Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH TENTANG

PRAKTEK HUKUM PERIKATAN DI INDONESIA


Dosen Pengampu: Nasrullah M.H

Disusun Oleh:

NURHATAMI (210204093)

PRODI ILMU FALAK FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGRI


(UIN) MATARAM
2022/2023

1
KATA PENGATAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita segala nikmat berupa
nikmat iman, umur, kesehatan, kesempatan sehingga saya mampu menyelesaikan
makalah ini yang berjudul PRAKTEK HUKUM PERIKATAN DI
INDONESIA untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata
kuliah hukum Perdata.

Sholawat serta salam kita kirimkan kepada junjunga kita yakni nabi
Muhammad SAW, seorang pelopor sejarah yang telah mengubah perdaban jahilia
menuju zaman keislaman sehingga kita dapat merasakan indah dan nikmat Islam,
oleh sebab perjuangan beliaulah kita dapat mengenal tentang islam salah satunya
adalah matakuliah yang akan kita bahas ini yaitu hukum perdata..

Mataram, 19 November 2022

NURHATAMI

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumus Masalah
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pasal 1304 BW – 1312 BW KUHPerdata menjelaskan
tentang hukum perikatan di Indonesia, dimana pada pasal tersebut
mengatur tentang hubungan perikata dengan ancaman hukuman adalah
suatu perikatan dimana seseorang untuk jaminan pelaksaan suatu perikatan
diwajibkan melakukan suatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi .
Meurut R. Subekti, suatu perikatan adalah suatu perhubugan hukum antara
dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban
utuk memenuhi tuntutan itu.1
Perikatan adalah aturan yang megatur hubungan hukum dalam
harta kekayaan antara dua pihak atau lebih, yang memberi hak pada salah
satu pihak ( kreditur ) dan meuntut suatu dari pihak lain ( debitur ) atas
suatu prestasi. Pada pengaplikasiannya banyak penerapan yang berkaitan
dengan perikatan ini yang tidak sesuai dengan pasal yang diatur dalam
UUdan kronisnya bahkan menyimpang dari yang seharusya. Maka dengan
itu makalah ini saya susun dan persembahkan untuk memberikan
pemahaman dan bentuk pegaplikasian atau praktik perikatan agar tidak
terjadinya suatu kejadian yang merugikan sebelah pihak dan memberikan
solusi dalam mempraktikan peratura tentang perikatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dasar hukum perikatan yang berlaku di indonesia?
2. Bagaimana bentuk praktik dan penerapan hukum perikatan dalam
masyarakat?

1
Pusat Kajin Hukum Bisnis. Perikatan Genetik, Alternatif, Fakultatif dan Kumulatif. Fakultas
Hukum Uiversitas Airlangga

4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan sistem hukum perikatan
1. Pengertian hukum perikata menurut para ahli
Dalam bahasa Belanda perikatan disebut “ver bintenis”. Istilah
perikatan lebih umum digunakan dalam literatur hukum di Indonesia.
Perikatan pada hal ini bermaksud ; hal yang mengikat orang yang satu
terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut
kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya
seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang
berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang
bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam
kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau
oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan
demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang
lain itu disebut hubungan hukum.
 Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).
 Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan
adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu.

5
  Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan
hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih,
atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
 menurut Hofman hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan
itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada
debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu  terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang
demikian itu.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas,
keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian
perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu
suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan
dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang
abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan
antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu
dilahirkan dari suatu perjanjian.

2. SISTEM HUKUM PERIKATAN

Di dalam hukum perikatan, terdapat sistem yang terbuka, dan


yang dimaksud dengan system terbuka adalah setiap orang dapat
mengadakan perikatan yang bersumber pada perjanjian, perjanjian
apapun dan bagaimanapun, baik itu yang diatur dengan undang-
undang atau tidak, inilah yang disebut dengan kebebasan berkontrak,
dengan syarat kebebasan berkontrak harus halal, dan tidak melanggar
hukum, sebagaimana yang telah diatur dalam Undang-undang. Di
dalam perikatan ada perikatan untuk berbuat sesuatu dan untuk tidak
berbuat sesuatu. Yang dimaksud dengan perikatan untuk berbuat
sesuatu adalah melakukan perbuatan yang sifatnya positif, halal, tidak
melanggar undang-undang dan sesuai dengan perjanjian. Sedangkan

6
perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.2

B. Dasar Hukum dan unsur-unsur Perikatan


1. Dasar hukum perikatan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPerdata terdapat tiga


sumber adalah sebagai berikut :

1. Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).


