I. PENGANTAR
1.1 Hubungan ilmu Hukum Pidana dengan ilmu-
ilmu lain, antara lain Kriminologi, Sosiologi,
Viktimologi, Ilmu Forensik, Penologi dan
Statistik.
1.2 Fungsi/ tujuan Hukum Pidana
1.3 Jenis-jenis Hukum Pidana
1
II. TINDAK PIDANA/ PERBUATAN PIDANA
2.1 Istilah/ Pengertian
2.2 Jenis
2.3 Unsur-unsur
2.4 Sebab akibat
2.5 Sifat melawan hukum, alasan pembenar
2.6 Waktu/ dan tempat (berlakunya Hukum Pidana)
2.7 Pembuat, antara lain: korporasi, perluasan (percobaan, penyertaan)
2.8 Penafsiran
2
• IV. PEMIDANAN
• 4.1 Istilah/ pengertian pidana
• 4.2 Teori-teori dan tujuan pidana
• 4.3 Jenis-jenis pidana dan tindakan
• 4.4 Aturan-aturan pemidanaan (pengurangan dan pemberatan)
• 4.5 Hal-hal yang menggugurkan hak menuntut dan hak melaksanakan pidana
• V. CATATAN
• 5.1 Perkuliahan dikaitkan dengan perkembangan Hukum Pidana (Konsep RUU, KUHP) dan
Yurisprudensi.
• 5.2 Perkuliahan dikaitkan dengan contoh/ kenyataan dalam masyarakat.
• 5.3 Tentang penafsiran dikaitkan dengan masalah dalam tiap-tiap sub-sub silabus dan juga teori-
teori penafsiran.
• 5.4 Jenis-jenis Hukum Pidana, hubungan antara ketentuan umum dan khusus (diprioritaskan
Hukum Pidana di luar Kodifikasi)
• 5.5 Azaz Legalitas dan penghapus (HUKUM ADAT)
3
HUKUM PIDANA
PENGERTIAN
HUKUM PIDANA :
Hukum Pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan
untuk :
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang
berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan
tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi
pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
5
Disini Hukum Pidana termasuk Hukum Publik artinya, Hukum
Pidana mengatur tentang hubungan antara perseorangan
dengan negara, jadi mengenai atau menyangkut
Kepentingan Umum. Contoh : tentang pencurian.
Sedangkan Hukum Privat, hanya mengatur antara perseorangan
dengan orang-perseorangan, termasuk Hukum Perdata.
Contoh tentang tanah warisan.
6
- Perbuatan yang melawan hukum yang mana yang
dikategorikan sebagai perbuatan pidana, hal ini tergantung
kebijakan pemerintah, yang dipegaruhi oleh berbagai faktor.
Dalam hal ini telah ditentukan bahwa yang dimaksud dengan
Perbuatan Pidana ialah :
Perbuatan yang telah ditentukan sebagai demikian oleh suatu
aturan undang-undang (Pasal 1 ayat 1 KUHP) atau setidak-
tidaknya oleh aturan hukum yang berlaku yang telah ada dan
berlaku bagi terdakwa (Pasal 14 ayat 2 UUDS dahulu) sebelum
orang dituntut untuk dipidana karena perbuatannya.
Untuk menentukan perbuatan itu masuk perbuatan pidana
atau bukan, maka dalam Hukum Pidana dikenal atau dianut
azaz, yaitu Azaz Legalitas (yang tercantum dalam Pasal 1 ayat
1 KUHP).
7
Pasal 1 ayat 1 KUHP( Azas Legalitas)
Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan
pidana dalam perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan
dilakukan.(Nullum Delictum Nulla Poena Sina Praevia Lege Poenali)
Azas ini ada dalam hukum tidak tertulis, tetapi dianut karena hidup dalam
masyarakat dan yang tidak kurang mutlak, berlakunya azas yang tertulis.
8
Ad. 2 AZAS PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA
Disini : Bahwa kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka dijatuhkan
pidana.
yaitu apabila orang tersebut (yang melakukan perbuatan pidana)
dapat dipertanggungjawabkan.
