesaian apabila terjadi sengketanantinya.

d. Suatu sebab yang halal;Dalam perjanjian, klausula yang dituangkan harus


bersifat halal, artinya tidak bertentangan dengan ketertiban umum,
kesusilaan, peraturan perUndang-Undangan,maupun kebiasaan norma
masyarakat yang telah diakui.

Memperjelas keempat syarat itu, Subekti menggolongkannya ke dalam 2 (dua)


bagian,yakni:

a. Mengenai subjek perjanjian, adalah orang yang cakap atau mampu


melakukan perjanjiansesuai peraturan perUndang-Undangan. Adapun
sepakat (konsensus) adalah dasar dariterbentuknya perjanjian, dimana para
pihak memiliki kebebasan dalam menentukankehendaknya tanpa ada
paksaan.

b. Mengenai objek perjanjian, adalah apa yang dijanjikan oleh masing-masing


pihak yangtertuang dengan jelas di dalam perjanjian, dimana objek
tersebut tidak bertentangan denganundang-undang, ketertiban umum, dan
kesusilaan

Pada Pasal 1338 KUHPerdata dikatakan: “Perjanjian dibuat secara berlaku


sebagai undang -undang bagi mereka yang membuatnya”. Jenis-jenis
perjanjian itu sendiri terdiri dari beberapa aspek yaitu:

a. Berdasarkan cara lahirnya:.

1. Perjanjian Konsensuil

2. Perjanjian Formal

3. Perjanjian Riil

b. Berdasarkan pengaturannya:.

1. Perjanjian Bernama

2. Perjanjian Tidak Bernama

14
c. Berdasarkan sifat perjanjian:.

1. Perjanjian Pokok

2. Perjanjian Accesoird.

d.Berdasarkan prestasi yang diperjanjikan:.

1. Perjanjian Sepihak

2. Perjanjian Timbal Balik.

e.Berdasarkan akibat yang ditimbulkan:.

1. Perjanjian Obligatoir

2. Perjanjian Kebendaan

H. Memorandum of Understanding (MoU)

Memorandum of Understanding (MoU) dalam bahasa Indonesia


diterjemahkan dalam berbagai istilah, antara lain "nota kesepakatan", "nota
kesepahaman", "perjanjian kerja sama", "perjanjian pendahuluan". Di dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) tidak dikenal apa yang
dinamakan Nota Kesepahaman. Akan tetapi apabila kita mengamati praktek
pembuatan kontrak terlebih kontrak-kontrak bisnis, banyak yang dibuat
dengan disertai Nota Kesepahamanyang keberadaannya didasarkan pada
ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata. Selain pasal tersebut, Pasal 1320 KUH
Perdata tentang syarat sahnya perjanjian, khususnya yang berhubungan
dengan kesepakatan, dijadikan sebagai dasar pula bagi Nota Kesepahaman
khususnya oleh mereka yang berpendapat bahwa Nota
Kesepahamanmerupakan kontrak karena adanya kesepakatan, dan dengan
adanya kesepakatan maka ia mengikat. Apabila kita membaca Undang-
Undang Nomor 24 Tahun 2000 tentang Perjanjian Internasional, dapat
dikatakan pula bahwa undang-undang tersebut merupakan dasar Nota
Kesepahaman.

Tujuan pembuatan Nota Kesepahaman adalah untuk mengadakan hubungan


hukum, sebagai suatu surat yang dibuat oleh salah satu pihak yang isinya
memuat kehendak, surat tersebut ditujukan kepada pihak lain, dan
berdasarkan surat tersebut pihak yang lain diharapkan untuk membuat letter
of intent yang sejenis untuk menunjukkan niatnya.

15
Lebih lanjut Nota Kesepahaman didefinisikan atau memiliki pengertian
kesepakatan di antara pihak untuk berunding dalam rangka membuat
perjanjian di kemudian hari, apabila hal-hal yang belum pasti telah dapat
dipastikan. Nota Kesepahaman bukanlah kontrak. Kontraknya sendiri belum
terbentuk. Dengan demikian Nota Kesepahaman tidak memiliki kekuatan
mengikat. Akan tetapi dalam praktek bisnis ia sering dipandang sebagai
kontrak dan memiliki kekuatan mengikat para pihak yang menjadi subjek di
dalamnya atau yang menandatanganinya. Walaupun dalam praktek bisnis
Nota Kesepahaman sering dipandang sebagai kontrak dan memiliki kekuatan
mengikat para pihak yang menjadi subjek di dalamnya atau yang
menandatanganinya, namun dalam realitanya apabila salah satu pihak tidak
melaksanakan substansi Nota Kesepahaman, maka pihak lainnya tidak pernah
menggugat persoalan itu ke pengadilan. Ini berarti bahwa Nota Kesepahaman
hanya mempunyai kekuatan mengikat secara moral.

Secara umum hal yang terdapat di dalam Nota Kesepahaman adalah


pernyataan bahwa kedua belah pihak secara prinsip sudah memahami dan
akan melakukan sesuatu untuk tujuan tertentu sesuai isi dari Nota
Kesepahaman tersebut.

