Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS HUKUM MENGENAI HAPUSNYA PERIKATAN YANG BERUPA

KOMPENSASI (PERJUMPAAN UTANG)


Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Hukum Perikatan dan Akta Perikatan
Dosen Pengampu : Dr. Anggraeni Endah K,, S.H.,M.Hum

Dibuat oleh :
MOCH HILALUDDIN (231003741020684)
YENI ROSITA DEWI (231003741020692)
MUHAMMAD FIQI JAMALUDDIN (231003741020686)
DANANG HINDARTO (231003741020706)
MUHAMMAD RIFA’I (231003741020700)
NIRWANA ADHISATYA MELZHAR (231003741020687)

PRODI MAGISTER KENOTARIATAN FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SEMARANG

2023/2024
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang

Sebagaimana yang kita ketahui bahwasannya Indonesia merupakan negara hukum, dan ini
tercantum dalam pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang berbunyi “Indonesia adalah negara hukum”
selain itu hukum di Indonesia ini juga merupakan suatu tatanan aturan yang diharapkan dapat
menciptakan keadilan serta kedamaian sosial. Bidang hukum juga sangatlah beragam. Mulai dari
hukum perdata, pidana, internasional, tata negara, perikatan, dan lain sebagainya. Dan terkait
hukum perikatan sendiri menurut Prof. Subekti adalah suatu perhubungan hukum antara dua
orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak
yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.

Sedangkan menurut Prof. Soediman Kartohadiprodjo hukum perikatan memiliki definisi


yaitu kesemuanya kaidah hukum yang mengatur hak dan kewajiban seseorang yang bersumber
pada tindakannya dalam lingkungan hukum kekayaan. Lalu menurut Pitlo perikatan adalah suatu
hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana
pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. 1 Di
sisi lain dalam buku ketiga KUHPerdata tentang perikatan tidak memberikan suatu rumusan dari
perikatan itu sendiri, maka dari itu pemahaman perikatan memang senantiasa didasarkan atas
doktrin (ilmu pengetahuan). Menurut Badrulzaman (1982: 1) dikatakan bahwasannya perikatan
memiliki arti hubungan yang terjadi di antara dua orang atau lebih yang terletak di dalam
lapangan harta kekayaan di mana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak yang lainnya
wajib memenuhi prestasi itu.2

Perikatan juga merupakan salah satu hubungan hukum dalam hal harta kekayaan antara
dua orang atau lebih yang mana masing-masing memiliki hak dan kewajiban. Hubungan hukum
tersebut menimbulkan akibat hukum dari timbulnya perikatan, di dalam perikatan sendiri dibagi
dua yaitu perikatan berbuat sesuatu dan tidak berbuat sesuatu. Perikatan berbuat sesuatu adalah
melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak melanggar undang-undang, serta sesuai
dengan perjanjian. Sedangkan perikatan untuk tidak berbuat sesuatu adalah suatu perikatan untuk
tidak melakukan perbuatan tertentu yang mana telah disepakati dalam suatu perjanjian. 3

1 Tunardy, T. wibowo. (2012). Pengertian Perikatan. jurnalhukum.com. https://www.jurnalhukum.com/pengertian-


perikatan/
2 Setiawan, I Ketut Oka. (2015). Hukum Perikatan (1st ed). Sinar Grafika.
3 Prabandari, Adya paramita.,Satrio, Wilopo Cahya Figur., Sukimo. (2020). Prinsip Timbulnya Perikatan Dalam
Perjanjian Jual Beli berbasis Syariah. ejournal.undip.ac.id, 13 (1),
295.https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/download/30390/17251
Selain itu banyak juga hal-hal yang bisa menyebabkan hapusnya suatu perikatan, ada
yang disebut dengan novasi yang mana diatur dalam pasal 1413-1424 KUHPer. Novasi
(Pembaharuan Utang) adalah persetujuan, dimana suatu perikatan telah dibatalkan dan sekaligus
suatu perikatan lain harus dihidupkan, yang ditempatkan ditempat yang asli (C.Asser’s, 1991:
552). Dalam KUHPer tidak hanya dititikberatkan pada penggantian objek perjanjian yang lama
daripada perjanjian baru. Tetapi juga penggantian subjek perjanjian, baik debitur dan kreditur
lama kepada debitur dan kreditur baru.4 Selain itu salah satu penyebab hapusnya suatu perikatan
yaitu adanya kompensasi (perjumpaan utang). Dalam hal ini kompensasi telah diatur dalam pasal
1425 BW sampai 1435 BW. Kompensasi dapat diartikan sebagai penghapusan masing-masing
utang dengan jalan saling memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan
debitur.5 Dalam pasal 1425 KUHPerdata disebutkan bahwa “Jika dua orang saling berhutang satu
pada yang lain, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan, dengan mana utang-utang
antara kedua orang tersebut dihapuskan dengan cara dan dalam hal-hal yang akan disebutkan
sesudah ini.” Lalu dilihat dari pasal 1426 KUHPerdata bahwa “Perjumpaan terjadi demi hukum
bahkan dengan tidak setahunya orang-orang yang berutang, dan kedua utang itu yang satu
menghapuskan yang lain dan sebaliknya pada saat utang-utang itu bersama sama ada, bertimbal
balik untuk suatu jumlah yang sama.” Dan terkait frasa “perjumpaan terjadi demi hukum”
sebagaimana yang telah tercantum dalam Pasal 1426 KUH Perdata tersebut, Subekti dalam
bukunya Hukum Perjanjian (hal. 73) berpendapat bahwa perjumpaan utang atau kompensasi itu
tidak terjadi secara otomatis, tetapi harus diajukan atau diminta oleh pihak yang berkepentingan. 6