Lihat Pasal 44 KUHP
Lihat Pasal 48 KUHP
9
Hubungan Ilmu Hukum Pidana dengan Ilmu-Ilmu yang Lain
Ilmu Hukum Pidana
1. Objeknya adalah :mempelajari azas-azas dan peraturan-peraturan Hukum
Pidana yang berlaku dan menghubungkannya dengan sistematika
sedemikian rupa agar dapat dipahami dari pengertian objek tersebut.
10
3. Tugas utama : mempelajari, menjelaskan
Hukum Pidana, norma-norma dalam
pemidanaan dan menerapkan Hukum Pidana
secara teratur dan berurutan.
Jadi :
- Objeknya adalah : aturan Hukum Pidana
(positif), dan
- Tujuannya adalah : untuk dimengerti dan
dipergunakan sebaik-baiknya dan sedetail-
detailnya.
11
Ilmu lain yang berhubungan dengan Ilmu Pengetahuan Hukum
Pidana antara lain :
1. Kriminologi : Ilmu tentang kejahatan.
a. objeknya : orang yang melakukan kejahatan (si penjahat) itu
sendiri.
b. tujuannya : agar menjadi mengerti apa sebab-sebab
melakukan kejahatan.
c. Tugasnya : mencari dan menentukan sebab-sebab
kejahatan serta menemukan cara-cara pemberantasannya,
mengamankan masyarakat dari penjahat.
Kriminologi : 1. Criminal Biology (diri)
2. Criminal Sosiology (di luar diri)
3. Criminal Policy (pemberantas)
12
2. Sosiologi : Ilmu tentang kemasyarakatan.
a. Objek : masyarakat.
b. Tujuan : untuk menggali dan menentukan suatu kehidupan
masyarakat, baik sebagai anggota masyarakat maupun dalam
kelompok.
c. Tugas : menjelaskan keadaan atau kehidupan dalam suatu
masyarakat.
14
FUNGSI/ TUJUAN HUKUM PIDANA
Fungsi Hukum Pidana ada 2, yaitu: (Prof. Sudarto)
1. Umum : karena merupakan bagian, maka Hukum Pidana
fungsinya sama dengan fungsi hukum pada umumnya, yaitu :
mengatur hidup kemasyarakatan atau menyelenggarakan
tata dalam masyarakat.
15
Tujuan Hukum Pidana.
Pada umumnya adalah untuk melindungi kepentingan orang perseorangan
(hak azasi manusia), kepentingan-kepentingan masyarakat dan negara
dengan perimbangan yang serasi dari kejahatan/ tindakan tercela, disatu
pihak dan dari tindakan penguasa yang sewenang-wenang di lain pihak.
(Catatan : tujuan ini merupakan suatu cita-cita/ harapan namun dalam
sejarah mengalami proses lama dan lamban).
16
Alatnya dalam Hukum Pidana adalah pemidanaan untuk
mencapai tujuan Hukum Pidana.
Ada teori pemidanaan teori klasik.
Teori pemidanaan terbagi 3, yaitu :
1. Teori absolut
2. Teori relatif
3. Teori gabungan ( absolut + relatif)
17
JENIS-JENIS HUKUM PIDANA
~ Dilihat dari berbagai segi, Hukum Pidana terdiri dari :
1. Hukum Pidana Tertulis dan Tidak Tertulis.
- Hukum Pidana tertulis Hukum Pidana yaitu yang telah
tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
- Hukum pidana tidak tertulis Hukum Pidana Adat (Delik
Adat) yang masih hidup dalam masyarakat.
18
4. Hukum Pidana Objektif dan Hukum Pidana Subjektif
- Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)
ialah : seluruh garis hukum mengenai :
- tingkah laku yang diancam dengan pidana
- jenis dan macam pidana
- bagaimana pidana dijatuhkan dan dilaksanakan dalam
waktu dan batas-batas tertentu semua warga wajib mentaati
hukum pidana dalam arti objektif.
19
5. Hukum Pidana Materiel dan Hukum Pidana Formiel.
- Hukum Pidana Materiel aturan-aturan Hukum Pidana
yang berupa norma dan sanksi Hukum Pidana dan
ketentuan umum yang membatasi, menjelaskan
norma-norma Hukum Pidana tersebut.
