Anda di halaman 1dari 11

HUKUM TANAH ADAT

Disusun Oleh :

Firdaus Eldo Canka Brawijaya

(185010107111039)

Kelas D / 42

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

MALANG

2019
1. PENGERTIAN HUKUM TANAH

Hukum tanah (groundrecht) ialah semua norma yang tertulis maupun tidak
tertulis mengenai tanah, yang antara lain mengatur tentang : Hak dan kewajiban
subyek hukum atas tanah, Cara-cara memperoleh tanah, Peralihan hak atas tanah
dan semua perjanjian yang berhubungan dengan tanah. Menurut Mr.B.Ter Haar
membedakan dua macam pengertian mengenai hukum tanah, yaitu1 :

a) Hukum tanah dalam keadaan diam (groundrecht in rust) Mengatur tentang


hak-hak atas tanah, baik hak masyarakat hukum atas tanah, maupun
mengenai hak perseorangan atas tanah, seperti hak membuka tanah, hak
milik, hak memungut hasil, hak wenang pilih/hak wenang beli, hak
keuntungan jabatan atas tanah dan sebagainya.
b) Hukum tanah dalam keadaan bergerak (grondrecht in bewoging)
Mengatur tentang hak untuk memperoleh dan memindahkan hak atas
tanah, seperti hak menjual tanah, menghadiahkan tanah, menghibahkan
tanah,menyediakan tanah untuk badan hukum adat (wakaf, yayasan) dan
sebagainya.

2. PENGERTIAN HUKUM TANAH ADAT

Hukum tanah adat adalah keseluruhan kaidah hukum


yang berkaitan dengan tanah dan bersumber pada hukum adat. Umumnya hukum
tanah adat bersifat tidak tertulis. Hukum tanah adat terbagi atas hukum tanah adat
administratif dan hukum tanah adat perdata. Hukum tanah adat administratif
adalah keseluruhan peraturan yang merupakan sebuah landasan bagi suatu negara
untuk melaksanakan praktiknya dalam soal tanah, sedangkan hukum tanah adat
perdata adalah keseluruhan peraturan yang mengatur tanah milik perseorangan
atau suatu badan hukum. Konsep dasar yang dianut dalam hukum tanah adat
adalah adanya hubungan yang erat antara masyarakat dan tanah. Hukum tanah

1
Haar Bzn, B. Ter,Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta Pusat :pradnya Paramita,
1980. Hal 45.
adat berlandaskan pada asas hukum dan harus selalu memperhatikan upaya-upaya
untuk mencari keadilan.

Objek hukum tanah adat adalah hak atas tanah adat. Hak atas tanah adat ini
terdiri atas hak ulayat dan hak milik adat. Adapun hak ulayat adalah hak dari
suatu masyarakat hukum adat atas lingkungan tanah wilayahnya yang memberi
wewenang tertentu kepada penguasa- penguasa adat untuk mengatur
dan memimpin penggunaan tanah wilayah masyarakat hukum adat tersebut. Hak
ulayat berlaku terhadap semua tanah wilayah adat itu. baik yang sudah dimiliki
hak oleh seseorang maupun yang tidak atau belum dimiliki.

Selain itu, hak ulayat memiliki kekuatan hukum yang berlaku ke dalam dan
ke luar. Maksud Ke dalam adalah hak ulayat berlaku terhadap para anggota
masyarakat hukum tersebut, sedangkan ke luar, hak ulayat ini berlaku terhadap
orang orang yang bukan anggota dari masyarakat hukum adat diwilayah tanah
ulaya tersebut. "masyarakat hukum adat lah yang mempunyai hak ulayat itu dan
bukan orang seorang (individu). Hak ulayat ini terdiri atas hak untuk membuka
tanah atau hutan dan hak untuk mengumpulkan hasil hutan2.

3. MACAM-MACAM TANAH MENURUT HUKUM

Menurut hukum adat, terdapat berbagai jenis tanah, yang diberi nama
menurut cara memperolehnya atau menurut tujuan penggunaanya.

I. Berdasarkan cara memperolehnya :

1) Tanah yasan/ tanah trukah/ tanah truko, ialah tanah yang diperoleh
seseorang dengan cara membuka tanah sendiri (membuka hutan).
2) Tanah pusaka/ tanah tilaran, ialah tanah yang diperoleh seseorang dari
pemberian (hibah) atau warisan orang tuanya maupun warisan tanpa
wasiat.