2. Perikatan yang timbul undang-undang.

Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi


undang-undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini
tergambar dalam Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari
undang-undang, timbul dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari
undang-undang sebagai akibat perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s
mensen toedoen)

3. Perikatan terjadi karena undang-undang semata.

Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya
di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-
pemilik pekarangan yang berdampingan.

Di luar dari sumber-sumber perikatan yang telah dijelaskan di atas terdapat


pula sumber-sumber lain yaitu : kesusilaan dan kepatutan (moral dan fatsoen)
menimbulkan perikatan wajar (obligatio naturalis), legaat (hibah wasiat),
penawaran, putusan hakim. Berdasarkan keadilan (billijkheid) maka hal-hal
termasuk dalam sumber-sumber perikatan.

 Perikatan terjadi karena undang-undang akibat perbuatan manusia

2
BAKAI Universitas Meda Area. Apa Itu Hukum Perikatan. Mei 18 2022

7
 Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).3
2. Unsur-Unsur Perikatan

1. Hubungan hukum (legal relationship)


2. Pihak-pihak yaitu 2 atau lebih pihak (parties)
3. Harta kekayaan (patrimonial)
4. Prestasi (performance)

1. Hubungan hukum

 Hubungan yang diatur oleh hukum;


 Hubungan yang di dalamnya terdapat hak di satu pihak dan kewajiban di
lain pihak;
 Apabila salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban, dapat dituntut
pemenuhannya

1. Kehendak pihak-pihak (persetujuan/perjanjian)


2. Sebagai perintah peraturan perUUan

Dasar hukum Pasal 1233 KUHPdt “tiap-tiap perikatan  dilahirkan karena


persetujuan baik karena  UU”.

Contoh A berjanji menjual sepeda motor kepada B Akibat dari janji, A wajib
menyerahkan sepeda miliknya kepada B dan berhak menuntut harganya
sedangkan B wajib menyerahkan harga sepeda motor itu dan berhak untuk
menuntut penyerahan sepeda.

Dalam contoh diatas apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka
hukum “memaksakan” agar kewajiban-kewajiban tadi dipenuhi.

3
Kansil.Hukum Perusahaan Indonesia Bagia 1. PT. Pradya Paramita. Jakrta. 2005 hlm 23

8
Perlu diketahui tidak semua hubungan hukum dapat disebut perikatan. Contoh
kewajiban orang tua untuk mengurus anaknya bukanlah kewajiban dalam
pengertian perikatan. Artinya adalah setiap hubungan hukum yang tidak
membawa pengaruh terhadap pemenuhan kewajiban yang bersumber dari harta
kekayaan pihak yang berkewajiban tidaklah masuk dalam pengertian dan ruang
lingkup batasan hukum perikatan.

2. Pihak-pihak (subjek perikatan)

1. Debitur adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang
memiliki utang (kewajiban)
2. Kreditur adalah Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi
atau pihak yang memiliki piutang (hak)

Pihak-pihak (debitur kreditur) tidak harus “orang” tapi juga dapat berbentuk
“badan”, sepanjang ia cakap melakukan perbuatan hukum.

Pihak-pihak (debitur kreditur) dalam perikatan dapat diganti. Dalam hal


penggantian debitur harus sepengatahuan dan persetujuan kreditur, untuk itu
debitur harus dikenal oleh kreditur agar gampang menagihnya misalnya
pengambilan hutang (schuldoverneming) sedangkan penggantian kreditur dapat
terjadi secara sepihak.

Seorang kreditur mungkin pula mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur
baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi yang kwalitatif (kwalitatiev
persoonlijke recht), misalnya A menjual sebuah mobil kepada B, mobil mana
telah diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Dengan terjadinya peralihan hak
milik dari A kepada B maka B sekaligus pada saat yang sama B mengambil alih
juga hak asuransi yang telah melekat pada mobil tersebut. Perikatan yang
demikian dinamakan perikatan kwalitatif dan hak yang terjadi dari perikatan
demikian dinamakan hak kwalitatif.

