Hukum pidana adalah bagian dari pada keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
b.Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah
melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana
sebagaimana yang telah diancamkan.
Berdasarkan data dan informasi yang kami kumpulkan, ada 13 para ahli yang
memberikan pendapatnya mengenai pengertian tentang hukum pidana.
Yuk, kita simak satu persatu.
1. Pompe
Pengertian hukum pidana adalah keseluruhan aturan ketentuan hukum mengenai
perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum dan aturan pidananya.
2. Apeldorn
Pengertian hukum pidana dibedakan dalam dua arti yaitu hukum pidana materil
yang menunjuk pada perbuatan pidana yang oleh sebab perbuatan pidana itu
mempunyai dua bagian yaitu bagian objektif dan bagian subjektif. Dan hukum
pidana formal yang mengatur cara bagaimana hukum pidana materil ditegakkan.
3. Hazewinkel Suringan
Pengertian hukum pidana dibagai dalam arti objektif (ius poenali) yang meliputi
perintah dan larangan yang pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh
badan yang berhak, ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat
digunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan Hukum panitensier dan
subjektif (ius puniende) yaitu hak negara menurut hukum untuk menuntut
pelanggaran delik dan untuk menjatuhkan serta malaksanakan pidana.
4. Moeljatno
Pengertian hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar aturan untuk
(a) menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, yang
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut,
(b) menentukan kapan dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhkan pidana sebagaimana yang
telah diancamkan, dan
(c) menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan
apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
5. Satochid Kartanegara
Pengertian hukum pidana dapat dipandang dari beberapa sudut yaitu : pengertian
hukum pidana dalam arti objektif, yaitu sejumlah peraturan yang mengandung
larangan-larangan ataukeharusan-kaharusan terhadap pelanggarnya diancam
dengan hukuman. Dan Pengertian hukum pidana dalam arti subjektif yaitu
sejumlah peraturan yang mengatur hak negara untuk menghukum seseorang yang
melakukan perbuatan yang dilarang.
6. Sudarto
Pengertian hukum pidana bahwa hukum pidana dapat dipandang sebagai sistem
sangsi negati, ia diterapkan jika sarana lain sudah tidak memadai, maka
hukumpidana dikatakan mempunyai fungsi yang subsidier. Pidana termasuk juga
tindakan (maltregelen) bagaimanapun juga merupakan suatu penderitaan, sesuatu
yang dirasakan tidak enak oleh orang lain yang dikenai, oleh karena itu hakikat dan
tujuan pidana dan pemidanaan, untuk memberikan alasan pembenaran
(justification) pidana itu.
7. Simons
Hukum Pidana adalah semua perintah dan larangan yang diadakan oleh negara
dan yang diancam dengan suatu pidana/nestapa bagi barangsiapa yang tidak
menaatinya. Dan juga merupakan semua aturan yang ditentukan oleh negara yang
berisi syarat-syarat untuk menjalankan pidana tersebut.
8. Van Hattum
Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan dari asas-asas dan peraturan-peraturan
yang diikuti dan ditetapkan oleh suatu negara atau oleh suatu masyarakat hukum
umum lainnya, dimana mereka itu sebagai pemelihara dari ketertiban hukum umum
telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan yang bersifat melanggar hukum
dan telah mengkaitkan pelanggaran terhadap peraturan-peraturannya dengan
suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa pidana.
9. Mezger
Hukum pidana adalah semua aturan hukum (die jenige rechtnermen) yang
menentukan / menghubungkan suatu pidana sebagai akibat hukum (rechtfolge)
kepada suatu perbuatan yang dilakukan.
13. Kansil
Hukum pidana adalah hukum yang mengatur tentang pelanggaran pelanggaran
dan kejahatan-kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan mana diancam
dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan.
Tujuan Hukum Pidana
1. Untuk melindungi suatu kepentingan orang atau perseorangan (hak asasi
manusia) untuk melindungi kepentingan suatu masyarakat dan negara dengan
suatu perimbangan yang serasi dari suatu tindakan yang tercela/kejahatan di
satu pihak dari tindak-tindakan perbuatan yang melanggar yang merugiakan
dilain pihak.
2. Untuk membuat orang yang ingin melakukan kejahatan atau perbuatan yang
tidak baik akan menjadi takut untuk melakukan perbuatan tersebut.
3. Untuk mendidik seseorang yang melakukan perbuatan yang melanggar agar
tidak melakukan lagi, dan agar diterima kembali dilingkungan masyarakat.
4. Mencegah akan terjadinya gejala-gejala sosial yang tidak sehat atau yang
melakukan perbuatan yang dilanggar, dan hukuman untuk orang yang sudah
terlanjur berbuat tidak baik.
5. Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan tidak
baik (aliran klasik)
6. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik
menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkungan (aliran
modern).
Tujuan Hukum pidana Menurut liran klasik
Tujuan Hukum pidana untuk melindungi individu dari kekuasaan negara atau
penguasa. Sebaliknya, menurut aliran modern mengajarkan tujuan hukum pidana
untuk melindung masyarakat terhadap kejahatan. Dengan demikian hukum pidana
harus memerhatikan kejahatan dan keadaan penjahat, maka aliran ini mendapat
pengaruh dari perkembangan kriminologi.
Vos memandang perlu adanya aliran yang ketiga, yang merupakan kompromi aliran
klasik dan aliran modern. Dalam rancangan KUHP Juli Tahun 2016, tujuan
pemidanaan ditentukan dalam pasal 51 yaitu pemidanaan bertujuan :
1. Mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi
pengayoman masyarakat
2. Memasyarakatkan terpidana dengen mengadakan pembinaan sehingga menjadi
orang yang bake dan berguna
3. Menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan
keseimbangan dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat.
4. Membebaskan rasa bersalah pada terpidana.
Mencapai tujuan hukum pidana
Akan tetapi, kalau di dalam kehidupan ini mash ada manusia yang melakukan
perbuatan tidak baik yang terkadang merusak lingkungan hidup manusia lain,
sebenarnya sebagai akibat dari moralistas individu itu sendiri.
Dan untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu
(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana) maka, dipelajari
olehnya “kriminologi”
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu
tindak tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial, disamping itu, juga
ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu psikologi.
Jadi, kriminologi sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas
mempelajari sebab-sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa
motivasinya, bagaimana akibatnya dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk
meniadakan perbuatan itu.
Sumber Hukum Pidana
Sumber hukum pidana itu ada 2 yakni sumber hukum tertulis dan sumber hukum
tidak tertulis. Di indonesia sendiri belum ada kitab undang-undang hukum pidana
nasional yang artinya kita masih memberlakukan kitab undang-undang hukum
pidana warisan belanda. Adapun KUHP terdiri dari 3 buku yakni sebagai berikut :
Kepentingan hukum yang wajib dilindungi itu ada tiga macam yaitu :
• Kepentingan hukum perorangan (individuale belangen) misalnya
kepentingan hukum terhadap hak hidup (nyawa), kepentingan hukum
atas tubuh, kepentingan hukum akan hak milik benda, kepentingan
hukum terhadap harga diri dan nama baik, kepentingan hukum terhadap
rasa susila,
• Kepentingan hukum masyarakat (sociale of maatschapppelijke
belangen), misalnya kepentingan hukum terhadap keamanan dan
ketertiban umum, ketertiban berlalu lintas di jalan raya,
• Kepentingan hukum negara (staatersebutelangen), misalnya
kepentingan hukum terhadap keamanan dan keselamatan negara,
kepentingan hukum terhadap negara-negara sahabat, kepentingan
hukum terhadap martabat kepala negara dan wakilnya,
Ketiga kepentingan hukum diatas saling berkait dan tidak bisa dipisahkan. Contoh :
kepentingan hukum yang diatur dalam hukum pidana materil (KUHP) larangan
mencuri (pasal 362 KUHP), larangan menghilangkan nyawa (pasal 338 KUHP).
Pasal 363 KUHP melindungi dan mempertahankan kepentingan hukum orang atas
hak milik kebendaan pribadi dan pasal 338 KUHP adalah melindungi dan
mempertahankan kepentingan hukum terhadap hak individu/nyawa orang. Untuk
melindung kepentingan hukum diatas adalah melalui sanksi pidana/straf (hukuman
penjara). Misalnya pasal 362 KUHP dapat diancam hukuman penjara maksimum
5 tahun dan pasal 338 KUHP dapat diancam hukuman penjara maksimum 15 tahun,
Fungsi hukum pidana yang dimaksud disini adalah tiada lain memberi dasar
legitimasi bagi negara agar negara dapat menjalankan fungsi menegakkan dan
melindungi kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana tadi dengan
sebaik-baiknya. Fungsi ini terutama terdapat dalam hukum acara pidana, yang telah
dikodifikasikan dengan apa yang disebut Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP) yakni UU No. 8 tahun 1981. Dalam hukum acara pidana telah diatur
sedemikian rupa tentang apa yang dapat dilakukan negara dan bagaimana cara
negara mempertahankan kepentingan hukum yang dilindungi oleh hukum pidana.
