“ HUKUM PERIKATAN’’
NIM : A1012211022
KELAS : E (PPAPK)
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang tidak sadar bahwa mereka
disetiap harinya selalu melakukan perikatan. Hal-hal seperti membeli suatu barang,
sewa menyewa, pinjaman meminjam, hal tersebut termasuk suatu perikatan. Perikatan
di Indonesia, diatur dalam hukum buku ke III KUH Perdata (BW). Dalam hukum
perdata, banyak sekali cakupannya, salah satunya dalah perikatan. Perikatan
merupkan salah satu hubungan hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua
orang atau lebih, di mana pihak yang satu berhak atas susuatu dan pihak lain
berkewajiban atas sesuatu. Hubungan hukum dalam harta kekayaan ini merupakan
suatu akibat hukum, akibat hukum dari suatu perjanjian atau peristiwa hukum lain
yang menimbulkan perikatan.
2. Rumusan Masalah
A. Pengertian Perikatan
B. Dasar Hukum Perikatan
C. Sumber Hukum Perikatan
D. Jenis-Jenis Perikatan
E. Pengertian Perjanjian
F. Perjanjian Berisi Perikatan
G. Bagian-Bagian dari Perjanjian
H. SCHULD dan HAFTUNG
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Perikatan
a. Perikatan
b. Perutangan
c. Perjanjian
Sedangkan untuk Overeekomst dipakai untuk dua istilah yaitu perjanjian dan
persetujuan. Jadi jika berhadapan dengan istilah verbintenis dan overeekomst,
haruslah berusaha menjawab pengertian apakah yang tersimpul dalam istilah tersebut.
Secara terminologi, verbintenis berasal dari kata kerja verbinden yang artinya
mengikat. Dengan demikian verbintenis menunjuk kepada adanya ikatan atau
hubungan.
Hukum perikatan diatur dalam Bab III KUH Perdata. Namun demikian dalam
Bab III KUH Perdata tersebut tidak ada satu pasal pun yang merumuskan makna
tentang perikatan. Menurut Subekti, perkataan “perikatan” dalam Buku III KUH
Perdata mempunyai arti yang lebih luas dari “perjanjian”. Sebab dalam Buku III itu,
diatur juga perihal hubungan hukum yang sama sekali tidak bersumber pada suatu
persetujuan atau perjanjian, yaitu perihal perikatan yang timbul dari perbuatan yang
melanggar hukum (onrechtmatige daad) dan perihal perikatan yang timbul dari
pengurusan kepentingan orang lain yang tidak berdasarkan persetujuan
(zaakwaarneming). Tetapi sebagian besar dari Buku III ditujukan pada perikatan yang
timbul dari persetujuan atau perjanjian.
Hukum perikatan diatur dalam Buku III KUH Perdata yang terdiri atas 18 bab
dan 631 pasal. Dimulai dari pasal 1233 sampai dengan 1864 dan masing-masing bab
dibagi menjadi beberapa bagian. Hal yang diatur dalam Buku III KUH Perdata,
meliputi hal-hal berikut ini.
Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH
Perdata: “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-
undang”. Berdasarkan ketentuan ini ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan
yang lahir dari persetujuan atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari undang-
undang.
Berdasarkan hal itu, maka hubungan antara perikatan dengan perjanjian adalah
bahwa perjanjian itu menerbitkan perikatan. Dengan kata lain, Perjanjian adalah
sumber perikatan, di samping sumber lain. Sumber lain dari suatu perikatan adalah
undang-undang. Sumber ini dapat dibedakan lagi menjadi undang-undang saja
(semata-mata) serta undang-undang yang berhubungan dengan akibat perbuatan
manusia.
Perikatan yang lahir karena akibat perbuatan melawan hukum dikenal dengan
sebutan onrechtmatige daad, contohnya diatur dalam Pasal 1365 KUH Perdata yang
menyatakan bahwa: “Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian
kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu, mengganti kerugian tersebut”.
D. Jenis-Jenis Perikatan
1. Perikatan Bersyarat
Perikatan Bersyarat (voorwardelijk verbintenis) adalah Perikatan yang
digantungkan pada syarat. Syarat itu adalah suatu peristiwa yang masih akan terjadi
dan belum pasti terjadinya, baik dengan menangguhkan pelaksanaan perikatan hingga
terjadi peristiwa, maupun dengan membatalkan perikatan karena terjadi atau tidak
terjadinya peristiwa tersebut (Pasal 1253 KUHPerdata). Dari ketentuan Pasal ini dapat
dibedakan dua perikatan bersyarat yaitu :
a. Perikatan dengan syarat tangguh
Apabila syarat “peristiwa” yang dimaksudkan itu terjadi, maka Perikatan
dlaksanakan (Pasal 1263 KUHPerdata). Jadi, sejak peristiwa itu terjadi, kewajiban
debitur untuk berprestasi segera dilaksanakan.
Persoalan dapat atau tidak dapat dibagi itu mempunyai arti apabila dalam
perikatan itu terdapat lebih dari seorang debitur atau lebih dari seorang kreditur. Jika
hanya seorang kreditur saja dalam perikatan itu, maka perikatan itu dianggap sebagai
tidak dapat dibagi, meskipun prestasinya dapat dibagi. Menurut ketentuan Pasal 1390
KUHPerdata, tak seorang debitur pun dapat memaksa kreditur menerima pembayaran
hutangnya sebagian demi sebagian, meskipun hutang itu dapat dibagi-bagi.