Selanjutnya seorang debitur dapat terjadi karena perikatan kwalitatif sehingga


kewajiban memenuhi prestasi dari debitur dinamakan kewajiban kwalitatif,
misalnya seorang pemilik baru dari sebuah rumah yang oleh pemilik sebelumnya

9
diikatkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa, terikat untuk meneruskan
perjanjian sewa menyewa.

Dalam suatu perjanjian orang tidak dapat secara umum mengatakan siapa yang
berkedudukan sebagai kreditur/debitur seperti pada perjanjian timbal balik
(contoh jual beli). Si penjual adalah kreditur terhadap uang harga barang yang
diperjual belikan, tetapi ia berkedudukan sebagai debitur terhadap barang (objek
prestasi) yang perjualbelikan. Demikian sebaliknya si pembeli berkedudukan
sebagai debitur terhadap harga barang kreditur atas objek prestasi penjual yaitu
barang yang diperjualbelikan.

3. Harta kekayaan

Harta kekayaan sebagai kriteria dari adanya sebuah perikatan. Tentang harta
kekayaan sebagai ukurannya  (kriteria) ada 2 pandangan yaitu :

1. Pandangan klasik : Suatu hubungan dapat dikategorikan sebagai perikatan


jika hubungan tersebut dapat dinilai dengan sejumlah uang
2. Pandangan baru : Sekalipun suatu hubungan tidak dapat dinilai dengan
sejumlah uang, tetapi jika masyarakat atau rasa keadilan menghendaki
hubungan itu diberi akibat hukum, maka hukum akan meletakkan akibat
hukum pada hubungan tersebut sebagai suatu perikatan

4. Prestasi (objek perikatan)

Prestasi adalah kewajiban yang harus dilaksanakan. Prestasi merupakan objek


perikatan. Dalam ilmu hukum kewajiban adalah suatu beban yang ditanggung
oleh seseorang yang bersifat kontraktual/perjanjian (perikatan). Hak dan
kewajiban dapat timbul apabila terjadi hubungan antara 2 pihak yang berdasarkan
pada suatu kontrak atau perjanjian (perikatan). Jadi selama hubungan hukum yang
lahir dari perjanjian itu belum berakhir, maka pada salah satu pihak ada beban
kontraktual, ada keharusan atau kewajiban untuk memenuhinya (prestasi).

Selanjutnya kewajiban tidak selalu muncul sebagai akibat adanya kontrak,


melainkan dapat pula muncul dari peraturan hukum yang telah ditentukan oleh
lembaga yang berwenang. Kewajiban disini merupakan keharusan untuk mentaati

10
hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht) misalnya mempunyai sepeda
motor wajib membayar pajak sepeda motor, dll

Bentuk-bentuk prestasi (Pasal 1234 KUHPerdata) :

1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu

Memberikan sesuatu misalnya pemberian sejumlah uang, memberi benda untuk


dipakai (menyewa), penyerahan hak milik atas benda tetap dan bergerak. Berbuat
sesuatu misalnya membangun rumah. Tidak melakukan sesuatu misalnya A
membuat perjanjian dengan B ketika menjual apotiknya, untuk tidak menjalankan
usaha apotik dalam daerah yang sama. Ketiga prestasi diatas merupakan
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh debitur.

Ketiga prestasi diatas mengandung 2 unsur penting :

1. Berhubungan dengan persoalan tanggungjawab hukum atas pelaksanaan


prestasi tsb oleh pihak yang berkewajiban (schuld).
2. Berhubungan dengan pertanggungjawaban pemenuhan tanpa
memperhatikan siapa pihak yang berkewajiban utk memenuhi kewajiban
tsb (Haftung)4

Syarat-syarat prestasi :

1. Tertentu atau setidaknya dapat ditentukan;


2. Objeknya diperkenankan oleh hukum;
3. Dimungkinkan untuk dilaksanakan

Schuld adalah kewajiban debitur untuk membayar utang sedangkan haftung


adalah kewajiban debitur membiarkan harta kekayaannya diambil oleh kreditur
sebanyak hutang debitur, guna pelunasan hutangnya apabila debitur tidak
memenuhi kewajibannya membayar hutang tersebut.

