Anda di halaman 1dari 14

Nama : Putri Balqis Salsabila

NIM : E0021475

Kelas : Hukum Pidana D

UJIAN TENGAH SEMESTER

1. Sebut dan jelaskan terkait:


a. Ilmu Hukum Pidana menurut para ahli
b. Hukum Pidana menurut para ahli
c. Pidana menurut para ahli
d. Objek dari ilmu hukum pidana
e. Fungsi dari hukum pidana
Jawab:
a. Pengertian Ilmu Hukum Pidana menurut Kelsen dan Gijssels
Menurut Kelsen dan Gijssels, Ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan yang
menerangkan dan menjelaskan mengenai hukum pidana positif, sehingga fokus
ilmu hukum pidana berada pada hukum pidana positif yaitu hukum pidana yang
sedang berlaku pada suatu negara (Ius Constitutum). Pengertian ini adalah
pengertian ilmu hukum pidana dalam pengertian sempit. Dalam pengertian
luasnya, ilmu hukum pidana tidak hanya menerangkan sebatas pada norma yang
dilanggar saja, namun juga membahas alasan terjadinya pelanggaran atas norma-
norma tersebut, sehingga dapat ditemukan suatu upaya agar norma tersebut tidak
dilanggar lagi dan juga ilmu hukum pidana digunakan untuk membentuk suatu
hukum pidana yang dicita-citakan (Ius Constituendum).
Pengertian Ilmu Hukum Pidana menurut Moeljatno
Menurut Moeljatno, ilmu hukum pidana adalah ilmu yang menerangkan dan
menjelaskan terkait ilmu tentang hukumnya suatu kejahatan. Dalam pendapat
Moeljatno ini ada dikatakan juga bahwasannya ada suatu ilmu lain yang sangat
dekat dengan ilmu hukum pidana, yaitu kriminologi atau ilmu yang mempelajari
tentang suatu kejahatan dan perilaku kriminal.
Kesimpulan
Sehingga dapat disimpulkan bahwasannya ilmu hukum pidana adalah suatu ilmu
atau pengetahuan yang menjelaskan terkait hukumnya suatu kejahatan yang telah
diatur di dalam hukum pidana positif atau hukum pidana yang sedang berlaku
dalam suatu negara. Dengan kata lain, ilmu hukum pidana adalah ilmu yang
normatif yang mempelajari terkait asas-asas hukum pidana, aliran-aliran dalam
hukum pidana, teori-teori pemidanaan, ajaran kausalitas, sistem peradilan pidana,
kebijakan hukum pidana, dan perbandingan hukum pidana.

b. Pengertian Hukum Pidana menurut Sudarto


Sebagaimana mengutip dari Mezger, hukum pidana adalah aturan hukum yang
mengikatkan kepada suatu perbuatan yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu
akibat yang berupa pidana.
Pengertian Hukum Pidana menurut Moeljatno
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu
negara yang mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan
yang tidak boleh dilakukan dan dilarang yang disertai ancaman pidana bagi
barang siapa yang melakukannya. Kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi pidana dan dengan cara
bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
Pengertian Hukum Pidana menurut Eddy O.S.
Hukum pidana adalah aturan hukum dari suatu negara yang berdaulat, berisi
perbuatan yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan, disertai dengan sanksi
pidana bagi yang melanggar atau yang tidak mematuhi, kapan dan dalam hal apa
sanksi pidana itu dijatuhkan dan bagaimana pelaksanaan pidana tersebut yang
pemberlakuannya dipaksakan oleh negara.
Kesimpulan
Hukum Pidana adalah suatu aturan atau keseluruhan aturan yang berisi larangan
untuk tidak melakukan suatu perbuatan tertentu yang apanila aturan tersebut
dilanggar maka akan diancam dengan sanksi pidana. Dengan kata lain, Hukum
Pidana adalah keseluruhan aturan yang mengatur mengenai pelanggaran perbuatan
dan terhadap pelanggaran perbuatan tersebut akan dikenakan pertanggungjawaban
berupa sanski pidana yang mana sanksi atau hukuman pidana tersebut akan
dijatuhkan kepada pelanggar setelah mengikuti prosedur untuk menuntut ke muka
pengadilan.
c. Pengertian Pidana Menurut Simons (Dikemukakan juga oleh Van Hamel)
Pidana adalah suatu penderitaan yang bersifat khusus, yang dijatuhkan oleh
kekuasaan yang berwenang sebagai penanggung jawab ketertiban hukum umum
terhadap seorang pelanggar karena telah melanggar aturan hukum yang harus
ditegakkan oleh negara.
Pengertian Pidana Menurut Sudarto
Pidana adalah penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang
melakukan perbuatan dan memenuhi syarat tertentu.
Kesimpulan
Pidana adalah penderitaan atau balasan atau sanksi yang sengaja diberikan dan
dibebankan oleh negara kepada seseorang sebagai reaksi atas perbuatan seseorang
yang melanggar hukum pidana yang mana sanksi pidana yang diberikan oleh
negara telah ditetapkan secara rinci dalam suatu aturan hukum.