Contoh : KUHP
20
6. Hukum Pidana Umum dan Khusus
- Hukum Pidana Umum
Ketentuan-ketentuan Hukum Pidana yang berlaku
secara umum bagi semua orang secara
kodifikasi KUHP termasuk Hukum Pidana Umum
dibanding Hukum Pidana yang tersebar di luar KUHP.
21
ISTILAH TINDAK PIDANA
(PERBUATAN PIDANA)
22
Pengertian Azas Legalitas ada 3, (Moeljatno)
1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam pidana
kalau hal itu terlebih dahulu belum dinyatakan dalam
undang-undang.
kecuali (UU Darurat No 1 tahun 1951, dan Pasal 14 UUDS
Tahun 1950
23
PENJELASAN
Pengertian Azas Legalitas
1. Harus ada UU terlebih dahulu
Kecuali
UU Darurat Tahun 1951 No. 1 Pasal 5 (3), Pengadilan Negeri masih
dapat menggunakan Hukum Pidana Adat yang masih hidup.
Pasal 14 UUDS 1950 ayat 2, tidak ada seorang jua pun boleh
dituntut untuk dihukum atau dijatuhi hukuman, kecuali aturan hukum
yang sudah ada dan berlaku terhadapnya.
24
2. Analogi atau Kiyas tidak boleh
- Perbuatan tidak bisa masuk dalam aturan yang ada,
tetapi oleh hakim dijadikan perbuatan pidana karena termasuk
inti aturan (mirip) jadi rasio dan maksud, inti yang ada bukan
aturannya.
- Ekstensif masih diperbolehkan karena berpegang
pada bunyi aturan.
semua kata-kata masih diturut hanya ada makna
yang diartikan lain seperti waktu terjadi/ terbentuk UU.
25
Ada 7 aspek Azas Legalitas, yaitu : (Nico Keijzer)
1. Tidak dapat dipidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana
menurut undang-undang,
2. Tidak ada penetapan undang-undang pidana berdasarkan
analogi,
3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan,
4. Tidak boleh ada perumusan delik yang kurang jelas (syarat
lex certa)
5. Tidak ada kekuatan surut dari ketentuan pidana,
6. Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-
undang, dan
7. Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan
undang-undang.
26
ISTILAH TINDAK PIDANA
Strafbaar feit diartikan dengan :
1. Perbuatan pidana,
2. Tindak pidana,
3. Peristiwa pidana,
4. Perbuatan yang dapat dihukum, dan
5. Delik.
27
Moeljatno (Istilah Perbuatan Pidana)
- Perbuatan pidana :
1. Kelakuan,
2. Kejadian/ akibat
28
Alasannya bahwa istilah perbuatan mengandung suatu pengertian abstrak
yang menunjuk kepada 2 keadaan konkrit, yaitu :
1. Adanya kejadian yang tertentu,
2. Adanya orang yang berbuat, yang menimbulkan kejadian
tersebut.
Perbuatan pidana sebenarnya tidak sama persis dengan Strafbaar Feit, tetapi
= Criminal Act
Jadi perbuatan pidana dipisahkan dengan pertanggungjawaban pidana
(Criminal liability = responsibility).
29
Satochid istilah tindak pidana (delik).
karena istilah tindak mencakup pengertian melakukan
atau berbuat dan/ atau pengertian tidak melakukan,
tidak berbuat atau tidak melakukan perbuatan.
tindak lebih pendek
30
Monistik menyatukan antara unsur perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana.
31
UNSUR-UNSUR (ELEMENT-ELEMENT)
PERBUATAN PIDANA
I. PANDANGAN MONISTIK
- Unsur-unsur perbuatan pidana (Strafbaar Feit) oleh SIMONS
1. Unsur Objektif
a. perbuatan orang,
b. Akibat yang kelihatan dari perbuatan,
c. Mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan, misal
Pasal 281 (di muka umum)
2. Unsur Subjektif
a. Orang yang mampu bertanggung jawab,
b. Adanya kesalahan (Dolus atau Culpa)
- Unsur-unsur perbuatan pidana (Strafbar Feit) oleh VAN HAMEL
1. Perbuatan manusia yang dirumuskan dalam undang-undang,
2. Melawan hukum,
3. Dilakukan dengan kesalahan,
4. Patut dipidana
Unsur perbuatan + kesalahan = MONISTIK
32
II. PANDANGAN DUALISTIK
- VOS berpendapat, unsur-unsur Strafbaar Feit, yaitu :