4
Kartika Sari, Elsi. Hukum Dalam Ekonomi Edisi Revisi. Grasindo. Jakarta 2005 hlm 12

11
Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur
mempunyai hak menagih hutang piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan
hukum perdata, disamping hak menagih hutang (vorderingsrecht), apabila debitur
tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya maka kreditur mempunyai hak
menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht)..5

C. Azas-azas dalam hukum perikatan dan Wanprestasi dan Akibat-


akibatnya
 Asas-asas dalam hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata,
yakni menganut azas kebebasan berkontrak dan azas konsensualisme.

1. Asas kebebasan berkontrak terlihat di dalam Pasal 1338 KUHP Perdata


yang menyebutkan bahwa segala sesuatu perjanjian yang dibuat adalah sah
bagi para pihak yang membuatnya dan berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.
2. Asas konsensualisme, artinya bahwa perjanjian itu lahir pada saat
tercapainya kata sepakat antara para pihak mengenai hal-hal yang pokok
dan tidak memerlukan sesuatu formalitas. Dengan demikian, azas
konsensualisme lazim disimpulkan dalam Pasal 1320 KUHP Perdata.

Untuk sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat adalah :

1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara
para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan
perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari
perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu
perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu
telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang
akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau

5
Andi Fariana dkk. Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media. Jakarta. 2013
hlm 56

12
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu
harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum

 Wanprestasi dan Akibat-akibatnya

Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni
:

1. Tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukannya;


2. Melaksanakan apa yang dijanjikannya, tetapi tidak sebagaimana yang
dijanjikan;
3. Melakukan apa yang dijanjikan tetapi terlambat;
4. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukannya.

Akibat-akibat wansprestasi berupa hukuman atau akibat-akibat bagi debitur yang


melakukan wansprestasi , dapat digolongkan menjadi tiga kategori, yakni :

1. Membayar Kerugian yang Diderita oleh Kreditur (Ganti Rugi)

Ganti rugi sering diperinci meliputi tinga unsure, yakni:

1. Biaya adalah segala pengeluaran atau perongkosan yang nyata-nyata sudah


dikeluarkan oleh salah satu pihak;
2. Rugi adalah kerugian karena kerusakan barang-barang kepunyaan kreditor
yang diakibat oleh kelalaian si debitor;
3. Bunga adalah kerugian yang berupa kehilangan keuntungan yang sudah
dibayangkan atau dihitung oleh kreditor.
4. Pembatalan Perjanjian atau Pemecahan Perjanjian

13
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal
1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.

3. Peralihan Risiko

Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.6

D. Jenis-Jenis Perikatan

Klasifikasi jenis perikatan apabila mengacu pada rumusan sistematika Buku III
Burgerlijk Wetboek (BW) dapat dibagi menjadi 8 jenis, yaitu: 

1. Perikatan berdasarkan sumbernya Merujuk pada ketentuan dalam Pasal 1233


Burgerlijk Wetboek (BW) perikatan berdasarkan sumbernya dapat dibedakan
menjadi2,yakni:Perikatanyangbersumberdariperjanjian
Perikatan yang bersumber dari undang-undang
2. Berdasarkan wujud prestasinya Merujuk pada ketentuan dalam 1234 Burgerlijk
Wetboek (BW) perikatan berdasarkan wujud prestasinya dibedakan menjadi 3,
yakni:

 Perikatan Memberi Sesuatu


 Perikatan Berbuat sesuatu
 Perikatan Tidak Berbuat Sesuatu

1. Perikatan bersyarat; Perikatan bersyarat diatur dalam pasal 1253 Burgerlijk


Wetboek (BW) sampai dengan Pasal 1267 Burgerlijk Wetboek (BW). Yang
dimaksud dengan perikatan bersyarat adalah perikatan yang ditanggungkan pada
suatu peristiwa yang masih akan datang dan yang belum tentu akan terjadi, baik

