BAB I
1
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung:
Sinar Baru, 1984), h. 1-2.
2
Ibid, h. 3.
1
Bab I. Hukum Pidana
3
Sudarto, Hukum Pidana I, (Semarang: Yayasan Sudarto, 1990), h. 9.
4
Ibid, h. 10.
5
P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 2.
2
Dasar-Dasar Hukum Pidana
6
Moeljatno, Azas-azas Hukum Pidana, (1982), h. 1.
7
Ibid, h. 6.
8
Ibid, h. 5.
9
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991),
h. 4.
3
Bab I. Hukum Pidana
10
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian 1, (Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2002), h. 2.
11
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia
dan Penerapannya, (Jakarta: Alumni AHM- PTHM, 1982), h. 15-16.
4
Dasar-Dasar Hukum Pidana
12
Ibid., h. 16.
13
Lihat halaman 1.
14
P.A.F. Lamintang, Op.cit., h. 10.
5
Bab I. Hukum Pidana
15
Ibid, h. 11.
16
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 17-19.
6
Dasar-Dasar Hukum Pidana
17
Ibid, h. 12.
18
Adami Chazawi, Op.Cit., h. 13.
7
Bab I. Hukum Pidana
19
P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 12.
20
Adami Chazawi, Op.Cit., h. 14.
21
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1985), h.37.
8
Dasar-Dasar Hukum Pidana
22
Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan publik
(masyarakat umum). Apabila diperinci sifat hukum publik dalam hubungannya
dengan hukum pidana, maka akan ditemukan ciri-ciri hukum publik yaitu:
1. Mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat de-
ngan orang perseorangan;
2. Kedudukan penguasa negara adalah lebih tinggi dari orang perse-
orangan. Dengan perkataan lain orang perseorangan disubordinasikan
kepada penguasa;
3. Penuntutan seseorang (yang telah melakukan suatu tindakan yang ter-
larang) tidak tergantung kepada perseorangan (yang dirugikan), me-
lainkan pada umumnya negara/penguasa wajib menuntut seseorang
tersebut;
4. Hak subjektif penguasa ditimbulkan oleh peraturan-peraturan hukum
pidana objektif atau hukum pidana positif. Lihat E.Y. Kanter dan S.R.
Sianturi, Op.Cit., h. 23.
23
Andi Hamzah, Op.Cit., h. 8.
24
P.A.F. Lamintang, Op.Cit., h. 13.
25
Andi Hamzah, Op.Cit., h. 6.
9
Bab I. Hukum Pidana
26
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia,
(Bandung: Eresco, 1969), h. 11.
27
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 25.
28
Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 23.
10
Dasar-Dasar Hukum Pidana
29
Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 24.
11
Bab I. Hukum Pidana
30
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 56.
31
Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 25.
32
Ibid.
33
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Op.Cit., h. 56.
34
Sudarto, Op.Cit., h. 11-12.
12
Dasar-Dasar Hukum Pidana
35
Berkaitan dengan hal ini menurut Jan Remmelink, mengenai bagai-
mana cara pidana itu harus dikenakan, pertama-tama nyata, bahwa sanksi yang
tajam pada asasnya hanya akan dijatuhkan, apabila mekanisme penegakan
hukum lainnya yang lebih ringan telah tidak berdaya guna atau sudah sebelum-
nya dipandang tidak cocok, dan reaksi hukum pidana harus setimpal secara
layak atau proporsional dengan apa yang sesungguhnya diperbuat oleh pelaku
tindak pidana. Terhadap tindak pidana harus dimunculkan reaksi yang adil. Lihat
Jan Remmelink, Hukum Pidana, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 15.
13
Bab I. Hukum Pidana
36
Adami Chazawi, Op.Cit., h. 16-17.
37
Ibid, h. 20.
38
Ibid, h. 21.
14
Dasar-Dasar Hukum Pidana
39
Jan Remmelink, Op.Cit., h. 14–15.
40
J.M. van Bemmelen, Hukum Pidana 1, (Bandung: Binacipta, 1979),
h. 55.
41
Andi Hamzah, Op.Cit., h. 9 -10.
42
Ibid., h. 10.
15
Bab I. Hukum Pidana
Ini berarti bahwa teks resmi (yang sah) untuk KUHP kita adalah
Bahasa Belanda.
43
Bambang Poernomo, Op.Cit., h. 22.
44
Sudarto, Op.Cit., h. 15 -19.
16
Dasar-Dasar Hukum Pidana
17
Bab I. Hukum Pidana
45
Pasal 1 Konsep KUHP Baru berbunyi:
(1) Tiada seorang pun dapat dipidana atau dikenakan tindakan, kecuali
perbuatan yang dilakukan telah ditetapkan sebagai tindak pidana dalam
peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat perbuatan itu
dilakukan.
(2) Dalam menetapkan adanya tindak pidana dilarang menggunakan analogi.
(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengurangi berla-
kunya hukum yang hidup dalam masyarakat yang menentukan bahwa
seseorang patut dipidana walaupun perbuatan tersebut tidak diatur dalam
peraturan perundang-undangan.
(4) Berlakunya hukum yang hidup dalam masyarakat sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) sepanjang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dan/atau prin-
sip-prinsip hukum umum yang diakui oleh masyarakat bangsa-bangsa.
46
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,
(Perkembagan Penyusunan Konsep KUHP Baru), (Jakarta: Kencana, 2008),
h. 73-74.
18
Dasar-Dasar Hukum Pidana
47
Penjelasan Buku I angka 3 Konsep KUHP Baru Tahun 2006/2007.
48
Barda Nawawi Arief, Op.Cit., h. 75.
19
Bab I. Hukum Pidana
49
Ibid., h. 77.
20