Materi 1 : Pengantar Hukum Pidana dan Berlakunya Hukum Pidana berdasarkan
Tempat dan waktu A. Pengertian Hukum Pidana Hukum pidana adalah sebuah aturan-aturan yang mempunyai sanksi kurungan, putusan bebas, putusan pidana dan lepas dari tuntutan pidana. Untuk itu perlunya diberikan balasan yang setimpal kepada pelakunya. Hukum pidana ialah hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan- kejahatan terhadap kepentingan umum, perbuatan yang diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan. Perintah dan larangan yang pelanggarannya diancam dengan sanksi pidana oleh badan yang berhak. Ketentuan-ketentuan yang mengatur upaya yang dapat dipergunakan, apabila norma itu dilanggar, yang dinamakan dengan hukum penitentiaire. Aturan-aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma-norma tersebut di atas. Perundang- undangan dimana hukum pidana berlaku bagi semua perbuatan pidana yang terjadi di wilayah negara, baik dilakukan oleh warga negaranya sendiri maupun oleh orang lain Perundang-undangan hukum pidana berlaku bagi semua pidana yang dilakukan oleh warga negara, dimana saja, juga apabila perbuatan pidana itu dilakukan diluar wilayah negara. Asas berlakunya undang-undang hukum pidana menurut tempat dapat dibedakan menjadi empat asas, yaitu asas territorial , asas personal , asas perlindungan atau nasional yang pasif , dan asas universal . Asas Legalitas Asas legalitas dalam hukum pidana merupakan asas yang sangat fundanmental. Asas legalitas dalam hukum pidana begitu penting untuk menentukan apakah suatu peraturan hukum pidana dapat diberlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Jadi, apabila terjadi suatu tindak pidana, maka akan dilihat apakah telah ada ketentuan hukum yang mengaturnya dan apakah aturan yang telah ada tersebut dapat diperlakukan terhadap tindak pidana yang terjadi. Asas legalitas termasuk asas yang boleh dikatakan sebagai tiang penyangga hukum pidana. Roeslan Saleh menegaskan tujuan utama dari asas hukum ini untuk “menormakan fungsi pengawasan dari hukum pidana” itu sendiri agar jangan sampai di salah gunakan oleh Pemerintah (pengadilan) yang berkuasa. Asas legalitas pada hakikatnya adalah tentang ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu dan sumber/dasar hukum (dasar legalisasi) dapat dipidananya suatu perbuatan. Prinsip Timbal Balik Adanya prinsip timbal balik antar negara yang berdiplomatik dalam hukum pdiana Asas atau prinsip dari bantuan timbal balik dalam masalah pidana ini adalah didasarkan pada ketentuan hukum acara pidana, perjanjian antar negara yang dibuat, serta konvensi dan kebiasaan internasional. 2006 menganut beberapa prinsip salah satunya adalah Prinsip Diplomatik termasuk kekebalan hukum yang terbatas pasal 17, artinya perjanjian ini selain berdasarkan prinsip resiprositas akan tetapi pelaksanaannya melalui hubungan Diplomatik dimana melekat pula hak-hak yang ada pada Diplomatik. Kesalah pahaman yang sebenarnya Kesalahpahaman salah satu unsur dari delict. Misalnya A melihat suatu barang yang ingin dimilikinya. Dalam hal ini, maka barang orang lain tidak terpenuhi, tetapi A mengambil barangnya sendiri, sebelum diberikan oleh B kepadanya sebagai hadiah. B. Berlakunya Hukum Pidana Berdasarkan tempat dan waktu Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu 1. Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pruevia Lege Punali Mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan,yaitu mengenai criminal act terdapat dasar yang pokok, yaitu asas legalitas (principle of legality ) asas yang menentukan bahwa tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih dahulu dalam perundang undangan. 