Anda di halaman 1dari 5

Nama : Fitriani Mulkan

NIM : 210102054
Mata Kuliah : Hukum Pidana

RESUME HUKUM PIDANA

Materi 1 : Pengantar Hukum Pidana dan Berlakunya Hukum Pidana berdasarkan


Tempat dan waktu
A. Pengertian Hukum Pidana
Hukum pidana adalah sebuah aturan-aturan yang mempunyai sanksi
kurungan, putusan bebas, putusan pidana dan lepas dari tuntutan pidana. Untuk itu
perlunya diberikan balasan yang setimpal kepada pelakunya. Hukum pidana ialah
hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang
merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Perintah dan larangan yang
pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak.
Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat dipergunakan, apabila norma
itu dilanggar, yang dinamakan dengan hukum penitentiaire. Aturan-aturan yang
menentukan kapan dan dimana berlakunya norma-norma tersebut di atas. Perundang-
undangan dimana hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di
wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain
Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua pidana yang dilakukan oleh
warga negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah
negara. Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat dapat
dibedakan menjadi empat asas, yaitu asas territorial , asas personal , asas
perlindungan atau nasional yang pasif , dan asas universal .
Asas Legalitas
Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat fundanmental. Asas
legalitas dalam hukum pidana begitu penting untuk menentukan apakah suatu
peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi,
apabila terjadi suatu tindak pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan
hukum yang mengaturnya dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat
diperlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Asas legalitas termasuk asas yang
boleh dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Roeslan Saleh menegaskan
tujuan utama dari asas hukum ini untuk “menormakan fungsi pengawasan dari hukum
pidana” itu sendiri agar jangan sampai di salah gunakan oleh Pemerintah (pengadilan)
yang berkuasa. Asas legalitas pada hakikatnya adalah tentang ruang berlakunya
hukum pidana menurut waktu dan sumber/dasar hukum (dasar legalisasi) dapat
dipidananya suatu perbuatan.
Prinsip Timbal Balik
Adanya prinsip timbal balik antar negara yang berdiplomatik dalam hukum pdiana
Asas atau prinsip dari bantuan timbal balik dalam masalah pidana ini adalah
didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana, perjanjian antar negara yang
dibuat, serta konvensi dan kebiasaan internasional. 2006 menganut beberapa prinsip
salah satunya adalah Prinsip Diplomatik termasuk kekebalan hukum yang terbatas
pasal 17, artinya perjanjian ini selain berdasarkan prinsip resiprositas akan tetapi
pelaksanaannya melalui hubungan Diplomatik dimana melekat pula hak-hak yang ada
pada Diplomatik.
Kesalah pahaman yang sebenarnya
Kesalahpahaman salah satu unsur dari delict. Misalnya A melihat suatu barang yang
ingin dimilikinya. Dalam hal ini, maka barang orang lain tidak terpenuhi, tetapi A
mengambil barangnya sendiri, sebelum diberikan oleh B kepadanya sebagai hadiah.
B. Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan tempat dan waktu
Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu
1. Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pruevia Lege Punali
Mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan,yaitu mengenai criminal act
terdapat dasar yang pokok, yaitu asas legalitas (principle of legality ) asas yang
menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana
jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang undangan.
2. Asas Retroaktif
Peraturan undang-unndang itu harus sudah ada sebelum tindak pidana itu terjadi,
artinya peraturan pidana tidak boleh berlaku surut ( retroaktif ).
Ruang Lingkup Berlakunya Ketentuan Pidana Menurut Tempat
Pembentukan undang-undang dapat berlakunya undang-undang yang
dibuatnya.pembentuk undang-undang pusat dapat menetapkan berlakunya undang-
undang pidana terhadap tindak pidana atau di luar wilaytah Negara, sedangkan
pembentukan undang-undang daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing.
Dari sejarah hukum pidana dapat diketahui bahwa sudah sejak lama orang mengenal
apa yang oleh Mayer disebut elementen princip, atau yang oleh Van Hamel
disebut grondbeginsel, yang kedua-duanya dapat diterjemahkan dengan “asas dasar
yang menentukan” pada waktu mengadili seseorang yang dituduh telah melakukan
tindak pidana. Hakim tidak dibenarkan memberlakukan undang-undang pidana lain
kecuali yang berlaku di negaranya sendiri. Tetapi sekarang orang harus mengakui
kenyataan bahwa sulit untuk memberlakukan asas dasar tadi tanpa penyimpangan