1. Kelakuan manusia,
2. Diancam pidana dalam undang-undang.
- MOELJATNO unsur-unsur perbuatan pidana, yaitu :
1. Kelakuan dan akibat,
2. Hal ikhwal keadaan tertentu yang menyertai perbuatan,
3. Keadaan tambahan yang memberatkan pidana,
4. Unsur melawan hukum yang objektif, dan
5. Unsur melawan hukum yang subjektif
- Menurut Soedarto tentang kedua pandangan :
Untuk menentukan adanya pidana kedua pandangan/ pendirian, tidak
mempunyai perbedaan yang prinsipil.
Namun harus diakui bahwa sistematik dan kejelasannya tentang
pengertian tindak pidana/ perbuatan pidana dalam arti “keseluruhan
syarat untuk adanya pidana” pandangan dualistik lebih memberikan
manfaat, yang penting untuk mengenakan pidana diperlukan syarat-
syarat tertentu (harus lengkap).
33
Penjelasan unsur-unsur perbuatan MOELJATNO
1. Kelakuan dan Akibat Sikap jasmani yang disadari (arti secara
negatif) :
a. Kelakuan positif berbuat sesuatu
b. Kelakuan negatif tidak berbuat yang seharusnya dilakukan.
34
4. Unsur Melawan Hukum yang Objektif
(sifat pantang dilakukan tampak dengan wajar)
unsur melawan hukum menunjuk kepada keadaan lahir
atau objek yang menyertai perbuatan.
contoh : Pasal 285 KUHP
paksa orang wanita dengan kekerasan
untuk disetubuhi (pemerkosaan).
Pasal 167 KUHP (memaksa masuk rumah dengan
paksa dengan melawan hukum).
35
JENIS-JENIS TINDAK PIDANA
36
5. a. Delik Commissionis berbuat yang dilarang (Pasal 362
pencurian)
b. Delik Ommissionis ( delikta comimisionis)
pelanggaran terhadap perintah
tidak menghadap sebagai saksi (Pasal 522 KUHP)
Pasal 164 ada pemufakatan jahat tetapi tidak lapor.
c. Delik Commissionis Perommissionen Commissa
delik yang berupa berbuat sesuatu tetapi dapat juga tidak
berbuat sesuatu (Pasal 341)
37
SEBAB – AKIBAT (CAUSALITEIT)
38
TEORI-TEORI KAUSALITAS
1. Teori Conditio Sine Quanon : Teori Ekivalensi oleh VON BURI:
bahwa tiap syarat adalah sebab dan semua syarat nilainya
sama, yang akan menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang-
undang (tidak ada syarat yang dapat dihilangkan untuk timbulnya
akibat)
39
TEORI YANG MENGINDIVIDUALISIR
Oleh Bickmeyer di dalam rangkaian syarat-syarat yang tidak dapat
dihilangkan untuk timbunya akibat dan syarat yang paling banyak
membantu untuk terjadinya akibat.
- Dianut oleh BINDING dan SCHEPPER, yaitu :
1. Hubungan kausal letaknya di lapangan Sein/ lahir harus
dipisahkan dari pertanggungjawaban yang ada pada lapangan
Sollen (bathin).
2. Musabab adalah kelakuan yang mengadakan faktor perubahan
dalam suasana keseimbangan yang menuju kepada akibat.
3. Dapat ditarik batas yang pasti dari positif ke negatif untuk
timbulnya akibat.
40
SIFAT MELAWAN HUKUM
Salah satu unsur tindak pidana adalah sifat melawan hukum. Unsur ini
merupakan salah satu penilaian yang objektif terhadap perbuatan.
Bukan terhadap si pembuat.
42
ALASAN PEMBENAR
1. Alasan Pembenar
yaitu alasan yang menghapuskan sifat melawan hukumnya perbuatan,
sehingga apa yang dilakukan oleh terdakwa lalu menjadi perbuatan
yang patut dan benar.
meskipun perbuatan ini telah memenuhi unsur/ rumusan delik
kalau tidak melawan hukum, maka tidak ada pemidanaan.
