Disusun Oleh:
NURHATAMI (210204093)
1
KATA PENGATAR
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kita segala nikmat berupa
nikmat iman, umur, kesehatan, kesempatan sehingga saya mampu menyelesaikan
makalah ini yang berjudul PRAKTEK HUKUM PERIKATAN DI
INDONESIA untuk memenuhi tugas yang diberikan oleh dosen pengampu mata
kuliah hukum Perdata.
Sholawat serta salam kita kirimkan kepada junjunga kita yakni nabi
Muhammad SAW, seorang pelopor sejarah yang telah mengubah perdaban jahilia
menuju zaman keislaman sehingga kita dapat merasakan indah dan nikmat Islam,
oleh sebab perjuangan beliaulah kita dapat mengenal tentang islam salah satunya
adalah matakuliah yang akan kita bahas ini yaitu hukum perdata..
NURHATAMI
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumus Masalah
BAB II PEMBAHASAN
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
DAFTAR PUSTAKA
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada pasal 1304 BW – 1312 BW KUHPerdata menjelaskan
tentang hukum perikatan di Indonesia, dimana pada pasal tersebut
mengatur tentang hubungan perikata dengan ancaman hukuman adalah
suatu perikatan dimana seseorang untuk jaminan pelaksaan suatu perikatan
diwajibkan melakukan suatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi .
Meurut R. Subekti, suatu perikatan adalah suatu perhubugan hukum antara
dua orang atau dua pihak berdasarkan mana pihak yang satu berhak
menuntut suatu hal dari pihak yang lain dan pihak yang lain berkewajiban
utuk memenuhi tuntutan itu.1
Perikatan adalah aturan yang megatur hubungan hukum dalam
harta kekayaan antara dua pihak atau lebih, yang memberi hak pada salah
satu pihak ( kreditur ) dan meuntut suatu dari pihak lain ( debitur ) atas
suatu prestasi. Pada pengaplikasiannya banyak penerapan yang berkaitan
dengan perikatan ini yang tidak sesuai dengan pasal yang diatur dalam
UUdan kronisnya bahkan menyimpang dari yang seharusya. Maka dengan
itu makalah ini saya susun dan persembahkan untuk memberikan
pemahaman dan bentuk pegaplikasian atau praktik perikatan agar tidak
terjadinya suatu kejadian yang merugikan sebelah pihak dan memberikan
solusi dalam mempraktikan peratura tentang perikatan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja dasar hukum perikatan yang berlaku di indonesia?
2. Bagaimana bentuk praktik dan penerapan hukum perikatan dalam
masyarakat?
1
Pusat Kajin Hukum Bisnis. Perikatan Genetik, Alternatif, Fakultatif dan Kumulatif. Fakultas
Hukum Uiversitas Airlangga
4
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian dan sistem hukum perikatan
1. Pengertian hukum perikata menurut para ahli
Dalam bahasa Belanda perikatan disebut “ver bintenis”. Istilah
perikatan lebih umum digunakan dalam literatur hukum di Indonesia.
Perikatan pada hal ini bermaksud ; hal yang mengikat orang yang satu
terhadap orang yang lain. Hal yang mengikat itu menurut
kenyataannya dapat berupa perbuatan, misalnya jual beli barang. Dapat
berupa peristiwa, misalnya lahirnya seorang bayi, meninggalnya
seorang. Dapat berupa keadaan, misalnya; letak pekarangan yang
berdekatan, letak rumah yang bergandengan atau letak rumah yang
bersusun (rusun). Karena hal yang mengikat itu selalu ada dalam
kehidupan bermasyarakat, maka oleh pembentuk undang-undang atau
oleh masyarakat sendiri diakui dan diberi ‘akibat hukum’. Dengan
demikian, perikatan yang terjadi antara orang yang satu dengan yang
lain itu disebut hubungan hukum.
