Anda di halaman 1dari 24

1

TUGAS TEORI HUKUM

Disusun Oleh:
ANNISA DIVA MURBARANI 220122004

Program Studi : Magister Kenotariatan


Dosen Pengajar : Dr. Sukanda Husin, SH., LLM

PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS HUKUM


UNIVERSITAS ANDALAS
TAHUN AJARAN 2022/2023
2

1. Judul tesis: Pelaksanaan Jual Beli Tanah Secara di Bawah Tangan dan Akibat
Hukumnya (Studi Kasus di Kecamatan X Koto Kab. Tanah Datar Propinsi
Sumatera Barat)
Oleh: Deliani Permata Sari (1820123012)
Dosen Pembimbing:
Dr. Zefrizal Nurdin, S.H., M.H.
Dr. Hengki Andora, S.H., LL.M.
Program Magister: Kenotariatan
Teori Hukum: Teori Perjanjian dan Akibat Hukum

a. Teori Perjanjian
Kata “perjanjian” dalam Kepustakaan hukum Indonesia, memakai
bermacam-macam istilah sebagai terjemahan “verbintenis” dan “overeenkomst”,
yaitu :
1) KUHPerdata dan Tjipto Soedibyo menggunakan istilah perikatan untuk
“verbintenis” dan persetujuan untuk “overeenkomst”. 1

2)  Wiryono Projodikoro mengartikan perjanjian dari kata verbintenis, sedangkan


kata overeenkomst diartikan dengan kata persetujuan.2
3) Menurut R. Subekti, verbintenis diartikan sebagai perutangan/perikatan
sedangkan overeenkomst diartikan sebagai persetujuan/perjanjian.3
4)  Utrecht, memakai istilah perutangan untuk “verbintenis” dan perjanjian untuk
“overeenkomst”.4
5)  Achmad Ichsan menterjemahkan “Verbintenis” dengan perjanjian dan
“overeenkomst” dengan persetujuan.5
Pengertian perjanjian menurut Pasal 1313 KUH Perdata adalah : “Suatu
perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih.” Selanjutnya dalam Pasal 1338 KUH

1
R.Subekti dan Tjiptosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, PT. Paramita, Jakarta,
1974, hlm. 291.
2
Wiryono Projodikoro, Hukum Perdata Tentang Persetujuan-Persetujuan Tertentu, Penerbit
Sumur Bandung, 1981, hlm 11.
3
R. Subekti, Aspek-Aspek Hukum Perikatan Nasional, Alumni, Bandung, 1976, hlm. 12-13
4
Utrecht, Pengantar Dalam Hukum Indonesia, cetakan V, PT. Penerbit Balai Buku Ikhtiar,
Jakarta, 1959, hlm. 320.
5
A. Ichsan, Hukum Perdata , PT Pembimbing Masa, Jakarta, 1967, hlm. 7.
3

Perdata, ditentukan bahwa: “Semua persetujuan yang dibuat secara sah, berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya”.
Menurut R.Setiawan, rumusan Pasal 1313 KUHPerdata di atas, kurang
lengkap, karena hanya menyebutkan persetujuan satu pihak saja, di samping itu
rumusan tersebut juga sangat luas, karena mempergunakan kata “perbuatan”, yang
bias dimaknai pula perbuatan sukarela dan perbuatan melawan hukum, sehingga
rumusan itu, perlu disempurnakan menjadi: “Suatu perbuatan hukum yang mana
satu orang atau lebih mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih.6
Dalam perjanjian tersebut, dua pihak itu sepakat untuk menentukan
peraturan atau kaedah atau hak dan kewajiban, yang mengikat mereka untuk
ditaati dan dijalankan. Kesepakatan itu menimbulkan akibat hukum, menimbulkan
hak dan kewajiban dan kalau kesepakatan itu dilanggar, maka ada akibat

hukumnya, si pelanggar dapat dikenakan akibat hukum atau sanksi. Hampir


bersamaan dengan itu, dikemukakan pula oleh Wirjono Prodjodikoro.
Kedua belah pihak dalam suatu perjanjian harus mempunyai kemauan yang
bebas, untuk mengikatkan diri dan kemauan itu harus dinyatakan, secara tegas

atau diam-diam. Perikatan yang terjadi karena perjanjian maupun karena undang-

undang merupakan peristiwa hukum (rechtsfeiten). Perbuatan hukum dibedakan


menjadi perbuatan hukum sepihak dan perbuatan hukum berganda.

b. Akibat Hukum
Pemahaman terhadap akibat hukum adalah segala akibat yang terjadi dari
segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh subyek hukum terhadap obyek
hukum atau akibat-akibat lain yang disebabkan karena kejadian-kejadian tertentu
oleh hukum yang bersangkutan telah ditentukan atau dianggap sebagai akibat
hukum.7
Soeroso mendefinisikan akibat hukum yaitu: “Sebagai akibat suatu tindakan yang
dilakukan untuk memperoleh suatu akibat yang dikehendaki oleh pelaku dan yang
diatur oleh hukum. Tindakan ini dinamakan tindakan hukum. Jadi dengan kata

6
R.Setiawan, Ibid,, 1994, hlm. 49.
7
Pipin Syarifin, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Pustaka Setia, 2011, Jakarta, hlm. 71.
4

lain, akibat hukum adalah akibat dari suatu tindakan hukum. Contoh: membuat
wasiat, pernyataan berhenti menyewa”.8
Adapun wujud dari akibat hukum dapat berupa:
1)  Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu keadaan hukum, contoh: Usia
menjadi 21 tahun, akibat hukumnya berubah dari tidak cakap menjadi cakap
hukum. Dengan adanya pengampuan, lenyaplah kecakapan melakukan tindakan
hukum.
2)  Lahirnya, berubahnya atau lenyapnya suatu hubungan hukum, antara dua atau
lebih subjek hukum, di mana hak dan kewajiban pihak yang satu berhadapan
dengan hak dan kewajiban pihak lain. Contoh: A mengadakan perjanjian jual-beli
dengan B, maka lahirlah hubungan hukum antara A dan B. Sesudah dibayar lunas,
hubungan hukum tersebut menjadi lenyap.
3)  Lahirnya sanksi apabila dilakukan tindakan yang melawan hukum. Contohnya:
Seorang pencuri diberi sanksi hukuman adalah suatu
akibat hukum dari perbuatan si pencuri tersebut mengambil barang orang lain
tanpa hak dan secara melawan hukum.9