6
F Katuuk, Neltje. Diktat Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis. Gunadrma. Jakarta. 1994 hlm 93

14
secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun
secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut (Pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW)
2. Perikatan berdasarkan ketetapanwaktu; Perikatan dengan ketetapan waktu diatur
dalam Pasal 1268 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan pasal 1271 Burgerlijk
Wetboek (BW). Yang disebut dengan perikatan dengan ketetapan waktu adalah
suatu perikatan yang ditangguhkan pelaksanaanya sampai pada waktu yang
ditentukan.
3. Perikatan alternatif; Perikatan mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272
Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan Pasal 1277 Burgerlijk Wetboek (BW).
Dalam perikatan alternatif, debitor dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih
salah satu diantara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan
pada segi sisi dan maksud perjanjian.
4. Perikatan tanggung renteng; Perikatan tanggung renteng diatur dalam Pasal 1278
Burgerlijk Wetboek (BW) s.d Pasal 1295 Burgerlijk Wetboek (BW). Perikatan
tanggung renteng adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama
sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan satu orang kreditor, dimana salah
satu dari debitor itu telah membayar utangnya pada kreditor, maka pembayaran itu
akan membebaskan teman-teman yang lain dari utang.
5. Perikatan dapat dibagi-bagi dan tak dapat dibagi-bagi; Perikatan dapat dibagi dan
tak dapat dibagi diatur dalam Pasal 1296 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal
1303 Burgerlijk Wetboek (BW). Perikatan dapat dibagi adalah suatu perikatan
dimana setiap debitor hanya bertanggung jawab sebesar bagiannya terhadap
pemenuhan prestasinya. Dengan demikian dia pun terbebas dari kewajiban
pemenuhan prestasi selebihnya. Masing-masing kreditor hanya berhak menagih
sebesar bagiannya saja. Jadi, disini, jika barang atau harga yang menjadi objek
prestasi memang sesuai untuk dibagi-bagi.
6. Perikatan dengan ancaman hukuman (pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d.
Pasa l1312 BurgerlijkWetboek(BW). Perikatan dengan ancaman hukuman diatur
dalam pasal 1304 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal 1312 Burgerlijk Wetboek
(BW). Perikatan dengan ancaman hukuman adalah suatu perikatan di mana

15
seseorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan
sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi.

Dalam kajian hukum perdata selain jenis perikatan sebagaimana mengacu dalam
rumusan buku III Burgerlijk Wetboek (BW), terdapat perikatan yang objeknya
lebih dari satu, di antaranya ialah:

 Perikatan Alternatif 

Perikatan Alternatif adalah perikatan yang memberikan pilihan kepada debitor


atau kreditor atau debitor untuk memilih satu dari dua atau lebih kewajiban atas
prestasi tersebut. Sifat pilihan prestasi tersebut mempunyai kualitas yang sama
atau sejajar – sejajar. Misalkan saja debitor dapat memilih untuk melakukan
kewajiban A atau B. Sebagaimana diatur dalam Pasal 1272 – 1277 Burgerlijk
Wetboek (BW) Pasal 1272 Burgerlijk Wetboek (BW) mengatur:

“Dalam perikatan-perikatan manasuka, si berutang (debitor) dibebaskan jika ia


menyerahkan salah satu dari dua barang yang disebutkan dalam perikatan, tetapi
ia tidak memaksa si berpiutang (kreditor) untuk menerima sebagian dari barang
yang satu dan sebagian dari barang yang lain.”

Namun, perikatan alternatif dapat berubah menjadi perikatan bersahaja atau


murni, sebagaimana diatur dalam Pasal 1275 Burgerlijk Wetboek (BW)
pergeseran sifat dapat terjadi apabila terjadi di beberapa kondisi yaitu:

 Salah satu barang dalam perikatan alternatif hilang;


 Barang tidak lagi dapat diserahkan karena kesalahan debitor;
 Debitor tidak dapat menawarkan penggantian harga barang yang hilang sebagai
alternatif pemenuhan perikatan;
 Jika kedua barang hilang, dan salah satu barang hilang karena kesalahan debitor;
 Debitor wajib membayar harga barang yang hilang paling akhir.

 Perikatan Generik

16
Perikatan Generik adalah perikatan yang objeknya ditentukan menurut jumlah dan
jenis. Pada perikatan generik, kreditor akan menerima prestasi dengan standar
umum karena mempunyai konsekuensi sesuai dengan jenis prestasi yang
disepakati dalam rumpun atau kelompok obyek tersebut. Salah satu sumber utama
perikatan generik terdapat dalam ketentuan Pasal 1333 Burgerlijk Wetboek (BW):

“(1) Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling
sedikit dapat ditentukan jenisnya

(2) Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah
itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung” 
ketentuan “…dapat ditentukan jenisnya…” dan “…dapat ditentukan atau
dihitung…” merupakan pengakuan terhadap perikatan generik.