Perikatan adalah adalah suatu hubungan hukum dalam lapangan
harta kekayaan antara dua orang atau lebih di mana pihak yang satu
berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan suatu
akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa
hukum lain yang menimbulkan perikatan. Dari rumusan ini dapat
diketahui bahwa perikatan itu terdapat dalam bidang hukum harta
kekayaan (law of property), juga terdapat dalam bidang hukum
keluarga (family law), dalam bidang hukum waris (law of
succession) serta dalam bidang hukum pribadi (pers onal law).
Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan
adalah suatu hubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan
pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
5
Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan
hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih,
atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain
berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi.
menurut Hofman hukum perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan
itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada
debitur) mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara
tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang
demikian itu.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas,
keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian
perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu
suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan
dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang
abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan
antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu
dilahirkan dari suatu perjanjian.
6
perikatan untuk tidak berbuat sesuatu yaitu untuk tidak melakukan
perbuatan tertentu yang telah disepakati dalam perjanjian.2
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya
di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-
pemilik pekarangan yang berdampingan.
2
BAKAI Universitas Meda Area. Apa Itu Hukum Perikatan. Mei 18 2022
7
Perikatan terjadi bukan perjanjian, tetapi terjadi karena perbuatan
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perwakilan sukarela
( zaakwarneming).3
2. Unsur-Unsur Perikatan
1. Hubungan hukum
Contoh A berjanji menjual sepeda motor kepada B Akibat dari janji, A wajib
menyerahkan sepeda miliknya kepada B dan berhak menuntut harganya
sedangkan B wajib menyerahkan harga sepeda motor itu dan berhak untuk
menuntut penyerahan sepeda.
Dalam contoh diatas apabila salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban maka
hukum “memaksakan” agar kewajiban-kewajiban tadi dipenuhi.
3
Kansil.Hukum Perusahaan Indonesia Bagia 1. PT. Pradya Paramita. Jakrta. 2005 hlm 23
8
Perlu diketahui tidak semua hubungan hukum dapat disebut perikatan. Contoh
kewajiban orang tua untuk mengurus anaknya bukanlah kewajiban dalam
pengertian perikatan. Artinya adalah setiap hubungan hukum yang tidak
membawa pengaruh terhadap pemenuhan kewajiban yang bersumber dari harta
kekayaan pihak yang berkewajiban tidaklah masuk dalam pengertian dan ruang
lingkup batasan hukum perikatan.
1. Debitur adalah pihak yang wajib melakukan suatu prestasi atau Pihak yang
memiliki utang (kewajiban)
2. Kreditur adalah Pihak yang berhak menuntut pemenuhan suatu prestasi
atau pihak yang memiliki piutang (hak)
Pihak-pihak (debitur kreditur) tidak harus “orang” tapi juga dapat berbentuk
“badan”, sepanjang ia cakap melakukan perbuatan hukum.
Seorang kreditur mungkin pula mengalihkan haknya atas prestasi kepada kreditur
baru, hak mana adalah merupakan hak-hak pribadi yang kwalitatif (kwalitatiev
persoonlijke recht), misalnya A menjual sebuah mobil kepada B, mobil mana
telah diasuransikan kepada perusahaan asuransi. Dengan terjadinya peralihan hak
milik dari A kepada B maka B sekaligus pada saat yang sama B mengambil alih
juga hak asuransi yang telah melekat pada mobil tersebut. Perikatan yang
demikian dinamakan perikatan kwalitatif dan hak yang terjadi dari perikatan
demikian dinamakan hak kwalitatif.
9
diikatkan dalam suatu perjanjian sewa menyewa, terikat untuk meneruskan
perjanjian sewa menyewa.
Dalam suatu perjanjian orang tidak dapat secara umum mengatakan siapa yang
berkedudukan sebagai kreditur/debitur seperti pada perjanjian timbal balik
(contoh jual beli). Si penjual adalah kreditur terhadap uang harga barang yang
diperjual belikan, tetapi ia berkedudukan sebagai debitur terhadap barang (objek
prestasi) yang perjualbelikan. Demikian sebaliknya si pembeli berkedudukan
sebagai debitur terhadap harga barang kreditur atas objek prestasi penjual yaitu
barang yang diperjualbelikan.
