berarti hal yang ”dipidanakan” yaitu yang oleh instansi yang berkuasa dilimpahkan
kepada seorang oknum sebagai hal yang tidak enak dirasakannya dan juga hal yang
Hukum perdata ini juga dinamakan hukum sipil sebagai terjemahan belaka
mengatakan bahwa ada perpisahan antara hukum publik dan hukum perdata
hukum publik atau golongan hukum perdata. Banyak hubungan hukum itu masuk
1
golongan hukum perdata. Selaku contoh dapat ditunjuk pada hukum perburuhan yang
mengatur hubungan-hukum antara buruh dan majikan, dan pada hukum ekonomi
pada umumnya.
Ini memang selayaknya. Pada pokoknya semua hukum mengatur tingkah laku
dari manusia. Maka kepentingan masyarakatlah yang selalu menjadi faktor dalam
sedemikian rupa, bahwa titik berat berada pada kepentingan satu orang menusia,
sedasngkan pada hubungan hukum lain yang keadaannya manusia yang merupakan
suatu kumpulan, yang kepentingannya nampak lain daripada kepentingan suatu orang
Sudah barang tentu dalam keadaan yang tersebut pertama itu, lebih terserah
kepada kemauan seorang manusia yang tertentu itu untuk menetapkan, apakah suatu
keadaan yang tersebut kedua tadi, harus dinyatakan kepada kumpulan orang-orang
manusia atau kepada wakilnya tentang ya atau tidaknya dilaksanakan hak-hak yang
ada pada hubungan-hukum itu. Disinilah letak perbedaan yang nampak antara yang
2
1.4 Ujud Hukum Pidana
Hukum publik terbagi ke dalam tiga golongan hukum, yaitu ke-1 hukum tata
negara, ke-2 hukum tata usaha negara, dan ke-3 hukum pidana, sehingga dengan
Hukum pidana yang tergambar ini dapat terwujud tiga macam, yaitu ke-1
Pidana atau Wetboek van Strafrecth, atau code penal atau straf gezetsbuch), ke-2
secara tesebar dalam pelbagai undang-undang tentang hal-hal tertentu, yang dalam
pasl dari undang-undang itu, dan ke-3 secara ancaman hukuman pidana ”kosong”
larangan yang mungkin sudah ada atau yang masih akan diadakan dalam undang-
undang lain.
Kitab ini terdiri dari tiga buku. Buku I memuat ”ketentuan-ketentuan umum”
(perbuatna yang pembuatnya dapat dikenakan hukuman pidana, strafbare feiten), baik
yang disebutkan dalam buku II dan buku III maupun yang disebutkan dalam undang-
undang lain.
3
1.6 Hukum Adat Kebiasaan (Gewoonterecht)
rangkaian hukum pidana. Ini resminya menurut pasal 1 KUHP, tetapi sekitarnya di
yang berdasar atas adat-kebiasaan dan yang secara kongkret mungkin sekali
Menurut Prof. Mr. W.F.C. Van Hattum dalam bukunya Hand en leerboek van
hukum tertulis bagi hukum pidana, ada pengaruh penting dari adat-kebiasaan dalam
Di Inggris dan Amerika Serikat adat kebiasaan ini secara resmi merupakan
sumber bagain besar dari hukum, termasuk hukum pidana dengan berlakunya apa
perakara baru kemudian. Hukum semacam ini juga dinamakan ”case-law” yaitu
hukum yang perumusannnya didasarkan pada apa yang nampak dalam peristiwa-
peristiwa tertentu.
4
BAB II
Diatas sudah disingguh adanya dua unsur pokok dari hukum pidana, yaitu ke-
1 adanya suatu norma, yaitu suatu larangan atau suruhan (kaidah), ke-2 adanya sanksi
(sanctie) atas pelanggaran norma itu berupa ancaman dengan hukuman pidana.
Norma-norma ini ada di salah satu dari bidang-bidang hukum lain, yaitu
bidang hukum tata negara (staatsrecht), bidang hukum tata usaha negara
(administratief recht) dan bidang hukum perdata (privaatrecht atau bugerlijjk recht).