2. Judul tesis: Eksekusi Objek Kapal sebagai Jaminan di Teluk Bayur pada Bank
Rakyat Indonesia
8
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Penerbit Sinar Grafika, 2011, Jakarta,hlm. 295.
9
R.Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, Cetakan VII, Penerbit Sinar Grafika, 2005, Jakarta, hlm. 296
5

Oleh: Ari Putra Utama (1920112014)


Dosen Pembimbing:
Dr. Yulfasni, S.H., M.H.
Dr. Jean Elvardi, S.H., M.H.
Program Magister: Hukum
Teori Hukum: Teori Tanggungjawab, Teori Kewenangan, dan Teori Kepastian
Hukum

a. Teori Kepastian
Hukum adalah untuk mengetahui dengan tepat aturan yang berlaku dan apa
yang dikehendaki dari padanya. Hukum harus memberikan jaminan kepastian
tentang aturan hukum bertujuan untuk tercapainya keadilan bagi setiap insan
manusia selaku anggota bermasyarakat.
Menurut Van Alpedoorn kepastian hukum meliputi dua hal yakni:10
1. Kepastian hukum adalah hal-hal yang ditentukan (bepaalbaarheid) dari hukum,
dalam hal-hal yang konkrit. Pihak-pihak pencari keadilan (yustisiabelen) ingin
mengetahui apakah hukum dalam suatu keadaan atau hal tertentu, sebelum ia
memulai dengan perkara.
2. Kepastian hukum berarti pula kenyamanan hukum, artinya melindungi para
pihak terhadap kewenang-wenangan hakim. Pada dasarnya kepastian hukum pada
hukum jaminan dapat dilihat dari perjanjian atau kontak yang dilakukan dengan
pihak perbankan. Black’s law Dictionary mengartikan kontrak sebagai suatu
perjanjian antara dua orang atau lebih yang menciptakan kewajiban untuk
melakukan atau tidak melakukan suatu tindakan tertentu. 11 Sedangkan pengertian
perjanjian yang terlalu luas dan kurang lengkap tercantum dalam Pasal 1313 Kitab
Undang-undang Hukum Perdata yang menyatakan: Suatu perbutan yang terjadi
antara satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap orang lain.
Kepastian hukum dapat dicapai apabila situasi tertentu:12
1. Tersedia aturan-aturan hukum yang jelas (jernih), konsisten dan
10
L.J Van Apedoorn, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Pradnya Paramita, 1996, hlm. 12
11
Roscoe Pound dalam Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum ( suatu kajian filosofis dan
sosiologis), Jakarta, J Chandra Pratama, 1996, hlm 134-135.
12
Jan Michael Otto, 2003, Kepastian Hukum di Negara Berkembang, Terjemahan Tristam
Moeliono, Komisi Hukum Nasional Jakarta, hlm. 25.
6

mudah diperoleh (accessible);


2. Instansi-instansi penguasa (pemerintah) menerapkan aturan-aturan hukum
tersebut secara konsisten dan juga tunduk dan taat tersebut;
3. Warga secara prinsipil menyesuaikan perilaku mereka terhadap aturan-aturan
tersebut;
4. Hakim-hakim (peradilan) yang mandiri dan tidak berpihak menerapkan aturan-
aturan hukum tersebut secara konsisten sewaktu-waktu mereka menyelesaikan
sengketa;
5. Keputusan peradilan secara kongkrit dilaksanakan;
Kepastian adalah perihal (keadaan) yang pasti, ketentuan atau ketetapan.
Hukum secara hakiki harus pasti dan adil. Pasti sebagai pedoman kelakuan dan
adil karena pedoman kelakuan itu harus menunjang suatu tatanan yang dinilai
wajar. Hanya karena bersifat adil dan dilaksanakan dengan kepastian aturan
hukum, bukan kepastian tindakan terhadap atau tindakan yang sesuai dengan
aturan hukum.
Karena frasa kepastian hukum tidak mampu menggambarkan kepastian
perilaku terhadap hukum secara benar-benar.13
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan dan kedua, berupa keamanan
hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan
yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang boleh
dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian hukum ini
berasal dari ajaran Yuridis-Dogmatik yang didasarkan pada aliran pemikiran
Positivisme di dunia hukum yang cendrung melihat hukum sebagai suatu yang
otonom yang mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum tidak lain
sekedar menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat umum dari
aturan-aturan membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan untuk mewujudkan
keadilan atau kemanfaatan. Melainkan semata-mata untuk kepastian.
Dalam penegakan hukum ada tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu:
kepastian hukum, kemanfaatan hukum dan keadilan. Ketiga unsur tersebut harus
13
Dominikus Rato, Filsafat Hukum Mencari: Memahami dan Memahami Hukum, Laksbang
Pressindo, Yogyakarta, 2010, hlm. 59.
7

ada kompromi, harus mendapatkan perhatian secara proporsional seimbang.


Tetapi dalam praktek tidak selalu mudah mengusahakan kompromi secara
proporsional seimbang antara ketiga unsur tersebut. Tanpa kepastian hukum orang
tidak tahu apa yang harus diperbuatnya dan akhirnya timbul keresahan. Tetapi
terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, terlalu ketat mentaati peraturan
hukum akibatnya kaku dan akan menimbulkan rasa tidak adil.14
Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak
tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatannya benar atau salah,
dilarang atau tidak dilarang oleh hukum.

b. Teori Perlindungan Hukum


Secara umum, perlindungan berarti mengayomi sesuatu dari hal-hal yang
berbahaya, sesuatu itu bisa saja berupa kepentingan maupun denda atau barang
selain itu perlindungan juga mengandung makna pengayoman yang diberikan oleh
seseorang terhadap orang yang lebih lemah. Dengan demikian, perlindungan
hukum dapat diartikan dengan segala upaya pemerintah untuk menjamin adanya
kepastian hukum, untuk memberikan perlindungan kepada warga negara agar hak-
haknya sebagai warga negara tidak dilanggar, dan bagi yang melanggarnya akan

dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan yang berlaku.15


Perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subjek
hukum sesuai dengan aturan hukum baik yang bersifat preventif maupun bersifat
represif, baik secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan
peraturan hukum. Teori tentang perlindungan hukum merupakan teori yang
mengkaji dan menganalisis tentang wujud dan bentuk atau tujuan perlindungan,

