PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
mereka dimakamkan dan menjadi tempat kediaman orang
orang halus pelindungnya beserta arwah leluhurnya, tanah
dimana meresap daya daya hidup, termasuk juga hidupnya
umat dan karenanya tergantung dari padanya.2
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana sejarah hukun pertanahan di Indonesia?
2. Bagaimana kedudukan tanah dalam hukum adat?
3. Apa saja hak-hak atas tanah dalam hukum adat?
4. Bagaimana transaksi tanah dalam hukum adat?
5. Bagaimana transaksi yang ada hubungannya dengan
tanah?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui sejarah hukum pertanahan di
Indonesia.
2. Untuk mengetahui kedudukan tanah dalam hukum adat.
3. Untuk mengetahui hak-hak atas tanah dalam hukum adat.
4. Untuk mengetahui transaksi tanah dalam hukum adat dan
transaksi yang ada hubungannya dengan tanah.
D. Manfaat
Hasil dari makalah ini diharapkan dapat memberikan
manfaat kepada semua pihak yang membaca khususnya
kepada mahasiswa/mahasiswi untuk menambah wawasan
dan pemahaman tentang hukum tanah adat di Indonesia.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
kewajiban menyerahkan seluruh hasil panen dengan
pembayaran yang harganya juga sudah ditetapkan secara
sepihak. Dengan ketentuan ini, rakyat tani benar-benar
tidak bisa berbuat apa-apa. Mereka tidak berkuasa atas
apa yang mereka hasilkan.
c. Roerdiensten. Kebijaksanaan ini dikenal dengan kerja rodi,
yaitu system kerja paksa yang dibebankan kepada rakyat
yang tidak mempunyai tanah pertanian.
4
benda diatanya dibakar atau terbakar setelah apinya padam,
keadaan tanah akan kembali seperti semula.4
Hal itulah yang membuat tanah dalam hukum adat
memiliki arti yang sangat penting. Begitu juga apabila kita
lihat faktanya, tanah merupakan tempat tinggal, memberikan
penghidupan serta tempat bagi anggota persekutuan
dikebumikan kelak setelah ia meninggal dunia dan juga
tempat tinggal roh para leluhur.
5
dan harus membayar uang pengakuan, setelah panen harus
membayar uang sewa.
4. Persekutuan bertanggung jawab atas segala sesuatu yang terjadi di
atas lingkungan ulayat.
5. Larangan mengasingkan tanah yang termasuk tanah ulayat,
artinya baik persekutuan maupun para anggota-anggotanya tidak
diperkenankan memutuskan secara mutlak sebidang tanah ulayat
sehingga persekutuan sama sekali hilang wewenangnya atas tanah
tersebut.
Tentang perubahan hak ulayat menjadi hak perseorangan baru
dapat terjadi apabila ditempuh cara-cara sebagai berikut:
1. Apabila seorang pimpinan lingkungan ulayat menyatakan dirinya
sebagai pendukung hak ulayat dan akibatnya pimpinan
lingkungan ulayat yang biasanya raja, menyatakan dirinya karena
kekuasaannya; misalnya desa minjem di jawa dimana kepala
desanya menjadi pemilik dari tanah ulayat.
2. Apabila anggota-anggota ulayat mencari orang-orang luar untuk
mengusahakan tanah-tanah hutan yang kosong dengan
mengadakan pembayaran lebih dahulu.
3. Apabila anggota-anggota ulayat ditarik biaya jika mereka ingin
mengusahakan tanah tersebut.
6
Adapun hak-hak perseorangan yang diberikan atas tanah ataupun
isi tanah ulayat adalah berupa:
1. Hak milik atas tanah
Yang dimaksud dengan hak milik atas tanah adalah hak yang
dimiliki setiap anggota ulayat untuk bertindak atas kekuasaannya
atas tanah ataupun isi dari lingkungan atau wilayah ulayat. Hak
milik ini terdiri dari hak milik terikat dan hak milik tidak terikat.
