Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

“ HUKUM PERIKATAN’’

NAMA : MUHAMAD AGUS KURNIAWAN

NIM : A1012211022

KELAS : E (PPAPK)

MATA KULIAH : HUKUM PERDATA

FAKULTAS HUKUM

JURUSAN ILMU HUKUM

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

TAHUN AJARAN 2021/2022


BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka
disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang,
sewa menyewa, pinjaman meminjam, hal tersebut termasuk suatu perikatan. Perikatan
di Indonesia, diatur dalam hukum buku ke III KUH Perdata (BW). Dalam hukum
perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya dalah perikatan. Perikatan
merupkan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas susuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain
yang menimbulkan perikatan.

Di dalam hukum perikatan, setiap orang dapat melakukan perikatan yang


bersumber dari perjanjian apapun atau bagaimanapun hak itu yang diatur dalam
undang-undang ataupun tidak inilah yang disebut kebebasan berkontrak. Suatu
persetujuan tidak hanya mengikat apa yang dengan tergas ditentukan didalamnya
melainkan juga sengaja sesuatu yang menurut sifatnya persetujuan dituntut
berdasarkan keadilan, kebiasaan atau undang-undang. Syarat-syarat yang
diperjanjikan menurut kebiasaan harus dianggap telah termasuk dalam suatu
persetujuan, walaupun tidak dengan tegas diatur didalamnya.

2. Rumusan Masalah
A. Pengertian Perikatan
B. Dasar Hukum Perikatan
C. Sumber Hukum Perikatan
D. Jenis-Jenis Perikatan
E. Pengertian Perjanjian
F. Perjanjian Berisi Perikatan
G. Bagian-Bagian dari Perjanjian
H. SCHULD dan HAFTUNG
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Perikatan

Istilah Perikatan berasal dari bahasa Belanda Verbintenis. Namun demikian


dalam kepustakaan hukum Indonesia memakai bermacam-macam istilah untuk
menerjemahkan Verbintenis. Subekti dan Tjiptosudibjo, menggunakan istilah
perikatan untuk verbintenis dan persetujuan untuk Overeekomst. Dengan demikian,
verbintenis ini dikenal memiliki tiga istilah di Indonesia yaitu :

a. Perikatan
b. Perutangan
c. Perjanjian

Sedangkan untuk Overeekomst dipakai untuk dua istilah yaitu perjanjian dan
persetujuan. Jadi jika berhadapan dengan istilah verbintenis dan overeekomst,
haruslah berusaha menjawab pengertian apakah yang tersimpul dalam istilah tersebut.
Secara terminologi, verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya
mengikat. Dengan demikian verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau
hubungan.

Perikatan merupakan hubungan hukum. Hubungan hukum adalah suatu


hubungan yang diakui dan diatur oleh hukum. Hubungan hukum yang diatur oleh
hukum, seperti jual beli, sewa menyewa, tukar-menukar, dan lain lain, sedangkan
makan malam dan janji untuk jalan-jalan bukan merupakan hubungan hukum.
Namun, ia dikuasai oleh peraturan kesopanan perikatan itu difokuskan pada hubungan
hukum antara orang yang satu dengan orang lain. Namun, perlu dikemukakan bahwa
subjek hukum dalam lau lintas hukum tidak hanya orang saja, tetapi mencakup badan
hukum, terutama badan hukum privat, sehingga definisi perikatan perlu dilengkapi
dan disempurnakan.
B. Dasar Hukum Perikatan

Hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam lapangan hukum harta


kekayaan) antara dua pihak yang menimbulkan hak dan kewajiban atas suatu prestasi.
Dasar hukumnya dalah pasal 1233 KUHP.

Hukum perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun demikian dalam
Bab III KUH Perdata tersebut tidak ada satu pasal pun yang merumuskan makna
tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan “perikatan” dalam Buku III KUH
Perdata mempunyai arti yang lebih luas dari “perjanjian”. Sebab dalam Buku III itu,
diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu
persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan yang
timbul dari persetujuan atau perjanjian.

Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas 18 bab
dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan masing-masing bab
dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam Buku III KUH Perdata,
meliputi hal-hal berikut ini.

a. Perikatan pada umumnya (pasal 1233-1312 KUH Perdata). Hal yang


diatur didalamnya meliputi sumber perikatan, prestasi, penggantian
biaya rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan dan
jenis-jenis perikatan.
b. Perikatan yang dilahirkan dari perjanjian (pasal 1313-1352 KUH
Perdata). Hal yang diatur di dalamnya adalah ketentuan umum, syarat
sahnya perjanjian, akibat perjanjian, dan penafsiran perjanjian.
c. Perikatan yang dilahirkan dari UU (pasal 1352-1380 KUH Perdata).
d. Hapusnya perikatan (pasal 1381-1456 KUH Perdata)
e. Jual beli (pasal 1457-1540 KUH Perdata). Meliputi ketentuan umum,
kewajiban penjual, kewajiban pembeli, hak membeli kembali, jual beli
piutang, dan lain-lain.
f. Tukar-menukar (pasal 1541-1546 KUH Perdata)
g. Sewa menyewa (pasal 1548-1600 KUH Perdata)
h. Persetujuan untuk melakukan pekerjaan (pasal 1601-1617 KUH
Perdata)
i. Persekutuan (pasal 1618-1652 KUH Perdata)
j. Perkumpulan (pasal 1653_1665 KUH Perdata)
k. Hibah (pasal 1666-1693 KUH Perdata)
l. Penitipan barang (pasal 1694-1739 KUH Perdata)
m. Pinjam pakai (pasal 1740-1753 KUH Perdata)
n. Pinjam-meminjam (pasal 1754-1769 KUH Perdata)
o. Bunga tetap atau bunga abadi (pasal 1770-1773 KUH Perdata)
p. Perjanjian untun g-untungan (pasal 1774-1791 KUH Perdata)
q. Pemberian kuasa (pasal 1792-1819 KUH Perdata)
r. Penanggungan utang (pasal 1820-1850 KUH Perdata)
s. Perdamaian (pasal 1851-1864 KUH Perdata)

C. Sumber Hukum Perikatan

Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH
Perdata: “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-
undang”. Berdasarkan ketentuan ini ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan
yang lahir dari persetujuan atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari undang-
undang.

Persetujuan atau Perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seorang berjanji


untuk melaksanakan suatu hal. Dari peristiwa inilah timbul hubungan antara dua
orang itu yang disebut dengan perikatan. Dengan perkataan lain, perjanjian itu
menerbitkan perikatan antara dua orang yang membuatnya. Mengenai bentuknya
perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau dituliskan (Subekti, 1995: 1).

Berdasarkan hal itu, maka hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Dengan kata lain, Perjanjian adalah
sumber perikatan, di samping sumber lain. Sumber lain dari suatu perikatan adalah
undang-undang. Sumber ini dapat dibedakan lagi menjadi undang-undang saja
(semata-mata) serta undang-undang yang berhubungan dengan akibat perbuatan
manusia.

Perikatan yang lahir karena semata-mata undang-undang (undang- undang


saja) misalnya, undang-undang meletakkan kewajiban kepada orang tua dan anak
untuk saling memberi nafkah. Begitu juga antara pemilik pekarangan yang
bertetangga, berlaku beberapa hak dan kewajiban yang berdasarkan atas ketentuan
undang-undang (Pasal 625 jo Pasal 626 KUH Perdata). Hak yang diperoleh dari
undang-undang itu disebut Hak Alimentasi. Perikatan yang lahir karena akibat
perbuatan orang yang halal dijumpai dalam Pasal 1354 KUH Perdata yang berbunyi:
“jika seorang dengan sukarela, dengan tidak mendapat perintah untuk itu, mewakili
urusan orang lain dengan atau tanpa pengetahuan orang ini maka secara diam-diam
mengikat dirinya untuk meneruskan serta menyelesaikan urusan tersebut hingga orang
yang diwakili kepentingannya dapat mengerjakan sendiri urusan itu”. Perikatan yang
disebutkan dalam pasal itu disebut zaakwaarneming.

Perikatan yang lahir karena akibat perbuatan melawan hukum dikenal dengan
sebutan onrechtmatige daad, contohnya diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut”.

D. Jenis-Jenis Perikatan

Perikatan ada 6 diantaranya, sebagai berikut :

1. Perikatan Bersyarat
Perikatan Bersyarat (voorwardelijk verbintenis) adalah Perikatan yang
digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi
dan belum pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga
terjadi peristiwa, maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak
terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUHPerdata). Dari ketentuan Pasal ini dapat
dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu :
a. Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi, maka Perikatan
dlaksanakan (Pasal 1263 KUHPerdata). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban
debitur untuk berprestasi segera dilaksanakan.

b. Perikatan dengan syarat batal


Di sini justru perikatan yang sudah ada akan berakhir apabila “peristiwa” yang
dimaksudkan itu terjadi (Pasal 1265 KUHPerdata).

