Anda di halaman 1dari 65

HUKUM PERIKATAN

E.Tyas Saptoprabowo
Istilah
Common Law Civil Law (Indonesia)
Contract Kontrak
Agreement Sewa
Agree Perjanjian
Pact Persetujuan
Covenant
Perikatan
Treaty

2
Istilah Perikatan
 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
menggunakan istilah Perikatan =
“Verbintenis” dan Persetujuan =
“Overeenkomst”
 Verbintenis berasal dari kata kerja Verbinden
yang artinya mengikat
 Overeenkomst berasal dari kata kerja
“overeenkomen” yang artinya setuju atau
sepakat
Definisi Perikatan
 Menurut Hofmann :
Suatu hubungan hukum antara sejumlah
terbatas subyek-subyek hukum sehubungan
dengan itu dengan seseorang atau beberapa
orang daripadanya mengikatkan dirinya untuk
bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap
pihak lain, yang berhak atas sikap yang
demikian itu
 Menurut Pitlo :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum yang
bersifat harta kekayaan antara 2 orang atau
lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak
(kreditur) dan pihak lain berkewajiban
(debitur) atas sesuatu prestasi
 Menurut Subekti :
Perikatan adalah suatu hubungan hukum
antara 2 pihak, yang mana pihak yang satu
berhak menuntut sesuatu dari pihak yang
lainnya yang berkewajiban memenuhi
tuntutan itu
Unsur-Unsur Perikatan
1. Hubungan Hukum
Hubungan hukum ialah hubungan yang
terhadapnya hukum meletakkan “hak” pada
1 pihak dan melekatkan “kewajiban” pada
pihak lainnya.
Perhatikanlah contoh sebagai berikut :

1. A menitipkan sepedanya dengan Cuma-


Cuma kepada B, maka terjadilah perikatan
antara A dan B yang menimbulkan hak pada
A untuk menerima kembali sepeda tersebut
dan kewajiban pada B untuk menyerahkan
sepeda tersebut.
2. X menjual mobil kepada Y, apakah yang
timbul dari perikatan antara X dan Y?
2. Para Pihak (Subyek Perikatan)
 Para pihak dalam suatu perikatan disebut dengan subjek
perikatan
 Harus terjadi antara 2 orang atau lebih
 Pertama,pihak yang berhak atas prestasi,atau pihak yang
berpiutang disebut dengan KREDITUR
 Kedua,pihak yang berkewajiban memenuhi atas prestasi,
atau pihak yang berutang disebut dengan DEBITUR
 Debitur memiliki 2 unsur yaitu “schuld” dan
“haftung”
 Schuld adalah utang debitur kepada kreditur

 Haftung adalah harta kekayaan debitur yang


dipertanggungjawabkan bagi pelunasan utang
debitur tersebut
3. Prestasi (Obyek Perikatan)
 Yang menjadi objek perikatan adalah prestasi,
yaitu hal pemenuhan perikatan
 Pasal 1234 KUHPerdata, menyatakan : “tiap-tiap
perikatan adalah untuk memberikan sesuatu,
untuk berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu”
 Memberikan sesuatu, yaitu menyerahkan
kekuasaan nyata atas benda dari debitur
kepada kreditur, termasuk pemberian
sejumlah uang, penyerahan hak milik atas
benda bergerak dan tidak bergerak
 Prestasi dengan “berbuat sesuatu”adalah
perikatan untuk melakukan sesuatu misalnya
membangun rumah
 Prestasi dengan “tidak melakukan sesuatu”
misalnya x membuat perjanjian dengan y
ketika menjual butiknya, untuk tidak
menjalankan usaha butik dalam daerah yang
sama
Sifat Prestasi
a. Harus sudah tertentu atau dapat ditentukan. Jika
prestasi itu tidak tertentu atau tidak dapat
ditentukan mengakibatkan perikatan batal (nietig)
b. Harus mungkin, artinya prestasi itu dapat dipenuhi
oleh debitur secara wajar dengan segala usahanya.
Jika tidak demikian perikatan menjadi batal
c. Harus diperbolehkan (halal), artinya tidak dilarang
oleh UU, tidak bertentangan dengan kesusilaan
dan ketertiban umum. Jika prestasi tidak halal,
maka perikatan batal
d. Harus ada manfaat bagi kreditur, artinya
kreditur menggunakan, menikmati, dan
mengambil hasilnya. Jika tidak demikian,
perikatan dapat dibatalkan.
e. Terdiri dari satu perbuatan atau serentetan
perbuatan. Jika prestasi itu berupa satu kali
perbuatan dilakukan lebih dari satu kali
dapat mengakibatkan pembatalan perikatan.
4. Kekayaan
 Pasal 1131 BW menyatakan bahwa : “segala
kebendaan si berutang, baik yang bergerak
maupun yang tak bergerak, baik yang sudah ada
maupu yg akan ada dikemudian hari, menjadi
tanggungan untuk segala perikatan perserorangan”
 Pada debitur terdapat dua unsur, yaitu Schuld dan
Haftung.
Perjanjian
 Prof. Subekti
 Perjanjian → suatu peristiwa dimana seorang berjanji
pada orang lain atau 2 orang saling berjanji untuk
melakukan suatu prestasi

Perjanjian ≠ Kontrak ≠ Perikatan ??