Pasal 49 (1) pembelaan terpaksa
Pasal 50, 51 (1) perintah jabatan.
2. Alasan Pemaaf
yaitu alasan yang menghapus kesalahan terdakwa, jadi tetap bersifat
melawan hukum tetap merupakan perbuatan pidana tidak
dipidana tidak ada kesalahan.
Pasal 44, Pasal 49 (2), Pasal 51 (2).
43
3. Alasan Penghapus Tuntutan
Dalam hal ini ada keadaan yang membuat suatu ketentuan pidana, tidak boleh
diterapkan, sehingga jaksa tidak boleh menuntut terhadap si pembuat.
Contoh : tidak adanya aduan terhadap delik aduan.
Pasal 76 (nebis in idem
Pasal 77 (tertuduh mati
Pasal 78 (kedaluarsa
44
LOCUS DELICTI dan TEMPOS DELICTI
1. LOCUS DELICTI tempat
a. Menentukan apakah hukum pidana Indonesia berlaku
terhadap perbuatan tersebut atau tidak. (Pasal 2 – 9 KUHP).
b. Menentukan kejaksaan dan pengadilan mana yang harus
mengurus perkaranya,ini berhubungan dengan kompetensi relatif.
2. TEMPOS DELICTI waktu
a. Pasal 1 ayat 1 KUHP perkecualian UU NO 1 Darurat 1951, Ps 14
UUDS/th 1950
b. Pasal 44 KUHP mampu bertanggung jawab
c. Pasal 45 KUHP 16 tahun > 18 tahun UU NO 3 Th 1997 ttg
Pengadilan Anak.
d. Pasal 79 KUHP kedaluarsa
TEORI TENTANG LOCUS DELICTI :
1. Aliran yang menentukan di satu tempat dimana tempat terdakwa
berbuat,
2. Aliran yang menentukan beberapa tempat, yaitu mungkin tempat
kelakuan, dan mungkin pula tempat akibat.
45
DELIK PERCOBAAN (POGING)
PASAL 53 KUHP
Pasal 53 : Mencoba melakukan kejahatan dipidana. Jika niat
untuk itu telah ternyata dari adanya
permulaan pelaksanaan, dan tidak
selesainya pelaksanaan itu bukan semata-mata
disebabkan karena kehendak sendiri.
Unsur-unsurnya :
1. Niat (voornemen)
2. Permulaan pelaksanaan (Begin van uit voring ).
3. Tidak selesainya pelaksanaan bukan kehendak sendiri
46
UNSUR I NIAT (Voornemen)
48
UNSUR III Tidak Selesainya Pelaksanaan Harus Bukan
Karena Kehendak Sendiri
49
Pandangan Tentang Dapat Dipidananya Percobaan (Poging)
1. Pandangan Subjektif
Orang melakukan percobaan harus dipidana oleh karena sifat
berbahayanya orang itu
Van Hamel niat
2. Pandangan Objektif
Bahwa dasar untuk memidana percobaan disebabkan karena
berbahayanya perbuatan yang dilakukan.
Prof. Simon perbuatan.
50
PERCOBAAN ada 2 :
1. Percobaan Mampu
2. Percobaan Tidak Mampu
A. Percobaan Mampu
ialah delik percobaan yang telah memenuhi unsur-unsur percobaan
sehingga percobaan perbuatan kejahatan ketahuan, sehingga di sini
pelaku dapat dipidana.
B. Percobaan Tidak Mampu
ialah delik percobaan yang tidak terwujud dalam arti bahwa delik
tersebut tidak terlaksana.
Tidak mampu : alatnya
objeknya
sehingga kejahatan yang ditujukan tidak ada.
Alatnya adalah alat untuk mencoba melakukan kejahatan tetapi tidak
berfungsi, sedangkan objeknya adalah objek percobaan kejahatan tidak
sesuai dengan percobaan kejahatan.
51
DELIK PENYERTAAN (Pasal 55 – 62 KUHP)
Pasal 55 KUHP (1) ke 1 : sebagai peserta yang dapat dipidana.