Seyogyanya pendapat dari para sarjana hukum itu merata, bahwa hukum
merupakan hukum publik. Ukuran seperti di atas telah saya terangkan, yaitu bahwa
hubungan hukum yang teratur dalam hukum pidana, adalah sedemikian rupa, bahwa
titik berat berada tidak pada kepentingan seorang individu, melainkan pada
Hanya sebagai kekecualian, ada beberapa tindak pidana yang hanya dapat
diajukan dimuka pengadilan atas pengaduan (klacht) dari oknum yang diganggu
5
kepentingannya, seperti misalnya tindak pidana ”penghinaan” atau ”perzinaan” dan
sebagainya.
masyarakat.
kaidah-kaidah dalam bidang hukum tata negara dan hukum tata usaha negara harus
dalam bidang hukum perdata pertama-tama harus ditanggapi dengan sanksi perdata.
Hanya apabila administrasi dan sanksi perdata ini belum mencukupi untuk mencapai
tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru diadakan juga sanksi pidana
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa menurut hemat saya, tujuan dari
Di antara para sarjana hukum diutarkan, bahwa tujuan hukum pidana ialah :
6
a. Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan, baik secara
nakuti orang tertentu yang sudah menjalankan kejahatan, agar di kemudian hari
7
BAB III
(Strafrecht-theorien)
Menurut teori-teori absolut ini setiap kejahatan harus diikuti dengan pidana,
tidak boleh tidak, tanpa tawar-menawar. Seorang mendapat pidana oleh karena telah
melakukan kejahatan. Tidak dilihat akibat-akibat apa pun yang mungkin timbul dari
akan dirugikan.
Menurut teori-teori ini, suatu kejahatan tidak mutlak harus diikuti dengan
suatu pidana. Untuk ini tidaklah cukup adanya suatu kejahatan, melainkan harus
dipersoalkan perlu dan manfaatnya suatu pidana bagi masyarakat atau bagi si
penjahat sendiri. Tidaklah saja dilihat pada masa lampau, melainkan juga pada masa
depan.
Maka harus ada tujuan lebih dari daripada hanya menjatuhkan pidana saja.
Dengan demikian teori-teori ini juga dinamakan teori-teori ”tujuan”. Tujuan ini
pertama-tama harus diarahkan kepada usaha agar di kemudiah hari, kejahatan yang
8
3.5 Konsekuensi dari Teori-Teori Relatif
hanya secara negatif, maka tidaklah layak dijatuhkan pidana, melainkan secara positif
dianggap baik, bahwa pemerintah mengambil tindakan yang tidak bersifat pidana.
9
BAB IV
Pidana atau KUHP yang terdiri dari tiga buku. Buk I memuat penentuan-penentuan
kejahatan atau misdjriven. Buku III memuat penyebutan tindak-tindak pidana yang
Kesimpulan ini dapat saya setujui dan memang sesuai denagn kenyataan,
bahwa ada beberapa prinsip termuat dalam buku I KUHP yang hanya berlaku bagi
”kejahatan” dan tidak bagi ”pelanggaran” atau berlaku secara berlainan, seperti
misalnya :
10
3. Kemungkinan keharusan adanya pengaduan (klacht) untuk penuntutan di
muka hakim, hanya ada terhadap beberapa ”kejahatan” tidak ada terhadap
pelanggaran
dengan adanya konsekuensi tersebut diatas. Maka dalam tiap ketentuan hukum pidana
dalam undang-undang di luar KUHP harus ditentukan, apa tindak pidana yang
Kesimpulan ini dapat saya setujui dan memang sesuai dengan kenyataan,
bahwa ada beberapa prinsip termuat dalam Buku I KUHP yang hanya berlaku bagi
”kejahatan” dan tidak bagi ”pelanggaran” atau berlaku secara berlainan, seperti
misalnya :
muka hakim, hanya ada terhadap beberapa “kejahatan” tidak ada terhadap
pelanggaran
11
d. Peraturan tentang gabungan tindak pidana adalah berlainan bagi kejahatan dan
pelanggaran
Dalam KUHP ada beberapa kejahatan mengenai harta benda, apabila kerugian
yang diakibatkan tidak melebihi dua puluh rupiah, dinamakan “kejahatan ringan” dan
bulan.