2. Perikatan Dengan Ketetapan Waktu


Suatu ketetapan waktu tidak menangguhkan perikatan, melainkan hanya
menangguhkan pelaksanaannya. Maksud syarat “ketepatan waktu” ialah pelaksanaan
perikatan itu digantungkan pada “waktuu yang ditetapkan”. Waktu yang ditetapkan
itu adalah peristiwa yang masih akan terjadi dan terjadinya itu sudah pasti, atau dapat
berupa tanggal yang sudah ditetapkan.
Misalnya A berjanji kepada anak perempuannya yang telah kawin itu untuk
memberikan rumahnya, apabila bayi yang sedang dikandungnya itu telah lahir.
Dalam perikatan dengan ketepatan waktu, apa yang harus dibayar pada waktu yang
ditentukan tidak dapat ditagih sebelum waktu itu tiba. Tetapi apa yang telah dibayar
sebelum waktu itu tiba tidak dapat diminta kembali (Pasal 1269 KUHPerdata).

3. Perikatan Manasuka (boleh pilih)


Dalam perikatan manasuka, objek prestasi ada dua macam benda. Dikatakan
perikatan manasuka, karena debitur boleh memenuhi prestasi dengan memilih salah
satuu dari dua benda yang dijadikan objek perikatan. Tetapi debitur tidak dapat
memaksa kreditur untuk menerima sebagian benda yang satu dan sebagian benda
yang lainnya. Jika debitur telah memenuhi salah satu dari dua benda yang disebutkan
dalam perikatan, ia dibebaskan dan perikatan berakhir. Hak memilih prestasi itu ada
pada debitur, jika hak ini tidak secara tegas diberikan kepada kreditur (Pasal 1272 dan
1273 KUHPerdata).

4. Perikatan Tanggung Menanggung


Dalam perikatan tanggung menanggung dapat terjadi seorang debitur
berhadapan dengan beberapa orang kreditur, atau seorang kreditur berhadapan dengan
beberapa orang debitur. Apabila kreditur terdiri dari beberapa orang, ini disebut
tanggung menanggung aktif. Dalam hal ini setiap kreditur berhak atas pemenuhan
prestasi seluruh hutang, dan jika prestasi tersebut sudah dipenuhi, debitur dibebaskan
dari hutangnya dan perikatan hapus (Pasal 1278 KUHPerdata).

5. Perikatan yang dapat dan tidak dapat dibagi


Suatu perikatan dikatakan dapat atau tidak dapat dibagi apabila benda yang
menjadi objek perikatan dapat atau tidak dapat dibagi menurut imbangan, lagi pula
pembagian itu tidak boleh mengurangi hakikat dari prestasi tersebut. Jadi, sifat dapat
atau tidak dapat dibagi itu didasarkan pada :
a. Sifat benda yang menjadi objek perikatan,
b. Maksud perikatannya, apakah itu dapat atau tidak dapat dibagi.

Persoalan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam
perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika
hanya seorang kreditur saja dalam perikatan itu, maka perikatan itu dianggap sebagai
tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan Pasal 1390
KUHPerdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pembayaran
hutangnya sebagian demi sebagian, meskipun hutang itu dapat dibagi-bagi.

6. Perikatan dengan Ancaman Hukuman


Perikatan ini memuat suatu ancaman hukuman terhadap debitur apabila ia lalai
memenuhi prestasinya. Ancaman hukuman ini bermaksud untuk memberikan suatu
kepastian atas pelaksanaan isi perikatan seperti yang telah ditetapkan dalam perjanjian
yang dibuat oleh pihak-pihak. Di samping itu juga sebagai usaha untuk menetapkan
jumlah ganti kerugian jika betul-betul terjadi wanprestasi. Hukuman itu merupakan
pendorong debitur untuk membebaskan kreditur dari pembuktian tentang besarnya
ganti kerugian yang telah dideritanya.

Menurut ketentuan PAsal 1304 KUHPerdata, ancaman hukukam itu ialah


untuk melakukan sesuatu apabila perikatan tidak dipenuhi, sedangkan penetapan
hukuman itu adalah sebagai ganti kerugian karena tidak dipenuhinya prestasi (Pasal
1307 KUHPerdata). Ganti kerugian selalu berupa uang. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa ancaman hukuman itu berupa ancaman pembayaran denda.
Pembayaran denda sebagai ganti kerugian tidak dapat dituntut oleh kreditur apabila
tidak berprestasi debitur itu karena adanya keadaan memaksa (overmacht).