17
 Menurut Ps. 1313 KUHPerdata
“Suatu perbuatan dimana satu orang atau lebih mengikatkan
dirinya terhadap suatu orang atau lebih lainnya”

 Dalam praktek tidak dibedakan istilah kontrak atau


perjanjian atau perikatan.
 Dalam teori dibedakan istilah perjanjian atau
perikatan

18
Perjanjian
Dalam perjanjian setidak-tidaknya melibatkan 2
pihak:
 Yaitu pihak yang mengajukan penawaran dan
pihak yang menerima penawaran tersebut
 Dalam KUHPerdata disebutkan bahwa kedua
belah pihak itu adalah pihak yang berkewajiban
untuk melakukan prestasi (debitur) dan pihak yang
berhak menuntut terlaksananya prestasi tersebut
(kreditur)
19
Unsur – Unsur Perjanjian
1. Para Pihak ( Subjek)
2. Ada persetujuan yang bersifat tetap
3. Ada tujuan yang hendak dicapai
4. Ada prestasi yang dapat dilaksanakan
5. Ada bentuk tertentu ( Tulis/Lisan)
6. Ada Syarat-syarat tertentu sebagai isi perjanjian
PERBEDAAN PERIKATAN &
PERJANJIAN
 Hakekat antara perikatan dan perjanjian pada
dasarnya sama, yaitu merupakan hubungan hukum
antara pihak-pihak yang diikat didalamnya, namun
pengertian perikatan lebih luas dari perjanjian,
sebab hubungan hukum yang ada dalam perikatan
munculnya tidak hanya dari perjanjian tetapi juga
dari aturan perundang-undangan.
 perikatan selain dari Undang-undang, perikatan
dapat juga dilahirkan dari perjanjian. Dengan
demikian suatu perikatan belum tentu merupakan
perjanjian sedangkan perjanjian merupakan
perikatan
PERBEDAAN PERIKATAN &
PERJANJIAN
PERIKATAN adalah suatu PERJANJIAN adalah suatu
perhubungan hukum antara peristiwa dimana seorang
dua orang atau dua pihak, berjanji kepada seorang lain
berdasarkan mana pihak atau dimana dua orang itu
yang satu berhak menuntut saling berjanji untuk
sesuatu hal dari pihak lain, melaksanakan sesuatu hal.
dan pihak yang lain Dari peristiwa ini muncul
berkewajiban untuk perikatan.
memenuhi tuntutan itu.
 perikatan selain mengikat  perjanjian pada
karena adanya hakekatnya merupakan
kesepakatan juga hasil kesepakatan para
mengikat karena pihak, jadi sumbernya
diwajibkan oleh undang benar-benar kebebasan
undang, pihak-pihak yang ada
 contohnya perikatan untuk diikat dengan
antara orangtua dengan perjanjian sebagaimana
anaknya muncul bukan diatur dalam Pasal 1338
karena adanya KUHPerdata.
kesepakatan dalam
perjanjian diantara ayah
dan anak tetapi karena
perintah undang-undang
 Konsekuensi hukum  Konsekuensi hukum
yang muncul dari yang muncul dari
tidak dipenuhinya perjanjian adalah
suatu prestasi dalam kesepakatan para
perikatan pihak, maka tidak
menimbulkan dipenuhinya prestasi
konsekuensi hukum dalam perjanjian
sebagai perbuatan menimbulkan ingkar
melawan hukum janji (wanprestasi)
(PMH).
 Berdasarkan pemahaman tersebut jelaslah bahwa adanya
perbedaan pengertian antara perjanjian dan perikatan
hanyalah didasarkan karena lebih luasnya pengertian
perikatan dibandingkan perjanjian.
 Artinya didalam hal pengertian perjanjian sebagai bagian
dari perikatan, maka perikatan akan mempunyai arti
sebagai hubungan hukum atau perbuatan hukum yang
mengikat antara dua orang atau lebih, yang salah satu
pihak mempunyai kewajiban untuk memenuhi prestasi
tersebut. Bila salah satu pihak yang melakukan perikatan
tersebut tidak melaksanakan atau terlambat melaksanakan
prestasi, pihak yang dirugikan akibat dari perbuatan
melawan hukum tersebut berhak untuk menuntut
pemenuhan prestasi atau penggantian kerugian dalam
bentuk biaya, ganti rugi dan bunga.
Sistematika Buku III
Sumber perikatan
Prestasi
Syarat sahnya perikatan
Bagian Umum (1233 – 1456) Wanprestasi
Keadaan memaksa
Bab 1 – Bab 4 Resiko s.d
hapusnya perikatan
Lex specialis derogat lex generali
BUKU III

Bagian Khusus (1457 – 1864) Nominat 15 Perj.