12
BAB V
bahwa sanksi pidana pada sifatnya lebih keras dari pada sanksi perdata atau sanksi
kepastian hukum bagi penduduk, yang selayaknya harus tahu, bahwa perbuatan yang
Bagi saya larangan berlaku surat ini memenuhi rasa keadilan, seusai dengan
13
Prinsip ini menganggap hukum pidana Indonesia berlaku di dalam wilayah
Republik Indonesia, siapapun yang melakukan tindak pidana. Ini ditegaskan dalam
Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah
Indonesia.
Republik Indonesia, siapa pun yang melakukan tindak pidana. Ini ditegaskan dalam
Indonesia berlaku bagi siapa saja yang melakukan tindak pidana di dalam wilayah
negara di Indonesia.
14
BAB VI
Dalam pandangan KUHP, yang dapat menjadi subjek tindak pidana adalah
KUHP, yang memaparkan daya berpikir sebagai syarat bagi subjek tindak pidana itu,
juga terlihat pada ujud hukuman / pidana yang termuat dalam pasal-pasal KUHP,
Ujud dari perbuatan ini pertama-tama harus dilihat pada perumusan tindak
15
Sebaliknya perumusan secara ”material” memuat penyebutan suatu akibat
yang disebabkan oleh perbuatannya, seperti misalnya tindak pidana, membunuh yang
dalam pasal 338 KUHP dirumuskan sebagai mengakibatkan matinya orang lain.
Maka harus ada unsur kesalahan dari pelaku tindak pidana. Kesalahan ini
berupa dua macam, yaitu kesatu : kesengajaan (opzet), dan kedua : kurang hati-hati
(culpa).
si pelaku dengan ketiga unsur tadi, yaitu perbuatan, akibat, dan sifat melanggar
Kesengajaan ini harus mengenai ketiga unsur dari tindak pidana, yaitu ke-1;
perbuatan yang dilarang, ke-2 akibat yang menjadi pokok alasan diadakan larangan
16
BAB VII
(Straf-Uitsluiting-Gronden)
Satu dari dua macam alasan menghilangkan sifat tindak pidana adalah
perintah jabatan, yang diberikan oleh seorang penguasa yang berwenang (pasal 51
17
Macam kedua dari alasan-alasan menghilangan sifat tindak pidana adalah demikian,
bahwa semua unsur pidana, termasuk unsur sifat melanggar hukum atau
wederrechtelijkheid, tetap ada, tetapi ada hal-hal khusus yang menjadikan si pelaku
a. Pasal 44 ayat 1 KUHP yang menyatakan, tidak dapat dihukum seorang yang
kurang bertumbuhnya atau ada gangguan penyakit pada daya berpikir seorang
pelaku itu.
b. Pasal 45 KUHP yang menyatakan, tidak dapat dihukum seorang yang untuk
melakukan perbuatan yang bersangkutan, didorong oleh suatu paksaan yang tidak
dapat dicegah
c. Pasal 49 ayat 2 KUHP yang menyatakan, tidak dapat dihukum seorang yang
melanggar batas membela diri disebabkan oleh suatu perasaan yang goyang
d. Pasal 51 ayat 2 KUHP yang menyatakan, bahwa suatu perintah jabatan yang
tidak sah tidak menghilangkan sifat tindak pidana, kecuali apabila si pelaku
18
berwenang untuk itu, dan lagi perbuatan yang bersangkutan berada dalam
Mirip dengan hal keperluan membela diri dan hal pelampauan batas keperluan
membela diri, adalah hal ”keadaan memaksa” atau overmacht dari pasal 45 KUHAP
yang berbunyi ”tidaklah dihukum seorang yang melakukan perbuatan, yang didorong
Paksaan dapat bersifat mutlak (absolut) yaitu suatu paksaan yang tidak
mungkin dapat ditentang. Misalnya seorang A yang sepuluh kali lebih kuat dari pada
Ini selalu bersifat psikis, bukan fisik, dan inilah yang dimaksudkan oleh pasal
19
BAB VIII
PERCOBAAN
(Poging)
pelaksanaan ini tidak selesai hanya sebagai akibat dari hal-hal yang tidak
20
3. Apabila suatu kejahatan dapat dikenakan hukuman mati atau hukuman penjara
pelaku, menganggap tabiat si pelaku ini sudah menjelma dalam percobaan melakukan
tindak pidana, maka pantaslah percobaan ini sudah dapat dikenakan hukuman pidana.