d. Objek dari ilmu hukum pidana adalah seperangkat aturan hukum pidana positif
yang berlaku pada suatu negara. Menurut Hazewingkel Suringa, objek ilmu
hukum pidana adalah norma-norma hukum pidana dan sanksi pidana yang berlaku
dalam hukum pidana suatu negara. Sedangkan, menurut Barda Nawawi Arief,
objek ilmu hukum pidana sesungguhnya merupakan objek yang abstrak, karena
objek konkretnya sama dengan objek ilmu hukum pada umumnya yaitu tingkah
laku manusia dalam hidup bermasyarakat.
Kesimpulan
Sehingga dalam konteks Indonesia yang menjadi objek ilmu hukum pidana dalam
pengertian yang luas adalah KUHP yang meliputi asas-asas hukum pidana,
kejahatan-kejahatan, dan pelanggaran-pelanggaran; KUHAP; Undang-Undang
Pidana di luar kodifikasi atau KUHP; Ketentuan Pidana yang terdapat dalam
undang-undang lainnya; dan Ketentuan pidana yang terdapat dalam Peraturan
Daerah. Objek ilmu hukum pidana yang demikian masih berada dalam tataran
pengetahuan terkait hukum positif. Selain hal yang demikian, teori hukum pidana
yang berisi aliran-aliran hukum pidana, teori-teori pemidanaan, dan lain
sebagainya juga merupakan objek ilmu hukum pidana. Sehingga objek ilmu
hukum pidna tidak hanya berfokus pada aturan hukum positif saja, namun juga
teori hukum pidana.
e. Fungsi dari hukum pidana menurut Sudarto terbagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut.
1) Fungsi Umum
Fungsi Umum Hukum Pidana adalah untuk mengatur dan menata
penyelenggaraan kehidupan dalam bermasyarakat.
2) Fungsi Khusus
Fungsi Khusus Hukum Pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak memaksanya dan memastikan aturan tersebut
agar berlaku sebagaimana mestinya dengan sanksi berupa pidana. Kepentingn
hukum ini dapat milik negara, masyarakat, korporasi, maupun milik orang
perorangan. Selain itu, fungsi dari hukum pidana juga memberikan
perlindungan individu terhadap 3 hal, yaitu perlindungan terhadap nyawa,
perlindungan terhadap harta benda, dan perlindungan terhadap kehormatan.

2. Apa karakteristik dari hukum pidana? jelaskan!


Jawab: Menurut Sutherland dan Cressey sebagaimana dikutip oleh Frank E. Hagan,
menyatakan bahwa hukum pidana memiliki 4 (empat) karakteristik:
a) Dijalankan oleh otoritas politik dalam hal ini adalah negara yang melakukan
penuntutan terhadap pelaku. Otoritas yang dimaksud dalam hal ini adalah
kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan. Dimana ketiga Lembaga tersebut diberikan
wewenang oleh negara untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan,
dan mengadili bagi siapa saja objek hukum pidana yang melanggar ketentuan
hukum pidana yang berlaku.
b) Spesifik mendefinisikan delik dan hukuman dapat dijatuhkan. Dalam hukum
pidana terdapat berbagai macam delik dan sanksi yang spesifik. Untuk delik
dalam KUHp dibedakan ada yang namanya kejahatan dan pelanggaran,
pembedaan ini dilakukan untuk menentukan berat ringannya hukuman atau sanksi
yang akan dikenakan terhadap pelanggar, selain itu ada juga yang dinamakan
dengan delik formil dan delik materiil, dan lain sebagainya. Untuk sanksi juga
telah diatur secara spesifik dalam KUHP tergantung pada pelanggaran atau
kejahatan yang dilakukan. Akan tetapi untuk sanksi atau pidana yang akan
dikenakan terhadap pelanggar secara umum telah dijelaskan dalam Pasal 10
KUHP.
c) Penerapan tidak diskriminasi, artinya bahwa penerapan hukum pidan aini dapat
dikenakan kepada siapa saja yang melanggar aturan hukum pidana tanpa
memandang SARA maupun kedudukan dan golongan orang tersebut, jika
memang orang yang melanggar dan melakukan kejahatan tersebut terbukti
bersalah dan dapat dimintai pertanggungjawabannya, maka orang tersebut dapat
dijatuhi sanksi pidana.
d) Mengandung sanksi pidana yang dikelola oleh negara. Sanksi atau hukuman yang
diberikan kepada para pelanggar telah ditetapkan secara konkret oleh negara
dalam suatu aturan Undang-Undang, seperti yang telah tercantum di dalam
KUHP.

