Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ASAS-ASAS HUKUM PIDANA

Disusun Oleh:

1. M FARHAN SAPUTRA (1820104113)


2. DIMAS RIDHO FIRIZKY (1820104099)
3. MAULIYA ARDIANTI (1820104119)
4. MUTIARA VALENTINA (1820104131)
5. AINI (1830104171)

DOSEN PENGAMPU : ARMASITO S.H, M,H

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH


FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN RADEN FATAH PALEMBANG
2019
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Didalam suatu Negara untuk mencapai suatu kehidupan yang sejahtera,


aman, dan bahagia perlu adanya peraturan-peraturan atau hukum salah satu
hukum yang terdapat dalam Negara Indonesia yaitu hukum pidana yang mengatur
kehidupan rakyatnya serta melindungi mereka dan kejahatan-kejahatan yang
dilakukan oleh pihak-pihak tertentu.

Sedangkan dalam hukum pidana sendiri terkandung beberapa asas-asas


diantaranya ialah asas Legalitas, asas Nasionalitas, dan asas Territoralitas yang
akan kami bahas dalam makalah ini.

B. Rumusan masalah

1. Asas-asas yang terkandung dalam hukum pidana

a. Asas legalitas
b. Asas nasionalitas
1. Asas nasionalitas aktif
2. Asas nasionalitas fasif
c. Asas teretorialitas atau wilayah

2. Apa yang dimaksud dengan masing-masing asas tersebut.


PEMBAHASAN

Ilmu pengetahuan tentang hukum pidana dapat dikenal beberapa asas yang
sangat penting untuk diketahui, karena dengan asas yang ada itu dapat membuat
suatu hubungan dan susunan agar hukum pidana yang berlaku dapat di
pergunakan secara sistimatis, kritis dan harmonis.

Beberapa asas yang terdapat dalam hukum pidana yaitu :

A. Asas Legalitas

Syarat pertama untuk menindak terhadap suatu perbuatan yang tercela,


yaitu adanya suatu ketentuan dalam undang-undang pidana yang merumuskan
perbuatan yang tercela itu dan memberikan suatu sanksi kepadanya. 1 Syarat
tersebut bersumber pada asas legalitas.

Pada hakekatnya, bahwa azas legalitas yang menhendaki adanya suatu


peraturan pidana dalam perundang-undang yang ada sebelum perbuatan itu
dilakukan dengan tidak mengurangi berlakunya hukum adat pidana, yang
menetapkan suatu perbuatan itu sebagai suatu tindak pidana.

Asas Legalitas mensyaratkan terikatnya hakim pada undang-undang, juga


disyaratkan agar acara pidana dijalankan menurut cara yang telah diatur dalam
undang-undang. Hal ini dicantumkan dalam pasal 3 KUHP (pasal 1 ), pasangan
dari pasal 1 ayat 1 KUHP.

Pasal 1 KUHP menjelaskan kepada kita bahwa :

- Suatu perbuatan dapat dipidana kalau termasuk ketentuan pidana menurut


undang-undang

- Ketentuan pidana itu harus lebih dahulu dari perbuatan itu ; dengan kata lain,
ketentuan pidana itu harus sudah berlaku ketika perbuatan itu dilakukan.
1
Zaenal Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta:PT.
RajaGrafindo, 2014), hlm.137
Asas legalitas dapat dijumpai dalam sumber-sumber hukum internasional, 2
seperti :

1. Deklarasi Universal hak-hak asasi manusia 1948, pasal II ayat 2

2. Perjanjian Eropa untuk melindungi hak manusia dan kebebasan asasi 1950
(perjanjian New York) pasal 15 ayat 1.

Asas Legalitas mengandung tiga perngertian, Yaitu :

1. Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu
terlebih dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang

2. Untuk menentukan adanya perbuatan pidana tidak boleh digunakan analogi


(kiyas)

3. Aturan-aturan pidana tidak berlaku surut.3

Berlakunya asas legalitas memberikan sifat perlindungan kepada undang-


undang pidana, undang-undang pidana melindungi rakyat terhadap pelaksanaan
kekuasaan yang tanpa batas dari pemerintah ini dinamakan fungsi melindungi dari
undang-undang pidana juga mempunyai fungsi instrumental.