pidana.
21
Diatas telah dikemukakan, bahwa pasal 53 KUHP menentukan syarat-syarat
untuk mengenakan hukuman pidana pada percobaan tindak pidana. Syarat pertama
BAB IX
(Deelneming)
Rumusan ini terlihat pada pasal 55 dan pasal 56 KUHP yang berbunyi :
Pasal 55
dapat diperhatikan.
22
Pasal 56
ialah : menyuruh melakukan perbuatan (doen plegen). Ini terjadi apabila seorang lain
tetapi oleh karena beberapa hal si pelaku itu tidak dapat dikenakan hukuman pidana.
Jadi si pelaku (dader) itu seolah-olah menjadi alat belaka (instrument) yang
23
pidana
Adanya kalanya seorang pelaku disuruh oleh orang lain tanpa paksaan dan
tanpa perintah jabatan, untuk melakukan suatu perbuatan yang tidak merupakan
tindak pidana, oleh karena pada si pelaku tidak ada salah suatu unsur dari tindak
perbuatan bantuan pada waktu tindak pidana dilakukan, dan kedua perbuatan bantuan
sebelum pelaku utama bertindak, dan bantuan itu dilakukan dengan cara memberi
Di atas sudah pernah saya katakan, bahwa tidak semua pembujukan untuk
paksaan, ancaman, atau penipuan. Kemudian cara-cara ini ditambah dengan memberi
24
9.6 Perbedaan dengan Menyuruh Melakukan (Doen Plegen)
bahwa perbedaan antara pembujukan dan penyuruhan ini ialah, bahwa orang yang
dibujuk dapat dikenakan hukuman, sedangkan orang yang disuruh, justru tidak.
Tegasnya, apabila dalam hal pembujukan, orang yang dibujuk, oleh suatu
sebab tertentu, pada akhirnya tidak dapat dikenakan hukuman, maka si pembujuk
hal seorang pembujuk mengira, bahwa orang yang dibujuk itu dapat dikenakan
Dalam pasal 55 ayat 1 No. 2 adalah terang, bahwa pembujukan ini harus
dilakukan dengan sengaja, tetapi ini tidak berarti, bahwa hal kesengajaaan ini harus
meliputi semua bagian dari tindak pidana. Maka mungkinlah orang dengan sengaja
25
BAB X
tindak pidana, tetapi dengan adanya hubungan antara satu sama yang lain,
dianggap sebagai satu perbuatan yang dilanjutkan, diatur dalam pasal 64 KUHP
26
c. Seorang melakukan beberapa perbuatan yang tidak ada hubungan satu sama
lain, dan masing-masing merupakan tindak pidana; hal tersebut dalam ilmu
65 dan 66 KUHP
Dari ketiga macam gabungan ini, yang benar-benar merupakan gabungan ialah
yang tersebut yaitu beberapa perbuatan digabungkan menjadi satu, maka juga
oleh karena sebenarnya tidak ada hal-hal yang digabungkan, melainkan ada satu
pidana.
Misalnya ada seorang pada suatu hari melakukan pencurian, beberapa hari
atau beberapa bulan kemudian melakukan penipuan, beberapa bulan lagi melakukan
pembunuhan.
