A. Hukum Pidana
seperti sanksi pidana penjara dan denda sesuai undang-undang yang berlaku.
1
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, DIY: Cahaya Atma Pustaka, 2014. hal. 9
15
16
2
Ibid, hal. 16-17
3
Ibid, hal. 26-42
4
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 18
17
5
Martiman Prodjohamidjojo, Memahami dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Jakarta:
Pradnya Paramita, 1997, hal. 21-23
6
Ibid, hal. 25-27
7
Ibid, hal. 21-24
18
perbuatan yang tidak boleh dilakukan sehingga perlu adanya penekanan pada
perasaan hukum masyarakat, oleh karena itu suatu perbuatan pidana berarti
definisi hukum pidana itu dapat disimpulkan sebagai hukum pidana sebagai
hukum positif dan substansi hukum pidana adalah hukum yang menentukan
8
Ibid, hal. 26-27
9
Ibid. 21-27
10
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, hal. 26
19
yang lain diancam dengan pidana, kecuali jika oleh undang-undang ditentukan
lain”.11
dilakukan.
ditunjuk perbuatan mana yang dapat berakibaat pidana tertentu saja bukan
11
Ibid, hal. 27-28
12
Siahaan R.O, Hukum Pidana 1, Cibubur: RAO Press, 2009, hal. 90
20
yaitu:
dilakukan.13
yang sudah ada dibuat sesudah perbuatan itu terjadi, oleh karena itu
berlaku asas lex temporis delicti yang artinya undang-undang pada saat
delik atau kejahatan itu terjadi itulah asas yang dipakai di Indonesia.14
1. Asas Teritorial
13
R. Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Soekabumi: Poletia
Bogor, 1996, hal 27
14
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana edisi revisi, Jakarta: Rineka cipta, 2018, hal. 27-28
21
undangan negara”.16
berbunyi:
18
Ibid, hal. 32
23
KUHP).
atas lambang negara maka para pelaku dapat dituntut menurut hukum
pidana Indonesia.19
19
Ibid, hal. 32
24
adalah tidak adil jika ia diadili dengan hukum pidana negara tersebut
4. Asas Universal
20
Ibid, hal. 33
21
Hj. Soenarjati, dkk, Hukum Pidana dan Acara pidana, Tangerang: Terbitan UT, 2007, hlm. 2.20
25
22
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2003 hlm.
57-58
23
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, DIY: Cahaya Atma Pustaka, 2014, hal. 24-26
26
adanya aliran ketiga, yang merupakan kompromi klasik dan aliran modern.
membalas. Teori ini dikenal pada akhir abat ke-18 dengan pengikut
Immanuel Kant, Hegel, Herbert, dan Stahl. Teori ini juga disebut teori
absolut.
2) Teori tujuan atau relatif. Jika teori absolut melihat kepada kesalahan yang
pidana merupakan sarana untuk pencegahan kejahatan oleh karena itu juga
24
Noveria Devy Irmawanti dan Barda Nawawi Arief, “Urgensi Tujuan dan Pedoman Pemidanaan
Dalam Rangka Pembaharuan Sistem Hukum Pidana”, Jurnal Pembangunan Hukum Indonesia, Vol. 3
No. 2, Jakarta, 2021, hal. 223.
27
niatnya karena ada perasaan takut akan akibat yang dilihatnya, jadi
yang sudah terlanjur tidak berbuat baik. Jadi hukum pidana adalah ketentuan-
kehidupan ini masih ada manusia yang melakukan perbuatan yang tidak baik,
mengetahui sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu maka
teori di atas. Menurut Eddy O.S. Hiariej, teori tersebut adalah teori
tujuan pidana adalah sebagai “deterrence effect” atau efek jera agar pelaku
hakikatnya sama dengan teori relatif terkait dengan prevensi khusus. Dalam
25
Ibid, hal. 224
26
Eddy O.S. Hiariej, Prinsip-prinsip Hukum Pidana, DIY: Cahaya Atma Pustaka, 2014, hal. 31-34
28
pengkajian ini, menurut Wayne R. Lafaye, tujuan lain dalam pidana adalah
dan tidak lagi mengulangi perbuatan jahat. Menurut Aquinas, bilamana negara
vitae magis sunt medicinales quam retributative), pidana sebagai obat yang
khusus.27
B. Tindak Pidana
“strafbaar feit” yang dalam bahasa Inggris berasal dari kata “criminal act
dengan delik yang berasal dari bahasa Latin yakni kata “delictum” atau delik
27
Ibid, hal: 35-36
29
Selain itu kata perbuatan lebih menunjuk pada arti sikap yang
sebenarnya dilarang hukum dapat juga bersifat pasif atau tidak berbuat sesuatu
dokrin, unsur-unsur tindak pidana (delik) terdiri atas unsur subjektif dan unsur
objektif.