3. Jelaskan mengenai perbuatan pidana, unsur-unsur dari perbuatan pidana, dan jenis
perbuatan pidana!
Jawab: Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum atau
Undang-Undang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana yang mana sanksi pidana
ini ditujukan kepada orang yang menimbulkan suatu kejadian pidana. Kemudian,
menurut Simons perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang diancam
dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan,
dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung jawab. Sehingga ada empat hal
yang penting terkait perbuatan pidana yaitu aturan Undang-Undang, dilarangnya suatu
perbuatan, diancam sanksi pidana jika melanggar, dan terdapat pertanggungjawaban
pidana bagi yang dapat bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang diperbuatnya.
Unsur-Unsur Perbuatan Pidana adalah sebagai berikut.
a) Adanya perbuatan.
Perbuatan terdiri atas kelakukan dan akibat karena suatu perbuatan pidana
haruslah ada suatu kelakuan yang diperbuat, sehingga kelakuan tersebut akan
menimbulkan suatu akibat tertentu. Misalnya kelakuan yang diperbuatnya adalah
penganiayaan, maka akibat yang dapat ditimbulkan bisa berupa terlukanya korban
atau matinya korban.
b) Adanya hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Hal ikhwal
atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan ini terbagi dua yaitu mengenai
diri orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai di luar diri si pelaku.
Misalnya KUHP Pasal 345 dimana dijelaskan disana bahwasannya barangsiapa
dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang
itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan. Dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwasannya seorang pelaku bunuh diri bisa saja bunuh
diri bukan hanya atas kemauannya sendiri namun juga atas hasutan orang lain,
hasutan orang lain inilah yang dinamakan dengan adanya hal ikhwal atau keadaan
tertentu yang menyertai perbuatan.
c) Adanya keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
Sebagaimana yang tercantum dalam KUHP Pasal 363, dimana Ketika terjadinya
suatu pencurian yang dilakukan dalam waktu atau keadaan sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 363 KUHP, seperti pencurian ternak, pencurian pada
waktu terjadinya bencana alam dan sosial itu akan dikenakan dan diancam dengan
pidana penjara yang tinggi yaitu selama tujuh tahun, hukuman ini jelas berbeda
dari pencurian biasa yang maksimal hukumannya adalah penjara lima tahun.
Sehingga keadaan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 363 KUHP
merupakan keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
d) Unsur melawan hukum objektif.
Unsur melawan hukum objektif adalah perbuatan yang secara kasat mata
memenuhi unsur-unsur delik. Contoh KUHP Pasal 285, dimana dinyatakan disana
bahwasannya memaksa seorang wanita dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
ubtuk bersetubuh di luar perkawinan, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun. Dari rumusan diatas terlihat nyata bahwa perbuatan memaksa
wanita untuk bersetubuh secara kasat mata adalah perbuatan yang melawan
hukum pidana secara objektif. Selain itu, jika kita mengambil barang orang lain
dengan maksud untuk dimiliki dimiliki sendiri dengan tidak memperdulikan
pemiliknya maka hal ini juga menggambarkan unsur objektif hukum pidana,
karena perbuatan tersebut jelas perbuatan yang dilarang Undang-Undang dan
termasuk pencurian yang dapat dikenakan KUHP Pasal 362 tentang pencurian.
e) Unsur melawan hukum subjektif
Unsur melawan hukum subjektif adalah niat atau sikap batin dari si pelaku saat
melakukan suatu perbuatan pidana. Untuk menuntut tersangka dan menghukum
pelaku perbuatan pidana kita jangan hanya memperhatikan perbuatan apa yang
dilakukannya, namun juga melihat keadaan subjektifnya yaitu juga
mempertimbangkan alasan atau niat yang terletak dalam hati sanubari terdakwa
dalam melakukan perbuatan pidana tersebut, karena kita juga harus menghargai
manusia sebagai subjek hukum itu sendiri. Contoh kasus, Ani mengambil barang
milik budi tanpa sepengetahuannya untuk dikembalikan kepada Tika, karena