2
Muhammad, Busha , Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta :Pradnya Paramita,1983.hal 101.
3) Tanah pekulen/ tanah gogolan, ialah tanah yang diperoleh seseorang dari
pemberian desanya dibuat untuk kepentingan masyarakat desa tersebut
bisa disebut sebagai tanah fungsi sosial.

II. berdasarkan tujuan penggunaanya :

1) Tanah bengkok/tanah pituwas/tanah lungguh, ialah tanah milik desa


(persekutuan hukum) yang diserahkan kepada seseorang yang
memegang jabatan pemerintah di desa itu untuk diambil hasilnya sebagai
upah jabatannya.
2) Tanah suksara/tanah kemakmuran, ialah tanah milik desa (persekutuan
hukum) yang diusahakan/digarap untuk kepentingan desa atau untuk
kesejahteraan masyarakat desanya (jawa,bondo deso,sunda,titisara).

4. HAK PERSEORANGAN ATAS TANAH

Hak perseorangan atas tanah merupakan hak yang diberikan kepada warga
negara persekutuan/warga desa/orang luar atas sebidang tanah yang berada di
wilayah hak pertuanan pada persekutuan hukum yang bersangkutan3. Hak-hak
perseorangan atas tanah menurut hukum adat antara lain :

I. Hak milik/ hak yasan

ialah hak seseorang yang memberikan kekuasaan penuh atas sebidang tanah
kepada pemiliknya, dalam batas-batas hak ulayat. ( misalnya hak
menjual,menjadikan jaminan hutang, mewariskan dan sebagainya). Ada 3 macam
hak milik atas tanah, yaitu:

a) Hak milik perseorangan Hak ini terbagi atas tiga macam, yaitu;

3
Santoso,Urip.Hukum Agraria & Hak– hak atas Tanah, Jakarta : KencanaPrenada
MediaGroup, 2007.hal. 37.
1) Hak milik perseorangan yang bebas, dalam arti bebas dari
pengaruh hak ulayat, seperti yang melekat pada tanah yasan di
jawa tengah/ tanah-tanah milik tuan tanah di daerah jawa barat
yang benar-benar dapat bertindak sebagai yang diperuntukan atas
tanah miliknya.
2) Hak milik perseorangan yang terkekang, yaitu terkekang oleh hak
ulayat, seperti yang terjadi atas tanah sawah/pekulen di jawa
tengah atau tanah kasikepan di daerah cirebon. Hak milik tanah
persekutuan yang mungkin berasal dari membuka hutan atau
membeli dari perseorangan yang dikerjakan untuk kepentingan
persekutuan itu sendiri, misalnya tanah suksara di jawa tengah/drue
desa di bali, tanah ulayat di minangkabau.
3) Hak milik keluarga, yaitu tanah milik bersama para anggota
keluarga tertentu, seperti tanah tilaran di jawa tengah, tanah pusaka
di minangkabau, tanah dati di ambon, tanah pesini di minahasa dan
sebagainya. Hak milik atas tanah ini dapat diperoleh dengan
berbagai macam cara,antara lain : dengan membuka tanah/hutan
pertuanan, mendapatkan warisan tanah, mendapat tanah sebagai
akibat perbuatan hukum/transaksi tanah, seperti karena pembelian,
penukaran hadiah dan sebagainya, karena daluwarsa/lampau
waktu4.

II. Hak membuka tanah

ialah hak warga persekutuan untuk membuka tanah hutan yang termasuk
lingkungan pada pertuanan dengan persetujuan kepala persekutuan. Hak ini dapat
merupakan hak untuk mengolah tanah hutan belukar untuk dijadikan lahan
pertanian, daerah pemukiman dan sebagainya. Hak membuka hutan ini dalam
prakteknya dapat pula ia dimiliki oleh orang luar (bukan warga persekutuan) yang
telah mendapat izin dari kepala persekutuan hukum adat setempat, kalau terjadi

4
Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003. Hal 65.
demikian maka hak mereka ini bukan berdasarkan hak pertuanan, melainkan
berdasarkan perjanjian yang harus disertai dengan pembayaran uang pengakuan
atau uang persembahan/upeti (mesi di jawa). Bagi warga persekutuan sendiri pada
umumnya tidak diperlukan izin dari kepala persekutuan dan pembayaran upeti,
melainkan cukup dengan sepengetahuan saja.