E. Pengertian Perjanjian

Perjanjian merupakan terjemahan dari kata overeekomst (Belanda) dan


contract (Inggris). Ada dua macam teori yang membahas tentang pengertian
perjanjian. Menurut teori lama yang disebut perjanjian adalah perbuatan hukum
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari definisi tersebut
telah tampak adanya konsensualisme dan timbulnya akibat hukum (tumbuh atau
lenyapnya hak dan kewajiban). Menirut teori baru yang dikemukakan oleh Van
Dunne, perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum. Dari pengertian
perjanjian di atas terdapat beberapa unsur mengenai perjanjian, antara lain :

a. Ada pihak- (subjek) sedikitnya dua pihak.


b. Ada persetujuan antara pihak-pihak yang bersifat tetap.
c. Ada tujuan yang akan dicapai, yaitu untuk memenuhi kebutuhan pihak-pihak.
d. Ada prestasi yang harus dilaksanakan.
e. Ada bentuk tertentu, lisan atau tulisan.
f. Ada syarat sebagai isi perjanjian.

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata)

Perjanjian diibedakan menjadi :

a. Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya
perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.
b. Perjanjian dalam arti sempit adalah hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Misalnya perjanjian bernama. Termasuk perjanjian bernama
antara lain jual beli, sewa menyewa, tukar menukar dan lain sebagainya.
F. Perjanjian Berisi Perikatan

Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan


perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disampingnya sumber-sumber lain.
Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu.

Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu atau ada objek yang
diperjanjikan. Kedua belah pihak menurut pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang
yang dapat diperdagangkan/barang tertentu yang dapat ditentukan jenisnya yang dapat
menjadi pokok perjanjian. Dalam perikatan tidak ada ketentuan mengenai objek
karena perikatan dapat dilakukan untuk memberikan sesuatu, untuk pberbuat sesuatu
atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Dalam perjanjian terdapat syarat dimana para pihak harus sepakat terlebih
dahulu untuk mengikatkan dirinya. Artinya harus ada kemauan dan kehendak dari
masing-masing pihak. Hal tersebut berbeda untuk perikatan, perikatan yang dilahirkan
karena Undang-Undang dapat terjadi dengan sendririnya tanpa persetujuan dan
kehendak dari para pihak untuk terikat satu sama lain.

Perjanjian menganut asas kebebasan berkontrak sehingga para pihak bebas


menentukan apa saja ketentuan yang perlu ada di dalam perjanjian yang dibuat.
Selama, ketentuan yang ada didalamnya tidak bertentangan dengan hukum dan
perjanjian dilaksanakan dengan itikad baik, perjanjian tersebut sah dan berlaku
sebagai undang-undang bagi para pihak yang membuatnya. Dalam perikatan salah
satu ketentuan yang juga berlaku dan mengikat para pihak adalah hukum positif di
Indonesia. Hal ini karean sumber perikatan berasal dari ketentuan undang-undang
sebagai perikatan bahkan dapat terjadi dan ada serta mengikat para pihak sejak
diundangkannya ketentuan tersebut, terlepas dari apakah para pihak setuju atau tidak
dengan undang-undang yang ada.
G. Bagian-Bagian Dari Perjanjian

Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian, yaitu essentialia, bagian


naturalia dan bagian accidentalia.

a. Bagian Essentialia

Merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada. Sehingga apabila
bagia tersebut tidak ada, maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian yang
dimaksud oleh pihak-pihak. Contoh bagian ini adalah kata sepakat diantara para
pihak dan suatu gal tertentu. Sehingga tanpa keduanya tidak akan terdapat suatu
perjanjian.

Contoh lain adala barang dan harga barang yang harus ada pada perjanjian
jual beli. Apabila isi dari perjanjian tesebut hanya meliputi barang dan tidak
terdapat harga, maka perjanjian itu tidak dapat digolongkan sebagai jual beli,
melainkan memenuhi unsur tukar menukar.

b. Bagian Naturalia

Adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya dianggap ada
tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Bagian naturalia dapat
kita temukan didalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersfiat
mengatur. Sehingga apabila para pihak tidak mengatur, maka ketentuan peraturan
perundang-undanganlah yang akan berlaku, namun karena sifatnya tidak
memaksa, maka para pihak berhak untuk menyimpangi ketentuan tersebut.
Contoh bagian naturalia dapat ditemukan di dalam pasal 1476 KUH perdata yang
menentukan bahwa “biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya
pengambilan dipikil oleh si pembeli, jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya”.

c. Bagian Accidentalia

Menurut Herlien Budiono, bagian accidentalia adalah bagian dari


perjanjian yang merupakan ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para
pihak. Sedangkan menurut Komariah bagian accidentalia adalah unsur perjanjian
yang ada jika dikehendaki oleh para pihak. Contoh bagian ini adalah mengenai
jangka waktu pembayaran, pilihan domisisli, pilihan hukum, dan cara penyerahan
barang.