barang tersebut memang milik Tika. Dalam hal ini perbuatan yang dilakukan oleh
Ani bukan merupakan pencurian, karena berdasarkan keadaan subjektifnya, Ani
mengambil barang tersebut dengan maksud untuk diberikan kepada pemilik
aslinya, sehingga bukan merupakan perbuatan pencurian.
Jenis Perbuatan Pidana, paling tidak terdapat 12 pembagian jenis-jenis delik.
1. Kejahatan dan Pelanggaran. Kedual hal ini akan menimbulkan akibat dan
konsekuensi, percobaan terhadap kejahatan akan dipidana, namun percobaan
pelanggaran tidak akan dipidana. Hal ini terjadi karena kejahatan adalah bentuk
pelanggaran berat terhadp aturan hukum pidana, sementara pelanggaran adalah
bentuk pelanggaran ringannya.
2. Delik Formil dan Delik Materiil. Delik formil merupakan delik yang mengatur
dilarangnya suatu perbuatan, menekankan pada tindakan. Contoh Pasal 363
KUHP dan Pasal 2 UU Tipikor. Sedangkan delik Materiil menekankan pada
akibat dari suatu perbuatan. Contoh apabila terjadi percobaan pembunuhan maka
tidak masuk ke KUHP Pasal 338, namun jika pembunuhan benar terjadi maka
masuk ke KUHP Pasal 338.
3. Delicta Comissionis dan Delicta Omissionis. Delicta Comissionis itu melakukan
suatu perbuatan yang dilarang UU, contoh seperti pembunuhan dan pencurian.
Sedangkan Delicta Omissionis itu tidak melakukan suatu perbuatan yang
diwajibkan oleh UU, contohnya seperti perbuatan kelalaian yang dilakukan oleh
orang tua yang tidak memberi makan anaknya.
4. Delik abstrak dan Delik Konkret. Delik abstrak itu adalah delik yang tidak
tampak, contohnya seperti menghasut. Sedangkan delik konkret adalah delik yang
perbuatannya tampak, seperti Pasal 187 KUHP.
5. Delik umum, delik khusus, dan delik politik. Delik umum adalah delik yang
berlaku bagi siapa saja objek hukum tidak memandang kedudukan. Delik khusus
adalah delik yang berlaku khusus atau memiliki kualifikasi tertetu seperti delik
yang berlaku bagi kalangan militer. Kemudian delik politik, delik ini ada
tergantung pada rezim, seperti pada era Soeharto adanya orang yang terkualifikasi
sebagai PKI sehingga tidak diperbolehkan untuk mendapatkan hak nay sebagai
warga negara sebagaimana mestinya.
6. Delik merugikan dan delik menimbulkan bahaya. Delik merugikan adalah delik
tertua berfungsi untuk melindungi suatu kepentingan individu karena
menimbulkan kerugian secara langsung, seperti terdapat nya larangan membunuh,
mencuri, memperkosa, dan lain-lain. Delik menimbulkan bahaya adalah delik
yang tidak merugikan atau menyakiti secara langsung, misalnya seperti adanya
ancaman atau keadaan bahaya yang tertuang dalam KUHP Pasal 107a.
7. Delik berdiri sendiri dan delik lanjutan. Delik berdiri sendiri adalah suatu delik
yang terjadi dalam sekali perbuatan, sedangkan delik lanjutan adalah delik yang
dilakukan terus menerus dalam satu rangkaian.
8. Delik persiapan, delik percobaan, delik selesai, dan delik berlanjut. Delik persipan
contohnya adalah kasus lascar yang akan melakukan pemufakatan jahat. Delik
percobaan contohnya adalah KUHP Pasal 53. Delik selesai terdapat dalam KUHP
Pasal 340. Delik berlanjut terdapat dalam KUHP Pasal 333 Ayat (1).
9. Delik tunggal dan delik gabungan. Delik tunggal adalah delik yang oelakunya
dapat dipidana hanya dengan melakukan sekali saja perbuatan yang dilarang atau
tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan. Sedangkan delik gabungan
membutuhkan lebih dari satu kali perbuatan. Contoh delik gabungan adalah Pasal
296 KUHP.
10. Delik biasa dan delik aduan. Delik biasa adalah delik yang dapat diproses pidana
tanpa perlu adanya aduan terlebih dahulu, sementara delik aduan harus adanya
aduan terlebih dahulu, seperti perbuatan perzinahan.
11. Delik sederhana dan delik terkualifikasi. Delik sederhana adalah delik dalam
bentuk pokok dalam undang-undang. Sedangkan delik terkualifikasi adalah delik
dengan pemberatan karena keadaan tertentu, seperti Pasal 363 KUHP.
12. Delik kesengajaan dan kealpaan. Delik kesengajaan adalah delik atau bentuk
keslaahan dalam hukum pidana sehingga menghendaki bentuk kesalahan berupa
kesengajaan dalam rumusan delik. Sedangkan kealpaan mengehendaki bentuk
kesalahan berupa kelalaian dalam rumusan delik. Implikasi pembedaannya
terdapat pada berat-ringannya pidana yang diancamkan.

