Anda di halaman 1dari 4

Analisis Kasus Nirina Zubir

A. Kronologi
Artis sekaligus presenter Nirina Zubir menjadi korban dalam kasus
penggelapan Sertifikat Tanah milik Ibu kandungnya oleh Asisten Rumah Tangga
yang ia pekerjakan. Ibu kandung Nirina memperkerjakan seorang asisten pribadi di
rumahnya yang sangat dipercayainya selama bertahun – tahun lalu. Karena sangat
mempercai pelaku, ibunda Nirina tidak pernah terpikirkan bahwa pelaku akan
melakukan hal yang tidak diinginkan sehingga letak 6 sertifikat tanah aset milik
keluarga Nirina dengan rincian 3 aset atas nama ibunda Nirina 2 aset milik kakak
Nirina dan 1 aset milik Nirina sendiri, diketahui oleh pelaku.
Kasus ini terjadi dimulai pada tahun 2017. Semula pelaku mengatakan bahwa
6 sertifikat tanah tersebut hilang dan tidak diketahui keberadaannya. Dikarenakan
ibunda Nirina sudah lanjut usia dan memiliki beberapa riwayat penyakit, membuat
beliau seketika kebingungan saat mengetahui bahwa 6 sertifikat tanah aset keluarga
Nirina hilang. Saat itulah pelaku menawarkan kepada ibunda Nirina bahwa ia
memiliki kenalan seorang Notaris yang dapat dipercaya untuk mengurus hilangnya 6
sertifikat tanah aset keluarga Nirina tersebut. karena faktor usia yang sudah lanjut,
lantas ibunda Nirina mengiyakan tawaran tersebut dan mempercayakan pada pelaku
untuk mengurus segala keperluan yang dibutuhkan untuk mengurus hilangnya 6
sertifikat tanah tersebut.
Nirina mengatakan dalam kepengurusan tersebut,baik dirinyanya, ibundanya,
maupun kakaknya tidak pernah mendandatangani satupun surat yang berkaitan
dengan keperluan untuk mengurus 6 sertifikat tanah yang hilang tersebut. Setelah
kasus nya masuk ke dalam ranah hukum untuk diproses secara hukum, barulah
diketahui bahwa semua data – data milik Nirina beserta ibunda dan kakanya seperti
KTP dan dokumen lainnya telah dipalsukan
oleh pelaku untuk proses pengalihan 6 sertifkat tersebut menjadi atas nama
pelaku dan suami pelaku.
Bahkan tanda tangan yang ada di dalam berkas – berkas terkait menurut
keterangan Nirina setelah di lakukan uji kecocokan di labfor Kepolisian pun
hasilnya semua nya adalah tanda tangan yang telah dipalsukan. Sehingga semua
berkas - berkas termasuk Akta Jual Beli (AJB) yang juga dibuat dan dikeluarkan oleh
PPAT terkait juga diduga dipalsukan atau hanya berupa figur. Kerugian yang dialami
Nirinia akibat kasus ini dihitung senilai kurang lebih 17 miliar rupiah.
B. Analisis
Tanah dapat dikuasai dengan hak. Hal tersebut diatur dalam Pasal 16 Undnag-
Undang Nomor 5 Tahun 1960 mengenai Pokok-Pokok Agraria yang mengatur jenis-
jenis hak atas tanah berupa hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai,
hak sewa, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang
diatur dengan undang-undang serta hak-hak sementara seperti yang diatur dalam pasal
53 UUPA.
Untuk menjamin hak-hak tersebut serta kepastian hukum, maka dalam UUPA
pasal 19 diatur mengenai pendaftaran tanah dimana pendaftaran hak-hak dan
peralihan hak0hak tersebut diberikan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai
alat pembuktian yang sah.
Pengaturan mengenai peralihan hak atas tanah diatur lebih rinci dalam PP
Nomor 24 Tahun 1997 mengenai Pendaftaran Tanah pasal 37 ayat (1) yang berbunyi:
“Peralihan hak atas tanah dan hak milik atas satuan rumah susun melalui jual
beli, tukar menukar, hibah, pemasukan dalam perusahaan dan perbuatan hukum
pemindahan hak lainnya, kecuali pemindahan hak melalui lelang hanya dapat
didaftarkan jika dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT yang berwenang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Berdasarkan bunyi pasal tersebut maka dapat disimpulkan bahwa jenis-jenis
peralihan hak dapat terjadi karena adanya jual beli, tukar menukar, hibah, pemasukan
dalam perusahaan, pemindahan hak melalui lelang, serta pemindahan hak lainnya.
Peralihan hak atas tanah harus dibuat sebuah akta oleh Pejabat Pembuat Akta
Tanah (PPAT) sebagaimana ketentuan dalam Pasal 37 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah.
Namun, dalam ketentuan Pasal 37 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah juga dinyatakan
bahwa dalam keadaan tertentu sebagaimana ditentukan oleh Menteri Agraria dan Tata
Ruang, Kepala Kantor Pertanahan dapat mendaftar pemindahan hak atas bidang tanah
hak milik yang dilakukan diantara perorangan warga negara Indonesia yang
dibuktikan dengan akta yang tidak dibuat oleh PPAT tetapi menurut Kepala Kantor
Pertanahan kadar kebenarannya dianggap cukup untuk mendaftar pemindahan hak
yang bersangkutan. Kategori kadar kebenaran yang dianggap cukup sebagaimana
ketentuan dalam Pasal 37 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah tidak dijelaskan lebih lanjut