1.2 Rumusan Masalah

Dari paparan yang telah disebutkan sebelumnya, maka penulis dapat mengambil suatu
rumusan permasalahan yaitu sebagai berikut:

1. Bagaimana perjumpaan utang atau kompensasi dalam suatu perikatan dapat terjadi serta
bagaimana tinjauan hukumnya?

2. Bagaimana akibat hukum terhadap kedua belah pihak yang melakukan kompensasi?

BAB 2

PEMBAHASAN

4 Danilo, kevin. (2020, September 23). Berakhirnya Suatu kontrak atau


Perjanjian.https://psbhfhunila.org/2020/09/23/berakhirnya-suatu-kontrak-atau-perjanjian/
5 Damang. Hapusnya Perikatan (pertemuan ke sembilan).http://www.damang.web.id/2012/04/hapusnya-
perikatan.html
6 Aries, Albert. (2014, April 21). Perjumpaan Utang Antara Induk dan Anak perusahaan.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52f1de7179946/perjumpaan-utang-antara-induk-dan-anak-
perusahaan
2.1. Penyebab Kompensasi dalam Suatu Perikatan dan Tinjauan Hukumnya

Pada umumnya pelunasan utang atau hapusnya perikatan dilakukan melalui sepuluh cara
sebagaimana yang tertulis pada pasal 1381 KUHPerdata. Adapun salah satu cara untuk
menghapus perikatan adalah dengan perjumpaan utang atau kompensasi. Pada dasarnya sebelum
adanya perjumpaan utang atau kompensasi maka haruslah didahului oleh adanya utang piutang
antara dua pihak yaitu debitur dan kreditur dan menimbulkan hubungan hukum antara kedua
pihak tersebut. Baik perjanjian utang piutang karena murni kepentingan utang piutang maupun
perjanjian utang piutang karena dilatarbelakangi perjanjian lain. Perjumpaan utang atau
kompensasi sendiri sudah diatur dalam Buku III, Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1435
KUHPerdata. Pada pasal 1425 KUHPerdata dijelaskan bahwa jika terdapat dua orang yang
terikat dan saling berutang satu dengan yang lain oleh kewajiban utang dengan objek yang sama
maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan. Perjumpaan utang dilakukan apabila
kewajiban sudah jatuh tempo dan dengan memperhitungkan utang piutang masing-masing pihak
yang terikat secara timbal balik dengan tujuan utang masing-masing pihak tersebut dihapuskan.
Sedangkan menurut Johannes Ibrahim, kompensasi merupakan perjumpaan dua utang, yang
berupa benda-benda yang ditentukan menurut jenis (generieke ziken), yang dipunyai oleh dua
orang atau pihak secara timbal baik, dimana masing-masing pihak berkedudukan baik sebagai
kreditur maupun debitur terhadap yang lain, sampai jumlah terkecil yang ada di antara kedua
hutang tersebut.7 Sehingga dapat disimpulkan bahwa perjumpaan utang atau kompensasi
merupakan salah satu cara hapusnya perikatan atau perjanjian antara kedua belah pihak yang
saling berutang dengan menimbulkan perjanjian baru. Contohnya adalah A berhutang kepada B
sebesar Rp1.000.000,00,- sedangkan B sudah mempunyai hutang kepada A sebesar Rp
Rp1.500.000,00,- sehingga kewajiban B sebesar Rp1.000.000,00,- selaku kreditur menjadi lunas
ketika A selaku debitur menyetujui perjumpaan utang atau kompensasi.