Misalnya bagaimana cara negara melakukan tindakan-tindakan hukum terhadap
terjadinya tindak pidana seperti melakukan penangkapan, penahanan, penuntutan,
pemeriksaan, vonis, dll. Semua tindakan negara diatas tentu berakibat tidak
menyenangkan bagi siapa saja. Namun atas dasar kepentingan hukum dan negara
tindakan negara tersebut dibenarkan, melalui prosedur KUHAP diatas.
Sebagaimana diketahui bahwa fungsi hukum pidana yang kedua diatas adalah
hukum pidana telah memberikan hak dan kekuasaan yang sangat besar pada
negara agar dapat menjalankan fungsi mempertahankan kepentingan hukum yang
dilindungi dengan sebaik-baiknya. Namun demikian atas kekuasaan negara diatas
harus dibatasi. Walaupun pada dasarnya adanya hukum pidana untuk melindungi
kepentingan hukum yang dlindungi. Namun tentunya pembatasan kekuasaan itu
penting agar negara tidak melakukan sewenang-wenang kepada masyarakat dan
pribadi manusia. Pengaturan hak dan kewajiban negara dengan sebaik-baiknya
dalam rangka negara menjalankan fungsinya mempertahankan kepentingan hukum
yang dilindungi yang secara umum dapat disebut mempertahankan dan
menyelenggarakan ketertiban hukum masyarakat itu, menjadi wajib. Adanya KUHP
dan KUHAP sebagai hukum pidana materi dan formil dalam rangka
mempertahankan kepentingan hukum masyarakat yang dilindungi pada sisi
sebagai alat untuk melakukan tindakan hukum oleh negara apabila terjadi
pelanggaran hukum pidana, pada sisi lain sebagai alat pembatasan negara dalam
setiap melakukan tindakan hukum. Misalnya jika seseorang membunuh (pasal 338
KUHP) negara tidak boleh menghukum melebihi ancaman maksimum 15 tahun.
Begitu juga ketika negara menahan seseorang ada batas masa penahanan
misalnya penyidik hanya selama 20 hari. Jika ketentuan diatas dilanggar oleh
negara maka akan terjadi kesewenangan. Dengan demikian masyarakat sendiri
dirugikan. Jika akibat suatu tindakan negara justru merugikan masyarakat, maka
tujuan dan fungsi hukum pidana tersebut tidak tercapai. Tujuan hukum untuk
kebenaran dan keadilan hanya semboyan saja.
A.Sejarah Perkembangan Hukum Pidana Di Indonesia
Hukum pidana yang berlaku dahulu kala berbeda dengan hukum pidana modern.
Hukum pada zamandahulu kala belum memegang teguh prinsip kodifikasi. Aturan
hukum lahir melalui proses interaksi dalam masyarakat tanpa ada campur tangan
kerajaan. Hukum pidanaadat berkembang sangat pesat dalam masyarakat.
Hukum pidana yang berlaku saat itu belum mengenal unifikasi. Di setiap daerah
berlaku aturan hukum pidana yang berbeda-beda. Kerajaan besar macam
Sriwijaya sampai dengan kerajaan Demak pun menerapkan aturan hukum pidana.
Kitab peraturan seperti Undang-undang raja niscaya, undang-undang mataram,
jayalengkara, kutara Manawa, dan kitab Adilullah berlaku dalam masyarakat pada
masa itu.
Hukum pidana adat juga menjadi perangkat aturan pidana yang dipatuhi dan
ditaati oleh masyarakat nusantara. (Aruan Sakidjo & Bambang Poernomo, Hukum
Pidana, hal 8) Hukum pidana pada periode ini banyak dipengaruhi oleh agama dan
kepercayaan masyarakat. Agama mempunyai peranan dalam pembentukan hukum
pidana di masa itu. Pidana potong tangan yang merupakan penyerapan dari
konsep pidana Islam serta konsep pembuktian yang harus lebih dari tiga orang
menjadi bukti bahwa ajaran agam Islam mempengaruhi praktik hukum pidana
tradisional pada masa itu.
Hukum adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tajam antara hukum
pidana dengan hukum perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum
perdata yang bersifat privat dan hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari
sistem Eropa yang kemudian berkembang di Indonesia.
Di beberapa wilayah tertentu, hukum adat sangat kental dengan agama yang
dijadikan agama resmi atau secara mayoritas dianut oleh masyarakatnya. Sebagai
contoh, hukum pidana adat Aceh, Palembang, dan Ujung Pandang yang sangat
kental dengan nilai-nilai hukum Islamnya. Begitu juga hukum pidana adat Bali yang
sangat terpengaruh oleh ajaran - ajaran Hindu.
Di samping hukum pidana adat mengalami persentuhan dengan agama yang
dipeluk oleh mayoritas penduduk, karakteristik lainnya adalah bahwa pada
umumnya hukum pidana adat tidak berwujud dalam sebuah peraturan yang tertulis.