sedikitpun. Bagaimana caranya agar pelakuntindak pidana itu dapat diadili oleh hakim
seperti yang dimaksud dalam asas dasar terdebut (memberlakukan undang-undang
negaranya sendiri?) untuk memecahkan persoalan tersebut di dalam doktrin dikenal
beberapa asas yang bias disebut sebagai: “Asas-asas tentang berlakunya undang –
undang pidana menurut tempat”. Asas-asas tersebut adalah:
1. Asas Territorial
Tercantum dalam Pasal 2 yang menyatakan: “ketentuan pidana dalam Undang-undang
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di alam wilayah Indonesia melakukan tindak
pidana”. Berdasarkan ketentuan pasal ini maka bagi setiap orang (baik WNI maupun
orang asing) yang melakukan tindak pidana di wilayah Republik Indonesia, maka
baginya dikenakan aturan pidana yang dicantumkan dalam undang-undang Indonesia.
2. Asas Kebangsaan atau Asas Nasional Aktif atau Asas Personal
Asas ini dapat pula disebut asas kepentingan nasional atau asas personalitas. Asas ini
tercantum pada Pasal 5 KUHP. Berdasarkan pasal ini maka, bagi warga Negara
Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang menyangkut
tentang keamanan Negara, kedudukan Kepala Negara, penghasutan untuk melakukan
tindak pidana, tidak memenuhi kewajiban militer, perkawinan melebihi jumlah yang
ditentukan, dan pembajakan, maka pelakunya dapat dituntut menurut aturan pidana
Indonesia oleh Pengadilan Indonesia. Kepentingan nasional yang dipertahankan di
sini adalah agar pelaku tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun
peristiwanya terjadi di luar Indonesia tidak diadili dan dikenakan hukum dari Negara
yempat terjadinya peristiwa itu.
3. Asas Perlindungan atau Asas Nasional Pasif
Asas ini juga disebut asas perlindungan (bescherming-beginsel). Asas ini bertujuan
melindungi wibawa dan martabat Negara Indonesia dari tindakan orang jahat yang
dilakukan oleh warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mengancam
kepentingan nasional Indonesia. Asas nasionalitas pasif in tidak melihat
kewarganegaraan dari pelaku, melainkan melihat pada tindak pidana yang terjadi itu
telah mengancam kepentingan nasional (Indonesia).
4. Asas Persamaan atau Asas Universalitas
Asas ini melindungi kepentingan antar Negara tanpa melihat kewarganegaraan
pelakunya. Yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain sebagai tempat
dilakukannya suatu tindak pidana tertentu.
Materi 2: Jenis-Jenis Delik
Delik adalah tindak pidana, perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan
pelanggaran terhadap undang-undang.
A. Delik kejahatan dan delik pelanggaran
Delik kejahatan dan pelanggaran terdapat dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan terdapat dalam Buku Kedua KUHP, mulai Pasal
104 sampai Pasal 488. Sedangkan, pelanggaran diatur dalam Buku Ketiga KUHP,
yakni pada Pasal 489 sampai Pasal 569. Delik kejahatan (misdrijven) adalah
perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, meski perbuatan tersebut belum diatur
dalam undang-undang. Misalnya, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Tanpa ada
aturan hukum, masyarakat sudah mengetahui bahwa pembunuhan adalah perbuatan
yang tak baik dan pantas dipidana. Sementara delik pelanggaran (overtredingen),
yaitu perbuatan yang baru diketahui sebagai delik (tindak pidana) setelah diatur dalam
undang-undang. Contohnya, Pasal 503 KUHP tentang membuat kegaduhan
(pelanggaran ketertiban umum).
B. Delik formil dan delik materil
Delik formil (formeel delict) menitikberatkan pada perbuatan. Dengan kata lain,
undang-undang melarang perbuatannya. Contohnya, Pasal 362 tentang pencurian.
Seseorang dapat dipidana karena pencurian, meski barang yang hendak dicuri belum
sempat diambil (pencurian belum selesai). Sementara delik materil (matereel delict)
menekankan pada akibat dari suatu perbuatan. Artinya, undang-undang melarang
akibat dari suatu perbuatan tersebut. Misalnya, Pasal 338 tentang pembunuhan. Meski
pelaku berniat membunuh korban, tetapi korban belum sampai tewas. Maka, pelaku
tidak dijerat pasal pembunuhan melainkan percobaan pembunuhan atau Pasal 338
juncto Pasal 53 ayat (3) KUHP.
C. Delik komisi dan delik omisi
Delik komisi (commissionis) adalah suatu perbuatan yang dilarang undang-undang.
Jika perbuatan tersebut dilakukan, maka secara aktif melakukan delik komisi. Adapun
delik omisi (ommisionis) dilakukan dengan cara membiarkan atau mengabaikan.
Delik omisi terbagi menjadi dua, yaitu: Delik omisi murni atau membiarkan sesuatu
yang diperintahkan, seperti Pasal 164, 224, 522, 511 KUHP. Delik omisi tidak murni
(commissionis per omissionem), yang terjadi jika oleh undang-undang tidak
dikehendaki suatu akibatnya. Adapun akibat ini timbul karena pengabaian, seperti