bab3, bab 5 s.d bab 18

Sumber :
Asas keb. Inominat o Peraturan Per UU
berkontrak o Kebiasaan
1319

Sistem terbuka
Pengaturan: Buku 3 KUH Pdt, 18 Bab (sejak
1950 stlh bab 7 ada bab 7a, jd ada 19 bab)
Pengaturan Hukum Perikatan
 Buku ke III
 Bab I s.d Bab IV tentang Perikatan Pada
Umumnya
 Bab V s.d Bab VII tentang Perjanjian Khusus
 Lihat pasal 1319 KUHPerdata
 Ketentuan Bagian Umum berlaku juga pada
perjanjian-perjanjian yang diatur dalam KUHD

28
Sumber Perikatan
Kongret

Pacta Sunt Servanda


Peristiwa hukum

Perjanjian (1313)
PERIKATAN
Ps. 1233 UU saja
UU 1354, 1359
Halal
Krn Prb Man.
PMH (1365)
29
3 Macam Prestasi (Ps. 1234 KUHPerdata)
1. Memberikan sesuatu (to Geven)

2. Berbuat sesuatu (to Doen)

3. Tidak berbuat sesuatu (Niet Doen)

Macam Perjanjian
Macam-macam perjanjian dapat dilihat dari
KUHPerdata maupun doktrin hukum

30
Menurut Doktrin
 Dilihat dari segi prestasi
 Timbal Balik → saling memenuhi kewajiban utamanya
 Timbal Balik Tidak Sempurna → saling memenuhi tetapi kewajiban tp
tidak seimbang. Misal perjanjian pemberian kuasa (ps. 1792-1808)
 Perjanjian Sepihak → hanya 1 pihak yang mempunyai kewajiban. Misal
perjanjian hibah (ps. 1666)
 Dilihat dari segi pembebanan
 Perjanjian Tanpa Beban → perjanjian hibah (pemberi hibah tidak menarik
manfaat bagi dirinya sendiri)
 Perjanjian Atas Beban (perjanjian yang mewajibkan masing-masing pihak
melakukan prestasi)
 Dilihat dari segi kesepakatan
 Perjanjian Konsesual → lahir pada saat tercapainya kata sepakat diantara
para pihak
 Perjanjian Riel → lahir disamping kata sepakat juga diiikuti dengan
penyerahan barang

31
Macam-macam Perikatan
A. Perikatan murni (bersahaja)
B. Bersyarat → jika digantungkan pada suatu peristiwa tertentu yang akan datang dan
masih belum terjadi. Ada 2 macam:
1. Syarat tangguh
2. Syarat batal
C. Ketetapan waktu
D. Alternatif (manasuka)
E. Tanggung menanggung → Ps. 18 KUHD → firma, dikatakan tiap persero
bertanggung jawab secara tanggung menanggung untuk perikatan firma
F. Dapat dibagi/tidak dapat dibagi → prestasi dalam hal terdapat beberapa orang
debitur/kreditur
G. Ancaman hukuman → diwajibkan pada debitur untuk menjamin pelaksanaan
perikatannya, melakukan sesuatu perbuatan, jika perikatan tidak terpenuhi.
Ancaman hukum mengandung 2 maksud:
1. Untuk mendorong debitur melaksanakan kewajibannya
2. Membebaskan kreditur dari pembuktian tentang jumlah/besarnya kerugian
yang diderita.

32
 Perikatan alam (Natuurlijke Verbintenis) → secara tegas tidak diatur
dalam KUHPerdata
Satu-satunya pasal yang menyebutkan adalah Ps. 1359 ayat (2) →
“Pembayaran yang tidak diwajibkan tidak boleh diminta kembali”
dengan perkataan lain yang tidak diwajibkan tetap menjadi hak kreditur
 Perikatan alam adalah perikatan yang berada ditengah-tengah diantara
perikatan moral dan perikatan hukum → perikatan yang tidak sempurna,
tidak dapat dituntut dimuka hakim, “hutang ada, tp hak menuntut
pembayaran tidak ada” tergantung pada kemauan debitur, jika hutang
dibayar → menjadi perikatan hukum biasa, hutang pun hapus karena
pembayaran
 Yang termasuk perikatan alam
 Ps. 1788 KUHPerdata
 Pembayaran bunga pinjaman yang tidak diperjanjikan
 Sisa hutang pailit, setelah diadakan perjanjian perdamaian

33
Asas-asas penting dalam hukum perikatan
 Sistem terbuka dan asas konsensualisme - Ps. 1338 (1)
• Sistem terbuka x sistem tertutup → berkaitan dengan aanvullend
recht (optinal law) atau hukum pelengkap
• Konsensualisme → lahir pada saat tercapai kata sepakat
o Pengecualiannya:
 Perjanjian formal → formalitas tertentu. Misalnya perjanjian hibah akta notaris
 Perjanjian riil ps 1740
 Asas kebebasan berkontrak → kebebasan untuk menentukan isi
dan bentuk perjanjian
 Asas kekuatan mengikat → asas yang menyatakan bahwa para
pihak terkait untuk melaksanakan isi perjanjian termasuk terikat
pada kebiasaan & kepatutan
34
 Asas kepribadian → asas yang menyatakan bahwa perjanjian
berlaku bagi pihak yang mengadakan perjanjian itu sendiri
(Ps. 1315 jo 1340). Pengecualiannya ps. 1317
 Asas itikad baik → ps. 1338 (3) → perjanjian harus
dilakukan dengan itikad baik. Itikad baik harus diartikan
objektif → maksudnya perjanjian didasarkan pada keadilan,
kepatutan, dan kesusilaan. Itikad baik dalam buku II
KUHPerdata → kejujuran subjektif
 Pacta Sunt Servanda
 Ps. 1338 ayat (1)
 Asas Pacta Sunt Servanda berkaitan dengan akibat
perjanjian → adanya asas kepastian hukum
 Pada asas ini tersimpul adanya larangan bagi para hakim
untuk mencampuri isi dari perjanjian
35
Syarat-syarat sahnya perjanjian