Nota Kesepahaman secara umum memiliki bagan atau anatomi yang terdiri
atas sebagai berikut:

1. Judul Nota Kesepahaman

Judul ditentukan oleh para pihak. Dari judul yang ditentukan akan dapat
diketahui para pihak dalam Nota Kesepahaman tersebut, antara siapa
dengan siapa, serta sifat Nota Kesepahaman itu, apakah nasional atau
internasional.

Rumusan kalimat yang dipergunakan untuk menuliskan judul tidak sama


antara Nota Kesepahaman yang satu dengan Nota Kesepahaman yang
lainnya. Judul hendaknya menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan
mencerminkan apa yang menjadi kehendak para pihak. Secara struktur,
judul memuat instansi para pihak, nomor, tahun, dan nama Nota
Kesepahaman serta judul ditulis seluruhnya dengan huruf kapital yang
diletakkan di tengah marjin tanpa diakhiri tanda baca. Nota Kesepahaan
dapat menggunakan logo instansi yang diletakkan di kiri dan kanan atas
halaman judul. logo Pihak Pertama terletak di sebelah kiri dan logo Pihak
Kedua di sebelah kanan.

16
2. Pembukaan Nota Kesepahaman

Bagian ini ditulis setelah penulisan judul, merupakan bagian awal dari Nota
Kesepahaman. Pembukaan terdiri dari:

a. Pencantuman hari, tanggal, bulan, tahun, dan tempat penandatanganan


saat terjadinya Nota Kesepahaman dibuat.

b. Jabatan para pihak,

Menggambarkan kedudukan dan kewenangan bertindak atas nama


instansi. Para pihak disebut PIHAK PERTAMA dan PIHAK KEDUA
yang merupakan wakil dari masing-masing instansi. Para pihak dapat
orang perorangan, dapat pula badan hukum baik badan hukum privat
maupun badan hukum publik. Mereka yang menjadi pihak tersebut,
mereka pula yang membuat dan menandatangani Nota Kesepahaman.

c. Konsiderans atau pertimbangan,

Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang


menjadi latar belakang dan alasan pembuatan Nota Kesepahaman.
Konsiderans diawali dengan kalimat "Dengan terlebih dahulu
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut ". Tiap-tiap pokok pikiran
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan satu kesatuan
pengertian. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad dan
dirumuskan dalam satu kalimat yang utuh, diawali dengan kata "bahwa"
dan diakhiri dengan tanda baca titik koma (;).

3. Substansi Nota Kesepahaman

Para pihak yang bermaksud mengadakan Nota Kesepahaman memiliki


kewenangan untuk bersama-sama menentukan apa yang akan menjadi isi
Nota Kesepahaman. Isi Nota Kesepahaman menggambarkan apa yang
dikehendaki oleh mereka atau kedua belah pihak. Dalam praktek,
perumusan isi Nota Kesepahaman ada yang singkat, ada pula yang
lengkap, tergantung pada para pihak, mana yang mereka kehendaki. Dari
kedua pola tersebut yang lebih banyak digunakan adalah rumusan secara
singkat. Perumusan secara lebih terperinci atau panjang lebar diwujudkan
dalam isi kontrak. Pada umumnya substansi Nota Kesepahaman memuat
hal-hal sebagai berikut:

a. Maksud atau Tujuan, mencerminkan kehendak para pihak untuk


melakukan kegiatan yang saling menguntungkan.

17
b. Ruang Lingkup Kegiatan, memuat gambaran umum tentang kegiatan
yang akan dilaksanakan.
c. Realisasi Kegiatan, merupakan pelaksanaan dan rincian kegiatan dari
Nota Kesepahaman.
d. Jangka Waktu, menunjukkan masa berlakunya Nota Kesepahaman
dan jangka waktu dapat diperpanjang atas kesepakatan para pihak.
e. Biaya Penyelenggaraan Kegiatan, Biaya merupakan beban yang
dikeluarkan sebagai akibat pelaksanaan kegiatan. Biaya dapat
dibebankan kepada salah satu pihak atau kedua belah pihak atau
sumber pembiayaan lainnya yang sah sesuai dengan kesepakatan.
f. Aturan Peralihan, memuat perubahan yang mungkin terjadi, yang
hanya dapat dilakukan atas persetujuan kedua belah pihak.

4. Penutup Nota Kesepahaman

Bagian ini merupakan bagian akhir dari Nota Kesepahaman dan


dirumuskan dengan kalimat yang sederhana.

5. Bagian tanda tangan para pihak

Bagian ini terletak di bawah bagian penutup, dan pada bagian tersebut para
pihak membubuhkan tanda tangan dan nama terang. Pada bagian tanda
tangan terdiri dari:

a. Keabsahan Nota Kesepahaman atau Nota Kesepakatan, menunjukkan


agar Nota Kesepahaman memenuhi syarat hukum yaitu harus dibubuhi
dan ditandatangani para pihak di atas materai yang cukup.

b. Penandatangan Nota Kesepahaman, Dilakukan oleh kedua belah pihak


yang ditulis dengan huruf kapital Posisi PIHAK PERTAMA di bagian
kiri bawah sedangkan posisi PIHAK KEDUA di bagian kanan bawah
dari naskah.

