Anda di halaman 1dari 13

Nama: Feby Andrianto

Nim: 2102603098

MATERI

A. Pengertian dan Ruang Lingkup Hukum Pidana

Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-
Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya dan memenuhi
unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana. Seperti perbuatan yang
dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-
Undang HAM dan lain sebagainya.

Menurut Beberapa Ahli:

W.L.G Lemaire: hukum pidana sebagai hukum yang terdiri dari norma-norma berisi keharusan
dam larangan, di bentuk oleh pembentukan UU serta telah di kaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman berupa penderitaan yang bersifat khusus.

Mezger: Hukum Pidana ad aturan-aturan hukum yang mengikat suatu perbuatan tertentu dan
memenuhi syarat2 tertentu dan memeiliki suatu akibat yang berupa pidana.

Dari definisi di atas dapat kita simpulakan bahwa pengertian Hukum Pidana adalah: hukum yang
mengatur tentang pemerintah dan larangan masyarakat dalam kegiatannya sebagai warga negara
yang di buat oleh Lembaga negara berwenang serta memiliki sanksi kuat bagi siapapun yang
melanggarnya.

Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana adalah:


• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
 Tujuan Hukum Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik dan
dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-gejala
sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak berbuat baik.
Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan membatasi tingkah laku
manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum. The drugstore-
catalog.com duration of treatment depends on the type of therapy used and factors that may
increase the risk of side effects. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini masih ada manusia yang
melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak lingkungan hidup manusia
lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan untuk mengetahui sebab-
sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai pelanggaran terhadap ketentuan-
ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
 Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana
atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan salah dan
melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu bertanggung
jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan, kecuali
bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
– Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat
dihukum
– Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
– Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan
pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu diketahui
oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
– Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang yang
memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang
dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau
perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena sine
praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada peraturan
yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut sebagai asas
legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai asas
ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup
berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)

B. Istilah dan Pembagian Hukum Pidana


 Istilah Hukum pidana dalam arti sempit: Hak menuntut perkara-perkara pidana,
menjatuhkan dan melaksanakan pidana terhadap oran yang melakukan perbuatan yang di
larang.
 Istilah Hukum Pidana dalam Arti Luas: Hak dari negara atau alat-alat perlengkapan
negara untuk mengenakan atau mengancam pidana terhada peruatan tertentu.

Hukum pidana dapat dibagi atas dasar hukum pidana materiil dan hukum pidana formil; hukum
pidana objektif dan hukum pidana subjektif; hukum pidana umum dan hukum pidana khusus;
hukum pidana nasional, hukum pidana lokal dan hukum pidana internasional; serta hukum
pidana tertulis dan hukum pidana yang tidak tertulis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai
pembagian hukum pidana tersebut :
1. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil

Berdasarkan definisi hukum pidana sebagaimana yang telah diutarakan dalam Kegiatan Belajar
1 di atas, secara umum hukum pidana dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum pidana materiil
dan hukum pidana formil. Hukum pidana materiil berisi perbuatan-perbuatan yang tidak boleh
dilakukan atau perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dengan disertai ancaman pidana.
Singkatnya, hukum pidana materiil berisi mengenai perbuatan-perbuatan pidana. Hukum pidana
formil pada dasarnya sama dengan hukum formil lainnya yaitu untuk menegakkan hukum
materiil. Dengan demikian hukum pidana formil adalah untuk menegakkan hukum pidana
materiil.

Hukum pidana formil pada dasarnya berisi mengenai cara bagaimana menegakkan hukum
pidana materiil melalui suatu proses peradilan pidana. Pembagian hukum pidana menjadi hukum
pidana materiil dan formil secara tegas dikatakan oleh van Hamel, “..... hukum pidana biasanya
juga meliputi pemisahan dua bagian, yang materiil dan yang formal. Hukum pidana materiil
menunjuk pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan yang menetapkan pidana bagi yang
melanggarnya ; yang formal mengenai bentuk dan jangka waktu yang mengikat penegakan
hukum materiil.” (Van Hamel, 1913: 4). Hukum pidana materiil di Indonesia dikodifikasikan
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara singkat pembelajar hukum
pidana perlu juga mengetahui sejarah pembentukan KUHP.