14
Riduan Syaharani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1999, hlm. 23.
15
www. Haki. Lipi.go.id/utama.cgi, “Pemegang Paten Perlindungan Hukum”, Republika, 24 Mei
2004.
8

subjek hukum yang dilindungi serta objek perlindungan yang diberikan oleh
hukum kepada subjeknya.16
Teori perlindungan hukum dikemukakan oleh Fitzgerald, Satjipto Raharjo
dan Phillipus M. Hadjon. Dimana dalam teori perlindungan hukumnya Fitzgerald
menyayakan bahwa:
Hukum bertujuan mengintegrasikan dan mengkoordinasikan berbagai
kepentingan dalam masyarakat, karena dalam suatu lalu lintas kepentingan,
perlindungan terhadap kepentingan tertentu dapat dilakukan dengan cara
membatasi berbagai kepentingan dilain pihak”. Kepentingan hukum mengurusi
hak dan kepentingan manusia, sehingga hukum memiliki otoritas tertinggi untyuk

menentukan kepentingan manusia yang perlu diatur dan dilindungi. 17 Satjipto


Raharjo berpendapat bahwa tujuan perlindungan hukum adalah untuk:
“Memberikan pengayoman terhadap hak asasi manusia (HAM) yang dirugikan
orang lain dan perlindungan itu diberikan kepada masyarakat agar dapat
menikmati semua hak-hak yang diberikan oleh hukum.”18
Selanjutnya berkaitan dengan teori perlindungan hukum Phillipus M.
Hadjon menyatakan bahwa:
“Perlindungan hukum bagi rakyat sebagai tindakan pemerintahan yang bersifat
preventif dan represif”.
Secara teoritis, bentuk perlindungan hukum dapat dibedakan menjadi dua
bagian, yaitu:
1. Perlindungan Hukum preventif
Merupakan perlindungan hukum yang bersifat pencegahan. Perlindungan
yang diberikan pemerintah dengan tujuan untuk mencegah sebelum terjadinya
pelanggaran. Hal ini terdapat dalam peraturan perundang-undangan dengan
maksud untuk mencegah suatu pelanggaran serta memberikan rambu-rambu
atau batasan- batasan dalam melakukan suatu kewajiban.
2. Perlindungan Hukum represif

16
Fitzgerald dalam Salim HS dan Erlin Septianan Nurbani, Penerapan Teori Hukum Pada
Penelitian Tesis dan Disertasi, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm. 262
17
Satjipto Raharjo, Ilmu Hukum, PT. Citra Aditiya Bakti, Bandung: 2000. Hlm 69
18
Ibid, Hlm 54
9

Perlindungan hukum yang represif berfungsi untuk menyelesaikan apabila


terjadi sengketa. Perlindungan hukum represif merupakan perlindungan akhir
berupa sanksi seprti denda, penjara, hukum tambahan yang diberikan apabila
sudah terjadi sengketa atau telah dilakukan suatu pelanggaran.
3. Berdasarkan teori perlindungan hukum diatas, maka dapat disimpulkan
bahwa perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada
subjek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik itu yang bersifat preventif
maupun dalam bentuk yang bersifat represif, baik yang secara tertulis maupun
tidak tertulis dalam rangka menegakan peraturan hukum.
4. Dengan dilakukan pendaftaran hipotik atas kapal dan diterbitkannya grosse
akta hipotik yang mengandung irah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang mempunyai kekuatan sita eksekutorial,
Seyogyanya dapat memberikan perlindungan atas hak-hak kreditur dalam
pelunasan kredit yeng telah diberikannya.
5. Tujuan manusia mendapatkan perlindungan hukum adalah untuk
mewujudkan ketertiban dan keteraturan antara nilai dasar dari hukum yaitu
adanya kepastian hukum, kemanfaatan hukum serta keadilan hukum.
6. Dengan dilakukannya pendaftaran hipotik atas kapal dan diterbitkannya gross
akta hipotik yang mengandung “ Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa” yang mempunyai kekuatan sita Eksekutorial, yang
seharusnya dapat memberikan perlindungan atas hak-hak kreditur dalam
pelunasan kerdit yang dipinjam.

Berdasarkan dari latar belakang yang ada maka diambil batasan konseptualnya:
1. Eksekusi
Eksekusi merupakan suatu kesatuan yang tidak terpisah dari pelaksanaan tata
tertib beracara yang terdapat dalam HIR/RBg. Peraturan sebagai pedoman
tata cara melaksanakan putusan hakim/pengadilan diatur dalam HIR/RBg
pada Pasal 195 sampai Pasal 224 HIR/ Pasal 206 sampai Pasal 258 RBg.
2. Kapal Laut
Dalam Pasal 1 angka 2 Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2002 Tentang
Perkapalan:
10

“Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakan
dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energy lainnya, ditarik atau ditunda,
termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis kendaraan dibawah
permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-
pindah.”
3. Hipotek Kapal Laut
Hipotek diatur dalam Pasal 1162-1232 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang berbunyi, “Hipotek adalah suatu hak kebendaan atas benda-
benda tak bergerak untuk mengambil dari padanya bagi pelunasan suatu
perikatan”
30
Menurut Vollmar hipotek adalah sebuah hak kebendaan atas benda- benda
bergerak tidak bermaksud untuk memberikan orang yang berhak (pemegang
hipotek) sesuatu nikmat dari sesuatu benda, tetapi ia bermaksud memberikan
jaminan belaka bagi pelunasan sebuah utang dengan lebih dahulukan.
Pasal 1162 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata:
Hak kebendaan atas benda-benda tak bergerak, untuk mengambil penggantian
dari padanya bagi pelunasan suatu perikatan.
4. Jaminan
Jaminan adalah asset pihak peminjam yang dujanjikan kepada pemberi
pinjaman.Jika peminjam wanprestasi, pihak pemberi kredit dapat memiliki
agunan tersebut.Jaminan dapat diberikan menjadi dua yaitu jaminan
perorangan dan jaminan kebendaan.Jaminan perorangan adalah selalu suatu
perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan orang ketiga, yang
menjamin dipenuhinya kewajiban- kewajiban si berutang (debitur).Jaminan
kebendaan dapat diadakan antara kreditur dengan debiturnya, tetapi juga
dapat diadakan antara kreditur dengan orang ketiga yang manjamin
dipenuhinya kewajiban- kewajiban debitur.
11