Berdasarkan pasal 1427 KUHPerdata ditegaskan bahwa syarat-syarat terjadinya


kompensasi, antara lain :

a. Kedua berpokok pada sejumlah uang

b. Berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis yang sama atau

c. Keduanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika.

d. Dapat ditentukan atau ditetapkan jumlahnya

7Muhammad Taufik, Skripsi : “Penerapan Kelembagaan Kompensasi Dalam Undang-Undang No.24 Tahun 2004
Tentang Lembaga Penjamin Simpanan”, (Medan: Universitas Sumatera Utara, 2010), hlm. 38.
Sehingga, perjumpaan utang dilakukan tergantung pada isi perjanjian yang mengikat
pihak-pihak yang mana keduanya memiliki kewajiban pembayaran utang dalam berbagai
instrumen masing-masing dan berpokok utang sama.8 Sebelum melakukan perjumpaan utang
haruslah terlebih dahulu menentukan besaran atau jumlah hutang tersebut dan perjumpaan utang
atau kompensasi tersebut haruslah dapat ditagih seketika. Apabila salah satu pihak tidak dapat
ditagih secara langsung maka sesuai dengan Pasal 1427 KUHPerdata perjumpaan utang tidak
dapat dilakukan. Sebelum disepakatinya perjumpaan utang sebagai penyelesaian utang piutang,
terlebih dahulu harus diawali dengan permintaan salah satu pihak ataupun keduanya untuk
mengakhiri perjanjian utang piutang tersebut dengan perjumpaan utang. Hal ini dilakukan
sebagai salah satu upaya menghindari timbulnya kesalahpahaman dalam pemilihan upaya
pelunasan utang piutang.

Pada pasal 1429 KUHPerdata dijelaskan bahwa perjumpaan utang terjadi tanpa
membedakan berasal dari sumber mana utang piutang pihak-pihak yang terlibat tersebut
dilahirkan, kecuali

a. apabila dituntutnya pengembalian suatu barang yang secara berlawanan dengan hukum
dirampas dari pemiliknya, seperti kena pencurian
b. apabila dituntut pengembalian barang sesuatu yang dititipkan atau dipinjamkan
c. terhadap suatu utang yang bersumber pada tunjangan nafkah yang telah dinyatakan tidak
dapat dilakukan penyitaan9
d. utang-utang Negara berupa pajak tidak mungkin dilakukan perjumpaan utang
e. utang-utang yang timbul dari perikatan wajar tidak mungkin dilakukan perjumpaan
utang10

Dalam hal tersebut terdapat larangan dalam melakukan perjumpaan utang, yaitu debitur
tidak bisa menghapus kewajibannya dengan perjumpaan utang terhadap kreditur jika kewajiban
utang timbul karena adanya tindakan ilegal yang disengaja. Selain itu, debitur tidak bisa meminta
perjumpaan utang apabila kewajiban utang tertentu tidak memperbolehkan persyaratan tambahan
dan pihak ketiga di bawah perintah penyitaan tidak bisa meminta perjumpaan utang terhadap
pemegang klaim. 11

Perjumpaan utang atau kompensasi dapat terjadi melalui dua cara yaitu demi hukum
(Pasal 1426 KUHPerdata) dan atas permintaan kedua belah pihak (Pasal 1431 KUHPerdata).

8 I Gede Willy Pramana, “Status Hukum Perjumpaan Utang diantara Utang diantara Perseroan Induk (Parent
Company) dengan Perseroan Anak (Subsidiary Company)”, Jurnal Ilmiah Prodi Magister Kenotariatan, 2017- 2018,
hlm 2.

9 Amalia, Erny .(2019). Modul Hukum Perikatan. Universitas Tama Jagakarsa.


10 Arrisman, Hukum Perikatan Perdata dan Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Tampuniak Mustika
Edukarya, 2020), hlm 80.
11 Easy to find, Practical Law. Pelunasan Utang selain dengan Pembayaran.
https://www.easylaw.go.kr/CSM/CsmOvSave.laf?csmSeq=931&ccfNo=2&cciNo=1&cnpClsNo=2
Perjumpaan utang demi hukum terjadi tanpa sepengetahuan orang memiliki utang sebagaimana
yang tercantum dalam pasal 1426 KUHPerdata sehingga dalam perjumpaan utang tersebut harus
diajukan terlebih dahulu oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan. 12 Perjumpaan utang demi
hukum atau ipso jure compensatur merupakan perjumpaan yang terjadi tanpa adanya
pemberitahuan dari pihak debitur dan kreditur. Perjumpaan yang terjadi demi hukum
mengakibatkan munculnya dugaan bahwa kompensasi terjadi secara otomatis tanpa adanya
usaha dari pihak yang mengikat atau memiliki kepentingan sehingga beresiko terjadinya hal-hal
yang menegangkan antara pihak yang terlibat, yaitu debitur dan kreditur; serta adanya larangan
kompensasi, seperti yang tercantum dalam Pasal 1429 KUHPerdata.