Terdapat titik singgung antara perikatan Alternatif dengan perikatan Generik yaitu


keduanya memberikan pilihan atas lebih dari satu objek/prestasi, bahkan acapkali
menjadi kurang jelas perbedaannya dengan perikatan alternatif. Titik tolak pijakan
pada perikatan generik terletak pada objek prestasi ditentukan pada jenis yang
terdapat pada kelompok objek tersebut. Namun dapat dibedakan berdasarkan sifat
objek perikatan. Perikatan alternatif objeknya bersifat pilihan dan mempunyai
nilai yang sama sedangkan objek perikatan generik dikaitkan dengan jenis yang
terdapat dalam kelompok tertentu. Terkait dengan Force Majeure (Overmacht),
tanggung gugat atas kesalahan serta atas dasar resiko dibebankan kepada debitor
dalam perikatan alternatif. Sedangkan dalam perikatan generik, debitor tidak dapat
mendalilkan force majeure selama objek dalam kelompok tersebut tidak musnah
semua. 

 Perikatan Fakultatif

Perikatan fakultatif adalah perikatan yang membebaskan debitor untuk memenuhi


kewajiban yang lain jika ia tidak dapat memenuhi kewajiban yang pokok. Sifat
pemenuhan prestasi dalam perikatan fakultatif berdasarkan gradasi atau tingkatan
pemenuhan prestasi artinya apabila objek perikatan yang pokok tidak dapat
dilaksanakan (prestasi primer), maka debitor boleh melakukan prestasi lain

17
(prestasi sekunder). Misalkan saja Debitor dapat menyerahkan sapi (sekunder)
jika tidak menyerahkan kuda (primer).

Titik singgung antara perikatan alternatif dengan perikatan fakultatif 

Titik singgung kedua jenis perikatan ini adalah adanya penggantian dalam
pelaksanaan prestasi yang ada. Perbedaannya pada perikatan alternatif, terdapat 2
objek yang dapat dipilih prestasinya untuk diserahkan. Sehingga pelaksanaan
prestasi atas salah satu objek akan membebaskan debitor terhadap kewajibannya
objek lainnya. Musnahnya salah satu objek ini tidak menghapus perikatan karena
objek lain yang ditempatkan pada kedudukan yang sama telah dijalankan.
Sedangkan,dalamperikatanfakultatif,debitordiwajibkanmenyerahkan/melaksanaka
n objek pokok (primer), namun diberi kemungkinan menyerahkan/melaksanakan
objek lainnya (sehhjjjraskunder) apabila debitor tidak dapat melaksanakan
kewajiban pokoknya (primer). 

 Perikatan Kumulatif

Perikatan Kumulatif adalah perikatan dengan prestasi menyerahkan/melaksanakan


lebih dari satu objek perikatan. Pemenuhan prestasi salah satu atau sebagian objek
prestasi tidak membebaskan debitor dari kewajibannya. Si berutang wajib
memenuhi seluruh prestasi yang telah disepakati dalam perjanjiannya. Perikatan
Sederhana meletakkan kewajiban tertentu kepada debitor. Sedangkan pada
perikatan kumulatif, terdapat beberapa kewajiban yang dibebankan kepada
kreditor. Apabila objek perikatan musnah sebagian atau hanya ada satu pada saat
pemenuhan prestasi, opsi menjadikan perikatan sederhana akan lebih tepat dan
sesuai dengan prinsip in obligatio dan in solutio daripada opsi perikatan itu batal.
Opsi menjadikan perikatan tersebut menjadi perikatan sederhana memberikan
peluang kepada debitor untuk memenuhi kewajibannya, dan sebaliknya
memberikan hak kepada kreditor menerima haknya.7