3. Harta kekayaan
Harta kekayaan sebagai kriteria dari adanya sebuah perikatan. Tentang harta
kekayaan sebagai ukurannya (kriteria) ada 2 pandangan yaitu :
10
hukum yang disebut wajib hukum (rechtsplicht) misalnya mempunyai sepeda
motor wajib membayar pajak sepeda motor, dll
1. Memberikan sesuatu;
2. Berbuat sesuatu;
3. Tidak berbuat sesuatu
Syarat-syarat prestasi :
4
Kartika Sari, Elsi. Hukum Dalam Ekonomi Edisi Revisi. Grasindo. Jakarta 2005 hlm 12
11
Setiap kreditur mempunyai piutang terhadap debitur. Untuk itu kreditur
mempunyai hak menagih hutang piutang tersebut. Di dalam ilmu pengetahuan
hukum perdata, disamping hak menagih hutang (vorderingsrecht), apabila debitur
tidak memenuhi kewajiban membayar hutangnya maka kreditur mempunyai hak
menagih kekayaan debitur sebesar piutangnya pada debitur itu (verhaalsrecht)..5
1. Kata Sepakat antara Para Pihak yang Mengikatkan Diri Kata sepakat antara
para pihak yang mengikatkan diri, yakni para pihak yang mengadakan
perjanjian harus saling setuju dan seia sekata dalam hal yang pokok dari
perjanjian yang akan diadakan tersebut.
2. Cakap untuk Membuat Suatu Perjanjian Cakap untuk membuat suatu
perjanjian, artinya bahwa para pihak harus cakap menurut hukum, yaitu
telah dewasa (berusia 21 tahun) dan tidak di bawah pengampuan.
3. Mengenai Suatu Hal Tertentu Mengenai suatu hal tertentu, artinya apa yang
akan diperjanjikan harus jelas dan terinci (jenis, jumlah, dan harga) atau
5
Andi Fariana dkk. Aspek Hukum Dalam Ekonomi dan Bisnis. Mitra Wacana Media. Jakarta. 2013
hlm 56
12
keterangan terhadap objek, diketahui hak dan kewajiban tiap-tiap pihak,
sehingga tidak akan terjadi suatu perselisihan antara para pihak.
4. Suatu sebab yang Halal Suatu sebab yang halal, artinya isi perjanjian itu
harus mempunyai tujuan (causa) yang diperbolehkan oleh undang-undang,
kesusilaan, atau ketertiban umum
Wansprestasi timbul apabila salah satu pihak (debitur) tidak melakukan apa yang
diperjanjikan. Adapun bentuk dari wansprestasi bisa berupa empat kategori, yakni
:
13
Di dalam pembatasan tuntutan ganti rugi telah diatur dalam Pasal 1247 dan Pasal
1248 KUH Perdata. Pembatalan perjanjian atau pemecahan perjanjian bertujuan
membawa kedua belah pihak kembali pada keadaan sebelum perjanjian diadakan.
3. Peralihan Risiko
Peralihan risiko adalah kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu
peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang menimpa barang dan menjadi
obyek perjanjian sesuai dengan Pasal 1237 KUH perdata.6
D. Jenis-Jenis Perikatan
Klasifikasi jenis perikatan apabila mengacu pada rumusan sistematika Buku III
Burgerlijk Wetboek (BW) dapat dibagi menjadi 8 jenis, yaitu:
6
F Katuuk, Neltje. Diktat Kuliah Aspek Hukum Dalam Bisnis. Gunadrma. Jakarta. 1994 hlm 93
14
secara menangguhkan perikatan hingga terjadinya peristiwa semacam itu, maupun
secara membatalkan perikatan menurut terjadinya atau tidak terjadinya peristiwa
tersebut (Pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW)
2. Perikatan berdasarkan ketetapanwaktu; Perikatan dengan ketetapan waktu diatur
dalam Pasal 1268 Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan pasal 1271 Burgerlijk
Wetboek (BW). Yang disebut dengan perikatan dengan ketetapan waktu adalah
suatu perikatan yang ditangguhkan pelaksanaanya sampai pada waktu yang
ditentukan.