Sesungguhnya dalam penerapan kompensasi haruslah dilakukan kesepakatan antara pihak


yang memiliki utang atau piutang agar keduanya terhindar dari konflik dan terjaganya hubungan
bisnis antara kreditur dan debitur. Akan tetapi, jika terjadi wanprestasi maka dalam pelaksanaan
kompensasi dapat terjadi demi hukum atau bisa dikatakan kreditur dan debitur dapat
memperlakukan kompensasi.13 Oleh karena itu, upaya kompensasi adalah bentuk jaminan untuk
memenuhi suatu kewajiban atau mencegah adanya dampak dari tidak terpenuhinya suatu
prestasi. Selain itu, penyederhanaan pembayaran yang simpang siur antara pihak kreditur dan
debitur dan memberikan kepastian pembayaran dalam keadaan pailit.

Akan tetapi dalam perjumpaan utang ada larangan yang harus diperhatikan, yaitu jika
kewajiban utang timbul karena tindakan ilegal yang disengaja, debitur tidak dapat menghapus
kewajibannya dengan perjumpaan utang terhadap kreditur (Pasal 496 Undang-undang Hukum
Perdata), jika kewajiban utang tertentu tidak memperbolehkan persyaratan tambahan, debitur
tidak dapat meminta perjumpaan utang terhadap kreditur (pasal 497 Undang-undang Hukum
Perdata), dan jika pihak ketiga di bawah perintah penyitaan tidak dapat meminta perjumpaan
utang terhadap pemegang klaim. Hal ini tercantum dalam Pasal 498 Undang-undang Hukum
Perdata.14

2.2. Akibat Hukum terhadap Kedua Belah Pihak yang Melakukan Kompensasi

12 Kartadimadja, Tuti Susilawati, “Analisis Keabsahan Kepemilikan Tanah Oleh Orang Asing di Indonesia (Studi
kasus Nomor: 9/PT.G/2018/PN.SKB)”, PALAR (Pakuan Law Review) Vol. 06 No. 01, Januari 2020, hlm 4
13 Mayasari, Yane, “Penerapan Konsep Kompensasi Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun 2004 tentang
Lembaga Penjamin Simpanan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBSIS) Vol. 1 No. 1, November 2019, hlm 57
14 easylaw.go.kr. Perjanjian Utang Piutang, Kewajiban Pelunasan Utang.
https://www.easylaw.go.kr/CSM/CsmOvSave.laf?csmSeq=931&ccfNo=2&cciNo=1&cnpClsNo=2 diakses pada
tanggal 16 September 2021 pukul 17:26 Wib.
Perjumpaan utang yang diatur pada Pasal 1425 KUHPdt yang menjelaskan “Jika dua
orang saling berutang, maka terjadilah antara mereka suatu perjumpaan utang yang
menghapuskan utang-utang kedua orang tersebut dengan cara dan dalam hal-hal berikut”. Orang
yang dimaksudkan dalam Pasal 1425 KUHPdt dapat berarti orang perorangan dan Badan hukum
yang melakukan sebuah keterkaitan berupa kompensasi. Sehingga mereka yang masing-masing
merupakan badan hukum mandiri dapat bertindak sendiri-sendiri melalui organ untuk melakukan
perjumpaan utang.

Perjumpaan utang atau Kompensasi haruslah didahului oleh adanya utang piutang satu
sama lain, dimana diantara saling memiliki utang dan saling memiliki piutang. Utang piutang
mengikat mereka dalam hubungan hukum yang baru. Badan yang bertindak sebagai peminjam
biasa disebut debitur sedangkan yang bertindak sebagai pemberi pinjaman biasa disebut
kreditur. Utang piutang di antara keduanya dituangkan ke dalam sebuah perjanjian yang haruslah
tunduk terhadap Pasal 1320 KUHPdt. Sebelum diantara keduanya memilih perjumpaan utang
sebagai jalan mengakhiri utang piutang, maka salah satu pihak atau keduanya perlu
memintakannya terlebih dahulu untuk dituangkan sebagai klausul pelunasan yang syarat utang
masing -masing dapat dinilai dengan nominal uang dan berjumlah sama. Perlunya perjumpaan
utang untuk dimintakan terlebih dahulu oleh salah satu pihak atau keduanya guna menghindari
kesalahpahaman dalam pemilihan upaya pelunasan utang.15

Apabila diantaranya telah sepakat untuk memilih perjumpaan utang sebagai upaya
pelunasan utang maka urusan utang piutang diantara keduanya menjadi lunas. Oleh karena itu
lenyaplah hubungan hukum diantara keduanya karena urusan utang piutang diantara keduanya
telah selesai. Perjumpaan utang dapat mempersingkat waktu dan mengoptimalkan efektifitas
kerja di antara satu sama lainnya. maka dengan mematuhi peraturan perundang-undangan yang
terkait serta diperlukan pengawasan pemerintah dalam sektor-sektor strategis berpotensi terjadi
rekayasa utang. Rekayasa utang saat ini banyak dilakukan yang kemudian utang piutangnya
diselesaikan melalui upaya perjumpaan utang agar tidak mengganggu aktivitas.