Kesepakatan (Consensus)
Subjektif

Kecakapan (Capacity)

Ps. 1320 KUHPerdata

Hal tertentu (Certanty of Terms)


Objektif

Sebab yang halal (Legality)

36
Kesepakatan (Consensus)

• Inti atau pokok perjanjian (objek/prestasi)


Kekhilafan thd suatu konsep
• Ketidaksesuaian kontrak dgn negosiasi

•Psychis (vis compulsiva) → relatif


Bebas Paksaan •Bukan paksaan fisik

Suatu rangkaian kebohongan yg diatur


perlu dipertimbangkan:
Penipuan •Taraf pendidikan
•Kecakapan org yang ditipu

37
Kecakapan (Capacity)

Ps. 1330 KUHPerdata


•Orang belum dewasa
Orang
•Dibawah pengampuan
•Orang perempuan

Subjek Hukum

Badan Hukum

38
Hal Tertentu (Certainty of Terms)

Ps. 1333 KUHPerdata

Pokok
Prestasi Objek Perjanjian

Ps. 1234 KUHPerdata


1. Memberikan sesuatu
2. Berbuat sesuatu
3. Tidak berbuat sesuatu

39
Sebab yang halal (legality)
 Yang dimaksud dengan Sebab adalah isi perjanjian
itu sendiri, yang menggambarkan tujuan yang akan
dicapai oleh para pihak (Ps. 1377 KUHPerdata)
 Isi dari perjanjian itu harus memuat suatu kausa
yang diperbolehkan atau legal (geoorloofde
oorzaak) yaitu:
1. Undang-undang
2. Ketertiban umum (openbare orde/public policy)
3. Kesusilaan (zenden/morality)
4. PATIHA (Kepatutan, Ketelitian, dan Kehati-hatian)
40
Pelaksanaan Perjanjian
 Asas itikad baik (Ps. 1338 (3)) → dalam pelaksanaan prestasi
harus bersifat objektif → mengacu pada keadilan, kepatuhan,
dan kesusilaan
 Harus memuat elemen dari perjanjian sesuai dengan Ps. 1339
dan 1347
o Isi perjanjian itu sendiri
o Kepatutan
o Kebiasaan
o UU
Dalam praktek di peradilan, urutannya menjadi
o Isi perjanjian
o UU
o Kebiasaan
o Kepatutan
41
 Penafsiran
o Penafsiran → maksudnya untuk mengetahui maksud para pihak
yang membuat perjanjian
o UU memberikan pedoman:
 Ps. 1342 → Penafsiran UU
 Ps. 1347 → kebiasaan
 Ps. 1348 → tentang kedudukan janji
 Ps. 1349 → penafsiran jika ada keraguan
 Ps. 1350 → kata perjanjian bersifat umum
 Ps. 1351 → tentang pengurangan & pembatasan kekuatan perjanjian
 Eksekusi riel
o Harfiah → pelaksanaan pemenuhan kewajiban debitur
o Yuridis → kreditur dapat mewujudkan sendiri prestasi yang
dijanjikan dengan biaya debitur berdasarkan kuasa yang diberikan
hakim, apabila debitur tidak melaksanakan prestasi
o Ps. 1234 hanya mengatur mengenai eksekusi riel berupa
 Berbuat sesuatu
 Tidak berbuat sesuatu
42
Tidak terlaksananya perjanjian
Terdapat dua alasan tidak terlaksananya suatu perjanjian, yaitu:
1. Wanprestasi
2. Overmacht atau keadaan memaksa

1. Wanprestasi
 Pengertian → debitur tidak memenuhi apa yang diperjanjikan atau lalai
 Bentuknya
1. Tidak melaksanakan perjanjian
2. Tidak sempurna melaksanakan
3. Terlambat melaksanakan
4. Melakukan hal yang tidak boleh
 Ps. 1238 KUHPerdata debitur dinyatakan lalai dengan surat perintah/akta sejenis
yang menyatakan lalai atau demi perikatannya
 Hukuman (akibat) bagi debitur lalai
1. Ganti rugi
2. Pembatalan perjanjian/pelaksanaan perjanjian
3. Peralihan resiko
4. Membayar biaya perkara
43
Hukuman terhadap wanprestasi
Ad 1. ganti rugi Segala pengeluaran yang nyata-
nyata sudah dikeluarkan
Biaya