2. Asas Retroaktif Peraturan undang-unndang itu harus sudah ada sebelum tindak pidana itu terjadi, artinya peraturan pidana tidak boleh berlaku surut ( retroaktif ). Ruang Lingkup Berlakunya Ketentuan Pidana Menurut Tempat Pembentukan undang-undang dapat berlakunya undang-undang yang dibuatnya.pembentuk undang-undang pusat dapat menetapkan berlakunya undang- undang pidana terhadap tindak pidana atau di luar wilaytah Negara, sedangkan pembentukan undang-undang daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing. Dari sejarah hukum pidana dapat diketahui bahwa sudah sejak lama orang mengenal apa yang oleh Mayer disebut elementen princip, atau yang oleh Van Hamel disebut grondbeginsel, yang kedua-duanya dapat diterjemahkan dengan “asas dasar yang menentukan” pada waktu mengadili seseorang yang dituduh telah melakukan tindak pidana. Hakim tidak dibenarkan memberlakukan undang-undang pidana lain kecuali yang berlaku di negaranya sendiri. Tetapi sekarang orang harus mengakui kenyataan bahwa sulit untuk memberlakukan asas dasar tadi tanpa penyimpangan sedikitpun. Bagaimana caranya agar pelakuntindak pidana itu dapat diadili oleh hakim seperti yang dimaksud dalam asas dasar terdebut (memberlakukan undang-undang negaranya sendiri?) untuk memecahkan persoalan tersebut di dalam doktrin dikenal beberapa asas yang bias disebut sebagai: “Asas-asas tentang berlakunya undang – undang pidana menurut tempat”. Asas-asas tersebut adalah: 1. Asas Territorial Tercantum dalam Pasal 2 yang menyatakan: “ketentuan pidana dalam Undang-undang Indonesia berlaku bagi setiap orang yang di alam wilayah Indonesia melakukan tindak pidana”. Berdasarkan ketentuan pasal ini maka bagi setiap orang (baik WNI maupun orang asing) yang melakukan tindak pidana di wilayah Republik Indonesia, maka baginya dikenakan aturan pidana yang dicantumkan dalam undang-undang Indonesia. 2. Asas Kebangsaan atau Asas Nasional Aktif atau Asas Personal Asas ini dapat pula disebut asas kepentingan nasional atau asas personalitas. Asas ini tercantum pada Pasal 5 KUHP. Berdasarkan pasal ini maka, bagi warga Negara Indonesia yang melakukan tindak pidana di luar wilayah Indonesia yang menyangkut tentang keamanan Negara, kedudukan Kepala Negara, penghasutan untuk melakukan tindak pidana, tidak memenuhi kewajiban militer, perkawinan melebihi jumlah yang ditentukan, dan pembajakan, maka pelakunya dapat dituntut menurut aturan pidana Indonesia oleh Pengadilan Indonesia. Kepentingan nasional yang dipertahankan di sini adalah agar pelaku tindak pidana yang warga negara Indonesia itu, walaupun peristiwanya terjadi di luar Indonesia tidak diadili dan dikenakan hukum dari Negara yempat terjadinya peristiwa itu. 3. Asas Perlindungan atau Asas Nasional Pasif Asas ini juga disebut asas perlindungan (bescherming-beginsel). Asas ini bertujuan melindungi wibawa dan martabat Negara Indonesia dari tindakan orang jahat yang dilakukan oleh warga Negara Indonesia maupun orang asing yang mengancam kepentingan nasional Indonesia. Asas nasionalitas pasif in tidak melihat kewarganegaraan dari pelaku, melainkan melihat pada tindak pidana yang terjadi itu telah mengancam kepentingan nasional (Indonesia). 