E. Analisis praktik Hukum Perikatan di Indonesia

7
Pusat Kajian Hukum Bisnis. Fakultas Hukum. Universitas Airlngga. Surabaya. Sabtu, Juni 19
Thn 2021

18
Seiring berkembang zaman dan ilmu pengetahuan kebutuhan masyarakatpun
bertambah banyak, dalam memenuhi kebutuhan juga masyarakat melakukan
berbagai upaya salah satunys adalah dengan menerapkan sistem perikatan dimana
ada hak dan kewajiban yang dituntut untuk dijalankan. Dalam penerapan hukum
perikatan inipun tidak sesuai denga ketentuan yang telah diatur dalam undang-
undang, sebagai contoh pada masyarakat iyalah, dimana pihak kreditur ketika
memberikan pinjaman kepada debitur dengan syarat atau jaminan, jika telat dalam
melakukan pembayaran pihak kreditur kadang melakukan penarikan barang tanpa
melewati persidangan di pegadilan. Pada kebanyakan masyarakat mengalami hal
demikian sehingga bisa kita lihat pihak yang dirugikan adalah pihak debitur.

Pada beberapa bulan yang lalu di suatu daerah karampi, kabupaten bima
dihebohkan dengan kasus pembunuhan seorang kreditur oleh pihak debitur karena
adanya pengambilan barang yang di kredit, ditarik secara langsug oleh pihak
kreditur tanpa ada pemberitahuan dan keringanan kepada debitur untuk melunasi
motor kreditnya, oleh karena itu pihak debitur merasa tidak dihargai dan di
rugikan maka dia melakukan tindak kekerasan dengan cara membacot kepala
kreditur atau korban. Dari kasus tersebut pemerintah harus melakukan
perancangan UU yang dapat meguntungkan bersama tanpa merugikan sebelah
pihak agar tidak terjadiya tindak pidana seperti yang demikian. Dan juga tegakkan
peraturan undang-undang yang telah di buat agar terciptanya kehidupan
masyarakat yang aman, damai dan sentosa dan membantu mempermudah
kebutuha masyarakat yang kian lama kia bertambah dengan seiring
berkembangnya zaman dan tehnologi.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dasar hukum perikatan berdasarkan KUHPerdata terdapat tiga


sumber adalah sebagai berikut :

1.Perikatan yang timbul dari persetujuan (perjanjian).

2. Perikatan yang timbul undang-undang.

Perikatan yang berasal dari undang-undang dibagi lagi menjadi undang-


undang saja dan undang-undang dan perbuatan manusia. Hal ini tergambar dalam
Pasal 1352 KUH Perdata :”Perikatan yang dilahirkan dari undang-undang, timbul
dari undang-undang saja (uit de wet allen) atau dari undang-undang sebagai akibat
perbuatan orang” (uit wet ten gevolge van’s mensen toedoen)

3. Perikatan terjadi karena undang-undang semata.

Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya
di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik
pekarangan yang berdampingan.

Dalam penerapan hukum perikatan inipun tidak sesuai denga ketentuan yang
telah diatur dalam undang-undang, sebagai contoh pada masyarakat iyalah,
dimana pihak kreditur ketika memberikan pinjaman kepada debitur dengan syarat
atau jaminan, jika telat dalam melakukan pembayaran pihak kreditur kadang
melakukan penarikan barang tanpa melewati persidangan di pegadilan. Pada
kebanyakan masyarakat mengalami hal demikian sehingga bisa kita lihat pihak
yang dirugikan adalah pihak debitur.

20
DAFTAR PUSTAKA

 Pusat Kajin Hukum Bisnis. Perikatan Genetik, Alternatif, Fakultatif dan


Kumulatif. Fakultas Hukum Uiversitas Airlangga
 BAKAI Universitas Meda Area. Apa Itu Hukum Perikatan. Mei 18
2022
 Kansil.Hukum Perusahaan Indonesia Bagia 1. PT. Pradya Paramita.
Jakrta. 2005
 Kartika Sari, Elsi. Hukum Dalam Ekonomi Edisi Revisi. Grasindo. Jakarta
2005
 Andi Fariana dkk. Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis. Mitra
Wacana Media. Jakarta. 2013
 F Katuuk, Neltje. Diktat Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis. Gunadrma.
Jakarta. 1994
 Pusat Kajian Hukum Bisnis. Fakultas Hukum. Universitas Airlngga.
Surabaya. Sabtu, Juni 19 Thn 2021

21
22

Anda mungkin juga menyukai