Berikut salah satu contoh kasus hapusnya perikatan yang berupa putusan pengadilan
mengenai kasus kompensasi (Perjumpaan Utang) :

Tuntutan Ganti Kerugian dan Bayar Utang dalam bentuk Kompensasi yang dilakukan oleh Drs.
HANNOCH ZENIARSO (Selaku Penggugat) kepada/terhadap Ny. Rr. PENNY SRI ARI
BANDRIJASTINAH (Selaku Tergugat) untuk Menyelesaikan kewajiban Alm. Dr Soetrisno
Alibasah (suami Tergugat).

Pada semasa hidupnya, almarhum Dr Soetrisno Alibasah (suami dari Ny. Rr. PENNY SRI ARI
BANDRIJASTINAH atau Tergugat) meminjam uang kepada Drs. HANNOCH ZENIARSO
(Penggugat) dengan total pinjaman sebesar Rp540.000.000,00 (lima ratus empat puluh juta
rupiah), yang dimana pinjaman tersebut dikompensasikan sebagai pembelian rumah yang
15 repository.uin-suska.ac.id/Diakses Tanggal 20 September 2020, Jam 06.50 WIB
terletak di Jalan Dukuh Kupang Barat XXX-46 Surabaya. Adapun perincian pinjaman sebagai
berikut :

a. Sebesar Rp275.000.000,00 (dua ratus tujuh puluh lima juta rupiah) yang tercatat dalam
kwitansi tertanggal 30 Oktober 2009 yang menyatakan: "pinjaman tanggal 05/08/2004 sebesar
Rp150.000.000,00 dan tanggal 10/08/2004 sebesar Rp125.000.000,00 yang akan diperhitungkan
dengan pembelian rumah di Jalan Dukuh Kupang Barat 30 Nomor 46 Surabaya”;

b. Sebesar Rp125.000.000,00 (seratus dua puluh lima juta rupiah) yang tercatat dalam kwitansi
tertanggal 10 Agustus 2004 yang menyatakan: “Pinjaman dengan kompensasi perhitungan
pembelian rumah Dukuh Kupang Barat 30/46 Sby”;

c. Sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah) sebagaimana yang tercatat dalam tanda
terima tertanggal 9 Juni 2005;

d. Sebesar Rp250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sebagaimana yang tercatat di
kwitansi tertanggal 30 Oktober 2009;

Rumah yang ditawarkan oleh almarhum Dr. Soetrisno Alibasah sebagai kompensasi pinjaman
almarhum Dr. Soetrisno Alibasah kepada Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat) apabila
hutang tidak dapat dibayar adalah sebuah rumah yang terletak di Jalan Dukuh Kupang Barat
XXX-46 Surabaya yang pada saat itu dalam kondisi rusak parah, plafon, tembok, dan lantai
rusak, belum ada sambungan telepon bahkan aliran listrik telah diputus oleh PLN. Melihat
kondisi rumah yang tidak layak huni tersebut, Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat)
melakukan beberapa perbaikan mulai memperbaiki tembok yang rusak, mengecat tembok yang
telah kusam, menambah beberapa bangunan diantaranya membangun kolam dan taman, serta
memasang sambungan telepon dan menyambung aliran listrik yang telah diputus oleh PLN.
Sebelum maupun selama Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat) menempati rumah yang
terletak di Jalan Dukuh Kupang Barat XXX-46 Surabaya, almarhum Dr. Soetrisno Alibasah
sering menyuruh Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat) untuk mengurus kepentingan-
kepentingan pribadi alm. Dr. Soetrisno Alibasah yaitu dengan menggunakan uang milik Drs.
HANNOCH ZENIARSO (Penggugat). Biaya yang telah dikeluarkan oleh Drs. HANNOCH
ZENIARSO (Penggugat) untuk kepentingan almarhum Dr. Soetrisno Alibasah semasa hidupnya
adalah totalnya mencapai Rp700.985.508,00 (tujuh ratus juta sembilan ratus delapan puluh lima
ribu lima ratus delapan rupiah). Dengan demikian utang almarhum Dr. Soetrisno Alibasah
kepada Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat) yang belum terbayar sebesar
Rp1.208.121.508,00 (satu miliar dua ratus delapan juta seratus dua puluh satu ribu lima ratus
delapan rupiah).

Pada tanggal 25 April 2012 Dr. Soetrisno Alibasah meninggal dunia dan belum menyelesaikan
hutang-hutangnya kepada Drs. HANNOCH ZENIARSO (Penggugat).
Tentunya dalam pokok perkara ini Penggugat memohon kepada Hakim, untuk :

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;

2. Menyatakan telah terjadi perikatan hutang piutang yang sah dan mengikat antara Penggugat
dengan almarhum Dr. Soetrisno Alibasah;

3. Menyatakan Tergugat telah melakukan perbuatan wanprestasi kepada Penggugat;

4. Menyatakan Tergugat adalah pihak yang beritikad buruk;

5. Menghukum Para Tergugat untuk melunasi pembayaran utangnya sebesar


Rp1.208.121.508,00 (satu miliar dua ratus delapan juta seratus dua puluh satu ribu lima ratus
delapan rupiah);, dsb.