dalam Pasal Penjelasan sehingga yang menentukan kadar kebenarannya adalah
Kepala Kantor Pertanahan.
Pembuatan akta peralihan hak atas tanah harus dihadiri oleh para pihak yang
bersangkutan dan disaksikan oleh sekurang-kurangnya 2 (dua) orang saksi yang
memenuhi syarat untuk bertindak sebagai saksi sebagaimana dinyatakan dalam
ketentuan Pasal 38 ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Kemudian PPAT wajib
menyampaikan akta yang dibuatnya beserta dokumen-dokumen yang bersangkutan
kepada Kantor Pertanahan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak tanggal
ditandatanganinya akta yang bersangkutan sebagaimana ketentuan dalam Pasal 40
ayat (1) PP Pendaftaran Tanah. Pasal 40 ayat (2) PP Pendaftaran Tanah juga
menyatakan bahwa PPAT wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis mengenai
telah disampaikannya akta tersebut kepada para pihak yang bersangkutan. Berbeda
halnya dengan pemindahan hak pada umumnya, pemindahan hak melalui lelang
hanya dapat didaftarkan jika dibuktikan dengan kutipan risalah lelang yang dibuat
oleh Pejabat Lelang.
Melihat kronologi yang dijabarkan pada Kasus Nirina Zubir di atas, maka dapat
dilihat bahwa mafia tanah tidak bekerja sendirian. Mereka dibantu oleh oknum-
oknum terkait karena pada dasarnya peralihan hak atas tanah tidak bisa dilakukan oleh
sembarang orang, tetapi juga dengan campur tangan pejabat yang berwenang. Dalam
dasar hukum yang telah diterangkan di atas, jelas diatur dalam peraturan pemerintah
bahwa dalam peralihan hak atas tanah oleh PPAT wajib dihadir pihak-pihak
bersangkutan dan terdapat pemberitahuan terhadap pihak-pihak tersebut.
Dalam kasus Nirina Zubir, jelas bahwa PPAT campur tangan membantu ART
korban dalam aksinya sebagai mafia tanah. Tanda tangan yang dipalsukan, dokumen-
dokumen palsu tentunya merupakan perbuatan dari pejabat yang berwenang, yaitu
PPAT. Tindakan PPAT tersebut merupakan kejahatan pemalsuan dokumen hal
demikian merupakan tindakan pidana. Mengacu pasal 263 ayat (1) dan ayat (2)
KUHP yang menyebutkan, barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat
yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau yang diperuntukkan sebagai
bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain
memakai surat tersebut seolah- olah isinya benar dan tidaknya dan tidak palsu,
diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan
surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
Selanjutnya ayat (2) dijelaskan, diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa
dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah- olah sejati, jika
pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Memasulkan tanda tangan juga
termasuk pengertian memalsu surat pasal ini.
C. Kesimpulan
Kasus yang menimpa Nirina Zubir merupakan salah satu contoh aksi mafia tanah
dimana mereka tidak bekerja sendirian, tetapi ada oknum-oknum pejabat yang
berwenang seperti PPAT ataupun PPATS yang turut serta memalsukan dokumen-
dokumen bagi mafia tanah untuk kemudian diurus ke Kantor Pertanahan. Hal tersebut
dikarenakan dalam UUPA serta PP Nomor 24 Tahun 1997, peralihan hak atas tanah
tidak bisa dilakukan sembarang orang tetapi melalui pejabat yang berwenang yaitu
PPAT/ PPATS/ dalam keadaan tertentu sebagaimana diatur dalam pasal 37 ayat (2)
PP NOmor 24 Tahun 1997.
Sehingga, tindakan yang dilakukan oleh oknum PPAT dalam memalsukan segala
dokumen yang diperlukan untuk mengurus peralihan hak atas tanah untuk mendukung
aksi mafia tanah merupakan tindak pidana yang diatur dalam pasal 263 ayat (1) dan
ayat (2) KUHP.
Tentunya, pejabat berwenang yang menjadi oknum dalam pertanahan ini
merupakan bukti bobroknya penegakan hukum pertanahan dan administrasi
pertanahan di Indonesia.
D. Saran
Pejabat berwenang seharusnya sadar bahwa mereka adalah pelayan publik yang
bertugas sebagai kaki dan tangan hukum yang berlaku. Sebagai pelayan publik,
bukanlah hak penegak hukum untuk mencari keuntungan lebih. Oleh karena itu,
permaslaahan mafia tanah ini baiknya diselesaikna dengan mengevalusasi pejabat
tanah yang berwenang di Indonesia. Hal tersebut kemudian dapat menetukan sanksi
yang lebih berat agar dapat diterapkan dan memutus akar mafia tanah di Indonesia.
Dalam kasus Nirina, jelas bahwa pejabat pertanahan yang berwenang turut ikut serta
dalam kasus ini.
Saran dari penulis adalah pertama-tama untuk melakukan eksekusi hukum oleh
para penegak hukum terhadap oknum-oknum yang telah melakukan aksi sebagai
mafia tanah. Selanjutnya, pemerintah sebaiknya memperketat peraturan mengenai
pemalsuan dokumen tanah oleh pejabat yang berwenang baik dengan memperberat
sanksi bagi yang melakukan pemalsuan maupun dengan memperketat pengawasan.

Anda mungkin juga menyukai