Pembatasan ganti rugi


Ganti rugi: 1. Ps. 1247
1. Bersifat material 2. Ps. 1248
2. Bersifat immaterial Ganti Rugi

Rugi Bunga

Kerusakan barang-barang Kerugian yang berupa


kreditur akibat kelalaian Kehilangan keuntungan
debitur
44
Ad. 2 Pembatalan Perjanjian
• Tujuannya → membawa kedua belah pihak kemabli pada keadaan sebelum
perjanjian
• Pasal 1266 KUHPerdata → perikatan bersyarat → syarat batal, selalu dianggap ada
dicantumkan dalam perjanjian yang timbal balik, manakala salah satu pihak tidak
memenuhi kewajiban tidak batal demi hukum tapi dapat dimintakan pembatalan
pada hakim. Yang membatalkan perjanjian bukan kelalaian tetapi putusan hakim

Ad. 3 Peralihan Resiko


• Resiko → kewajiban untuk memikul kerugian jika terjadi suatu peristiwa di luar
kesalahan salah satu pihak yang menimpa objek perjanjian
• Pasal 1237 → resiko dalam perjanjian pemberian barang
“Sejak lahirnya perjanjian resiko di tanggung oleh orang yang berhak menagih
pembayaran”
• Pasal 1460 → resiko dalam jual beli → berdasarkan jenis barangnya. Ps. 1461 s.d
1464
• Pasal 1545 → resiko dalam perjanjian tukar menukar

Ad. 4 Pembayaran Ongkos Perkara


• Pasal 18 (1) HIR
“Debitur lalai/kalah, diwajibkan membayar biaya perkara”

45
2. Keadaan Memaksa (overmacht)
 Overmacht/force majeur
 Tiga unsur overmacht adalah
1. Tidak memenuhi prestasi
2. Ada sebab yang terletak diluar kesalahan debitur
3. Faktor penyebab itu tidak dapat diduga sebelumnya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur
 Dua ajaran tentang overmacht:
1. Ajaran yang objektif (de objektive overmachtsleer) atau absolut
 Dalam keadaan memaksa
 Unsur impossibilitas
2. Ajaran yang subjektif (de subjective overmachtsleer) atau relatif
 Dalam keadaan memaksa
 Unsur diffikultas
 Bentuk keadaan memaksa
1. Bentuk umum → karena iklim, kehilangan, dan pencurian
2. Bentuk khusus → undang-undang, peraturan pemerintah, dan pemogokan
46
Hapusnya perikatan
Dalam praktek hapusnya perikatan:
 Jangka waktunya berakhir
 Dilaksanakan objek perjanjian
 Kesepakatan dua belah pihak
 Pemutusan secara sepihak
 Adanya putusan pengadilan

Pasal 1381 KUHPerdata


 Pembayaran
 Penawaran pembayaran tunai, diikuti dengan penyimpanan atau penitipan barang
(konsinyasi)
 Pembaharuan hutang (novasi)
 Perjumpaan hutang (kompensasi)
 Percampuran hutang
 Pembebasan hutangnya
 Musnahnya barang yang terhutang
 Batal dan pembatalan
 Berlakunya syarat batal
 Lewatnya waktu (daluarsa)
47
Kesimpulan
 Hapusnya perikatan dapat terjadi karena beberapa sebab yang secara garis
besar dapat dibedakan menjadi:
1. Karena pemenuhan perikatan itu sendiri, yaitu pembayaran, penawaran
pembayaran tunai disertai penyimpanan atau penitipan, pembaharuan
hutang
2. Karena terjadi suatu peristiwa perdata yang menghapuskan kewajiban
kedua belah pihak dalam perikatan, yaitu terjadi perjumpaan hutang, dan
percampuran hutang
3. Karena terjadi suatu perbuatan hukum yang menghapuskan kewajiban
debitur dalam perikatan yaitu pembebasan hutang oleh kreditur
4. Karena musnahnya objek dalam perikatan, dalam hal ini dikaitkan dengan
suatu kebendaan yang harus diserahkan (jadi yang terkait dengan perikatan
untuk meyerahkan sesuatu)
5. Karena tidak terpenuhi syarat lahirnya suatu perikatan
6. Karena terpenuhinya syarat batal dalam suatu perikatan bersyarat
7. Karena lewatnya waktu (daluarsa)

48
Wanprestasi (prestasi buruk : bhs. Bld) :
Debitur tidak melakukan apa yang telah disepakati dalam perjanjian,
sehingga debitur wanprestasi (alpa / lalai / ingkar janji).

Kreditur tidak memperoleh apa yang telah dijanjikan oleh debitur karena
tidak melaksanakan kewajiban prestasinya.

Wanprestasi juga dapat terjadi pada saat debitur melanggar perjanjian,


yaitu debitur melakukan sesuatu yang tidak boleh dilakukan.

4 hal, debitur dapat dikatakan wanprestasi :


a. Tidak melakukan apa yang disanggupi;
b. Melaksanakan apa yang dijanjikan, tetapi tidak sebagaimana
dijanjikan;
c. Melakukan apa yang dijanjikan, tetapi terlambat;
d. Melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.