2. Hukum pidana arti objektif dan arti subjektif

Hazewinkel Suringa mendefinisikan hukum pidana objektif yang juga disebut sebagai jus
poenale sebagai perintah dan larangan yang pelanggaran terhadap larangan dan norma tersebut
diancam pidana oleh badan yang berhak; ketentuan-ketentuan mengenai upaya-upaya yang
dapat digunakan jika norma itu dilanggar yang disebut sebagai hukum penitentiaire tentang
hukum dan sanksi dan aturan- aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma
tersebut.

Sedangkan hukum pidana yang subjektif atau jus puniendi menurut Suringa adalah hak negara
untuk menuntut pidana, hak untuk menjatuhkan pidana dan hak untuk melaksanakan pidana
(Suringa, 1953: 1). Senada dengan Suringa adalah Vos yang juga membagi hukum pidana
menjadi hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif. Secara tegas dinyatakan oleh Vos
bahwa hukum pidana terdiri dari objektif (jus poenale) dan subjektif (jus puniendi). Jus poenale
adalah aturan-aturan hukum objektif, yakni aturan hukum pidana. Hukum pidana materiil
mengatur keadaan yang timbul dan tidak sesuai dengan hukum serta hukum acara beserta
sanksi (hukum penintentiair) aturan mengenai kapan, siapa dan bagaimana pidana dijatuhkan.
subjektif penguasa terhadap pemidanaan, terdiri dari hak untuk menuntut pidana, menjatuhkan
pidana dan melaksanakan (Suringa, 1953: 2).

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Suringa, Vos dan Simons dapat disimpulkan bahwa
hukum pidana objektif berkaitan dengan substansi hukum pidana yang berisi perbuatan-
perbuatan yang dilarang dan formil hukum pidana sepanjang menyangkut acara pengenaan
pidana tersebut. Sedangkan hukum pidana subjektif terkait hak negara untuk melaksanakan
kewenangan terhadap orang yang telah melakukan suatu tindak pidana.

3. Hukum Pidana Umum Dan Hukum Pidana Khusus


Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang ditujukan dan berlaku untuk semua warga
Negara sebagai subjek hukum tanpa membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu.
Materiil hukum pidana umum ini bersumber pada KUHP dan formil hukum pidana umum
bersumber pada KUHAP. Selain hukum pidana umum ini, ada juga yang disebut sebagai hukum
pidana khusus. Pembagian hukum pidana khusus dapat didasarkan atas dasar subjek hukumnya
maupun atas dasar pengaturannya.

Dilihat dari subjek hukumnya, hukum pidana khusus adalah hukum pidana yang dibentuk oleh
negara hanya dikhususkan berlaku bagi subjek hukum tertentu saja, misalnya. hukum pidana
militer. Hukum pidana militer merupakan hukum pidana khusus yang tertua di dunia yang hanya
diperuntukkan bagi mereka yang menjadi anggota militer aktif. Hukum pidana militer ini
dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Militer (KUHPM). Pelanggaran
terhadap KUHPM juga tidak diadili di lingkungan peradilan umum melainkan diadili di
lingkungan peradilan militer.

Hukum pidana khusus dalam undang-undang pidana contohnya adalah Undang-Undang


Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana
Terorisme, Undang-Undang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
dan lain sebagainya.
4. Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana Lokal dan Hukum Pidana Internasional

Hukum pidana nasional ini baik meliputi hukum pidana materiil maupunhukum pidana formil,
baik hukum pidana umum maupun hukum pidana khusus. Dasar keberlakuan hukum pidana
nasional adalah asas teritoria l yang berarti bahwa ketentuan pidana berlaku bagi setiap orang
yang melakukan tindak pidana di seluruh wilayah Indonesia.

Hukum pidana nasional ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama Presiden. Bentuk hukum
dari hukum pidana nasional adalah undang-undang. Hukum pidana nasional ini dimuat dalam
KUHP dan undang-undang khusus, baik yang termasuk undang-undang pidana maupun bukan
undang-undang pidana sebagaimana telah dijelaskan di atas. Sedangkan hukum pidana lokal
adalah hukum pidana yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah bersama-sama dengan
Gubernur, Bupati atau Walikota.

Bentuk hukum pidana lokal dimuat dalam peraturan daerah dan hanya berlaku bagi daerah
tersebut saja. Ada pembatasan terhadap ancaman pidana yang boleh dicantumkan dalam suatu
peraturan daerah. Sebagai misal, dalam peraturan daerah tidak diperkenankan mencantumkan
sanksi pidana berupa penjara. Demikian pula ada batasan maksimum pidana kurungan dan
pidana denda yang dapat dijatuhkan.