I. STUDI KASUS

PERJANJIAN JUAL BELI SAPI ANTARA MAHRAWI DAN SAMUDI (STUDI


KASUS DI DESA PASAK KECAMATAN SUNGAI AMBAWANG
KABUPATEN KUBU RAYA)

Pelaksanaan perjanjian jual beli sapi antara Penjual dengan pembeli di Desa
Pasak Kecamatan Sungai Ambawang Kabupaten Kubu Raya adalah perjanjian
jual beli yang dibuat secara lisan oleh kedua belah pihak. Meskipun hanya
sebatas lisan, akan tetapi kekuatan hukumnya mengikat kedua belah pihak serta
sah dan berlaku sebagai undang-undang bagi kedua belah pihak. Perjanjian jual

18
beli sapi tersebut merupakan salah satu perikatan yang lahir dari perjanjian.
Dari perjanjian tersebut maka menimbulkan hubungan hukum antara kedua
belah pihak menyangkut hak dan kewajiban yang merupakan kesepakatan
antara penjual dan pembeli.

Adapun yang menjadi rumusan masalah adalah pembeli tidak memenuhi


kewajibannya dan terlambat dalam melunasi sisa harga sapi yang telah
disepakati dalam perjanjian jual beli antara kedua belah pihak. Sehingga
menimbulkan kerugian bagi pihak penjual. Hal ini terjadi pada tahun 2016
yang lalu dan sampi saat ini pihak pembeli belum melunasi sisa pembayaran
harga sapi tersebut. Seharusnya pihak pembeli sudah melunasi sisa pembayaran
sisa harga sapi satu minggu setelah membayar uang muka sebesar 40% dari
harga satu ekor sapi sebesar 20 juta rupiah

Metode penelitian dalam penulisan ini adalah jenis penelitian hukum empiris
yang merupakan penelitian dengan mengelola data primer.

Sifat dalam penelitian ini adalah menggunakan pendekatan deskriptif analisis,


yang mana peneliti akan mengungkapkan fakta secara objektif sebagaimana
yang ditemukan oleh peneliti dilapangan. pembeli belum memenuhi
kewajibannya terhadap penjual dalam membayar sisa harga sapi yang masih
terhutang pada waktu yang telah ditentukan dan menjadi kesepakatan, faktor
yang menyebabkan pihak pembeli belum memenuhi kewajibannya terhadap
Penjual disebabkan oleh faktor kelalaian.Akibat hukum pihak pembeli yang
belum memenuhi kewajibannya terhadap pihak Penjual adalah pembatalan
perjanjian disertai dengan ganti rugi.upaya hukum yang ditempuh oleh Penjual
kepada pihak pembeli adalah melakukan musyawarah atau mufakat dengan
dihadiri oleh ketua RT setempat sebagai mediator atau penengah, serta
meminta untuk membayar ganti rugi.

19
DAFTAR PUSTAKA

Istilah perikatan : Munir Fuady, Hukum Kontrak (dari sudut pandang Hukum
Bisnis). Bandung: Citra Aditya Bakti. 1999. hal.1

Abdulkadir Muhammad, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya


Bakti, 2000,hal.198

Soedharyo Soimin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Sinar Grafika, 1999,


hal. 313

R.Setiawan, Pokok-Pokok Hukum Perikatan, Bandung, Binacipta, 1987. hal.1-2

Tiap-tiap perikatan, Secara garis besar, Pengertian perikatan menurut subekti :


Solahudin, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Jakarta: Visimedia, 2008.

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Bandung, Alumni, 1994, hal.
3

R. Subekti, Hukum Perjanjin, PT Intermasa, Bandung, 2010.

Istilah huikum perikatan : Salim HS, Pengantar Hukum Perdata Tertulis (BW),
Sinar Grafika, Jakarta, 2008. hal.151

Pengertian perikatan menurut ilmu pengetahuan hukum perdata, Ahli perikata,


Pernyataan perikatan menurut ahli hukum indonesia : Mariam Darus
Badrulzamandkk, Kompilasi Hukum Perikatan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,
2001. hal.1

H.F. Vollmar, InleidingtotdeStudievanhetNederlandsBurgerlijkRecht, lihat dalam


Mariam Darus Badrulzamandkk, Kompilasi Hukum......Ibid.....hal.1

Mariam Darus Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, PT. Alumni, Bandung, 2011.
hal.3

Pengertian perikatan menurut Subekti : Subekti, Hukum Perjanjian,PT Intermasa,


Bandung, 2010. hal.1

Pengertian Wanprestasi https://www.hukumonline.com/berita/a/unsur-dan-cara-


menyelesaikan-wanprestasi-lt62174878376c7/?page=all

MOU diakses pada Selasa 10 Oktober 2023 pada puku 06.05wib


https://www.bpkp.go.id/sesma/konten/320/penyusunan-memorandum-of-

20
Studi kasus diakses pada tanggal 14 Oktober 2023 pada pukul 17.52 WIB
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/jmfh/article/view/22540

21

Anda mungkin juga menyukai