Wujud tidak dipenuhinya perikatan (wanprestasi), ada 3 macam :


a. Debitur sama sekali tidak memenuhi perikatan;
b. Debitur terlambat memenuhi perikatan;
c. Debitur keliru atau tidak pantas memenuhi perikatan.
Akibat Wanprestasi :
kreditur minta ganti rugi (ongkos, rugi, bunga)

Pasal 1243 KUH Perdata :


Penggantian biaya, rugi dan bunga karena tidak dipenuhinya suatu
perikatan, barulah mulai diwajibkan apabila debitur setelah dinyatakan
lalai memenuhi perikatannya, tetap melalaikannya, atau jika sesuatu
yang harus diberikan atau dibuatnya dalam tenggang waktu tertentu
telah dilampauinya.”

Kelalaian menimbulkan kerugian, yang disebabkan kekuranghati-


hatian atau mengurus sesuatu. Pernyataan lalai diperlukan dalam hal
kreditur meminta ganti rugi / pemutusan perikatan dengan
membuktikan adanya ingkar janji oleh debitur.
Akibat wanprestasi, debitur harus :
a.  Mengganti kerugian
b.  Bertanggung jawab atas objek perikatan
c.  Menerima konsekuensi pembatalan (pemutusan) perjanjian
oleh kreditur dalam hal perjanjian timbal balik.
Sebaliknya, kreditur memiliki hak-hak untuk :
a.  Hak menuntut pemenuhan perikatan
b.  Hak menuntut pemutusan perikatan atau apabila perikatan itu
bersifat timbal balik, menuntut pembatalan perikatan
c.  Hak menuntut ganti rugi
d.  Hak menuntut pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
e.  Hak menuntut pemutusan atau pembatalan perikatan dengan
ganti rugi
Tidak ada ganti rugi, apabila disebabkan oleh keadaan memaksa / force
majeure / overmacht (Pasal 1245 KUH Perdata)

UU menegaskan, rugi yang dimaksud adalah kerugian nyata


(feitelijknadee) yang dapat diduga atau diperkirakan pada saat perikatan
itu diadakan, yang timbul sebagai akibat ingkar janji.

Pasal 1249 KUH Perdata menyatakan :


Jika dalam suatu perikatan ditentukan, bahwa pihak yang lalai harus
membayar jumlah (uang) tertentu, maka tidak boleh diberikan suatu jumlah
yang lebih / kurang dari jumlah tsb

Apabila tidak ada ketentuan dalam UU dan para pihak sendiri juga tidak
menentukan apa-apa, maka besarnya ganti rugi harus ditentukan
berdasarkan kerugian yang benar-benar terjadi.
Sebab Kahar (Force Majeure / overmacht) : keadaan memaksa
KUH Perdata tidak memuat suatu definisi atau pengertian atau ketentuan
umum mengenai apa yang dimaksud dengan keadaan memaksa (force
majeure).

Pasal 1244 KUH Perdata menamakan keadaan memaksa itu sebab yang
halal. Pasal 1245 KUH Perdata menamakan keadaan memaksa atau hal
kebetulan. Pasal 1444 KUH Perdata menamakan keadaan memaksa sebagai
hal kebetulan yang tidak dapat dikira-kirakan.

Hal-hal tentang keadaan memaksa terdapat di dalam ketentuan-ketentuan


yang mengatur ganti rugi sebagaimana tercantum dalam Pasal 1244 KUH
Perdata, Pasal 1245 KUH Perdata, dan Pasal 1444 KUH Perdata.

Pasal 1244 KUH Perdata menyatakan :


“..., disebabkan karena suatu hal yang tak terduga, pun tak dapat
dipertanggungjawabkan padanya, kesemuanya itu pun jika itikad buruk
tidaklah ada pada pihaknya.”
Pasal 1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata mengatur hal yang sama :
dibebaskannya debitur dari kewajiban mengganti kerugian, karena suatu
kejadian yang dinamakan keadaan memaksa, yaitu suatu kejadian yang
tak terduga, tak disengaja, dan tak dapat dipertanggungjawabkan kepada
debitur serta memaksa dalam arti debitur terpaksa tidak dapat menepati
janjinya.

Menurut UU, keadaan memaksa merupakan alasan pembenar untuk


membebaskan seseorang dari kewajiban membayar ganti rugi.

Terdapat 3 (tiga) unsur yang terkandung dalam keadaan memaksa, yaitu :


a. Tidak memenuhi prestasi
b. Ada sebab yang terletak di luar kesalahan debitur
c. Faktor penyebab itu tidak diduga sebelumnya dan tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepada debitur.
Keadaan memaksa mengakibatkan suatu perikatan tidak lagi bekerja,
meskipun perikatan itu sendiri tetap ada.