An selm von feverbach, seorang sarjana hukum pidana jerman (1775-1833).


Sehubungan dua fungsi itu, merumuskan asas legalitas secara mantap dalam
bahasa latin :

- Nulla Poena Sine Lege :

Tidak ada pidana tanpa ketentuan pidana menurut undag-undang

- Nulla poena sine crimine :

Tidak ada pidana tanpa perbuatan pidana

- Nullum crimen sine poena legali :

2
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana. (Jakarta; Ghalia Indonesia,1982),
3
Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. ( Jakarta: Sinar Grafika Offset,2015), hlm.2
Tidak ada perbuatan pidana tanpa pidana menurut undang-undang.

Dasar perumusan asas legalitas itu sebagai realisasi dari teorinya yang
dikenal dengan nama “ Theorie Van Psychologische Zwang ” yang menganjurkan
agar dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam peraturan,
bukan saja tentang macam pidana yang dicantumkan.

Selanjutnya berkenaan dengan asas legalitas ini, Roeslan Saleh


Mengatakan bahwa asas legalitas mempunyai tiga dimensi :

a. Dimensi politik hukum

b. Dimensi politik kriminal

c. Dimensi politik organisasi

a. Dimensi politik hukum

Artinya politik hukum disyaratkan ini adalah perlindungan terhadap


anggota masyarakat dari tindakan sewenang-wenang pihak pemerintah.

b. Dimensi politik kriminal

Bahwa suatu rumusan undang-undang yang jelas dan tidak menimbulkan


keragu-raguan tentang kejahatan-kejahatan dan pidana-pidananya akan dapat
melakukan fungsi politik kriminal yang baik. Suatu penerapan yang tegas dari
asas legalitas akan memungkinkan warga masyarakat “untuk menilai semua akibat
merugikan yang ditimbulkan oleh dilakukannya suatu perbuatan pidana, dan ini
dapat dipertimbangkannya sendiri dengan tepat”.

c. Dimensi organisasi

Asas legalitas dikaitkan dengan peradilan pidana mengharapkan lebih


banyak lagi daripada hanya akan melindungi warga masyarakat dari kesewenang-
wenangan pemerintah.
Asas legalitas itu diharapkan memainkan peranan yang lebih positif.

Berbagai aspek asas legalitas

Ada tujuh aspek yang dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Tidak dapat di pidana kecuali berdasarkan ketentuan pidana menurut


undang-undang

2. Tidak ada penerapan undan-undang pidana berdasarkan analogi

3. Tidak dapat dipidana hanya berdasarkan kebiasaan

4. Tidak boleh ada perumusan delik ketentuan pidana

5. Tidak ada kekuatan surut diketentuan pidana

6. Tidak ada pidana lain kecuali yang ditentukan undang-undang

7. Penuntutan pidana hanya menurut cara yang ditentukan undang-undang.

B. Asas Nasionalitas

Asas Nasionalitas terbagi menjadi dua :

1. Asas Nasionalitas Aktif

Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik. Hukum pidana


Indonesia mengikuti warga negaranya kemanapun ia berada.

Asas ini menentukan, bahwa berlakunya undang-undang hukum pidana


suatu Negara disandarkan pada kewarganegaraan Nasionalitas seseorang yang
melakukan suatu perbuatan, dan tidak pada tempatnya dimana perbutan
dilakukan.4

Ini berarti, bahwa undang-undang hukum pidana hanya dapat diperlakukan


terhadap seseorang warga Negara yang melakukan perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan hukuman oleh undang-undang dan dalam pada itu tidak menjadi
4
Ishaq, pengantar hukum indonesia, (jakarta:PT. raja grafindo persada, 2016), hlm.140
persoalan dimana perbuatan itu dilakukannya diluar Negara asalnya, undang-
undang hukum pidana itu tetap berlaku pada dirinya.

Inti asas ini tercantum dalam pasal 5 KUHP yang berbunyi :

“Ketentuan pidana dalam perundang-undangan republik Indonesia berlaku


bagi warganegara Indonesia yang melakukan diluar wilayah indonesia ”.

1. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam bab I dan II buku III dan dalam
pasal-pasal 160,161,240,279,450, dan 451 KUHP; dan

2. Suatu perbutan yang dipandang sebagai kejahatan menurut undang-undang


Negara, dimana perbuatan itu dilakukan.

Penentuan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada sub dua


boleh juga dijalankan, jikalau terdakwah baru menjadi warga Negara Indonesia
setelah melakukan perbutan itu.

Pasal 5 ayat 1 ke-1 menentukan sejumlah pasal yang jika dilakukan oleh
orang Indonesia diluar negeri maka berlakulah hukum pidana di Indonesia.
Kejahatan-kejahatan itu tercantum didalam bab I dan II buku kedua KUHP
(kejahatan terhadap keamanan Negara dan kejahatan terhadap martabat presiden
dan wakil presiden dan pasal 160,161,240,279,450 dan 451).

Tidak menjadi soal apakah kejahatan-kejahatan tersebut diancam pidana


oleh Negara tempat perbuatan itu dilakukan. Dipandang perlu kejahatan yang
membahayakan kepentingan Negara Indonesia dipidana. Sedangkan hal itu tidak
tercantum didalam hukum pidana di Luar Negeri.

Kejahatan-kejahatan ini sangat penting bagi Negara republik Indonesia,


tetapi sekiranya tidak termuat dalam hukum pidana dari Negara asing sehingga
pelaku-pelakunya tidak akan dihukum apabila kejahatannya dilakukan diwilayah
Negara asing itu, sedangkan apabila kejahatan-kejahatan itu dilakukan oleh warga
Negara Indonesia, orang itu dianggap layak dihukum juga meskipun kejahatan
dilakukan di wilayah Negara asing.
Lain halnya denga golongan kejahatan yang tersebut dalam pasal 5 ayat 1
sub kedua. Kejahatan-kejahatan seperti ini dihukum juga menurut hukum pidana
Negara asing kalau dilakukan disana. Apabila kejahatan itu disana dilakukan oleh
warga Negara Indonesia, dan orang itu mencari perlindungan di wilayah
Indonesia, kemungkinan besar orang itu oleh pemerintah Indonesia tidak akan
diserahkan kepada pemerintah Negara asing yang bersangkutan.

Tetapi ada sedikit pembahasan, yang termuat dalam pasal 6 KUHP, yang
menentukan, bahwa hukuman mati tidak boleh dijatuhkan oleh pengadilan di
Indonesia apabila kejahatan yang bersangkutan, menurut hukum pidana Negara
asing yang bersangkutan, tidak diancam dengan hukuman mati.

Indonesia tidak akan menyerahkan warganya untuk diadili di luar negeri,


ketentuan ini berlaku bagi semua kejahatan menurut KUHP Indonesia.

2. Asas Nasionalitas Pasif

Asas ini menentukan bahwa hukum pidana suatu Negara (Juga Indonesia)
berlaku terhadap perbuatan-pebuatan yang dialkuan diluar negeri, jika karena itu
kepentingan tertentu terutama kepentingan Negara dilanggar di luar wilayah
kekuasaan Negara itu.5

Asas ini tercantum dalam pasal 4 ayat 1,2 dan 4 KUHP, kemudian
diperluas dengan undang-undang Nomor 4 tahun 1976 tentang kejahatan
penerbangan juga oleh pasal 3 undang-undang Nomor 7 (drt) tahun 1995 tentang
tindak pidana ekonomi.

Disini yang dilindungi bukanlah kepentingan individu orang Indonesia,


tetapi kepentingan nasional atau kepentingan umum yang lebih luas. Jika orang
Indonesia menjadi korban delik di wilayah Negara lain, yang dilakukan oleh
orang asing, maka hukum pidana Indonesia tidak berlaku. Diberi kepercayaan
kepada setiap Negara untuk menegakkan hukum di wilayah sendiri.