3. Judul tesis: Kekuatan Hukum Akta Perdamaian (Akta Van Dading) sebagai
Penyelesaian Kredit Bermasalah Melalui Proses Gugatan Sederhana
(Studi Kasus pada Pengadilan Negeri Pasaman Barat)
Oleh: Supriadi (1820123043)
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. Busyra Azheri, S.H., M.H.
Dr. Yussy Adelina Mannas, S.H., M.H.
Program Magister: Kenotariatan
Teori Hukum: Teori Kesepakatan, Teori Kepastian Hukum, dan Teori Keadilan

a. Teori Kesepakatan

Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan kesepakatan maka perlu


dilihat apa itu perjanjian, dapat dilihat pasal 1313 KUHPerdata. Menurut
ketentuan pasal ini, perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”.
Kesepakatan atau kata sepakat merupakan bentukkan atau merupakan unsur
dari suatu perjanjian (Overeenkomst)yang bertujuan untuk menciptakan suatu
keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu perjanjian mencapai suatu
kesepakatan atau tercapainya suatu kehendak. Kata sepakat sendiri bertujuan
untuk menciptakan suatu keadaan dimana pihak-pihak yang mengadakan suatu
perjanjian mencapai suatu kehendak. Menurut Van Dunne, yang diartikan dengan

perjanjian, adalah:19 “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
Menurut Riduan Syahrani bahwa:20 “Sepakat mereka yang mengikatkan
dirinya mengandung bahwa para pihak yang membuat perjanjian telah sepakat
atau ada persetujuan kemauan atau menyetujui kehendak masing-masing yang
dilakukan para pihak dengan tiada paksaan, kekeliruan dan penipuan”.

19
Salim H.S, Perkembangan Hukum Kontrak Innominaat di Indonesia, Sinar Grafika, Jakarta,
2008, hlm. 16
20
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 2000. hlm.
214
12

Jadi yang dimaksud dengan kesepakatan adalah persesuaian pernyataan


kehendak antara satu orang atau lebih dengan pihak lainnya, tentang kapan
terjadinya persesuaian pernyataan, ada empat teori, yakni:
1) Teori Pernyataan (uitingsheorie), kesepakatan (toesteming) terjadi pada saat
pihak yang menerima penawaran itu menyatakan bahwa ia menerima penawaran
itu.
2) Teori Pengiriman (verzendtheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menerima penawaran mengirimkan telegram.
3) Teori Pengetahuan (vernemingstheorie), kesepakatan terjadi apabila pihak yang
menawarkan itu mengetahui adanya acceptatie, tetapi penerimaan itu belum
diterimanya (tidak diketahui secara langsung).
4) Teori Penerimaan (ontvangstheorie), kesepakatan terjadi saat pihak yang
menawarkan menerima langsung jawaban dari pihak lawan.
Azas Consensualitas mempunyai pengertian yaitu pada dasarnya
perjanjian terjadi sejak detik tercapainya kesepakatan, dimana perjanjian tersebut
harus memenuhi persyaratan yang ada, yaitu yang tertuang dalam Pasal 1320
KUHPerdata.
Perjanjian seharusnya adanya kata sepakat secara suka rela dari pihak
untuk sahnya suatu perjanjian, sesuai dengan ketentuan Pasal 1321 KUHPerdata
yang mengatakan bahwa: Tiada sepakat yang sah apabila sepakat itu diberikan
karena kekhilafan atau diperolehnya dengan paksaan atau tipuan.
Dengan demikian jika suatu perjanjian tidak memenuhi syarat- syarat
subyektif, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan jika suatu
perjanjian yang dibuat oleh kedua pihak tidak memenuhi syarat objektif, maka
perjanjian itu adalah batal demi hukum.

b. Teori Kepastian Hukum


Menurut Hans Kelsen, hukum adalah sebuah sistem norma. Norma adalah
pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen dengan
menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Norma-norma
adalah produk dan aksi manusia yang deliberative. Undang- Undang yang berisi
aturan-aturan yang bersifat umum menjadi pedoman bagi individu bertingkah laku
dalam bermasyarakat, baik dalam hubungan dengan sesama individu maupun
13

dalam hubungan dengan masyarakat. Aturan-aturan itu menjadi batasan bagi


masyarakat dalam membebani atau melakukan tindakan terhadap individu.
Adanya aturan itu dan pelaksanaan aturan tersebut menimbulkan kepastian

hukum.21
Menurut Gustav Radbruch, hukum harus mengandung 3 (tiga) nilai
identitas, yaitu sebagai berikut.1.Asas kepastian hukum (rechmatigheid), Asas ini
meninjau dari sudut yuridis.2.Asas keadilan hukum (gerectigheit), Asas ini
meninjau dari sudut filosofis, dimana keadilan adalah kesamaan hak untuk semua
orang di depan pengadilan.3.Asas kemanfaatan hukum (zwechmatigheid) atau
doelmatigheid atau utility.
Tujuan hukum yang mendekati realistis adalah kepastian hukum dan
kemanfaatan hukum. Kaum Positivisme lebih menekankan pada kepastian hukum,
sedangkan Kaum Fungsionalis mengutamakan kemanfaatan hukum, dan sekiranya
dapat dikemukakan bahwa “summon ius, summa injuria, summa lex, summa
crux” yang artinya adalah hukum yang keras dapat melukai, kecuali keadilan yang
dapat menolongnya, dengan demikian kendatipun keadilan bukan merupakan
tujuan hukum satu-satunya akan tetapi tujuan hukum yang substantive adalah

keadilan.22
Menurut Utrecht, kepastian hukum mengandung dua pengertian, yaitu
pertama adanya aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui
perbuatan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, dan kedua, berupa
keamanan hukum bagi individu dari kesewenangan pemerintah karena dengan
adanya aturan yang bersifat umum itu individu dapat mengetahui apa saja yang
boleh dibebankan atau dilakukan oleh Negara terhadap individu. Kepastian
hukum ini berasal dari ajaran Yuridis- Dogmatik yang didasarkan pada aliran
pemikiran positivisme di dunia hukum yang cenderung melihat hukum sebagai
sesuatu yang otonom yang mandiri, karena bagi penganut aliran ini, tujuan hukum
tidak lain sekedar menjamin terwujudnya oleh hukum yang bersifat umum. Sifat
umum dari aturan-aturan hukum membuktikan bahwa hukum tidak bertujuan

