NIM : E0021475
d. Objek dari ilmu hukum pidana adalah seperangkat aturan hukum pidana positif
yang berlaku pada suatu negara. Menurut Hazewingkel Suringa, objek ilmu
hukum pidana adalah norma-norma hukum pidana dan sanksi pidana yang berlaku
dalam hukum pidana suatu negara. Sedangkan, menurut Barda Nawawi Arief,
objek ilmu hukum pidana sesungguhnya merupakan objek yang abstrak, karena
objek konkretnya sama dengan objek ilmu hukum pada umumnya yaitu tingkah
laku manusia dalam hidup bermasyarakat.
Kesimpulan
Sehingga dalam konteks Indonesia yang menjadi objek ilmu hukum pidana dalam
pengertian yang luas adalah KUHP yang meliputi asas-asas hukum pidana,
kejahatan-kejahatan, dan pelanggaran-pelanggaran; KUHAP; Undang-Undang
Pidana di luar kodifikasi atau KUHP; Ketentuan Pidana yang terdapat dalam
undang-undang lainnya; dan Ketentuan pidana yang terdapat dalam Peraturan
Daerah. Objek ilmu hukum pidana yang demikian masih berada dalam tataran
pengetahuan terkait hukum positif. Selain hal yang demikian, teori hukum pidana
yang berisi aliran-aliran hukum pidana, teori-teori pemidanaan, dan lain
sebagainya juga merupakan objek ilmu hukum pidana. Sehingga objek ilmu
hukum pidna tidak hanya berfokus pada aturan hukum positif saja, namun juga
teori hukum pidana.
e. Fungsi dari hukum pidana menurut Sudarto terbagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut.
1) Fungsi Umum
Fungsi Umum Hukum Pidana adalah untuk mengatur dan menata
penyelenggaraan kehidupan dalam bermasyarakat.
2) Fungsi Khusus
Fungsi Khusus Hukum Pidana adalah untuk melindungi kepentingan hukum
terhadap perbuatan yang hendak memaksanya dan memastikan aturan tersebut
agar berlaku sebagaimana mestinya dengan sanksi berupa pidana. Kepentingn
hukum ini dapat milik negara, masyarakat, korporasi, maupun milik orang
perorangan. Selain itu, fungsi dari hukum pidana juga memberikan
perlindungan individu terhadap 3 hal, yaitu perlindungan terhadap nyawa,
perlindungan terhadap harta benda, dan perlindungan terhadap kehormatan.
3. Jelaskan mengenai perbuatan pidana, unsur-unsur dari perbuatan pidana, dan jenis
perbuatan pidana!
Jawab: Perbuatan Pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum atau
Undang-Undang dilarang dan diancam dengan sanksi pidana yang mana sanksi pidana
ini ditujukan kepada orang yang menimbulkan suatu kejadian pidana. Kemudian,
menurut Simons perbuatan pidana adalah perbuatan manusia yang diancam
dengan pidana yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan,
dan yang dilakukan oleh orang mampu bertanggung jawab. Sehingga ada empat hal
yang penting terkait perbuatan pidana yaitu aturan Undang-Undang, dilarangnya suatu
perbuatan, diancam sanksi pidana jika melanggar, dan terdapat pertanggungjawaban
pidana bagi yang dapat bertanggungjawab terhadap pelanggaran yang diperbuatnya.
Unsur-Unsur Perbuatan Pidana adalah sebagai berikut.
a) Adanya perbuatan.
Perbuatan terdiri atas kelakukan dan akibat karena suatu perbuatan pidana
haruslah ada suatu kelakuan yang diperbuat, sehingga kelakuan tersebut akan
menimbulkan suatu akibat tertentu. Misalnya kelakuan yang diperbuatnya adalah
penganiayaan, maka akibat yang dapat ditimbulkan bisa berupa terlukanya korban
atau matinya korban.
b) Adanya hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan. Hal ikhwal
atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan ini terbagi dua yaitu mengenai
diri orang yang melakukan perbuatan dan yang mengenai di luar diri si pelaku.
Misalnya KUHP Pasal 345 dimana dijelaskan disana bahwasannya barangsiapa
dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam
perbuatan itu, atau memberikan daya upaya kepadanya untuk itu, maka jika orang
itu jadi membunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat bulan. Dalam
pasal tersebut dijelaskan bahwasannya seorang pelaku bunuh diri bisa saja bunuh
diri bukan hanya atas kemauannya sendiri namun juga atas hasutan orang lain,
hasutan orang lain inilah yang dinamakan dengan adanya hal ikhwal atau keadaan
tertentu yang menyertai perbuatan.
c) Adanya keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
Sebagaimana yang tercantum dalam KUHP Pasal 363, dimana Ketika terjadinya
suatu pencurian yang dilakukan dalam waktu atau keadaan sebagaimana yang
tercantum dalam Pasal 363 KUHP, seperti pencurian ternak, pencurian pada
waktu terjadinya bencana alam dan sosial itu akan dikenakan dan diancam dengan
pidana penjara yang tinggi yaitu selama tujuh tahun, hukuman ini jelas berbeda
dari pencurian biasa yang maksimal hukumannya adalah penjara lima tahun.