5
Ishaq, pengantar hukum indonesia, (jakarta:PT. raja grafindo persada, 2016), hlm.141
Berlakunya undang-undang hukum pidana dari suatu Negara menurut asas
ini disandarkan kepada kepentingan hukum (Rechtbelang) menurut Simons :
Rechtgoed yang dilanggarnya. Dengan demikian apabila kepentingan hukum dari
suatu Negara yang menganut asas ini dilanggar oleh seseorang, baik oleh warga
Negara ataupun oleh orang asing dan pelanggaran yang dilakukukan baik diluar
maupun didalam Negara yang menganut asas tadi, Undang-undang hak pidana
Negara itu dapat diperlakukan terhadap di pelanggar tadi.6

Pasal 4 KUHP yang mengandung asas nasionalitas pasif, berbunyi sebagai berikut
:

Peraturan hukum pidana dalam undang-undang republic Indonesia berlaku


bagi setiap orang yang diluar wilayah republik Indonesia, melakukan :

Ke-1 : Salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 104,106,107

dan 108,110,111 bis pada ke-1,127 dan 131;

Ke-2 : Suatu kejahatan tentang mata uang, materai atau merek yang

dikeluarkan atau digunakan oleh pemerintah Indonesia.

Ke-3 : Pemalsuan tentang surat-surat utang atau sertifikat-sertifikat utang

Yang ditanggung oleh pemerintah Republik Indonesia, daerah atau sebagian


daerah, pemalsuan talon-talon surat-surat utang seorang (keterangan
individual) tau surat-surat bunga uang yang termasuk surat-surat itu, atau
dengan sengaja mempergunakan surat palsu atau yang dipalsukan seperti itu
asli dan tidak dipalsukan.

C. Asas Territorialitas atau Wilayah

Pertama-tama kita lihat bahwa hukum piadana suatu Negara berlaku


diwilayah Negara itu sendiri, ini merupakan yang paling pokok dan juga asas

6
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta;Renika Cipta,1993)
yang paling tua. Logis kalau ketentuan-ketentuan hukum suatu Negara berlaku
diwilayahnya sendiri.7

Asas wilayah ini menunjukkan bahwa siapapun yang melakukan delik


diwilayahnya Negara tempat berlakunya hukum pidana, tunduk pada hukum
pidana itu. Dapat dikatakan semua Negara menganut asas ini, termasuk Indonesia.
Yang menjadi patokan ialah tempat atau wilayah sedangkan orangnya tidak
dipersoalkan.

Pasal 2 KUHP mengandung asas territorialitas, yang menyatakan aturan


pidana (Wettelijke Strafbepalingen) dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan pidana didalam wilayah
Indonesia. Asas territorialitas berarti perundang-undangan hukum pidana berlaku
bagi semua perbuatan pidana yang terjadi didalam wilayah Negara. Yang
dilakukan oleh setiap orang, baik sebagai warga Negara maupun orang asing.8

Menurut pasal ini berlakunya undang-undang hukum pidana di titik


beratkan pada tempat berbuatan diwilayah Negara Indonesia dan tidak disyaratkan
bahwa di pembuat harus berada di dalam wilayah, tetepi cukup dengan bersalah
dengan melakukan perbutan pidana yang “terjadi” didalam wilayah Negara
Indonesia.

Asas territorialitas mempunyai dasar logika sebagi perwujudan atas


kedaulatan Negara untuk mempertahankan ketertibah hukum didalam wilayah
negra, dan kepada siapa saja yang melakukan perbuatan pidana berarti orang itu
melanggar ketertiban hukum itu. Dapat dikatakan pula bahwa asas territorialitas
untuk berlakunya undang-undang hukum pidana merupakan asas yang prinsip
sebagai dasar utama kedaulatan hukum, sedangkan asas-asas yang lain dipandang
sebagai pengecualian yang bermanfaat perluasannya.9

7
Ishaq, pengantar hukum indonesia, (jakarta:PT. raja grafindo persada, 2016), hlm.139
8
KUHP (Kitab Undang-Udang Hukum Pindana)

9
Schaffmeiter, Keijzer, Sutorius, Hukum Pidana (Yogyakarta; Liberty,1995)
Batas wilayah Negara menurut hukum Internasional meliputi daratan atau
pulau-pulau yang mendapat pengakuan, parairan laut sepanjang pantai sejauh 3
mill dan udara diatas daratan termasuk perairan laut. Wilayah perairan laut
Indonesia yang semla berdasarkan Tractaat dan S. 1939-442 tidak lagi sesuai
dengan keadaan geografis Indonesi, untuk keperluan itu dikeluarkan peraturan
tersendiri.