21
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 58.
22
Dosminikus Rato, Filasafat Hukum Mencari dan Memahami Hukum, PT Presindo, Yogyakarta,
2010, hlm. 59.
14

untuk mewujudkan keadilan atau kemanfaatan, melainkan semata-mata untuk

kepastian.23
Adanya kepastian hukum merupakan harapan bagi pencari keadilan
terhadap tindakan sewenang-wenang dari aparat penegak hukum yang terkadang
selalu arogansi dalam menjalankan tugasnya sebagai penegak hukum. Karena
dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan tahu kejelasan akan hak dan
kewajiban menurut hukum. Tanpa ada kepastian hukum maka orang akan tidak
tahu apa yang harus diperbuat, tidak mengetahui perbuatanya benar atau salah,
dilarang atau tidak dilarang oleh hukum. Kepastian hukum ini dapat diwujudkan
melalui penoramaan yang baik dan jelas dalam suatu Undang-Undang dan akan
jelas pula penerapannya.

c. Teori Keadilan
Pandangan Aristoteles tentang keadilan bisa didapatkan dalam karyanya
nichomacheanethics, politics, dan rethoric. Spesifik dilihat dalam buku
nicomachean ethics, buku itusepenuhnya ditujukan bagi keadilan, yang,
berdasarkan filsafat hukum Aristoteles, mesti dianggap sebagai inti dari filsafat
hukumnya, karena hukum hanya bisa ditetapkan dalam kaitannya dengan
keadilan.24
Lebih lanjut, keadilan menurut pandangan Aristoteles dibagi kedalam dua
macam keadilan, keadilan “distributief” dan keadilan “commutatief”. Keadilan
distributif ialah keadilan yang memberikan kepada tiap orang porsi menurut
pretasinya. Keadilan commutatief memberikan sama banyaknya kepada setiap
orang tanpa membeda-bedakan prestasinya dalam hal ini berkaitan dengan
peranan tukar menukar barang dan jasa.25
Hans Kelsen dalam bukunya general theory of law and state,
berpandangan bahwa hukum sebagai tatanan sosial yang dapat dinyatakan adil

23
Riduan Syahrani, Rangkuman Intisari Ilmu Hukum, Citra Aditya, Bandung, 1999, hlm. 23.
24
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum Perspektif Historis, Nuansa dan Nusamedia.
Bandung,hlm 24
25
Carl Joachim Friedrich,Op Cit, hlm 25
15

apabila dapat mengatur perbuatan manusia dengan cara yang memuaskan

sehingga dapat menemukan kebahagian didalamnya.26


Lebih lanjut Hans Kelsen mengemukakan keadilan sebagai pertimbangan
nilai yang bersifat subjektif. Walaupun suatu tatanan yang adil yang beranggapan
bahwa suatu tatanan bukan kebahagian setiap perorangan, melainkan kebahagian
sebesar-besarnya bagi sebanyak mungkin individu dalam arti kelompok, yakni
terpenuhinya kebutuhan- kebutuhan tertentu, yang oleh penguasa atau pembuat
hukum, dianggap sebagai kebutuhan-kebutuhan yang patut dipenuhi, seperti
kebutuhan sandang, pangan dan papan. Tetapikebutuhan-kebutuhan manusia yang
manakah yang patut diutamakan. Hal ini dapat dijawab dengan menggunakan
pengetahuan rasional, yang merupakan sebuah pertimbangan nilai, ditentukan
25
oleh faktor-faktor emosional dan oleh sebab itu bersifat subjektif.
Sebagai aliran posiitivisme Hans Kelsen mengakui juga bahwa keadilan
mutlak berasal dari alam, yakni lahir dari hakikat suatu benda atau hakikat
manusia, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan. Pemikiran tersebut
diesensikan sebagai doktrin yang disebut hukum alam. Doktrin hukum alam
beranggapan bahwa ada suatu keteraturan hubungan-hubungan manusia yang
berbeda dari hukum positif, yang lebih tinggi dan sepenuhnya sahih dan adil,
karena berasal dari alam, dari penalaran manusia atau kehendak Tuhan.27
Pemikiran tentang konsep keadilan, Hans Kelsen yang menganut aliran
positifisme, mengakui juga kebenaran dari hukum alam. Sehingga pemikirannya
terhadap konsep keadilan menimbulkan dualisme antara hukum positif dan hukum

alam. Menurut Hans Kelsen,28 Dualisme antara hukum positif dan hukum alam
menjadikan karakteristik dari hukum alam mirip dengan dualisme metafisika
tentang dunia realitas dan dunia ide model Plato. Inti dari fislafat Plato ini adalah
doktrinnya tentang dunia ide. Yang mengandung karakteristik mendalam. Dunia
dibagi menjadi dua bidang yang berbeda, pertama adalah dunia kasat mata yang
dapa itangkap melalui indera yang disebut realitas, kedua dunia ide yang tidak
tampak.

26
Hans Kelsen, Op cit, hlm 12
27
Ibid . hlm 14
28
Ibid
16

Dua hal lagi konsep keadilan yang dikemukakan oleh Hans Kelsen: pertama
tentang keadilan dan perdamaian. Keadilan yang bersumber dari cita-cita
irasional. Keadilan dirasionalkan melalui pengetahuan yang dapat berwujud suatu
kepentingan-kepentingan yang pada akhirnya menimbulkan suatu konflik
kepentingan. Penyelesaian atas konflik kepentingan tersebut dapat dicapai melalui
suatu tatatanan yang memuaskan salah satu kepentingan dengan mengorbankan
kepentingan yang lain atau dengan berusaha mencapai suatu kompromi menuju
suatu perdamaian bagi semua kepentingan.29
Kedua, konsep keadilan dan legalitas. Untuk menegakkan diatas dasar
suatu yang kokoh dari suatu tananan sosial tertentu, menurut Hans Kelsen
pengertian “Keadilan” bermaknakan legalitas. Suatu peraturan umum adalah
“adil” jika ia bena-benar diterapkan, sementara itu suatu peraturan umum adalah
“tidak adil” jika diterapkan pada suatu kasus dan tidak diterapkan pada kasus lain
yang serupa.30