28
Sudarto, Hukum Pidana 1 edisi revisi, Semarang: Yayasan Sudarto, 2018, hal: 50
29
Ibid, hal 51
30
Unsur subjektif adalah unsur yang berasal dari dalam diri pelaku. Asas
hukum pidana menyatakan “tidak ada hukuman kalau tidak ada kesalahan”
(an act does not make a person guilty unless the mind is guilty or actus non
facitretum nisi mens sit rea). Kesalahan yang dimaksud di sini adalah
1. Tak berhati-hati.
Adapun unsur objektif merupakan unsur dari luar diri pelaku yang
terdiri atas:
30
Ibid, hal. 132
31
Ibid, hal. 159
31
d. Sifat dapat dihukum dan sifat melawan hukum. Sifat dapat dihukum
perintah.32
menyatakan bahwa:
32
Ibid, hal. 50-51
33
Ibid, hal. 55
32
adalah:
besar, yaitu dalam Buku Kedua dan Buku Ketiga yang masing-masing
34
Ibid, hal. 51
35
Hj. Seonarjati, dkk, Hukum Pidana dan Acara Pidana, Banten: UT, 2016, hal. 1.30 – 1.32
33
perbuatan yang dilakukan oleh pelaku. Delik formal adalah delik yang
(hal yang kebetulan). Contoh delik formal yaitu Pasal 362 KUHP
yang dilarang. Delik itu dianggap selesai jika akibatnya sudah terjadi,
kata “karena kealpaannya”. Misalnya pada Pasal 195 KUHP, Pasal 359
4) Tindak Pidana Aktif (Delik Commisionis) dan Tindak Pidana Pasif (Delik
Omisionis)
berbuat aktif maka orang yang melanggar larangan perbuatan aktif ini
terdapat baik dalam tindak pidana yang dirumuskan secara formil maupun
materiil. Bagian terbesar tindak pidana dalam KUHP adalah tindak pidana
aktif.
Dalam tindak pidana pasif ada suatu kondisi dan atau keadaan
pidana pasif ada dua macam, yaitu tindak pidana murni dan tindak pidana
pasif yang tidak murni atau disebut dengan delicta commissionis per
pmissionem.
terwujudnya atau terjadinya dalam waktu seketika atau waktu singkat saja,
35
disebut juga dengan aflopene delicten. Sebaliknya ada tindak pidana yang
Tindak pidana ini disebut sebagai tindak pidana yang menciptakan suatu
Buku III KUHP), tindak pidana khusus adalah semua tindak pidana yang
Jika dilihat dari sudut pandang hukum pidana, tindak pidana dapat
dibedakan antara tindak pidana yang dapat dilakukan oleh semua orang
(delicta communia) dan tindak pidana yang hanya dilakukan oleh orang
(Klacht Delicten)
pengaduan dari pihak yang berhak, sehingga sebagian besar tindak pidana
disyaratkan untuk terlebih dulu adanya pengaduan oleh pihak yang berhak
mengajukan pengaduan.
Diperingan
standar.
372 KUHP (pengelapan), Pasal 363 KUHP (penggelapan surat), Pasal 368
pidana tersebut. Pada bentuk yang diperberat dan atau yang diperingan
pidana terhadap bentuk yang diperbesar atau yang diperingan itu menjadi
perbuatan.36
memiliki sanksi pidana, atau tindak-tindak pidana yang diatur dalam peraturan
36
Sudarto, Hukum Pidana 1 edisi revisi, Semarang: Yayasan Sudarto, 2018, hal. 50-62
39
luar KUHP dapat disebut undang-undang (pidana) tersendiri atau disebut juga
(kodifikasi) dan sebagian di luar KUHP (non kodifikasi) atau di dalam undang
undang tersendiri.39
maka muncullah istilah hukum pidana khusus yang sekarang dikenal dengan
istilah hukum tindak pidana khusus. Tidak ada perbedaan mengenai sebutan
kedua istilah tersebut dikarenakan yang dimaksud oleh kedua istilah tersebut
adalah undang-undang pidana yang berada di luar hukum pidana umum, baik
dari segi hukum pidana materiil maupun dari segi hukum pidana formil.
37
Azis Syamsudin, Tindak Pidana khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011 hal. 8
38
Ibid, hal. 9
39
Ibid, hal. 10
40
tahun, 15 tahun, sampai seumur hidup, bahkan ada pidana mati seperti yang
suatu saat akan sulit memenuhi kebutuhan hukum masyarakat yang mengikuti
40
R. Soesilo, KUHP serta komentar-komentarnya lengkap pasal demi pasal, Soekabumi: Poletia
Bogor, 1996, hal. 106
41
diutamakan daripada ketentuan yang bersifat umum. Hal ini dapat berlaku
KUHP. Penerapan ketentuan pidana khusus sesuai dengan asas lex specialis
41
Aziz Syamsuddin, Tindak Pidana Khusus, Jakarta: Sinar Grafika, 2011, Hlm10-11