E. Pengertian Perjanjian
Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap satu orang lain atau lebih (pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata)
a. Perjanjian dalam arti luas adalah setiap perjanjian yang menimbulkan akibat
hukum sebagaimana yang telah dikehendaki oleh para pihak, misalnya
perjanjian tidak bernama atau perjanjian jenis baru.
b. Perjanjian dalam arti sempit adalah hubungan hukum dalam lapangan harta
kekayaan seperti yang dimaksud dalam Buku III Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata. Misalnya perjanjian bernama. Termasuk perjanjian bernama
antara lain jual beli, sewa menyewa, tukar menukar dan lain sebagainya.
F. Perjanjian Berisi Perikatan
Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu atau ada objek yang
diperjanjikan. Kedua belah pihak menurut pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang
yang dapat diperdagangkan/barang tertentu yang dapat ditentukan jenisnya yang dapat
menjadi pokok perjanjian. Dalam perikatan tidak ada ketentuan mengenai objek
karena perikatan dapat dilakukan untuk memberikan sesuatu, untuk pberbuat sesuatu
atau untuk tidak berbuat sesuatu.
Dalam perjanjian terdapat syarat dimana para pihak harus sepakat terlebih
dahulu untuk mengikatkan dirinya. Artinya harus ada kemauan dan kehendak dari
masing-masing pihak. Hal tersebut berbeda untuk perikatan, perikatan yang dilahirkan
karena Undang-Undang dapat terjadi dengan sendririnya tanpa persetujuan dan
kehendak dari para pihak untuk terikat satu sama lain.
a. Bagian Essentialia
Merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada. Sehingga apabila
bagia tersebut tidak ada, maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian yang
dimaksud oleh pihak-pihak. Contoh bagian ini adalah kata sepakat diantara para
pihak dan suatu gal tertentu. Sehingga tanpa keduanya tidak akan terdapat suatu
perjanjian.
Contoh lain adala barang dan harga barang yang harus ada pada perjanjian
jual beli. Apabila isi dari perjanjian tesebut hanya meliputi barang dan tidak
terdapat harga, maka perjanjian itu tidak dapat digolongkan sebagai jual beli,
melainkan memenuhi unsur tukar menukar.
b. Bagian Naturalia
Adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya dianggap ada
tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak. Bagian naturalia dapat
kita temukan didalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersfiat
mengatur. Sehingga apabila para pihak tidak mengatur, maka ketentuan peraturan
perundang-undanganlah yang akan berlaku, namun karena sifatnya tidak
memaksa, maka para pihak berhak untuk menyimpangi ketentuan tersebut.
Contoh bagian naturalia dapat ditemukan di dalam pasal 1476 KUH perdata yang
menentukan bahwa “biaya penyerahan dipikul oleh si penjual, sedangkan biaya
pengambilan dipikil oleh si pembeli, jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya”.
c. Bagian Accidentalia
Pada setiap perikatan selalu terdapat dua pihak, yaoutu kreditur sebagai pihak
yang aktif dan debitur ssebagai pihak yang pasif.
Schukd adalah utang debitur kepada kreditur.
Haftung adalah harta kekayaan debitur yang dipertanggungjawabkan bagi
pelunasan utang debitur tersebut.
Dalam hal ini debitur tidak bertanggung jawab dengan seluruh harta
kekayaannya, akan tetapi terbatas sampai jumlah tertentu atau atas barang
tertentu.
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Perikatan adalah suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak,
yang mana pihak yang satu berhak menutut sesuatu dari pihak yang lainnya yang
berkewajiban memenuhi tuntutatn itu. Hukum perikatan adalah suatu hubungan dalam
lapangan hukum harta kekayaan) antara dua pihak yang menimbulkan hak dan
kewajiban atas suatu prestasi. Dasar hukumnya adalah pasal 1233 KUHP.
Sumber perikatan dalam Pasal 1233 KUH Perdata. Bunyi Pasal 1233 KUH
Perdata: “tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan baik karena undang-
undang”. Berdasarkan ketentuan ini ada dua sumber perikatan yaitu pertama perikatan
yang lahir dari per- setujuan atau perjanjian, kedua perikatan yang lahir dari undang-
undang. Jenis-jenis perikatan ada 6 diantaranya adalah :
Perikatan bersyarat
Perikatan dengan ketetapan waktu
Perikatan mana suka (alternatif)
Perikatan tanggung-menanggung atau solider
Perikatan yang dapat dibagi dan yang tak dapat dibagi
Perikatan dengan ancaman hukuman
Suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu atau ada objek yang
diperjanjikan. Kedua belah pihak menurut pasal 1332 KUH Perdata, hanya barang
yang dapat diperdagangkan/barang tertentu yang dapat ditentukan jenisnya yang dapat
menjadi pokok perjanjian. Dalam perikatan tidak ada ketentuan mengenai objek
karena perikatan dapat dilakukan untuk memberikan sesuatu, untuk berbuat sesuatu
atau untuk tidak berbuat sesuatu.
a. Bagian Essentialia
b. Bagian Naturalia
c. Bagian Accidentalia