29
Kahar Masyhur, Membina Moral dan Akhlak, Kalam Mulia, Jakarta, 1985, hlm. 68
30
Ibid,hlm. 71
17

4. Judul tesis: Perlindungan Hukum Terhadap Ahli Waris Atas Harta Pewaris yang
Disimpan di Bank Kota Padang
Oleh: Orin Putri Nelson (1920123007)
Dosen Pembimbing:
Prof. Dr. ElwiDanil, S.H., M.H
Dr. Beatrix Benni, S.H., M.Pd.,M.Kn
Program Magister: Kenotariatan
Teori Hukum: Teori Kewenangan dan Teori Perlindungan Hukum

a. Teori Kewenangan
Istilah teori kewenang berasal dari terjemahan bahasa Inggris, yaitu
authority of theory dan istilah dalam bahasa Belanda yaitu theorie van het gezag.
Teori Kewenangan ini berasal dari dua suku kata, yaituteori dan kewenangan. 31
Kewenangan sering disejajarkan dengan istilah Belanda “bevoegdheid” yang
berarti wewenang atau berkuasa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), kewenangan merupakan hak dan kekuasaan yang dipunyai untuk

melakukan sesuatu.32 Dalam konsep Hukum Tata Negara, kewenangan atau


wewenang dideskripsikan sebagai “rechtsmacht” (kekuasaan hukum).
Kewenangan terdiri atas beberapa wewenang yang merupakan kekuasaan
terhadap segolongan orang-orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang
pemerintahan. Kekuasaan atau kewenangan senantiasa ada dalam segala lapangan
kehidupan, baik masyarakat yang sederhana apalagi masyarakat yang sudah
maju.33
Dalam hukum publik, wewenang terkait kekuasaan34 memiliki sedikit
perbedaan dengan kewenangan (authority, gezag) yang merupakan kekuasaan
31
Salim HS dan Erlies Septiana, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian Tesis dan
Disertasi, Rajawali Pers, Jakarta, hlm, 183.
32
Departemen Pendidikan Nasional, 2012, Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa, Edisi
Keempat, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, hlm, 1010.
33
Yuslim, 2014, Kewenangan Gubernur sebagai Wakil Pemerintah dalam Penyelenggaraan
Pemerintahan Kabupaten/Kota menurut Undang-undang Dasar 1945, Ringkasan Disertasi,
Universitas Andalas, Padang, hlm, 8.
18

formal dimana kekuasaan ini diberikan oleh Undang-undang atau legislatif.


Wewenang (competence, bevoegdheid) mengenai suatu “ondedeel” (bagian)
tertentu dari kewenangan dan di dalam hukum publik wewenang berkaitan dengan

kekuasaan.35 Memiliki sedikit perbedaan dengan kewenangan (authority, gezag)


yang merupakan kekuasaan formal dimana kekuasaan ini diberikan oleh Undang-
undang atau legislative. Wewenang (competence, bevoegdheid) mengenai suatu
“ondedeel” (bagian) tertentu dari kewenangan dan di dalam hukum public
wewenang berkaitan dengan kekuasaan.36
Kewenangan pemerintah berasal dari peraturan perundang-undangan yang
artinya sumber wewenangnya adalah peraturan perundang-undangan tersebut. 37
Sehingga wewenang menjadi bagian yang sangat penting dalam hukum tata
pemerintahan (hukum administrasi), karena pemerintah baru dapat menjalankan
fungsinya atas dasar wewenang yang diperolehnya. Keabsahan tindakan
pemerintah diukur berdasarkan wewenang yang diatur dalam peraturan
perundang-undangan, dimana wewenang merupakan kemampuan bertindak yang
diberikan oleh undang-undang yang berlaku untuk hubungan dan perbuatan
hukum.38
Teori kewenangan digunakan sebagai dasar atau landasan teoritik pada
penelitian tesis ini, karena kewenangan Bank, Kewenangan Bank Sentral (Bank
Indonesia). Jenis kewenangan ini meliputi kewenangan terikat dan kewenangan
bebas. Sedangkan sumber-sumber kewenangannya antara lain yaitu atribusi,
delegasi, dan mandat. Berkesesuaian dengan pendapat Philipus M Hadjon bahwa
setiap tindakan diisyaratkan harus bertumpu atas kewenangan yang sah.
Kewenangan itu diperoleh melalui tiga sumber yaitu atribusi, delegasi, dan
mandat. Kewenangan atribusi lazimnya digariskan melalui pembagian kekuasaan

34
Philipus M Hadjon, 1997, Tentang Wewenang Yuridika, Volume Nomor 5 dan 6, Tahun XII
September-Desember, Makalah, Universitas Airlangga, hlm, 1.
35
Ibid.
36
Ibid.
37
Yuliandri, 2010, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang Baik Gagasan
Pembentukan Undang-undang Berkelanjutan, Cetakan ke-2, Raja Grafindo Persada, Jakarta, hlm,
249.
38
S.F Marbun, 1997, Peradilan Administrasi Negara dan Upaya Administrasi di Indonesia,
Liberty, Yogyakarta, hlm, 154.
19

oleh Undang-Undang Dasar, sedangkan kewenangan delegasi dan mandat adalah


kewenangan yang berasal dari “pelimpahan”.39
Kewenangan yang dimilki oleh Bank adalah kewenangan yang diperoleh
secara delegasi, sedangkan kewenangan yang dimilki oleh Bank Sentral (Bank
Indonesia) merupakan kewenangan yang diperoleh secara Atribusi. Pada dasarnya
yang mempunyai wewenang dalam melakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap Bank adalah Bank Sentral (Bank Indonesia). Dengan demikian
kewenangan pengawasan terhadap Bank ada pada Bank Indonesia sehingga
berkaitan dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam memperoleh wewenang
pengawasan tersebut.