3. Perikatan alternatif; Perikatan mana suka atau alternatif diatur dalam Pasal 1272
Burgerlijk Wetboek (BW) sampai dengan Pasal 1277 Burgerlijk Wetboek (BW).
Dalam perikatan alternatif, debitor dalam memenuhi kewajibannya dapat memilih
salah satu diantara prestasi yang telah ditentukan. Di sini alternatif didasarkan
pada segi sisi dan maksud perjanjian.
4. Perikatan tanggung renteng; Perikatan tanggung renteng diatur dalam Pasal 1278
Burgerlijk Wetboek (BW) s.d Pasal 1295 Burgerlijk Wetboek (BW). Perikatan
tanggung renteng adalah suatu perikatan dimana beberapa orang bersama-sama
sebagai pihak yang berutang berhadapan dengan satu orang kreditor, dimana salah
satu dari debitor itu telah membayar utangnya pada kreditor, maka pembayaran itu
akan membebaskan teman-teman yang lain dari utang.
5. Perikatan dapat dibagi-bagi dan tak dapat dibagi-bagi; Perikatan dapat dibagi dan
tak dapat dibagi diatur dalam Pasal 1296 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal
1303 Burgerlijk Wetboek (BW). Perikatan dapat dibagi adalah suatu perikatan
dimana setiap debitor hanya bertanggung jawab sebesar bagiannya terhadap
pemenuhan prestasinya. Dengan demikian dia pun terbebas dari kewajiban
pemenuhan prestasi selebihnya. Masing-masing kreditor hanya berhak menagih
sebesar bagiannya saja. Jadi, disini, jika barang atau harga yang menjadi objek
prestasi memang sesuai untuk dibagi-bagi.
6. Perikatan dengan ancaman hukuman (pasal 1253 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d.
Pasa l1312 BurgerlijkWetboek(BW). Perikatan dengan ancaman hukuman diatur
dalam pasal 1304 Burgerlijk Wetboek (BW) s.d. Pasal 1312 Burgerlijk Wetboek
(BW). Perikatan dengan ancaman hukuman adalah suatu perikatan di mana
15
seseorang untuk jaminan pelaksanaan suatu perikatan diwajibkan melakukan
sesuatu manakala perikatan itu tidak dipenuhi.
Dalam kajian hukum perdata selain jenis perikatan sebagaimana mengacu dalam
rumusan buku III Burgerlijk Wetboek (BW), terdapat perikatan yang objeknya
lebih dari satu, di antaranya ialah:
Perikatan Alternatif
Perikatan Generik
16
Perikatan Generik adalah perikatan yang objeknya ditentukan menurut jumlah dan
jenis. Pada perikatan generik, kreditor akan menerima prestasi dengan standar
umum karena mempunyai konsekuensi sesuai dengan jenis prestasi yang
disepakati dalam rumpun atau kelompok obyek tersebut. Salah satu sumber utama
perikatan generik terdapat dalam ketentuan Pasal 1333 Burgerlijk Wetboek (BW):
“(1) Suatu perjanjian harus mempunyai sebagai pokok suatu barang yang paling
sedikit dapat ditentukan jenisnya
(2) Tidaklah menjadi halangan bahwa jumlah barang tidak tentu asal saja jumlah
itu terkemudian dapat ditentukan atau dihitung”
ketentuan “…dapat ditentukan jenisnya…” dan “…dapat ditentukan atau
dihitung…” merupakan pengakuan terhadap perikatan generik.
Perikatan Fakultatif
17
(prestasi sekunder). Misalkan saja Debitor dapat menyerahkan sapi (sekunder)
jika tidak menyerahkan kuda (primer).