Pengumuman pemerintah tanggal 13 Desember 1957 No. S.2351/12/57


yang menyatakan bahwa perlu memberikan corak tersendiri bagi wilayah
Indonesia menyimpang dari ketentuan yang sudah ada dengan menetapkan Negara
Indonesia adalah termasuk perairan pendalaman yang berada diantara ribuan
pulau dan batas perairan laut sejauh 12 mill diukur dari garis-garis penghubung
pada titik-titik terujung dari pada pulau-pulau Indonesia.Ruang udara wilayah
Indonesia diatas daratan dan perairan laut, mempunyai batas-batas yang
ditetapkan menurut konvensi paris 13 Oktober 1919, Serta S.1939-100.

Prinsip teritorialitas ini diperluas oleh pasal 3 KUHP sampai kapal-kapal


Indonesia, meskipun berada di wilayah Indonesia. Maka dengan demikian siapa
saja, juga orang-orang asing, dalam kapal-kapal laut Indonesia, meskipun sedang
berada atau berlayar dalam wilayah Negara lain, takluk pada hukum pidana
Indonesia.

KESIMPULAN

Dalam hukum Pidana terkandung asas-asas menurut tempat dan waktu.


Dan diantara asas-asas tersebut yaitu, asas legalitas, dan nasionalitas dan
territorialitas.

1. Asas Legalitas

Seseorang tidak akan dikenakan hukuman selama berbutannya tidak


terkandung dalam ketentuan undang-undang yang telah ditetapkan.
2. Asas Nasionalitas

a. Nasionalitas Aktif

Asas ini bertumpu pada kewarganegaraan pembuat delik hukum pidana


Indonesia, mengikuti warga negaranya kemanapun ia berada.

b. Nasionalitas Pasif

Asas yang menentukan bahawa hukum pidana suatu Negara berlaku


terhadap perbuatan-perbutan yang dilakukan di luar negeri.

3. Asas Territorialitas

perundang-undangan huukum pidana bagi semua perbuatan pidana yang


terjadi di dalam wilayah Negara, yang dilakukan setiap orang, baik sebagai warga
Negara Walaupun orang asing.

DAFTAR PUSTAKA

Zaenal Asyhadie dan Arief Rahman, Pengantar Ilmu Hukum, ( Jakarta:PT.


RajaGrafindo, 2014)
Bambang Poernomo, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta; Ghalia
Indonesia,1982)
Mahrus Ali. Dasar-Dasar Hukum Pidana. ( Jakarta: Sinar Grafika
Offset,2015)
Ishaq, Pengantar Hukum Indonesia, (jakarta:PT. raja grafindo persada,
2016)
Schaffmeiter, Keijzer, Sutorius, Hukum Pidana (Yogyakarta;
Liberty,1995)
Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta;Renika Cipta,1993)
KUHP (Kitab Undang-Udang Hukum Pindana)
Soeharto, Hukum Pidana Materiil Unsur-Unsur Objektif Sebagai Dasar
Dakwaan (Jakarta;Sinar Grafika,1993)
Djoko Prakoso, Pembaharuan Hukum Pidana di Indonesia (Yogyakarta;
Liberty Yogyakarta,1987)
Andi Hamzah, Asas-asas Hukum Pidana (Jakarta; Renika Cipta,1994)
Satochid Kartanegara, Hukum Pidana (Balai Lektur)
A, Zainal Abidin Farid, Hukum Pidana I (Jakarta; Sinar Grafika,1995)
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana Di Indonesia (Bandung;
PT Eresco, 1989)
Oemar Seno Adji, Hukum Pindana Pengembangan (Jakarta; Erlangga,
1984)

Anda mungkin juga menyukai