Sehingga keadaan sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 363 KUHP
merupakan keadaan tambahan yang memberatkan pidana.
d) Unsur melawan hukum objektif.
Unsur melawan hukum objektif adalah perbuatan yang secara kasat mata
memenuhi unsur-unsur delik. Contoh KUHP Pasal 285, dimana dinyatakan disana
bahwasannya memaksa seorang wanita dengan kekerasan atau ancaman kekerasan
ubtuk bersetubuh di luar perkawinan, diancam dengan pidana penjara paling lama
dua belas tahun. Dari rumusan diatas terlihat nyata bahwa perbuatan memaksa
wanita untuk bersetubuh secara kasat mata adalah perbuatan yang melawan
hukum pidana secara objektif. Selain itu, jika kita mengambil barang orang lain
dengan maksud untuk dimiliki dimiliki sendiri dengan tidak memperdulikan
pemiliknya maka hal ini juga menggambarkan unsur objektif hukum pidana,
karena perbuatan tersebut jelas perbuatan yang dilarang Undang-Undang dan
termasuk pencurian yang dapat dikenakan KUHP Pasal 362 tentang pencurian.
e) Unsur melawan hukum subjektif
Unsur melawan hukum subjektif adalah niat atau sikap batin dari si pelaku saat
melakukan suatu perbuatan pidana. Untuk menuntut tersangka dan menghukum
pelaku perbuatan pidana kita jangan hanya memperhatikan perbuatan apa yang
dilakukannya, namun juga melihat keadaan subjektifnya yaitu juga
mempertimbangkan alasan atau niat yang terletak dalam hati sanubari terdakwa
dalam melakukan perbuatan pidana tersebut, karena kita juga harus menghargai
manusia sebagai subjek hukum itu sendiri. Contoh kasus, Ani mengambil barang
milik budi tanpa sepengetahuannya untuk dikembalikan kepada Tika, karena
barang tersebut memang milik Tika. Dalam hal ini perbuatan yang dilakukan oleh
Ani bukan merupakan pencurian, karena berdasarkan keadaan subjektifnya, Ani
mengambil barang tersebut dengan maksud untuk diberikan kepada pemilik
aslinya, sehingga bukan merupakan perbuatan pencurian.
Jenis Perbuatan Pidana, paling tidak terdapat 12 pembagian jenis-jenis delik.
1. Kejahatan dan Pelanggaran. Kedual hal ini akan menimbulkan akibat dan
konsekuensi, percobaan terhadap kejahatan akan dipidana, namun percobaan
pelanggaran tidak akan dipidana. Hal ini terjadi karena kejahatan adalah bentuk
pelanggaran berat terhadp aturan hukum pidana, sementara pelanggaran adalah
bentuk pelanggaran ringannya.
2. Delik Formil dan Delik Materiil. Delik formil merupakan delik yang mengatur
dilarangnya suatu perbuatan, menekankan pada tindakan. Contoh Pasal 363
KUHP dan Pasal 2 UU Tipikor. Sedangkan delik Materiil menekankan pada
akibat dari suatu perbuatan. Contoh apabila terjadi percobaan pembunuhan maka
tidak masuk ke KUHP Pasal 338, namun jika pembunuhan benar terjadi maka
masuk ke KUHP Pasal 338.
3. Delicta Comissionis dan Delicta Omissionis. Delicta Comissionis itu melakukan
suatu perbuatan yang dilarang UU, contoh seperti pembunuhan dan pencurian.
Sedangkan Delicta Omissionis itu tidak melakukan suatu perbuatan yang
diwajibkan oleh UU, contohnya seperti perbuatan kelalaian yang dilakukan oleh
orang tua yang tidak memberi makan anaknya.
4. Delik abstrak dan Delik Konkret. Delik abstrak itu adalah delik yang tidak
tampak, contohnya seperti menghasut. Sedangkan delik konkret adalah delik yang
perbuatannya tampak, seperti Pasal 187 KUHP.
5. Delik umum, delik khusus, dan delik politik. Delik umum adalah delik yang
berlaku bagi siapa saja objek hukum tidak memandang kedudukan. Delik khusus
adalah delik yang berlaku khusus atau memiliki kualifikasi tertetu seperti delik
yang berlaku bagi kalangan militer. Kemudian delik politik, delik ini ada
tergantung pada rezim, seperti pada era Soeharto adanya orang yang terkualifikasi
sebagai PKI sehingga tidak diperbolehkan untuk mendapatkan hak nay sebagai
warga negara sebagaimana mestinya.