Kalau baru kemudian lagi orang itu ditangkap dan diajukan di muka
pengadilan, maka mungkin sudah nampak, bahwa orang itu melakukan tiga tindak
pidana berturut-turut.
Dalam hal ini pasal 65 KUHP berlaku oleh karena ada beberapa perbuatan
”kejahatan” (bukan ”pelanggaran”), dan lagi hukuman pokok yang diancamkan pada
ketiga macam tindak pidana itu sama jenisnya yaitu hukuman penjara yang
27
maksimumnya mengenai pencurian lima tahun, mengenai penipuan empat tahun dan
Menurut pasal 65 ayat 1 oleh pengadilan harus dijatuhkan satu hukuman saja,
tidak tiga, dan ayat 2 menentukan, bahwa maksimumnya tidak boleh melebihi
maksimum yang terberat dengan ditambah dengan sepertiga, jadi kini tidak boleh
Ke-1 : pencabutan hak-hak yang sama dijadikan satu hukuman, yang lamanya
melebihi pendeknya dua tahun dan selama-lamanya lima tahun; apabila sebagai
hukuman pokok hanya dijatuhkan hukuman denda, maka lamanya pencabutan hak itu
28
10.3 Gabungan Kejahatan dan Pelanggaran
lamanya hukuman kurungan sebagai hukuman pokok dan sebagai hukuman pengganti
tidak boleh melebihi satu tahun empat bulan, dan jumlah lamanya kurungan sebagai
Pada tahun 1934 ditambahkan pasal 70 bis yang menentukan, bahwa dalam
beberapa kejahatan ringan, yaitu yang termuat dalam pasal 302 tentang penganiayaan
ringan terhadap hewan, pasal 352 tentang penganiayaan rinigan terhadap manusia,
pasal 364 tentang pencurian ringan, paal 373 tentang penggelapan ringan, pasal 379
tentang penipuan ringan, dan paal 482 mengenai perusakan barang secara ringan,
29
Nada peraturan tersebut tentang gabungan beberapa perbuatan adalah agak
suatu kejahatan, dan kemudian, setelah selesai menjalani hukuman, melakukan suatu
kejahatan lagi, maka kini ada apa yang dinamakan recidive, yang berakibat, bahwa
hukuman yang akan dijatuhkan kemudian malahan diperberat, yaitu dapat melebihi
hukuman maksimum.
Perbedaan ini dapat dimengerti oleh karena seorang recidivist dapat dikatakan
tidak kapok meskipun sudah dijatuhi hukuman, maka ternyata ancaman maksimum
Hal ini diatur dalam pasal 63 KUHP yng menentukan apabila suatu perbuatan
meliputi lebih dari satu pasal ketentuan hukum pidana, maka hanya satu pasal
dilakukan; jika hukumannya berlainan, paal yang memuat hukuman yang terberat.
hukuman lebih ringan merupakan suatu ketentuan hukum khusus, sedangkan pasal
dengan hukuman lebih berat merupakan suatu ketentuan umum. Dalam hal ini, selalu
ketentuan khusus yang dilakukan. Ini menurut ajaran lex specialis derogat legi
generali.