Titik singgung kedua jenis perikatan ini adalah adanya penggantian dalam
pelaksanaan prestasi yang ada. Perbedaannya pada perikatan alternatif, terdapat 2
objek yang dapat dipilih prestasinya untuk diserahkan. Sehingga pelaksanaan
prestasi atas salah satu objek akan membebaskan debitor terhadap kewajibannya
objek lainnya. Musnahnya salah satu objek ini tidak menghapus perikatan karena
objek lain yang ditempatkan pada kedudukan yang sama telah dijalankan.
Sedangkan,dalamperikatanfakultatif,debitordiwajibkanmenyerahkan/melaksanaka
n objek pokok (primer), namun diberi kemungkinan menyerahkan/melaksanakan
objek lainnya (sehhjjjraskunder) apabila debitor tidak dapat melaksanakan
kewajiban pokoknya (primer).
Perikatan Kumulatif
7
Pusat Kajian Hukum Bisnis. Fakultas Hukum. Universitas Airlngga. Surabaya. Sabtu, Juni 19
Thn 2021
18
Seiring berkembang zaman dan ilmu pengetahuan kebutuhan masyarakatpun
bertambah banyak, dalam memenuhi kebutuhan juga masyarakat melakukan
berbagai upaya salah satunys adalah dengan menerapkan sistem perikatan dimana
ada hak dan kewajiban yang dituntut untuk dijalankan. Dalam penerapan hukum
perikatan inipun tidak sesuai denga ketentuan yang telah diatur dalam undang-
undang, sebagai contoh pada masyarakat iyalah, dimana pihak kreditur ketika
memberikan pinjaman kepada debitur dengan syarat atau jaminan, jika telat dalam
melakukan pembayaran pihak kreditur kadang melakukan penarikan barang tanpa
melewati persidangan di pegadilan. Pada kebanyakan masyarakat mengalami hal
demikian sehingga bisa kita lihat pihak yang dirugikan adalah pihak debitur.
Pada beberapa bulan yang lalu di suatu daerah karampi, kabupaten bima
dihebohkan dengan kasus pembunuhan seorang kreditur oleh pihak debitur karena
adanya pengambilan barang yang di kredit, ditarik secara langsug oleh pihak
kreditur tanpa ada pemberitahuan dan keringanan kepada debitur untuk melunasi
motor kreditnya, oleh karena itu pihak debitur merasa tidak dihargai dan di
rugikan maka dia melakukan tindak kekerasan dengan cara membacot kepala
kreditur atau korban. Dari kasus tersebut pemerintah harus melakukan
perancangan UU yang dapat meguntungkan bersama tanpa merugikan sebelah
pihak agar tidak terjadiya tindak pidana seperti yang demikian. Dan juga tegakkan
peraturan undang-undang yang telah di buat agar terciptanya kehidupan
masyarakat yang aman, damai dan sentosa dan membantu mempermudah
kebutuha masyarakat yang kian lama kia bertambah dengan seiring
berkembangnya zaman dan tehnologi.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Perikatan yang timbul dari undang-undang saja adalah perikatan yang letaknya
di luar Buku III, yaitu yang ada dalam pasal 104 KUH Perdata mengenai
kewajiban alimentasi antara orang tua dan anak dan yang lain dalam pasal 625
KUH Perdata mengenai hukum tetangga yaitu hak dan kewajiban pemilik-pemilik
pekarangan yang berdampingan.
Dalam penerapan hukum perikatan inipun tidak sesuai denga ketentuan yang
telah diatur dalam undang-undang, sebagai contoh pada masyarakat iyalah,
dimana pihak kreditur ketika memberikan pinjaman kepada debitur dengan syarat
atau jaminan, jika telat dalam melakukan pembayaran pihak kreditur kadang
melakukan penarikan barang tanpa melewati persidangan di pegadilan. Pada
kebanyakan masyarakat mengalami hal demikian sehingga bisa kita lihat pihak
yang dirugikan adalah pihak debitur.
20
DAFTAR PUSTAKA
21
22