Terhadap gugatan tersebut Tergugat mengajukan eksepsi dan gugatan rekonvensi yang pada
pokoknya sebagai berikut :

Bahwa Tergugat digugat melakukan wanprestasi dengan dalil-dalil gugatan yang alur hukumnya
sangat kabur atau obscure libelli sehingga dipandang relevant diajukan jawaban dalam konvensi
pada bagian eksepsi sebagai berikut : Gugatan Penggugat kabur makna dan isinya (obscure
libelli): Bahwa pihak Penggugat mendalilkan pada angka 1 bahwasanya semasa hidupnya
almarhum Dr. Soetrisno Alibasah meminjam uang kepada Penggugat sebesar Rp540.000.000,00
(lima ratus empat puluh juta rupiah) dimana pinjaman tersebut dikompensasikan sebagai
pembelian rumah di Jalan Dukuh Kupang Barat XXX/46 Surabaya dan utang-utang lain untuk
kepentingan almarhum Dr. Soetrisno Alibasah yang jumlahnya Rp668.121.508,00 (enam ratus
enam puluh delapan juta seratus dua puluh satu ribu lima ratus delapan rupiah) dengan rincian
yang diuraikan pada halaman 2 sampai dengan halaman 6 surat gugatannya. Semasa hidupnya
baik almarhum Dr. Soetrisno Alibasah dan Para Tergugat tidak pernah ada perjanjian utang
piutang yang dikompensasikan dengan rumah di Jalan Dukuh Kupang Barat XXX/46 Surabaya
seperti dalam gugatan pihak Penggugat. Pihak Tergugat tidak pernah mengetahui adanya
Perjanjian Pinjaman Uang yang dikompensasikan seperti yang didalilkan oleh Penggugat.

Gugatan Penggugat adalah gugatan yang dasar hukumnya tidak ada dalam dalil cidera janji
(wanprestasi), Didalilkan bahwa pinjaman almarhum Dr. Soetrisno Alibasah didasarkan pada
kompensasi utang. Bahwa gugatan Penggugat dengan figur azas hukum kompensasi atau
perjumpaan utang harus dituangkan dalam Akta Perjanjian yang sah menurut ketentuan Pasal
1320 KUHPerdata, Pasal 1338, Pasal 1339 dan Pasal 1340 KUHPerdata. Menurut hukum yang
berlaku ditegaskan bahwa : - Tentang kompensasi atau perjumpaan utang harus sesuai dengan
ketentuan Pasal 1425 sampai dengan Pasal 1435 KUHPerdata; Tanpa ada perjanjian perjumpaan
utang menurut undang-undang yang berlaku, maka gugatan yang menggunakan figur azas
hukum Perjanjian Kompensasi atau Perjumpaan Utang, maka gugatan yang seperti diajukan oleh
pihak Penggugat adalah gugatan yang tidak benar, tidak ada dasar hukum untuk menggugatnya
yang menurut hukum gugatan a quo adalah gugatan yang tidak mempunyai dasar hukum apapun
dan harus ditolak. Bahwa perjanjian pinjaman utang dengan kompensasi adalah satu peristiwa
hukum yang konkrit dan harus dituangkan dalam bentuk perjanjian; Maka oleh karena itu dalil-
dalil gugatan Penggugat tidak ada dasar hukumnya yang konkrit sehingga gugatan a quo tidak
lebih dari suatu bayang-bayang gelap yang dalam hukum disebut schaduwbeeld atau sillhouet;
Oleh karena itu gugatan yang tidak dibuat atau hanya dibuat-buat tanpa ada perjanjian sebagai
fakta konkrit harus ditolak. Oleh karena itu sama sekali tidak benar semua alasan-alasan gugatan
Penggugat karena tidak pernah ada Perjanjian Kompensasi Utang Piutang antara
mendiang/almarhum Dr. Soetrisno Alibasah dengan Penggugat dan semuanya itu hanyalah
khayalan (schinbeeld) semata-mata dari Penggugat yang harus ditolak sebagai nonsense, null and
void. Menurut hukum yang berlaku, suatu Perjanjian Kompensasi Utang atau perjumpaan utang
adalah suatu perikatan yang lahir dari Perjanjian berdasarkan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata
jis Pasal 1338, Pasal 1339 dan Pasal 1340 KUHPerdata.