Karenanya, kreditur :
1. Tidak dapat menuntut agar perikatan itu dipenuhi
2. Tidak dapat mengatakan debitur berada dalam keadaan lalai dan
karena itu tidak dapat menuntut
3. Tidak dapat meminta pemutusan perjanjian;

Bentuk-bentuk umum keadaan memaksa, adalah :


Keadaan iklim, kehilangan, pencurian, kebakaran, huru-hara.
RISIKO DALAM PERJANJIAN

Risiko :
Kewajiban utk memikul kerugian yg disebabkan peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak,
yg menimpa barang yg menjadi obyek perjanjian
–Subekti-

Siapakah yg menanggung risiko, sehingga transaksi tdk dpt dilaksanakan ?


Penjual /pembeli ? Pemilik sewa / penyewa ? dst
Kontrak Jual-Beli

jual-beli :
perikatan untuk menyerahkan suatu hak kebendaan / barang (penjual) dan untuk
membayar harga (pembeli) yang telah disepakati (Pasal 1457 KUH Perdata).
Penyerahan benda / barang (Pasal 612, 613, dan 616 KUH Perdata) :
- bergerak (secara langsung, nyata, Pasal 612 KUH Perdata)
- tetap (balik nama, pasal 616 KUH Perdata melalui akta PPAT, UU 5/60 ttg Pokok Agraria )
- tidak bertubuh (melalui cessie, surat bawa/tunjuk, Pasal 613 KUH Perdata)
Hak dan Kewajiban Penjual :
Hak Penjual :
- menerima harga
Kewajiban Penjual :
- menyerahkan barang
- menanggung cacat tersembunyi atas barang
Hak dan Kewajiban Pembeli :
Hak Pembeli :
- menerima barang
- menyatakan pembatalan (Pasal 1518 KUHPerd)
Kewajiban Pembeli
- membayar harga barang
Risiko Dalam Kontrak Jual-Beli

Pasal 1474 KUH Perdata :


Penjual memiliki kewajiban utama, yaitu menyerahkan barang dan menanggungnya
Pasal 1475 KUH Perdata :
Penyerahan : pemindahan barang yg telah dijual ke dalam kekuasaan dan kepunyaan si
pembeli

Resiko Jual-Beli :
Terdapat 3 ketentuan :
1. Mengenai barang yg telah ditentukan, sejak saat pembelian risiko ada
pd pembeli (Pasal 1460 KUH Perdata, sdh tdk berlaku lagi menurut Surat
Edaran Mahkamah Agung / SEMA No. 3 Tahun 1963, 4 Agustus 1963)
2. Mengenai barang yg telah dijual menurut berat, jumlah, atau ukuran
(Pasal 1461 KUH Perdata), risiko ada pd penjual hingga barang
ditimbang
3. Mengenai barang yg dijual menurut tumpukan (Pasal 1462 KUH
Perdata), risiko ada pd pembeli.
Kesimpulan : slm barang blm diserahkan (levering) oleh penjual ke pembeli, risiko ada
pd penjual (pemilik sah), hingga diserahkan ke pembeli (beralihnya
kepemilikan, 1475 KUH Perdata)
Kontrak Sewa-Menyewa

sewa-menyewa :
perikatan untuk memberikan kenikmatan suatu benda / barang dalam waktu tertentu (dari
pihak yang menyewakan) dengan memperoleh pembayaran harga (dari pihak penyewa)
(Pasal 1548 KUH Perdata).
Penyerahan benda / barang hanya bersifat penyerahan kekuasaan atas suatu benda, tidak berarti
pengalihan hak milik.

Unsur pokok : barang dan harga sewa.

Apabila tidak terdapat harga sewa, maka yang terjadi adalah perjanjian pinjam pakai.

Unsur pokok perjanjian tukar menukar : barang dan barang.

Kewajiban Pihak Yang Menyewakan :


- menyerahkan barang (dalam keadaan baik sesuai dengan kewajaran)
- memelihara barang sehingga dapat dinikmati (melakukan pembetulan apabila
ada kerusakan yang mengakibatkan barang tidak dapat digunakan)
- memberikan kenikmatan tenteram (menanggung atas cacat barang yang dapat
merintangi pemakaian, apabila cacat tsb mengakibatkan kerugian bagi
penyewa, maka pihak yang menyewakan diwajibkan mengganti kerugian,
penyewa bahkan dapat menuntut pembatalan perjanjian.
Resiko Dalam Kontrak Sewa-Menyewa

Kewajiban Penyewa :
- memakai barang dengan sebaik-baiknya (sebagai bapak rumah yang
baik)
- membayar harga sewa (pada waktu dan cara yang disepakati)
- bertanggung jawab atas kerusakan yang ditimbulkan selama masa
sewa, kecuali dapat membuktikan bahwa kerusakan tsb terjadi di luar
kesalahannya
- mengembalikan barang sebagaimana pada saat diterima menurut
pertelaan

Resiko Sewa-menyewa :
Pasal 1553 KUH Perdata :
Jika selama waktu sewa, barang yg disewakan sama sekali musnah
karena peristiwa yang tak disengaja, perjanjian gugur demi hukum.
Gugur demi hukum : perjanjian dianggap tidak pernah ada (tdk ada dsr
perikatan utk menuntut krn tdk memiliki akibat hukum, tdk ada hak &
kewajiban / null and void)
Kesimpulan : risiko barang yg disewakan dipikul oleh pemilik barang /
pihak yg menyewakan (Pasal 1553 KUH Perdata)
Kontrak Tukar-Menukar