4. Asas Persamaan atau Asas Universalitas Asas ini melindungi kepentingan antar Negara tanpa melihat kewarganegaraan pelakunya. Yang diperhatikan adalah kepentingan Negara lain sebagai tempat dilakukannya suatu tindak pidana tertentu. Materi 2: Jenis-Jenis Delik Delik adalah tindak pidana, perbuatan yang dapat dikenakan hukuman karena merupakan pelanggaran terhadap undang-undang. A. Delik kejahatan dan delik pelanggaran Delik kejahatan dan pelanggaran terdapat dalam pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Kejahatan terdapat dalam Buku Kedua KUHP, mulai Pasal 104 sampai Pasal 488. Sedangkan, pelanggaran diatur dalam Buku Ketiga KUHP, yakni pada Pasal 489 sampai Pasal 569. Delik kejahatan (misdrijven) adalah perbuatan yang bertentangan dengan keadilan, meski perbuatan tersebut belum diatur dalam undang-undang. Misalnya, Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan. Tanpa ada aturan hukum, masyarakat sudah mengetahui bahwa pembunuhan adalah perbuatan yang tak baik dan pantas dipidana. Sementara delik pelanggaran (overtredingen), yaitu perbuatan yang baru diketahui sebagai delik (tindak pidana) setelah diatur dalam undang-undang. Contohnya, Pasal 503 KUHP tentang membuat kegaduhan (pelanggaran ketertiban umum). B. Delik formil dan delik materil Delik formil (formeel delict) menitikberatkan pada perbuatan. Dengan kata lain, undang-undang melarang perbuatannya. Contohnya, Pasal 362 tentang pencurian. Seseorang dapat dipidana karena pencurian, meski barang yang hendak dicuri belum sempat diambil (pencurian belum selesai). Sementara delik materil (matereel delict) menekankan pada akibat dari suatu perbuatan. Artinya, undang-undang melarang akibat dari suatu perbuatan tersebut. Misalnya, Pasal 338 tentang pembunuhan. Meski pelaku berniat membunuh korban, tetapi korban belum sampai tewas. Maka, pelaku tidak dijerat pasal pembunuhan melainkan percobaan pembunuhan atau Pasal 338 juncto Pasal 53 ayat (3) KUHP. C. Delik komisi dan delik omisi Delik komisi (commissionis) adalah suatu perbuatan yang dilarang undang-undang. Jika perbuatan tersebut dilakukan, maka secara aktif melakukan delik komisi. Adapun delik omisi (ommisionis) dilakukan dengan cara membiarkan atau mengabaikan. Delik omisi terbagi menjadi dua, yaitu: Delik omisi murni atau membiarkan sesuatu yang diperintahkan, seperti Pasal 164, 224, 522, 511 KUHP. Delik omisi tidak murni (commissionis per omissionem), yang terjadi jika oleh undang-undang tidak dikehendaki suatu akibatnya. Adapun akibat ini timbul karena pengabaian, seperti Pasal 338 KUHP yang dilakukan dengan tidak memberi makan. D. Delik kesengajaan dan delik kealpaan Delik kesengajaan (dolus) adalah suatu tindak pidana yang dilakukan karena kesengajaan. Sementara delik kealpaan (culpa) dilakukan karena kesalahan atau kealpaan. E. Delik aduan dan delik biasa Klacht delicten atau delik aduan adalah suatu tindak pidana yang penuntutannya membutuhkan aduan dari orang yang dirugikan. Jika tidak ada aduan, maka delik tersebut tidak dapat diproses oleh hukum. Misalnya, Pasal 284 KUHP tentang perzinahan, perlu aduan dari suami/istri selaku korban. Adapun delik biasa (gewone delicten) adalah perbuatan pidana yang dapat dituntut tanpa adanya pengaduan. F. Delik umum dan delik khusus Delik umum (delicta communia) adalah suatu tindak pidana yang dapat dilakukan oleh setiap orang. Sementara delik khusus (delicta propria), hanya dilakukan oleh orang-orang yang mempunya kualitas atau sifat tertentu. Misalnya, tindak pidana korupsi atau tindak pidana militer. Materi 3: Kesalahan kesalahan yaitu pandangan yang normatif tentang kesalahan ini menentukan kesalahan seseorang tidak hanya berdasar sikap batin atau hubungan batin