Penggugat Rekonvensi menuntut kepada Tergugat Rekonvensi untuk segera melunasi hutang
uang yang dipinjamnya dari almarhum Dr. Soetrisno Alibasah yang sampai mendiang wafat
tidak pernah dikembalikan oleh Tergugat Rekonvensi utang uang tersebut sehingga Penggugat
Rekonvensi menuntut untuk segera dibayar/dilunasi yang totalnya mencapai Rp1.346.519.740,00
(satu miliar tiga ratus empat puluh enam juta lima ratus sembilan belas ribu tujuh ratus empat
puluh rupiah).

Dari putusan kasus perkara tersebut bahwa Hakim Menolak permohonan kasasi dari Pemohon
Kasasi Drs. HANNOCH ZENIARSO tersebut.

Analisis : Dari kasus tersebut, dapat kita lihat bahwa secara tidak langsung telah terjadi cara
kompensasi yang berupa Kompensasi yang terjadi Demi Hukum. Hal ini mengacu pada pada
Pasal 1426 KUHPerdata yang berbunyi “Kompensasi terjadi demi hukum, bahkan tidak
setahunya para debitur, dan kedua utang itu yang satu menghapuskan yang lain dan sebaliknya,
pada saat utang-utang itu bersama-sama ada, bertimbal balik untuk suatu jumlah yang sama.”
Kompensasi terjadi demi hukum jika antara kreditur dan debitur saling berutang secara timbal
balik dan dalam jumlah yang sama serta utang itu sama-sama ada. Hal ini terjadi walaupun di
luar pengetahuan debitur. Bisa kita lihat dari kasus tersebut, Drs. HANNOCH ZENIARSO
dengan almarhum Dr. Soetrisno Alibasah ternyata masing-masing sama-sama memiliki utang
sebesar kurang lebih sama-sama sejumlah 1 Milyar Rupiah. Tentunya hal itu sudah terjadi
Kompensasi Demi Hukum dimana yang terjadi tanpa adanya pemberitahuan dan permintaan dari
pihak debitur dan kreditur.

Lalu terkait putusan hakim yang Menolak Permohonan Kasasi dari Drs. HANNOCH
ZENIARSO (Penggugat) menurut kami sudah sangat tepat, karena Drs. HANNOCH
ZENIARSO (Penggugat) diduga memiliki itikad buruk atau itikad/niat jahat yang dimana ia
meminta keluarga tergugat untuk membayar utang almarhum Dr. Soetrisno Alibasah sebesar
Rp1.208.121.508,00 (satu miliar dua ratus delapan juta seratus dua puluh satu ribu lima ratus
delapan rupiah) dengan dalih seluruh utang-utang yang dipinjam oleh almarhum Dr. Soetrisno
Alibasah untuk keperluan pribadi, dan juga berdalih pernah mengadakan perjanjian kompensasi
utang piutang dengan almarhum Dr. Soetrisno Alibasah tetapi tidak memiliki bukti akta
perjanjian yang sah sesuai dengan ketentuan Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal 1338, Pasal 1339
dan Pasal 1340 KUHPerdata.

BAB 3
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari paparan yang telah disebutkan sebelumnya bahwa salah satu unsur yang bisa
menyebabkan hapusnya suatu perikatan adalah kompensasi atau yang biasa disebut sebagai
perjumpaan utang, hal ini diatur dalam pasal 1425 sampai dengan 1435 BW. Kompensasi sendiri
dapat diartikan sebagai penghapusan masing-masing utang dengan jalan saling
memperhitungkan utang yang sudah dapat ditagih antara kreditur dan debitur. Dan dalam pasal
1427 KUHPerdata telah disebutkan bahwasannya syarat terjadinya kompensasi yaitu kedua
berpokok pada sejumlah uang, berpokok pada jumlah barang yang dapat dihabiskan dari jenis
yang sama, keduanya dapat ditetapkan dan ditagih seketika, serta dapat ditentukan atau
ditetapkan jumlahnya. Maka dari itu kompensasi (perjumpaan utang) dilakukan tergantung dari
isi perjanjian yang mengikat pihak-pihak yang mana keduanya memiliki kewajiban pembayaran
utang dalam berbagai instrumen masing-masing dan berpokok utang sama. Dan dari sinilah suatu
kompensasi bisa dilakukan dan terjadi berdasarkan dari isi perjanjiannya, jika isinya mengikat
pihak-pihak yang memiliki kewajiban pembayaran utang maka hal tersebut bisa terjadi.