1. Mereka yang melakukan perbuatan pidana (pelaku)
2. Mereka yang suruh melakukan perbuatan pidana
3. Mereka yang turut serta melakukan perbuatan pidana.
52
BENTUK-BENTUK PENYERTAAN
GOLONGAN I DADERS (Pasal 55 KUHP)
53
- Sedang yang disuruh hanya merupakan alat
(instrumen) belaka dan tidak dapat dipertanggungjawabkan
(tidak dapat dipidana).
tidak dapat dipidana karena :
a. Tidak mempunyai kesengajaan, kealpaan dan
kemampuan bertanggung jawab.
b. - Berdasarkan Pasal 44 KUHP (sakit jiwa)
- Berdasarkan Pasal 48 KUHP (daya paksa)
- Berdasarkan Pasal 51 (2) KUHP (perintah jabatan)
- Tidak mempunyai kualitas yang disyaratkan dalam
delik (Pasal 413, 437 KUHP)
3. MEDEPLEGEN (turut serta melakukan)
setidak-tidaknya ada 2 orang yang bekerja sama untuk
melakukan kejahatan, jadi :
a. kesengajaan untuk mengadakan kerja sama dalam
mewujudkan delik.
b. Kesengajaan terhadap perbuatan yang dilakukan
dalam kerja sama. 54
4. UITLOKKEN (Penganjur, Pembujuk)
a. orang yang membujuk (menganjurkan)
b. orang yang dibujuk (dianjurkan)
syarat-syaratnya :
a. harus ada kesengajaan untuk menganjurkan
b. harus ada orang lain yang disuruh melakukan
penganjuran, pembujukan.
c. cara-cara penganjuran sesuai Pasal 55 (1) ke 2
d. orang yang melakukan penganjuran dipidana (dapat
dipertanggungjawabkan).
upaya pembujukan/ penganjuran, syarat-syarat :
a. pemberian atau janji
b. salah menggunakan kekuasaan dan pengaruh
c. kekerasan atau ancaman yang bersifat lunak
(pembujukan)
d. memberi kausal kedua belah pihak
e. memberi kesempatan, syarat atau keterangan
55
PERBEDAAN
INTI PERBEDAAN :
1. Pelaku langsung doen plegen (tidak dipidana)
2. Pelaku langsung uit lokken dipidana
- perintah tidak limitatif
- perintah secara limitatif Pasal 55 ke 2
56
GOLONGAN II MEDEPLICHTIGHEID/ PEMBANTUAN
PASAL 56 KUHP
- Pembantuan berarti :
a. Pelaku
b. Pembantu
- Pembantuan : - pada waktu dilakukan kejahatan
- sebelum dilakukan kejahatan
- Syarat-syarat pembantu (Pasal 56 KUHP)
1. sengaja membantu melakukan kejahatan
2. memberi kesempatan, daya upaya atau keterangan melakukan
kejahatan.
- Pasal 57 KUHP
- selama-lamanya hukuman pokok dikurangi sepertiganya
- jika ancaman pidananya hukuman mati maka maksimal 15
tahun.
- Pasal 58 KUHP
Penambahan, pengurangan, penghapusan tergantung pada pertimbangan
bagi diri si pelaku. 57
DELNEMING (DELIK PENYERTAAN)
PASAL 55 – 62 KUHP
System :
1. System Romawi : pelaku-pelaku delik dipidana yang sama,
kecuali ditentukan lain oleh Wet Code Penal
disebut dengan ajaran penyertaan yang objektif (Objective
deel nemingsleer) secara umum/ objektif, sama.
2. System Yuris Itali : prinsipnya, pertanggungjawaban masing-
masing berbeda sesuai dengan bentuk penyertaan.
Jerman, Swiss
ajaran penyertaan yang subjektif (Subjective deel
nemingsleer)
dilihat dari masing-masing sikap bathin terdakwa.
3. System campuran : sebagian sama, sebagian beda Rusia
KUHP campuran
59
KUHP INDONESIA
- KUHP Campuran
= Indonesia = Jepang = Thailand sama
60
BEDA
PEMBANTUAN PENGANJUR
61
GABUNGAN TINDAK PIDANA
SAMENLOOP atau CONCURSUS
(Pasal 63 – 70 KUHP)
63
Contoh :
- orang yang membunuh orang lain dengan tambahan, yang berdiri
dibelakang kaca orang itu mati dan jendela kaca hancur
masuk ketentuan pidana pembunuhan (Pasal 338) dan merusak
barang orang lain (Pasal 406) yang dikenakan hanya satu pasal
yang terberat (Pasal 338).