III. Hak memungut hasil/hak menikmati hasil/hak anggaduh

ialah hak seseorang yang diberikan oleh persekutuan untuk memungut hasil
atau mengerjakan tanah tertentu milik persekutuan dalam waktu yang terbatas.
Pada dasarnya hak ini hanya diberikan kepada orang yang bukan warga
persekutuan untuk mengolah sebidang tanah selama satu atau beberapa kali masa
tertentu saja (sementara), dan kalau ada yang mendapatkan lebih dari satu masa
panen, sebenarnya hanya merupakan satu rangkaian saja. Hak ini diberikan paling
lama seumur hidup sehingga tidak dapat diwariskan. Hak anggaduh ini dapat
dipindahkan/dihibahkan oleh pemegang haknya kepada orang lain selama masih
hidup, karena hak ini berakhir dengan meninggalnya si pemegang hak.

IV. Hak pakai/ hak anggarap

ialah hak anggota keluarga untuk mengerjakan tanah milik bersama dari
anggota keluarga (misalnya hak atas tanah pusaka di daerah minangkabau yang
disebut ganggam bauntuik. Hak pakai ini merupakan hak sesama warga
persekutuan atau sesama anggota keluarga, dan berlangsung untuk waktu yang
lama. Jadi dalam hak ini pemilikan atas tanah pusaka itu ada di tangan
persekutuan, tetapi pemanfaatannya dibagi-bagi diantara para keluarga yang
menguasai tanah tersebut.

V. Hak wenang pilh/ hak kinacek

Ialah hak warga persekutuan untuk memakai, mengolah atau mendapatkan


tanah lebih dahulu dari orang lain.

VI. Hak wenang beli


Ini adalah hak seseorang yang karena sesuatu hal berhak membeli sebidang
tanah terlebih dahulu dari orang lain, dengan harga yang sama kalau tanah
tersebut dibeli oleh orang lain. Hak ini meliputi tanah pertanian, tanah
pekarangan, kolam ikan dan sebagainya.

VII. Hak keuntungan jabatan

Merupakan hak pejabat desa/pamong desa/prabot desa untuk mengerjakan


tanah milik desa atau persekutuan hukum adat dan mengambil hasilnya sebagai
upah jabatannya.

5. TRANSAKSI TANAH

dimaksud transaksi tanah dalam hukum adat adalah suatu perbuatan hukum
yang dilakukan oleh sekelompok orang atau secara individu untuk menguasai
sebidang tanah yang dilakukan baik secara secara sepihak maupun secara 2
pihak sesuai dengan kebutuhan mereka.

I. Macam-macam Transaksi Tanah

1) Transaksi Tanah sepihak, adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk


menguasai sebidang tanah dan tanah tersebut tidak dikuasai oleh siapa
pun.
2) Transaksi Tanah dua pihak, adalah transaksi tanah yang objeknya
tanahnya telah dikuasai oleh hak milik. Transaksi ini biasa terjadi karena5
:
a. jual lepas/jual beli yang dimaksud dengan jual lepas adalah suatu
transaksi transaksi dalam satu pihak yang menyerahkan
kepemilikannya atas tanah untuk selama-lamanya kepada pihak lain
yaitu pihak ke 2 dan pihak ke 2 tersebut telah membayar harga yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak.

5
Wignjodipuro,Surojo. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: PT.
Gunung Agung, 1983. Hal.88
b. jual gadai adalah penyerahan tanah oleh penjual kepada pembeli
dengan harga tertentu dan dengan hak menebusnya kembali.
c. jual tahunan Terjadi apabila pemilik tanah menyerahkan milik
tanahnya kepada orang-orang lain untuk beberapa tahun panen dengan
menerima pembayaran terlebih dahulu dari penggarapan orang lain itu.