6. Delik merugikan dan delik menimbulkan bahaya. Delik merugikan adalah delik
tertua berfungsi untuk melindungi suatu kepentingan individu karena
menimbulkan kerugian secara langsung, seperti terdapat nya larangan membunuh,
mencuri, memperkosa, dan lain-lain. Delik menimbulkan bahaya adalah delik
yang tidak merugikan atau menyakiti secara langsung, misalnya seperti adanya
ancaman atau keadaan bahaya yang tertuang dalam KUHP Pasal 107a.
7. Delik berdiri sendiri dan delik lanjutan. Delik berdiri sendiri adalah suatu delik
yang terjadi dalam sekali perbuatan, sedangkan delik lanjutan adalah delik yang
dilakukan terus menerus dalam satu rangkaian.
8. Delik persiapan, delik percobaan, delik selesai, dan delik berlanjut. Delik persipan
contohnya adalah kasus lascar yang akan melakukan pemufakatan jahat. Delik
percobaan contohnya adalah KUHP Pasal 53. Delik selesai terdapat dalam KUHP
Pasal 340. Delik berlanjut terdapat dalam KUHP Pasal 333 Ayat (1).
9. Delik tunggal dan delik gabungan. Delik tunggal adalah delik yang oelakunya
dapat dipidana hanya dengan melakukan sekali saja perbuatan yang dilarang atau
tidak melakukan perbuatan yang diwajibkan. Sedangkan delik gabungan
membutuhkan lebih dari satu kali perbuatan. Contoh delik gabungan adalah Pasal
296 KUHP.
10. Delik biasa dan delik aduan. Delik biasa adalah delik yang dapat diproses pidana
tanpa perlu adanya aduan terlebih dahulu, sementara delik aduan harus adanya
aduan terlebih dahulu, seperti perbuatan perzinahan.
11. Delik sederhana dan delik terkualifikasi. Delik sederhana adalah delik dalam
bentuk pokok dalam undang-undang. Sedangkan delik terkualifikasi adalah delik
dengan pemberatan karena keadaan tertentu, seperti Pasal 363 KUHP.
12. Delik kesengajaan dan kealpaan. Delik kesengajaan adalah delik atau bentuk
keslaahan dalam hukum pidana sehingga menghendaki bentuk kesalahan berupa
kesengajaan dalam rumusan delik. Sedangkan kealpaan mengehendaki bentuk
kesalahan berupa kelalaian dalam rumusan delik. Implikasi pembedaannya
terdapat pada berat-ringannya pidana yang diancamkan.
4. Untuk menentukan terjadinya sebuah perbuatan pidana, tentu perlu mengetahui hal
dasar yaitu tempat dan waktu dari perbuatan pidana. Sebutkan teori mengenai tempat
terjadinya perbuatan pidana dan waktu terjadinya perbuatan pidana dan hubungkan
dengan asas!
Jawab: Tempat terjadinya perbuatan pidana disebut juga dengan locus delicti
yang mana hal ini juga menentukan pengadilan manakah yang berhak mengadili suatu
perbuatan pidana yang terjadi. Ada beberapa terori untuk menentukan locus delicti.
Selain locus delicti ada juga yang namanya tempus delicti yaitu waktu
terjadinya suatu perbuatan pidana, harus dibedakan antara waktu perbuatan
dilakukan dan waktu ketika perbuatan itu selesai dilakukan atau akibat dari
perbuatan tersebut. Sehingga ada lima arti penting locus delicti menurut Prof.
Eddy, yaitu:
b. Apakah pada saat melakukan perbuatan pidana, terdakwa mampu atau tidak
mampu bertanggungjawab?
c. Apakah pada saat terjadinya perbuatan pidana, terdakwa telah cukup umur?
d. Terkait kedaluwarsa
5. Sebut dan jelaskan mengenai kausalitas, teori kausalitas dan hubungan mengenai
kausalitas pada perbuatan pidana commisionis dan perbuatan pidana omisionis.
Jawab: Kausalitas adalah ajaran terkait sebab dan akibat, dimana dalam suatu
perbuatan pidana haruslah ada sebab dari perbuatan yang dilakukan yang mana
nantinya perbuatan tersebut akan menimbulkan akibat. Kausalitas penting dalam hal
menentukan adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dan akibat dalam tindak
pidana materiil, selain itu kausalitas juga penting dalam hal mencari dan menentukan
adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat dalam tindak pidana
yang dikualifisir oleh unsur akibatnya. Tindak pidana yang dikualifisir oleh unsur
akibatnya ialah suatu tindak pidana bentuk pokok yang ditambah dengan satu unsur
khusus yakni unsur akibat yang timbul dari perbuatan, baik unsur akibat yang
menjadikan tindak pidana lebih berat maupun menjadi lebih ringan.