4. Untuk menentukan terjadinya sebuah perbuatan pidana, tentu perlu mengetahui hal
dasar yaitu tempat dan waktu dari perbuatan pidana. Sebutkan teori mengenai tempat
terjadinya perbuatan pidana dan waktu terjadinya perbuatan pidana dan hubungkan
dengan asas!
Jawab: Tempat terjadinya perbuatan pidana disebut juga dengan locus delicti
yang mana hal ini juga menentukan pengadilan manakah yang berhak mengadili suatu
perbuatan pidana yang terjadi. Ada beberapa terori untuk menentukan locus delicti.

1) Teori-Teori locus delicti


Ada dua aliran dalam menentukan tempat terjadinya perbuatan pidana yaitu aliran
yang menentukan hanya satu tempat terjadinya perbuatan pidana, dan aliran yang
menentukan di beberapa tempat terjadinya suatu perbuatan pidana. Pada aliran
pertama menentukan hanya satu tempat terjadinya perbuatan pidana, ada dua teori
yaitu teori tentang tempat di mana tindakan atau kelakuan terjadi dan teori
instrument. Pada aliran kedua yang menentukan perbuatan pidana terjadi di
beberapa tempat yaitu menggunakan teori akibat. Adapun teori-teori yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
• Pertama. Teori perbuatan materiil atau perbuatan jasmaniah. Locus delicti
berarti tempat di mana Tindakan atau kelakuan terjadi.
• Kedua. Locus delicti ditentukan oleh alat yang dipergunakan dan dengan alat
itu perbuatan pidana diselesaikan.
• Ketiga. Teori akibat yang menyatakan bahwa locus delicti ada pada tempat di
mana akibat perbuatan pidana itu terjadi.
2) Asas territorial
Menurut Moeljatno, asas ini diartikan perundang-undangan hukum pidana suatu
negara berlaku bagi semua orang yang melakukan perbuatan pidana di negara
tersebut, baik oleh warga negaranya sendiri maupun warga negara asing. Akan
tetapi, ada pengecualiannya yaitu asas par in parem non hebet imperium yang
berlaku bagi kepala negara, dimana kepala negara tidak dapat dihukum dengan
menggunakan hukum negara lain serta terhadap tempat seperti wilayah kedutaan
besar suatu negara, wilayah Angkatan bersenjata suatu negara lain dan kapal
berbendera asing, termasuk property asas pengecualian diatas juga berlaku.
Selain asas territorial ini dalam rangka mengantisipasi berbagai kejahatan
yang dilakukan diluar wilayah suatu negara, hukum pidana mengenal perluasan
yurisdiksi territorial, Adapun sebagai berikut.
a. Perluasan asas territorial prinsip teknis terbagi dua yaitu Prinsip territorial
subjektif yang membenarkan negara mempunyai kompetensi mengadili atas
perbuatan yang dimulai dilakukan di wilayahnya tetapi berakhir atau
menimbulkan akibat di wilayah negara lain. Dan Prinsip territorial objektif
yangmembenarkan negara mempunyai kompetensi mengadili atas perbuatan
yang mulai dilakukan di negara lain tetapi menimbulkan akibat di wilayahnya.