30
Dalam hal ini terjadi suatu perubahan pendapat bagi Hoge Raad Belanda yang
Dulu ”kata perbuatan” dari pasal 63 diartikan sebagai suatu kejadian, yang
sekaligus
b. Seorang naik sepeda di jalan raya tanpa bel dan tanpa tanda telah membayar
pajak
c. Seorang sopir mengendarai mobil di jalan raya tanpa surat tanda nomor
kendaraan dari mobilnya, membahayakan lalu lintas secara jalan amat cepat, dan
BAB XI
tertunda sampai adanya suatu pengaduan, seperti misalnya berzinah, yaitu bersetubuh
dengan orang lain dari pada suami atau istirinya (pasal 284), melarikan orang
perempuan (pasal 332, schaking), membuka rahasia (pasal 322), mengancam dengan
penghinaan atau dengan memuka rahasia agar mendapat barang (pasal 369,
31
afdreiging), macam-macam penghinaan (pasal 310 dan seterusnya), kecuali
digantungkan kepada suatu pengaduan apabila antara si pelaku dan si korban ada
hubungan kekeluargaan, seperti misalnya pasal 367 ayat 2 KUHP, tentang pencurian
yang menentukan, bahwa penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan seorang,
digantungkan kepada suatu pengaduan apabila antara si pelaku dan si korban ada
hubungan kekeluargaan, seperti misalnya pasal 367 ayat 2 KUHP, tentang pencurian
yang menentukan, bahwa penuntutan hanya dapat dilakukan atas pengaduan seorang,
terhadap siapa hukum pidana dilakukan (si korban) apabila si pelaku (dader) atau si
kewajiban tinggal dirumah, atau sekeluarga sedarah atau keluarga semendo, baik
32
dalam keturunan yang lurus maupun di samping sampai derajat ke dua (kakak, adik,
atau ipar).
dapat mulai dengan penyidikan atau pengusutan (opspring) sebelum ada diajukan
pengaduan.
khalayak ramai, maka adalah layak, bahwa mengenai absoluti klachtdelict kepolisian
sedangkan mengenai relatief klachtdelict keadaan ini baru terjadi sesudah diketahui
BAB XII
dapat dituntut sekali lagi karena perbuatan yang baginya telah diputuskan oleh hakim
dengan putusan yang telah berkekuatan tetap (gewijsde atau res judicata).
33
Prinsip ini yang juga terkenal sebagai ne bis in idem (tidak dua kali dalam hal
yang sama), tidak hanya mengenai hal, bahwa seseorang yang telah dihukum karena
melakukan suatu tindak pidana, tidak boleh dituntut lagi mengenai perbuata itu lagi,
melainkan juga jika orang dalam perkara pertama dibebaskan (vrijspraak) atau
dilepaskan dari segala tuntutan (ontslag van rechsvervolging), maka atas perbuatan
Di atas sudah saya singgung, bahwa hal ”perbuatan yang sama” ini ada
hubungan dengan (a) bunyi penuntutan oleh kejaksaan dan (b) kemungkinan
sama” (hetzelfde feit) sebenarnya dapat dikatakan hampir lenyap dengan adanya
kemungkinan mengubah bunyi penuntutan secara yang dirumuskan dalam pasal 282
HIR (Herzine Indonesia Reglement) sebagai ketentuan hukum acara pidana. Di situ
ada keluasaan mengubah bunyi surat tuduhan dengan suatu pembatasan, yaitu bahwa
dengan perubahan surat tuduhan yang dituduhkan kepada terdakwa tidak boleh
menjadi lain kejadian (ander feit), jadi perubahan diperbolehkan asal perbuatan yang
dituduhkan tetap merupakan ”perbuatan yang sama” (hezelfde feit) yang termaksud
34
Apabila suatu tindak pidana oleh karena beberapa hal tidak saja diselidiki
dalam waktu yang agak lama, maka masyarakat tidak begitu ingat lagi kepadanya
kepada si pelaku. Hal ini terutama berlaku bagi tindak-tindak pidana yang ringan,
yaitu golongan pelanggaran seluruhnya dan golongan kejahatan yang diancam dengan
diancam dengan hukuman pokok berupa denda, bahwa soalnya dapat diselesaikan di
luar pengadilan, yaitu secara membayar kepada kejaksaan maksimum denda yang
diancamkan, ditambah dengan biaya perkara yang telah dikeluarkan oleh jaksa.
Tetapi ini hanya dengan izin seorang pegawai negeri, yang untuk itu ditentukan
Pasal 84 perkara :
35
2. Tenggang daluwarsa ini untuk pelanggaran adalah dua tahun, untuk kejahatan
yang dilakukan dengan alat percetakan lima tahun, dan untuk kejahatan-kejahatan
yang lain sepertiga lebih dari pada tenggang daluwarsa hak menuntut hukuman.
36