Pasal 338 KUHP yang dilakukan dengan tidak memberi makan.
D. Delik kesengajaan dan delik kealpaan
Delik kesengajaan (dolus) adalah suatu tindak pidana yang dilakukan karena
kesengajaan. Sementara delik kealpaan (culpa) dilakukan karena kesalahan atau
kealpaan.
E. Delik aduan dan delik biasa
Klacht delicten atau delik aduan adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya
membutuhkan aduan dari orang yang dirugikan. Jika tidak ada aduan, maka delik
tersebut tidak dapat diproses oleh hukum. Misalnya, Pasal 284 KUHP tentang
perzinahan, perlu aduan dari suami/istri selaku korban. Adapun delik biasa (gewone
delicten) adalah perbuatan pidana yang dapat dituntut tanpa adanya pengaduan.
F. Delik umum dan delik khusus
Delik umum (delicta communia) adalah suatu tindak pidana yang dapat dilakukan
oleh setiap orang. Sementara delik khusus (delicta propria), hanya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunya kualitas atau sifat tertentu. Misalnya, tindak pidana
korupsi atau tindak pidana militer.
Materi 3: Kesalahan
kesalahan yaitu pandangan yang normatif tentang kesalahan ini menentukan kesalahan
seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan batin antara pelaku dengan
perbuatannya, akan tetapi di samping itu harus ada unsur penilaian atau unsur normatif
terhadap perbuatannya. Penilaian normatif artinya penilaian dari luar mengenai hubungan
antara sipelaku dengan perbuatannya.
Kesalahan dalam Hukum Pidana dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu :
A. menurut akibatnya ia ada hal yang dapat dicelakakan (verwijtbaarheid); dan
B. menurut hakekatnya ia adalah hal dapat dihindarkannya (vermijdbaar heid) perbuatan
yang melawan hukum.
Arti kesalahan dalam hukum Pidana. Dalam hukum pidana kesalahan memiliki 3 (tiga)
pengertian, yaitu :
A. Kesalahan dalam arti yang seluas - luasnya yang dapat disamakan dengan pengertian
pertanggung jawaban dalam hukum pidana, hal mana di dalamnya terkandung makna
dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pelaku atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan
bahwa orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia
dapat dicela atas perbuatannya.
B. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (sculdvorm) yang berupa :Kesengajaan (dolus,
opzet, vorzatz atau intention); atau Kealpaan (culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit
atau negligence).
C. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang disebutkan di atas.
Pemakaian istilah kesalahan dalam arti ini sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja
istilah kealpaan.
Unsur - unsur dari kesalahan, Kesalahan dalam arti seluas-luasnya amat berkaitan dengan
pertanggungjawaban pidana sebagaimana di bawah ini yang meliputi :
A. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku (schuldfahigkeit) yang artinya
keadaan jiwa si pelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah orang tertentu
menjadi norm adressat yang mampu;
B. Hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan
(dolus) atau kealpaan (culpa) ini disebut bentuk - bentuk kesalahan. Dalam hal ini
dipersoalkan sikap batin seseorang pelaku terhadap perbuatannya;
C. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf
meskipun apa yang disebutkan di atas, ada kemungkinan bahwa ada keadaan yang
mempengaruhi si pelaku sehingga kesalahannya hapus misalnya dengan adanya
kelampauan batas pembelaan terpaksa (vide: Pasal 49 Kitab Undang - undang Hukum
Pidana)
Materi 4: Melawan Hukum
Melawan hukum Ialah kelakuan yang bertentangan dengan hukum. Pembentukakan undang
undang menjadikan melawan hukum hukum sebagai unsur yang tertulis. Ajaran sifat
melawan hukum memiliki jedudukan penting dalam hukum pidana disamping asas legalitas.
Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat melawan hukum formal dan materil.
Berdasarkan paham-paham sifat melawan hukum doktrin membedakan perlawanan hukum
atas:
A. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan
tersebut sudah diatur dalam undang-undang, jadi sandarannya adalah hukum yang
tertulis.
B. Perbuatan melawan hukum materil yaitu terdapat mungkin suatu perbuatan melawan
hukum walaupun belum diatur dalam undang-undang. Sandaranya asas umum yang
terdapat dilapangan hukum.
Penyelesaian hukum antar kedua macam hukum tersebut berbeda-beda, dengan berbagai
konsekuensi berikut:
A. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan sekaligus juga
merupakan tindak pidana
B. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dan bukan juga
merupakan tindak [idana
C. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum tetapi bukan merupakan
tindak pidana
D. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum, melainkan
merupakan tindak pidana.

Anda mungkin juga menyukai