- Memperkosa perempuan ditempat umum (Pasal 285) dan
merusak kesopanan umum (pasal 281) maka dikenakan 1 pasal
terberat Pasal 285.
66
PERBEDAAN
Perbarengan Residivis
67
BENTUK KESALAHAN
68
PERTANGGUNGJAWABAN DALAM HUKUM PIDANA
Unsur-unsur Kesalahan :
1. Melakukan perbuatan pidana
2. Di atas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab
3. Mempunyai bentuk kesalahan berupa kesengajaan atau kealpaan
4. Tidak adanya alasan pemaaf
69
TEORI KESENGAJAAN
1. Teori Kehendak
Kesengajaan adalah kehendak yang diarahkan pada terwujudnya
perbuatan seperti dirumuskan dalam wet.
kesengajaan kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik
dalam rumusan undang-undang.
2. Teori Pengetahuan
Kesengajaan adalah kehendak untuk berbuat dengan mengetahui
unsur-unsur yang diperlukan menurut rumusan wet.
sengaja mengetahui/ membayangkan akan timbulnya akibat
perbuatannya.
apa yang diketahui dibayangkan oleh si pembuat apa yang
akan terjadi.
Prinsipnya : dalam kenyataan penggunaan teori tersebut adalah sama,
perbedaannya adalah pada terminologie dalam istilah saja.
70
Corak atau Bentuk Kesengajaan
71
KEALPAAN (delik culpa) : kurang
mengindahkan larangan, sehingga
tidak berhati-hati dalam bertindak
dan menimbulkan keadaan yang
dilarang.
Syarat Kealpaan :
1.Tidak menduga-duga
2.Tidak menghati-hati
72
Mampu bertanggung jawab – Pasal 44 KUHP
“Barang siapa melakukan perbuatan pidana yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna
akalnya karena sakit berubah akalnya tidak boleh dipidana”
Syarat-syaratnya (ada kemampuan bertanggung jawab apabila
memenuhi syarat) :
1. Kemampuan membedakan antara perbuatan yang baik dan buruk
sesuai hukum dan melawan hukum (Faktor akal/ intectual factor)
2. Kemampuan untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafan
tentang baik dan buruknya perbuatan (Faktor perasaan/ kehendak/
volitional factor)
73
Pertanggungjawaban dalam Hukum Pidana
Asasnya : Geen Straf Zonder Schuld (tidak dipidana jika tidak ada
kesalahan)
Unsur-Unsur Pertanggungjawaban Pidana :
1. Melakukan perbuatan pidana
2. Di atas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab
3. Mempunyai bentuk kesalahan, kesengajaan atau kealpaan
4. Tidak adanya alasan pemaaf
74
Pengertian Pidana/ Hukuman
75
Kesimpulan Muladi
Pidana :
1. Hakikatnya merupakan pengenaan penderitaan atau nestapa,
2. Diberikan dengan sengaja oleh badan yang mempunyai
kekuasaan
3. Dikenakan pada seseorang yang melakukan tindak pidana.
# Alf Rose : Beda antara Punishment dengan Treatment tidak
didasarkan pada ada tidaknya unsur pertama (penderitaan)
tetapi harus didasarkan pada ada tidaknya unsur kedua (unsur
pencelaan)
# “Concept of Punishment” bertolak pada 2 syarat/ tujuan:
1. Pengenaan penderitaan terhadap orang ybs,
2. Suatu pernyataan pencelaan terhadap perbuatan si pelaku.
76
HUKUMAN/ PIDANA
Pasal 56
Seseorang yang melakukan tindak pidana tidak
dibebaskan dari pertanggungjawaban pidana
berdasarkan alasan peniadaan pidana, jika orang
tersebut telah dengan sengaja menyebabkan
terjadinya keadaan yang dapat menjadi alasan
peniadaan pidana tersebut.
82