H. SCHULD dan HAFTUNG

Schuld adalah kewajiban debitur untuk berprestasi. Sedangkan haftung adalah


menjamin pemenuhan prestasi tersebut dengan seluruh harta kekayaan.

 Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaoutu kreditur sebagai pihak
yang aktif dan debitur ssebagai pihak yang pasif.
 Schukd adalah utang debitur kepada kreditur.
 Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi
pelunasan utang debitur tersebut.

Schuld tanpa Haftung

 Hal ini dapat dijumpai pada perikatan alamiah (natuurlijke verbintenis).


Dalam perikatan alamiah, sekalipun debitur mempunyai utang (schuld) kepada
kreditur, namun jika debitur tidak mau memenuhi kewajibannya kreditur tidak
dapat menuntut pemenuhannya

Schuld dengan Haftung tanpa terbatas

 Dalam hal ini debitur tidak bertanggung jawab dengan seluruh harta
kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai jumlah tertentu atau atas barang
tertentu.

Haftung dengan Schuld pada orang lain

 Jika pihak ketiga menyerahkan barangnya untuk dipergunakan sebagai


jamninan oleh debitur kepada kreditur, maka walaupun dalam hal ini pihak
ketiga tidak mempunyai utang jepada kreditur, akan tetapi ia bertanggung
jawab atas uatang debitur dengan barang yang dipakai sebagai jaminan.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
yang mana pihak yang satu berhak menutut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutatn itu. Hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan hukum harta kekayaan) antara dua pihak yang menimbulkan hak dan
kewajiban atas suatu prestasi. Dasar hukumnya adalah pasal 1233 KUHP.

Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH
Perdata: “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-
undang”. Berdasarkan ketentuan ini ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan
yang lahir dari per- setujuan atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari undang-
undang. Jenis-jenis perikatan ada 6 diantaranya adalah :

 Perikatan bersyarat
 Perikatan dengan ketetapan waktu
 Perikatan mana suka (alternatif)
 Perikatan tanggung-menanggung atau solider
 Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
 Perikatan dengan ancaman hukuman

Perjanjian adalah suatu hubungan hukum antara du pihak atau lebih


berdasarkan kata sepakat untukmenimbulkan akibat hukum. Suatu perikatan baik
yang lahir dari perjanjian maupun undang-undang dapat berakhir karena bebrapa hal
diantaranya adalah pembayaran, kompensasi, pembayaran utang dan lain-lain.

Hubungan perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu menerbitkan


perikatan. Perjanjian adalah sumber perikatan disampingnya sumber-sumber lain.
Suatu perjanjian juga dinamakan persetujuan, karena dua pihak itu setuju untuk
melakukan sesuatu.

Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu atau ada objek yang
diperjanjikan. Kedua belah pihak menurut pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang
yang dapat diperdagangkan/barang tertentu yang dapat ditentukan jenisnya yang dapat
menjadi pokok perjanjian. Dalam perikatan tidak ada ketentuan mengenai objek
karena perikatan dapat dilakukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu
atau untuk tidak berbuat sesuatu.

Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian, yaitu essentialia, bagian


naturalia dan bagian accidentalia.

a. Bagian Essentialia

Merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada. Sehingga


apabila bagia tersebut tidak ada, maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian
yang dimaksud oleh pihak-pihak. Contoh bagian ini adalah kata sepakat
diantara para pihak dan suatu gal tertentu. Sehingga tanpa keduanya tidak akan
terdapat suatu perjanjian.

b. Bagian Naturalia

Adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya dianggap


ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Bagian naturalia
dapat kita temukan didalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang
bersfiat mengatur.

c. Bagian Accidentalia

Menurut Herlien Budiono, bagian accidentalia adalah bagian dari


perjanjian yang merupakan ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh
para pihak. Sedangkan menurut Komariah bagian accidentalia adalah unsur
perjanjian yang ada jika dikehendaki oleh para pihak. Contoh bagian ini
adalah mengenai jangka waktu pe,bayaran, pilihan domisisli, pilihan hukum,
dan cara penyerahan barang.

Schuld adalah kewajiban debitur untuk berprestasi. Sedangkan haftung adalah


menjamin pemenuhan prestasi tersebut dengan seluruh harta kekayaan.

Anda mungkin juga menyukai