Dan dari kasus yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa putusan yang ditempuh oleh
hakim dalam menolak permohonan kasasi dari pihak penggugat yang bernama Drs. Hannoch
Zeniarso sudah tepat sesuai prosedur karena sebelum putusan ini dijatuhkan dia telah memiliki
suatu itikad jahat yang berupa meminta keluarga dari pihak tergugat untuk membayar utang
almarhum Dr. Soetrisno Alibasah sebesar Rp 1.208.121.508,00 yang mana dia berdalih seluruh
utang yang dia pinjam malah untuk kepentingan pribadi pihak penggugat tanpa dilengkapi akta
perjanjian yang sah. Dalam hal ini pula kita bisa melihat bahwa dalam membuat suatu perjanjian
dengan pihak lain maka harus dipenuhi unsur itikad baik dan rasa saling mempercayai satu
dengan yang lainnya, jangan sampai munculnya suatu itikad buruk yang bisa menyebabkan
hapusnya suatu perikatan.

3.2 Saran

Upaya dalam mempertahankan suatu perikatan yaitu dengan tidak membiarkan hal
kompensasi terjadi, karena jika hal ini terjadi maka akan merusak hubungan perikatan antara
kedua belah pihak maupun lebih. Selain itu dalam suatu perikatan pun juga harus memiliki bukti
akta perjanjian yang sah yang mana harus berdasarkan pada Pasal 1320 KUHPerdata, Pasal
1338, Pasal 1339, dan Pasal 1340 KUHPerdata.
Selain itu menurut hukum yang telah berlaku bahwasannya terkait kompensasi memang
harus sesuai dengan Pasal 1425 sampai dengan 1435 KUHPerdata, yang mana jika tidak ada
perjanjian kompensasi menurut undang-undang maka gugatan yang diajukan oleh pihak
penggugat dinyatakan tidak benar serta tidak memiliki dasar hukum yang mendukung, dan
berujung pada ditolaknya suatu gugatan.

DAFTAR PUSTAKA
Amalia, Erny .(2019). Modul Hukum Perikatan. Universitas Tama Jagakarsa.

Aries, Albert. (2014, April 21). Perjumpaan Utang Antara Induk dan Anak perusahaan.
https://www.hukumonline.com/klinik/detail/ulasan/lt52f1de7179946/perjumpaan-utang-
antara-induk-dan-anak-perusahaan

Arrisman, Hukum Perikatan Perdata dan Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta:
Tampuniak Mustika Edukarya, 2020), hlm 80.

Damang. Hapusnya Perikatan (pertemuan ke


sembilan).http://www.damang.web.id/2012/04/hapusnya-perikatan.html

Danilo, kevin. (2020, September 23). Berakhirnya Suatu kontrak atau


Perjanjian.https://psbhfhunila.org/2020/09/23/berakhirnya-suatu-kontrak-atau-perjanjian/

Easy to find, Practical Law. Pelunasan Utang selain dengan Pembayaran.


https://www.easylaw.go.kr/CSM/CsmOvSave.laf?
csmSeq=931&ccfNo=2&cciNo=1&cnpClsNo=2

easylaw.go.kr. Perjanjian Utang Piutang, Kewajiban Pelunasan Utang.


https://www.easylaw.go.kr/CSM/CsmOvSave.laf?
csmSeq=931&ccfNo=2&cciNo=1&cnpClsNo=2 diakses pada tanggal 16 September 2021
pukul 17:26 Wib.

I Gede Willy Pramana, “Status Hukum Perjumpaan Utang diantara Utang diantara Perseroan
Induk (Parent Company) dengan Perseroan Anak (Subsidiary Company)”, Jurnal Ilmiah
Prodi Magister Kenotariatan, 2017- 2018, hlm 2.

Kartadimadja, Tuti Susilawati, “Analisis Keabsahan Kepemilikan Tanah Oleh Orang Asing di
Indonesia (Studi kasus Nomor: 9/PT.G/2018/PN.SKB)”, PALAR (Pakuan Law Review)
Vol. 06 No. 01, Januari 2020, hlm 4

Mayasari, Yane, “Penerapan Konsep Kompensasi Menurut Undang-undang Nomor 24 tahun


2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis (JEBSIS) Vol. 1
No. 1, November 2019, hlm 57

Muhammad Taufik, Skripsi : “Penerapan Kelembagaan Kompensasi Dalam Undang-Undang


No.24 Tahun 2004 Tentang Lembaga Penjamin Simpanan”, (Medan: Universitas Sumatera
Utara, 2010), hlm. 38.

Prabandari, Adya paramita.,Satrio, Wilopo Cahya Figur., Sukimo. (2020). Prinsip


Timbulnya Perikatan Dalam Perjanjian Jual Beli berbasis Syariah.
ejournal.undip.ac.id, 13 (1),
295.https://ejournal.undip.ac.id/index.php/notarius/article/download/30390/17251
repository.uin-suska.ac.id/Diakses Tanggal 20 September 2020, Jam 06.50 WIB

Setiawan, I Ketut Oka. (2015). Hukum Perikatan (1st ed). Sinar Grafika. Tunardy, T.
wibowo. (2012). Pengertian Perikatan. Jurnalhukum.com.
https://www.jurnalhukum.com/pengertian-perikatan/

Anda mungkin juga menyukai