b. Teori Perlindungan Hukum


Menurut Soetjipto Rahardjo perlindungan hukum merupakan adanya
upaya melindungi kepentingan seseorang dengan cara mengalokasikan suatu
kekuasaan kepadanya untuk bertindak dalam kepentingannya tersebut.
Selanjutnya dikemukakan pula bahwa salah satu sifat dan sekaligus merupakan
tujuan dan hukum adalah memberikan perlindungan (pengayoman) kepada
masyarakat. Oleh karena itu perlindungan hukum terhadap masyarakat tersebut
harus diwujudkan dalam bentuk adanya kepastian hukum.40
Teori yang digunakan sebagai pisau analisis dalam penelitian ini adalah
teori perlindungan hukum, Indonesia mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum
yang tercantum di dalam Undang-Undang Dasar 1945 pasal 1 ayat 3 yang
berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”, Indonesia adalah negara yang
berdasarkan atas hukum, dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur
esensial serta menjadi konsekuensi dalam negara hukum. Negara wajib menjamin
hak-hak hukum warga negaranya. Perlindungan hukum merupakan pengakuan
terhadap harkat dan martabat warga negaranya sebagai manusia. Karena itu Teori
Perlindungan Hukum ini menjadi sangat penting.
Dalam merumuskan prinsip-prinsip perlindungan hukum di Indonesia,
landasannya adalah Pancasila sebagai ideologi dan falsafah negara. Konsepsi
39
Philipus M. Hadjon, 1994, Fungsi Normatif Hukum Administrasi dalam Mewujudkan
Pemerintahan yang Bersih, Pidato Penerimaan Jabatan Guru Besar dalam Ilmu Hukum pada
Fakultas Hukum Universitas Airlangga, Surabaya, hlm,7.
40
Soetjipto Raharjo, 1983, Permasalahan Hukum Di Indonesia, Alunmi, Bandung, hlm. 121.
20

perlindungan hukum bagi rakyat di Barat bersumber pada konsep-konsep


Rechstaat dan “Rule of The law”. Dengan menggunakan konsepsi Barat sebagai
kerangka berfikir dengan landasan pada Pancasila, prinsip perlindungan hukum di
Indonesia adalah prinsip pengakuan dan perlindungan terhadap harkat dan
martabat manusia yang bersumber pada Pancasila.41
Prinsip perlindungan hukum terhadap tindak pemerintah bertumpu dalam
setiap aspek tindakan pemerintahan baik dalam lapangan pengaturan maupun
dalam lapangan pelayanan harus didasarkan pada peraturan perundang-undangan
atau berdasarkan pada legalitas. Artinya pemerintah tidak dapat melakukan
tindakan pemerintahan tanpa dasar kewenangan dan bersumber dari konsep
tentang pengakuan dan perlindungan terhadap hak- hak asasi manusia karena
menurut sejarahnya di Barat, lahirnya konsep- konsep tentang pengakuan dan
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia diarahkan kepada pembatasan-

pembatasan dan peletakan kewajiban masyarakat dan pemerintah. 42 Industri


perbankan merupakan salah satu cabang industri yang paling banyak diatur oleh
pemerintah. Stabilitas sistem perbankan dan keuangan adalah persyaratan mutlak

bagi pertumbungan dan stabilitas perekonomian secara keseluruhan.43 Sehingga


penting adanya hukum dalam masyarakat untuk mengintegrasikan dan
mengkoordinasikan kepentingan-kepentingan yang dapat bertentangan satu sama
lain.
Berdasarkan pengertian dari Undang-Undang Perlindungan Konsumen,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa nasabah (pewaris) dan ahli waris
merupakan konsumen yang dilindungi oleh Undang-Undang Konsumen. Hal ini
dikarenakan bahwa para nasabah (pewaris) merupakan konsumen yang
menggunakan jasa yang disediakan oleh perbankan, yang digunakan untuk

kepentingan nasabah itu sendiri.44 Dalam Undang- Undang Nomor 7 Tahun 1992
sebagaimana telah diubah dengan Undang- Undang Nomor 10 Tahun 1998
tentang Perbankan dalam Pasal 44A Ayat (2) disebutkan “Dalam hal nasabah
41
Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, PT. Bina Ilmu,
Surabaya, hlm. 38.
42
Ibid.
43
Zulkarnain Sitompul, 2002, Perlindungan Dana Nasabah Bank, Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, hlm, 68.
44
Ibid.
21

penyimpan telah meninggal dunia, ahli waris yang sah dari nasabah penyimpan
yang bersangkutan berhak memperoleh keterangan mengenai simpanan nasabah
penyimpan tersebut. Dengan adanya perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian
hukum.
5. Judul tesis: Pemberian Hak Tanggungan Di Atas Tanah Yang Belum
Bersertifikat Di Kabupaten Indragiri Hulu
Oleh: Suci Riezsa Dessyluviani (1920123011)
Dosen Pembimbing:
Dr. Rembrandt, SH., M.Pd
Dr. HengkiAndora, SH., LL.M
Program Magister: Kenotariatan
Teori Hukum: Teori Kepastian Hukum, Teori Kewenangan dan Teori Jaminan

a. Teori Kepastian Hukum


Soerjono Soekanto mengemukakan wujud kepastian hukum adalah
peraturan- peraturan dari pemerintah pusat yang berlaku umum diseluruh wilayah
negara. Kemungkinan lain adalah peraturan tersebut berlaku umum, tetapi bagi
golongan tertentu. Selain itu, dapat pula peraturan setempat, yaitu peraturan yang
dibuat oleh penguasa setempat yang hanya berlaku di daerah saja, misalnya
peraturan kotapraja. Dari pendapat di atas, terlihat bahwa wujud kepastian hukum
adalah pearuran tertulis yang dibuat oleh suatu badan yang mempunyai otoritas
untuk itu.
Teori kepastian hukum mengandung dua pengertian yaitu pertama adanya
aturan yang bersifat umum membuat individu mengetahui perbuatan apa yang

boleh atau tidak boleh dilakukan.45 Kedua berupa keamanan hukum bagi individu
dari kesewenangan pemerintah karena dengan adanya aturan yg bersifat umum itu
individu dapat mengetahui apa saja yang boleh dibebankan atau dilakukan oleh

negara terhadap individu.46 Kepastian hukum bukan hanya berupa pasal-pasal


dalam undang-undang melainkan juga adanya konsistensi dalam putusan hakim
45
Peter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta, 2009,
hlm.158
46
Ibid.
22