Yang dimaksud dengan hak milik terikat adalah semua hak milik
yang dibatasi oleh hak-hak lain yang terdapat dalam lingkungan
masyarakat adat sepeti hak milik komonal atas tanah dimana
sebidang tanah menjadi milik bersama dari penduduk desa.
kenyataan seperti ini di bali disebut draw desa, manado kintal
kalakeran, dan di minagkabau harto pusako. Sedangkan yang
dimaksud dengan hak milik tidak terikat adalah hak milik dari
perseorangan yang tidak ada campur tangan dari hak-hak desa. Di
jawa barat sawah yang merupakan hak milik perseorangan yang
tidak terikat pada hak ulayat disebut sawah milik atau sawah
yasa.
2. Hak Menikmati Atas Tanah
Hak menikmati atas tanah mengandung arti bahwa hak yang
diberikan kepada seseorang merupakan haknya untuk menikmati
hasil tanah berupa memungut hasil panin tidak lebih dari satu kali
saja. Sebenarnya hak ini biasanya diberikan kepada orang luar
lingkungan ulayat yang diizinkan untuk membuka sebidang tanah
dalam lingkungan ulayat; setelah panen selessai tanah harus
dikembalikan kepada hak ulayat. Dijawa barat hak ini disebut
hak memungut huma, yaitu meliputi wewenang untuk
menanami tanah satu kali panin; tanahnya sendiri disebut huma
geblogan. Orang-orang yang mengusahakan tanah ini harus
membayar sewa pada pemerintah setelah panin tanah itu tidak
ditanami lagi dan kembali pada pemerintah.
3. Hak Terdahulu
Tentang hak terdahulu (vooorkeursrecht) adalah hak yang
diberikan kepada seseorang untuk mengusahakan tanah itu
7
dimana orang tersebut didahulukan dari orang lain. Ini dapat
terjadi misalnya tentang sebidang tanah belukar yang berupa
tanah dari ulayat atau berupa tanah ulayat.
4. Terdahulu Untuk Dibeli
Begitu pula mengenai hak terdahulu untuk dibeli; dimana
seseorang untuk memperoleh hak sebidang tanah dengan
mengesampingkan orang lain. Hak ini sering disebut hak
wewenang beli dan hal ini dapat terjadi karena pembeli adalah
sanak saudara si penjual, anggota masyarakat atau ulayatnya,
tetangga dari si penjual tanah itu sendiri.
5. Hak Memungut Hasil Karena Jabatan
Mengenai hak memungut hasil karena jabatan (ambtelijk
profijtrecht) bisa terjadi karena seorang sedang menjadi pengurus
masyarakat, dan hak ini ia proleh selama menduduki jabatan itu,
setelah tidak menduduki jabatannya maka hak itu tidak diberikan
lagi kepadanya. Tanah yang demikian disebut tanah bengkok, di
jawa barat disebut tanah carik atau tanah kajaroan.
6. Hak Pakai
Sedangkan yang dimaksud dengan hak pakai (gebruiksryecht)
adalah hak atas tanah yang diberikan kepada seseorang atau
sekelompok orang untuk menggunakan tanah atau memungut
hasil dari tanah tersebut. Misalnya di minangkabau dikenal
adanya sawah yang disebut sawah pusako. Sawah ini dapat
dibagi-bagikan kepada anggota kerabat yang sifatnya hanya
diberikan sebagai hak pakai saja dan sawah yang dibagi-bagikan
ini disebut ganggambautik.
7. Hak Gadai dan Hak Sewa
Selanjutnya yang dimaksud dengan hak gadai dan hak sewa
dalam hubungan ini timbul karena adanya satu ikatan perjanjian
antara kedua belah pihak atas tanah tersebut. Selama belum
ditebus oleh pemilik tanah, maka selama itu pula hak atas tanah
menjadi hak milik yang memberi gadai, begitu pula tentang hak
sewa, bahwa hak milik itu berlangsung hingga putusnya
perjanjian sewa menyewa atas tanah tersebut.
8
Transaksi tanah dalam hukum adat pada hakikatnya terdiri dari dua
aspek, yaitu:7
1. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum sepihak.
2. Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum dua pihak.
Transaksi jual ini menurut isinya dapat dibedakan dalam tiga macam
yaitu sebagai berikut:
1. Menjual gadai
Dalam hal ini yang menerima tanah berhak untuk mengerjakan tanah
serta untuk memungut hasil dari tanah itu dan ia hanya terikat oleh
janjinya bahwa tanah hanya dapat di tebus oleh yang menjual gadai. Bila
ia sangat membutuhkan uang, hanya dapat menjual lagi gadai tanah itu
9
kepada orang lain, tetapi tidak boleh menjual lepas tanah tersebut. Begitu
pula ia tidak dapat meminta kembali uang yang di berikannya kepada
yang menjual gadai, tetapi dalam transaksi yang demikian biasanya di
sertai pula dengan berbagai tambahan perjajian seperti:
a. Jika tidak di tebus dalam masa di janjikan maka tanah tersebut
menjadi milik yang membeli gadai
b. Tanah tidak boleh di tebus selama satu tahun, dua atau beberapa tahun
dalam tangan pembeli gadai.
2. Menjual lepas
Dalam hal ini yang membeli lepas memperoleh hak milik atas tanah
yang membelinya, sedangkan pembayaran di lalakukan di hadapan kepala
persekutuan.
3. Menjual tahunan
Ini merupakan satu bentuk menyewakan tanah. Transaksi tanah yang
seperti ini di luar jawa tidak begitu di kenal, mengenai lamanya waktu
transaksi ini tidak tentu.
(a) Barang siapa menguasai tanah pertanian dengan gadai yang pada mulai
berikutnya peraturan ini (yaitu pada tanggal 1-1-1961) sudah
berlansung 7 tahun atau lebih, wajib mengembalikan tanah itu kepada
pemiliknya dalam waktu sebulan sesudah tanaman-tanaman yang ada
selesai di panen dengan tidak ada hak untuk menuntut pembayaran
uang tebusan.
(b) Mengenai hak gadai yang pada mulai berlakunya peraturan ini belum
berlangsung 7 tahun, maka pemilik tanahnya berhak untuk
10
memintanya kembali setiap waktu setelah tanaman yang ada selesai di
panen dengan membayar uang tebusan yang besarnya di hitung
menurut rumus berikut:
7+1/2- waktu berlangsungnya hak gadai x uang gadai di bagi 7
Pelaksaan pengembaliannya adalah dalam waktu sebulan setelah
panen yang bersangkutan.
(c) Ketentuan dalam ayat (2) ini berlaku juga terhadap hal gadai yang di
adakan sesudah mulai berlaku peraturan ini.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Sejarah Hukum pertanahan di Indonesia, diawali pada
masa kolonial dengan dibentuknya perkumpulan dagang
Belanda yang di sebut VOC (Verenidge Oost Indische
Compagnie) antara tahun 1602 sampai dengan tahun
1799. Dalam perjalanan sejarah pemerintah Hindia-
Belanda di Indonesia, terdapat dualisme hukum yang
menyangkut Hukum Agraria (tanah) Barat, dan pihak lain
berlaku Hukum Agraria (tanah) Adat.
2. Kedudukan tanah dalam Hukum Adat, ada dua hal yang
menyebabkan tanah memiliki kedudukan yang sangat
penting dalam hukum adat, yaitu karena sifat dan
faktanya.
3. Hak-hak atas tanah dalam Hukum Adat, ada dua yaitu:
Hak persekutuan atas tanah dan Hak perseorangan atas
tanah.
4. Transaksi tanah dalam Hukum Adat, terdiri dari dua aspek
yaitu: Transaksi tanah yang merupakan perbuatan hukum
sepihak dan transaksi tanah yang merupakan perbuatan
hukum dua pihak.
5. Transaksi-transaksi yang ada hubungannnya dengan
tanah, ada enam yaitu: Memperduai (Minangkabau),
Sewa, Numpang/ Magersari (Jawa), Memperduai atau
Sewa bersama-sama dengan gadai, dan titip.
B. Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Jurnal
13