b. Perluasan asas territorial prinsip kewarganegaraan terbagi menjadi dua yaitu


Asas nasional aktif (asas personalitas) yang berarti perundang-undangan
hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang dilakukan oleh
warga negara di mana saja ia berada termasuk di luar wilayah negaranya,
contoh negara yang menganut asas ini ada Jerman hanya saja asas ini memiliki
pengecualian dimana warga negara asli dapat dipidana di negara asal
kewarganegaraannya apabila di negara ia yang melakukan perbuatan pidana,
perbuatan pidana tersebut bukan merupakan perbuatan pidana. Selain itu ada
juga Asas nasional pasif adalah asas untuk melindungi kepentingan nasional
sehingga aturan-aturan pidana suatu negara dapat diterapkan terhadap warga
negara asing yang melakukan kejahatan di luar wilayah negara tersebut tetapi
korban perbuatan pidana adalah warga negara tersebut.
c. Perluasan asas territorial pronsip proteksi memberikan perlindungan terhadap
kepentingan nasional yang berarti perundang-undangan hukum pidana suatau
negara berlaku bagi semua orang di luar wilayah negaranya bila melakukan
kejahatan yang bertalian dengan keamanan dan integritas atau kepentingan
ekonomi negaranya. Dalam konteks hukum Indonesia, ada perluasan prinsip
proteksi berkaitan dengan empat hal yaitu Kejahatan-kejahatan yang bertalian
dengan keamanan negara; Mengenai mata uang atau uang kertas yang
dikeluarkan oleh negara atau bank; Kejahatan berkaitan dengan pemalsuan
surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia atas tanggungan
suatu daerah atau bagian daerah Indonesia termasuk pemalsuan tanda dividen
atau tanda bunga; dan Kejahatan berkaitan dengan pelayaran.
d. Perluasan asas territorial prinsip universal terkait dengan delicta jure gentium
atau kejahatan terhadap masyarakat internasional. Kejahatan internasional
adalah setiap Tindakan yang ditetapkan di dalam konvensi multilateral dan
diikuti oleh sejumlah negara dan di dalamnya terdapat salah satu dari
kesepuluh karakteristik pidana (Bassiouni). Seperti kejahatan genosida,
terorisme, dimanapun pelakunya ditangkap meskipun tidak melakukan
kejahatan di negara yang menangkapnya maka pelaku kejahatan tersebut dapat
diancam pidana.
3) Prinsip-Prinsip Ekstradisi. Ekstradisi adalah penyerahan seorang tersangka atau
terdakwa atau terpidana oleh negara tempat di mana orang tersebut berada kepada
negara lain yang hendak mengadili orang yang diminta atau melaksanakan
putusan pengadilan negara dari negara yang diminta. Ekstradisi internasional
adalah permintaan pemerintah suatu negara terhadap negara lain.

Selain locus delicti ada juga yang namanya tempus delicti yaitu waktu
terjadinya suatu perbuatan pidana, harus dibedakan antara waktu perbuatan
dilakukan dan waktu ketika perbuatan itu selesai dilakukan atau akibat dari
perbuatan tersebut. Sehingga ada lima arti penting locus delicti menurut Prof.
Eddy, yaitu:

a. Apakah pada saat perbuatan itu terjadi, perbuatan tersebut telah


dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana?

b. Apakah pada saat melakukan perbuatan pidana, terdakwa mampu atau tidak
mampu bertanggungjawab?

c. Apakah pada saat terjadinya perbuatan pidana, terdakwa telah cukup umur?

d. Terkait kedaluwarsa

e. Apakah pada saat dilakukan perbuatan pidana tersebut, ada keadaan-keadaan


tertentu yang dapat memperberat pidana?

5. Sebut dan jelaskan mengenai kausalitas, teori kausalitas dan hubungan mengenai
kausalitas pada perbuatan pidana commisionis dan perbuatan pidana omisionis.
Jawab: Kausalitas adalah ajaran terkait sebab dan akibat, dimana dalam suatu
perbuatan pidana haruslah ada sebab dari perbuatan yang dilakukan yang mana
nantinya perbuatan tersebut akan menimbulkan akibat. Kausalitas penting dalam hal
menentukan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dan akibat dalam tindak
pidana materiil, selain itu kausalitas juga penting dalam hal mencari dan menentukan
adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat dalam tindak pidana
yang dikualifisir oleh unsur akibatnya. Tindak pidana yang dikualifisir oleh unsur
akibatnya ialah suatu tindak pidana bentuk pokok yang ditambah dengan satu unsur
khusus yakni unsur akibat yang timbul dari perbuatan, baik unsur akibat yang
menjadikan tindak pidana lebih berat maupun menjadi lebih ringan.