antara putusan hakim yang satu dengan putusan hakim yang lainnya untuk kasus
yang serupa yang telah diputuskan.47 Kepastian hukum bagi subjek hukum dapat
diwujudkan dalam bentuk yang telah ditetapkan terhadap suatu perbuatan dan
Lawrence M. Freidmen melihat bahwa keberhasilan penegakan hukum selalu
mensyaratkan berfungsinya semua komponen sistem hukum. Sistem hukum
dalam pandangan Friedmen terdiri dari tiga komponen, yakni komponen struktur
hukum (legal structure), substansi hukum (legal substance), dan budaya hukum
(legal culture). Bilamana ketiga komponen hukum tersebut bersinergi secara
positif, maka akan mewujudkan tatanan sistem yang ideal seperti yang diinginkan.
Dari apa yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa kepastian hukum
bertujuan untuk menciptakan keadilan, kemaanan dan ketertiban dalam
masyarakat. Kepastian hukum menjadi jaminan tersendiri bagi manusia dalam
melakukan suatu hubungan hukum, sehingga manusi merasa aman dalam
bertindak. Jika dikaitkan dengan penelitian ini, teori kepastian hukum menjadi
landasan dalam penyelesaian masalah kedudukan hukum pada tanah yang belum
bersetifikat untu dijadikan sebagai jaminan hutang.

b. Teori Kewenangan
Fokus kajian teori kewenangan adalah berkaitan dengan sumber
kewenangan dari pemerintah dalam melakukan perbuatan hukum dalam
hubungannya dengan hukum public maupun dalam hubungan dengan hukum
privat. Kewenangan atau wewenang adalah suatu istilah yang biasa digunakan
dalam lapangan hukum public, namun terdapat perbedaan diantara keduanya.
Kewenangan adalah apa yang disebut “kekuasaan formal”, kekuasaan yang
berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau legislative dari
kekuasaan yang berasal dari kekuasaan yang diberikan oleh Undang-Undang atau
legislative dari kekuasaan eksekutif. Kewenangan merupakan kekuasaan dari
segolongan orang tertentu atau kekuasaan terhadap suatu bidang pemerintahan
tertentu yang bulat sedangkan wewenang hanya peristiwa hukum. Hukum yang
berlaku pada prinsipnya harus ditaati dan tidak boleh menyimpang atau
disimpangkan oleh subjek hukum. mengenai suatu bagian tertentu saja dari
kewenangan. Wewenang adalah hak untuk member perintah dan kekuasaan untuk
47
Soerjono Soekanto, (a), Op. Cit, hlm.58
23

meminta dipatuhi.48 Kewenangan juga dapat dikatakan sebagai kemampuan yang


diberikan oleh peraturan perundang-undangan untuk menimbulkan akibat-akibat
hukum.
Menurut Indraharto ada 3 macam kewenangan yang bersumber dari
peraturan perundang-undangan, yaitu :49
1. Atribusi adalah pemberian kewenangan oleh pembuat undang-undang sendiri
kepada suatu organ pemerintahan, baik yang sudah ada maupun yang baru sama
sekali.
2. Delegasi adalah penyerahan wewenang yang dipunyai oleh organ pemerintahan
kepada organ lain
3. Mandat adalah suatu pelimpahan wewenang kepada bawahan.
Kaitannya dengan penelitian ini dapat dilihat mengenai kewenangan dari
seseorang PPAT yang telah diatur dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah
Nomor 37 Tahun 1998 tentang Peraturan Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah
yang selanjutnya akan disebut PPAT, kewenangan yang diberikan oleh Negara
untuk membuat akta-akta yang berhubungan dengan tanah. Dan dalam penelitian
ini berkaitan dengan akta pendaftaran Hak Tanggungan terhadap objek Hak
Tanggungan yang belum terdaftar.

c. Teori Jaminan
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, yaitu
zekerheid atau cautie yaitu kemampuan debitur untuk memenuhi atau melunasi
perutangannya kepada debitur, yang dilakukan dengan cara menahan benda
tertentu yang bernilai ekonomis sebagai tanggungan atas pinjaman atau utang
yang diterima debitur terhadap krediturnya. Bentuk jaminan dapat dibedakan
menjadi dua macam, yaitu :
a)  Jaminan yang timbul dari undang-undang yaitu segala kebendaan si berutang
baik

48
Andi asrianti, Teori Kewenangan, diakses dari URL:http//andi-asrianti.blogspot.com, pada hari
Jumat, tanggal 19 Februari 2021, pukul 16.00 WIB.
49
Ridwan HR, Hukum Administrasi Negara, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2008, hlm 104.
24

yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah maupun yang baru
akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan
perseorangan, dan;
b)  Jaminan yang timbul dari atau perjanjian, pada dasarnya jaminan tersebut
terbagi dalam dua kategori yaitu:
1. Jaminan perseorangan atau dalam istilah hukum disebut persoonlijke
zekerheid.
Jaminan perseorangan menimbulkan hak-hak perseorangan, sehingga terdapat
hubungan hukum secara khusus antara kreditur dan orang yang menjamin
pelunasan utang debitur (penjaminan).
2. Jaminan kebendaan atau dalam istilah hukum disebut zekelijke zekerheid.
Jaminan ini merupakan hak mutlah atas suatu benda tertentu, berupa bagian dari
harta kekayaan debitur atau penjamin, sehingga memberikan kedudukan
preference (diutamakan) kepada kreditur daripada kreditur lainnya atas benda
tersebut.50 Berbicara mengenai perjanjian kredit maka akan sangat berkaitan
dengan jaminan karena setiap kreditur membutuhkan rasa aman atas dana yang
dipinjamkannya. Kepastian akan pengembalian dana tersebut ditandai dengan
adanya jaminan. Jaminan yang ideal memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. Membantu memudahkan perolehan kredit oleh pihak yang memerlukan.
b. Tidak melemahkan potensi (kekuasaan) pencari kredit untuk melakukan atau
meneruskan usahanya.
c. Memberikan kepastian kepada kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap
waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat dengan mudah untuk diuangkan
guna melunasi utangnya penerima (pengambil) kredit.

50
Sri Soedewi Masjchoen Sofwan, Hukum Jaminan di Indonesia, Pokok-pokok Hukum Jaminan
dan Jaminan Perorangan, Liberty Offset, Yogyakarta, 2004, hlm. 43

Anda mungkin juga menyukai