Tukar Menukar :
Pasal 1541 KUH Perdata :
Perikatan untuk saling memberikan suatu barang secara bertimbal balik, sebagai gantinya
suatu barang lain.
Obyek : barang dan barang (misalnya pesawat IPTN Indonesia dengan
beras ketan dari Vietnam)
Yg dpt ditukarkan :
segala sesuatu yg dpt dijual
Syarat :
harus pemilik barang pd saat penyerahan barang (levering / transfer of ownership, Pasal
1475 KUH Perdata)
Apbl salah satu pihak telah menerima barang yg ditukarkan kepadanya, dan ternyata
kemudian pihak tsb dpt membuktikan bhw pihak lain bukan pemilik brg, pihak tsb tdk dpt
dipaksa menyerahkan brg yg telah dijanjikan, melainkan hanya mengembalikan brg yg tlh
diterima.
Resiko Dalam Kontrak Tukar-Menukar

Apbl seseorg yg tlh mnrm brg dlm tukar-menukar, kemudian krn dihukum hrs
menyerahkan / melepaskan brg tsb ke org lain, seseorg tsb diberi hak utk memilih (Pasal
1544 KUH Perdata) :
1. Menuntut penggantian biaya, rugi, dan bunga dari pihak lawan, atau
2. Menuntut pengembalian barang yg telah diberikan
Pengembalian terbatas brg yg masih dimiliki

Risiko Tukar-menukar :
Pasal 1545 KUH Perdata :
Apbl brg yg diperjanjikan utk ditukarkan musnah di luar kesalahan pemiliknya,
perjanjian dianggap sebagai gugur, pihak yg telah memenuhi perjanjian dpt menuntut
kembali brg yg telah diberikan.
Pasal 1546 KUH Perdata :
Semua ketentuan dlm perjanjian jual-beli berlaku pula thd perjanjian tukar-menukar
Kesimpulan : risiko barang yg ditukarkan dipikul oleh masing-masing
pemilik barang
SIMULASI

Kasus :
A pergi ke Toko Yayaya yang menjual TV. A berkeinginan untuk membeli TV merek XYZ
tipe KLM buatan PQR. Akhirnya tercapai kesepakatan antara A dan B (penjual / pemilik
Toko Yayaya) mengenai harga dan barang (TV) yang akan dibeli A.
TV merek XYZ tipe KLM buatan PQR akan langsung diserahkan oleh B bersamaan
dengan pembayaran. A dan B sepakat bahwa TV merek XYZ tipe KLM buatan PQR akan
dibawa (diangkut) sendiri oleh A.
Sebelum pembayaran dan penyerahan TV merek XYZ tipe KLM buatan PQR
dilaksanakan, A minta waktu untuk pergi meninggalkan Toko Yayaya dan akan kembali
beberapa jam lagi, untuk mencari peralatan yang kebetulan tidak dijual di Toko Yayaya.
Bersamaan dengan itu, datang C ke Toko Yayaya yang juga hendak membeli TV.
Selanjutnya, terjadi transaksi yang sama atas TV merek XYZ tipe KLM buatan PQR, yang
langsung dibayar sekaligus diterima C.
Begitu A kembali dan akan melaksanakan pembayaran atas pembelian TV merek XYZ tipe
KLM buatan PQR, TV tersebut sudah tidak ada lagi. B berjanji akan memenuhi
kewajibannya, namun membutuhkan beberapa
jam dengan alasan barangnya harus diambil ke gudang. Namun A tidak bisa menerima
alasan B tersebut. A tidak mau menunggu dan tetap menghendaki TV merek XYZ tipe
KLM buatan PQR dan mengatakan bahwa tsb telah ditawarkan kepada D dengan harga
yang lebih tinggi serta sudah terjadi kata sepakat.

Ilustrasi :

menjual menawarkan
B A D

me
nju
al
+m
en
yer
ah
ka
n
C
Pertanyaan & persoalan :
1. Apakah kesepakatan antara A dan b merupakan perjanjian jual beli yang sah dan
mengikat ? Mengapa ?
2. Apakah A dalam hal ini dapat menggugat B, sedangkan A sama sekali belum
membayar harga barang ?
3. Apakah jual-beli antara B dan C sah ?
4. Apakah A dapat menggugat C yang telah mengambil TV yang telah dipilihnya ?
5. Apakah tindakan A yang menawarkan barang orang lain yang bukan miliknya kepada
D dapat dibenarkan ?
6. Apakah mungkin para pihak, terutama B, memenuhi transaksi yang disepakati semula
?
7. Seandainya A telah melakukan pembayaran kepada B, apakah A sudah menjadi
pemilik TV tersebut ?
8. Bagaimana seandainya yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu B telah menyerahkan TV
tsb kepada A, tetapi A belum melakukan pembayaran ? Apakah A sudah sebagai
pemilik atau belum ?

Anda mungkin juga menyukai