Aturan-aturan mengenai hukum pidana ini dijaga secara turun-temurun melalui
cerita, perbincangan, dan kadang-kadang pelaksanaan hukum pidana di wilayah
yang bersangkutan.
Namun, di beberapa wilayah adat di Nusantara, hukum adat yang terjaga ini
telah diwujudkan dalam bentuk tulisan, sehingga dapat dibaca oleh khalayak
umum.
Sebagai contoh dikenal adanya Kitab Kuntara Raja Niti yang berisi hukum adat
Lampung, Simbur Tjahaja yang berisi hukum pidana adat Sumatera Selatan, dan
Kitab Adigama yang berisi hukum pidana adat Bali.
Pada umumnya masih berlaku Statuta Betawi yang baru, dan untuk orang pribumi
hukum adat pidana masih diakui asal tidak bertentangan dengan asas-asas hukum
yang diakui dan perintah-perintah, begitu pula undang-undang dari pemerintah.
Oleh karena itu, perlu pula ditinjau secara sekilas lintas perkembangan kodifikasi di
Negeri Belanda.
Pertama kali ada kodifikasi di bidang hukum pidana terjadi dengan adanya
Crimineel Wetboek voor het Koninglijk Holland 1809.
Kitab undang-undang 1809 memuat ciri modern di dalamnya menurut Vos,
yaitu :
1. Pemberian kebebasan yang besar kepada hakim di dalam pemberian pidana;
2. Ketentuan-ketentuan khusus untuk penjahat remaja
3. Penghapusan perampasan umum
Tetapi kodifikasi ini umumnya singkat karena masuknya Prancis dengan Code
Penalnya Negeri Belanda pada tahin 1811.
Sistem pidana di dalam Code Penal sekali jika dibanding dengan kodefikasi 1809.
Diperkenalkan lagi perampasan umum. Dengan Gouf Besluit 11 Desember 1831
diadakan beberapa perubahan misalnya, tenyang perampasan umum tapi
diperkenalkan lagi geseling, dan pelaksanaan pidana mati dengan cara Prancis
guillotine dig anti dengan penggantungan menurut sistem Belanda kuno.
Setelah berlakunya KUHP baru di Negeri Belanda pada tahun 1886 dipikirkanlah
oleh Pemerintah Belanda, bahwa KUHP di Hindia Belanda yaitu 1866 dan 1872
yang banyak persamaannya dengan Code Penal Prancis, perlu diganti dan di
sesuaikan dengan KUHP baru Belanda tersebut.
Berdasarkan asas konkordansi ( concordantie ) menurut pasal 75 Regerings
Reglement, dan 131 Indische Staatsregeling, maka KUHP di Negeri Belanda harus
diberlakukan pula didaerah jajahan seperti di Hindia Belanda dengan penyesuaian
pada situasi dan kondisi setempat.
Sebenarnya kedua WvS 1866 dan 1872 tersebut juga hampir sama, yang kedua
merupakan salinan dari yang pertama kecuali sistem pidananya.
Tetapi perbedaan antara kedua golongan penduduk, yaitu golongan Eropa dan
Bumiputera Timur Asing mewarnai juga perumusan-perumusan delik di dalam
WvS tersebut, misalnya pasal 284 (mukah = overspel) bagi laki-laki hanya belaku
bagi golongan Eropa (yang tinduk pada Pasal 27 BW).
Peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei.
Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1
Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan
pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah
yangdulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan
dengan pemerintahan militer.
Dengan dasar ini maka dapat diketahui bahwa hukum yang mengatur
pemerintahan dan lain-lain, termasuk hukum pidananya, masih tetap menggunakan
hukum pidana Belanda yang didasarkan pada Pasal 131 jo. Pasal 163
Indische Staatregeling.
Dengan demikian, hukum pidana yang diberlakukan bagi semua golongan
penduduk sama yang ditentukan dalam Pasal 131 Indische Staatregeling, dan
golongan-golongan penduduk yang ada dalam Pasal 163 Indische
Staatregeling.
Untuk melengkapi hukum pidana yang telah ada sebelumnya, pemerintahan militer
Jepang di Indonesia mengeluarkan Gun Seirei.
Nomor istimewa 1942, Osamu Seirei N omor 25 Tahun 1944 dan Gun Seirei
Nomor 14 Tahun 1942. Gun Seirei Nomor istimewa Tahun 1942 dan Osamu Seirei
Nomor 25 Tahun 1944 berisi tentang hukum pidana umum dan hukum pidana
khusus.
Masa Kemerdekaan-sekarang
Ditulis oleh :
Shitta Nabila
Universitas Nasional
2019