Hubungan kausalitas dalam hukum pidana paling tidak secara garis


besar ada empat teori, yaitu:
a. Teori conditio sine qua non atau teori mutlak.
Menyatakan bahwa musabab adalah setiap syarat yang tidak dapat dihilangkan
untuk timbulnya akibat (von Buri). Syarat identic dengan musabab. Oleh karena
itu setiap syarat mempunyai nilai yang sama. Menurut teori ini, tidak
membedakan antara syarat dan penyebab, segala sesuatu yang masih berkaitan
dalam suatu peristiwa sehingga melahirkan suatu akibat adalah termasuk menjadi
penyebabnya. Sehingga, tidak mungkin digunakan dalam menentukan
pertanggungjawaban pidana karena terlalu luas, syarat dan musabab itu tidak
sama, sangatlah mungkin musabab yang menimbulkan akibat berasal lebih dari
satu tindakan. Teori tersebut disebut juga teori ekuivalensi karena ajaran von Buri
ini menilai semua factor adalah sama pentingnya terhadap timbulnya suatu akibat.
b. Teori Generalisir.
Teori ini mencari sebab (causa) dari rangkaian factor yang berpengaruh atau
berhubungan dengan timbulnya akibat adalah dengan menilai pada factor mana
yang secara wajar dan menurut akal serta pengalaman pada umumnya dapat
menimbulkan suatu akibat. Teori conditio sine qua non terlalu luas dalam
menentukan pertanggungjawaban pidana, oleh karena itu banyak mendapat
penolakan pertanggungjawaban pidana. Teori tsb tidak ada Batasan antara syarat
dan musabab. Pada teori ini, menurut Simons, pelaku secara pribadi tidak perlu
terikat atas apa yang diketahui atau apa yang dapat diperkirakan olehnya sendiri.
Hubungan kausalitas dari Simons adalah teori gabungan yang berdasarkan
keadaan yang diketahui oleh pelaku dan keadaan yang diketahui oleh umum
berdasarkan pengalaman.
c. Teori adequate subjektif (pada teori yang menggeneralisir).
Von Kries menyatakan bahwa, factor yang menurut kejadian yang normal adalah
adequate atau layak dengan akibat yang timbul, yang factor utama diketahui atau
disadari oleh si pembuat sebagai adequate untuk menimbulkan akibat.
d. Teori adequat objektif.
Tidak memperhatikan bagaimana sikap batin si pembuat sebelum berbuat, akan
tetapi pada factor-factor yang ada setelah peristiwa senyatanya beserta akibatnya
terjadi, yang dapat dipikirkan secara akal (objektif) factor-factor tersebut dapat
menimbulkan akibat.
e. Teori Individualisir.
Teori yang dalam usahanya mencari factor penyebab dari timbulnya suatu
akibat dengan hanya melihat pada factor yang ada atau terdapat setelah
perbuatan dilakukan. Teori generalisasi melihat sebab in abstracto yang
menimbulkan akibat, maka teori individualisir melihat sebab in concreto atau
post factum.
f. Teori Relevansi.
Teori ini melihat kelakuan atau tindakan sebagai musabab untuk menimbulkan
akibat yang dilarang sudah dibayangkan oleh pembentuk undang-undang.
Teori ini adalah teori mengenai interpretasi undang-undang.
Hubungan mengenai kausalitas pada perbuatan pidana commisionis dan
perbuatan pidana omisionis adalah Delicta commissionis pada hakikatnya adalah
melakukan perbuatan yang dilarang dalam undang-undang. Hubungan kausalitas atau
sebab-akibat dari delik ini terdapat dalam 362 tentang pencurian, dimana sebab dalam
delicta commissionis merupakan perbuatan aktif mencuri yang menimbulkan akibat
berupa kehilangan barang. Sedangkan, Delicta omissionis yaitu tidak melakukan
perbuatan yang diwajibkan atau diharuskan oleh undang-undang. Contohnya adalah
perbuatan lalainya seorang ibu yang tidak menyusui anaknya, dimana sebab dalam
delik adalah perbuatan sang ibu yang pasif tidak menyesui sehingga mengakibatkan
bayinya sekarat dan meninggal.

Anda mungkin juga menyukai