antara pelaku dengan perbuatannya, akan tetapi di samping itu harus ada unsur penilaian atau unsur normatif terhadap perbuatannya. Penilaian normatif artinya penilaian dari luar mengenai hubungan antara sipelaku dengan perbuatannya. Kesalahan dalam Hukum Pidana dapat dilihat dari 2 (dua) sudut, yaitu : A. menurut akibatnya ia ada hal yang dapat dicelakakan (verwijtbaarheid); dan B. menurut hakekatnya ia adalah hal dapat dihindarkannya (vermijdbaar heid) perbuatan yang melawan hukum. Arti kesalahan dalam hukum Pidana. Dalam hukum pidana kesalahan memiliki 3 (tiga) pengertian, yaitu : A. Kesalahan dalam arti yang seluas - luasnya yang dapat disamakan dengan pengertian pertanggung jawaban dalam hukum pidana, hal mana di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya (verwijtbaarheid) si pelaku atas perbuatannya. Jadi apabila dikatakan bahwa orang bersalah melakukan sesuatu tindak pidana, maka itu berarti bahwa ia dapat dicela atas perbuatannya. B. Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan (sculdvorm) yang berupa :Kesengajaan (dolus, opzet, vorzatz atau intention); atau Kealpaan (culpa, onachtzaamheid, fahrlassigkeit atau negligence). C. Kesalahan dalam arti sempit ialah kealpaan (culpa) seperti yang disebutkan di atas. Pemakaian istilah kesalahan dalam arti ini sebaiknya dihindarkan dan digunakan saja istilah kealpaan. Unsur - unsur dari kesalahan, Kesalahan dalam arti seluas-luasnya amat berkaitan dengan pertanggungjawaban pidana sebagaimana di bawah ini yang meliputi : A. Adanya kemampuan bertanggung jawab pada si pelaku (schuldfahigkeit) yang artinya keadaan jiwa si pelaku harus normal. Disini dipersoalkan apakah orang tertentu menjadi norm adressat yang mampu; B. Hubungan batin antara si pelaku dengan perbuatannya yang berupa kesengajaan (dolus) atau kealpaan (culpa) ini disebut bentuk - bentuk kesalahan. Dalam hal ini dipersoalkan sikap batin seseorang pelaku terhadap perbuatannya; C. Tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf meskipun apa yang disebutkan di atas, ada kemungkinan bahwa ada keadaan yang mempengaruhi si pelaku sehingga kesalahannya hapus misalnya dengan adanya kelampauan batas pembelaan terpaksa (vide: Pasal 49 Kitab Undang - undang Hukum Pidana) Materi 4: Melawan Hukum Melawan hukum Ialah kelakuan yang bertentangan dengan hukum. Pembentukakan undang undang menjadikan melawan hukum hukum sebagai unsur yang tertulis. Ajaran sifat melawan hukum memiliki jedudukan penting dalam hukum pidana disamping asas legalitas. Ajaran ini terdiri dari ajaran sifat melawan hukum formal dan materil. Berdasarkan paham-paham sifat melawan hukum doktrin membedakan perlawanan hukum atas: A. Perbuatan melawan hukum formil, yaitu perbuatan melawan hukum apabila perbuatan tersebut sudah diatur dalam undang-undang, jadi sandarannya adalah hukum yang tertulis. B. Perbuatan melawan hukum materil yaitu terdapat mungkin suatu perbuatan melawan hukum walaupun belum diatur dalam undang-undang. Sandaranya asas umum yang terdapat dilapangan hukum. Penyelesaian hukum antar kedua macam hukum tersebut berbeda-beda, dengan berbagai konsekuensi berikut: A. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum dan sekaligus juga merupakan tindak pidana B. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum dan bukan juga merupakan tindak [idana C. Tindakan tersebut merupakan perbuatan melawan hukum tetapi bukan merupakan tindak pidana D. Tindakan tersebut bukan merupakan perbuatan melawan hukum, melainkan merupakan tindak pidana.