6. PENGARUH EKSTERNAL TERHADAP EKSISTENSI HUKUM


TANAH ADAT

pelaksananan hak ulayat sepanjang pada kenyataannya masih ada dilakukan


oleh masyarakat hukum adat yang bersangkutan menurut ketentuan hukum adat
setempat6. Hak ulayat masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :

a. terdapat sekelompok orang yang masih merasa terikat oleh tatanan hukum
adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum tertentu, yang
mengakui dan menerapkan ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut
dalam kehidupannya sehari hari.
b. terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga
persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan
hidupnya sehari-hari.
c. terdapat tatanan hukum adat mengenai pengurusan, penguasaan dan
penggunaan tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga
persekutuan hukum tersebut. penelitian dan penentuan masih adanya hak
ulayat dilakukan oleh pemerintah daerah dengan mengikut sertakan para
pakar hukum adat, masyarakat hukum adat yang ada di daerah yang
bersangkutan, lembaga swadaya masyarakat dan instansi - instansi yang
mengelola sumber daya alam. Keberadaan tanah ulayat masyarakat
hukum adat yang masih ada dinyatakan dalam peta dasar pendaftaran
tanah dengan membubuhkan suatu tanda kartografi dan, apabila
memungkinkan, menggambarkan batas-batasnya serta mencatatnya dalam
daftar tanah

6
Sudiyat ,Imam.Hukum Adat, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010.hal. 132.
Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa pengakuan terhadap hak atas tanah
berdasar hukum adat dibatasi oleh beberapa hal :

a. hak atas tanah adat masih diakui sepanjang tidak bertentangan


dengan kepentingan nasional, dalam hal ini tidak bertentangan dengan
undang-undang.
b. eksistensi keberadaan masyarakat hukum adat menjadi dasar penentuan
pengakuan terhadap hak tanah adat.

Kenyataannya eksistensi hak-hak adat masyakat hukum adat sering


dikalahkan oleh kepentingan-kepentingan golongan atau pihak-pihak tertentu
dengan cara mendompleng pemerintah. Alasan yang sering dipakai adalah
pemanfaatan sumber daya alam demi kepentingan nasional, yang dituangkan
dalam kebijakan pemerintah. eksistensi hak-hak adat tercermin dalam
kebijakan pertambangan, kehutanan, pemanfaatan pulau-pulau kecil, dan
kebijakan pemerintah pusat atau pemerintah daerah yang lebih memihak
kepentingan pemodal. eksistensi hak-hak adat dengan alasan kepentingan
nasional seringkali menimbulkan kerusakan lingkungan, hilangnya budaya,
dan yang paling parah adalah hilangnya ciri dan kepribadian dalam berbangsa.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil menulisan analisis mengenai hukum tanah adat ini,maka dapat
ditarik beberapa kesimpulan yaitu:

1. Berdasarkan cara memperolehnya, antara lain : tanah yasan, tanah pusaka


dan tanah pekulen. berdasarkan tujuan penggunaanya, antar lain: tanah
bengkok, dan tanah suksara.
2. Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala
tindak tanduk manusia itu sendiri sebab tanah merupakan tempat bagi
manusia untuk menjalani dan kelanjutan kehidupannya. Oleh itu tanah
sangat dibutuhkan oleh setiap anggota masyarakat hukum, sehingga sering
terjadi sengketa diantara sesamanya, terutama yang menyangkut tanah. Di
dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting.
Hak persekutuan hukum atas tanah, yaitu hak yang dimiliki,
dikuasai,dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh sekelompok manusia yang
hidup dalam suatu wilayah tertentu yang disebut dengan masyarakat
hukum (persekutuan hukum). Lebih lanjut, hak persekutuan ini sering
disebut dengan hak ulayat, hak dipertuan, hak purba, hak komunal, atau
beschikingsrecht.
3. Hak Perseorangan atas tanah, yaitu hak yang dimiliki,
dikuasai,dimanfaatkan, dinikmati, diusahai oleh seseorang anggota dari
persekutuan tertentu.
DAFTAR PUSTAKA

Sudiyat ,Imam.Hukum Adat, Yogyakarta: Liberty Yogyakarta, 2010.

Wignjodipuro,Surojo. Pengantar dan Asas-Asas Hukum Adat, Jakarta: PT.


Gunung Agung, 1983.

Hadikusuma, Hilman. Hukum Waris Adat, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, 2003

Haar Bzn, B. Ter,Asas-Asas dan Susunan Hukum Adat, Jakarta Pusat :pradnya Paramita,
1980

Santoso,Urip.Hukum Agraria & Hak– hak atas Tanah, Jakarta : KencanaPrenada


MediaGroup, 2007.

Muhammad, Busha , Pokok-Pokok Hukum Adat, Jakarta :Pradnya Paramita,1983

Anda mungkin juga menyukai