Selain hukum pidana nasional dan hukum pidana lokal, ada juga hukum pidana internasional
yang bertolak dari perkembangan zaman bahwa terdapat perbuatan-perbuatan yang dilarang
yang kekuatan berlakunya tidak hanya dipertahankan oleh kedaulatan suatu negara tetapi juga
dipertahankan oleh masyarakat internasional. Perbuatan-perbuatan tersebut kemudian
dikualifikaiskan sebagai kejahatan internasional yang merupakan substansi pokok dari hukum
pidana internasional.

Roling mendefinisikan hukum pidana internasional sebagai hukum yang menentukan hukum
pidana nasional yang akan diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan yang nyata- nyata dilakukan
jika terdapat unsur-unsur internasional di dalamnya.

C. Jenis, Sifat, Fungsi dan Sanksi Hukum Pidana

Jenis Hukum Pidana


Hukum pidana ternyata punya turunan atau jenis hukum di dalamnya. Jenisnya ada dua, yaitu
hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.

Hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk setiap masyarakat
(berlaku terhadap siapapun tanpa mempedulikan golongan, status, dan lain sebagainya). Sumber
hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan, serta KUHP tentang pelanggaran.

Sementara hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang
dari hukum pidana umum serta berlaku khusus bagi orang-orang tertentu. Contoh pidana khusus
seperti hukum pidana fiskal, hukum pidana tentara, hukum pidana ekonomi, dan lain-lain.
Sudarto menyebut dalam hukum pidana khusus terdapat tiga klasifikasi atau pengelompokkan
hukum, yaitu:

1. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan (tidak dikitabkan) misalnya seperti UU Narkotika,


UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Lalulintas Jalan Raya, dan lain sebagainya.

2. Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung sanksi pidana, misalnya seperti


UU Perburuhan, UU Lingkup hidup, UU Konservasi Sumber Daya Hayati, dan lain-lain.

3. Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus dan mengatur tentang tindak pidana
untuk golongan serta perbuatan tertentu, misalnya seperti KUHP Militer, UU Pajak, UU Tindak
Pidana Ekonomi, dan sebagainya.

Sifat Hukum Pidana

Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, hukum pidana merupakan bagian dari hukum
publik. Oleh karenanya, sifat dalam hukum pidana adalah bersifat publik dan mengatur
hubungan antara warga masyarakat dengan negara. Hukum public ini mencakup hukum
konsisten, hukum administrasi dan hukum criminal.

Sifat ini berbeda dengan hukum perdata yang bersifat privat dan hanya menyangkut kepentingan
perorangan. Dalam menentukan kaidah-kaidah dalam hukumnya, hukum pidana juga memiliki
karakteristik sendiri. Hukum pidana tidak memiliki kaidah sendiri melainkan mengambil kaidah-
kaidah dalam hukum lain seperti hukum tata negara, hukum perdata, dan sebagainya. Hukum
pidana dalam hal sebagai alat kontrol sosial juga cenderung memiliki sifat subsider (bersifat
pengganti) yang mana hukum pidana hendaknya berlaku atau dipergunakan apabila usaha-usaha
melalui hukum lain dianggap kurang memadai.

Fungsi Hukum pidana

Sederhananya fungsi dan tugas hukum pidana sama dengan fungsi hukum secara umum yakni
untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi mewujudkan ketertiban, keadilan, perlindungan,
kenyamanan, dan kesejahteraan masyarakat.

Bayangkan saja kalau masyarakat dibebaskan dari segala aturan yang ada. Pasti orang-orang
akan melakukan hal apapun, semaunya, tanpa mempedulikan kepentingan orang lain dan orang
banyak, bukan? Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu fungsi umum dan khusus.

Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan menyelenggarakan
tata aturan dalam masyarakat. Sementara fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk
melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya, dengan sanksi
berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.

Kepentingan hukum dalam hal ini meliputi individu, kelompok (masyarakat, negara, dan
sebagainya). Melihat dari hal ini, tugas utama hukum pidana menurut H.L.A Hart adalah untuk
melindungi masyarakat dari setiap kejahatan yang muncul akibat adanya pelanggaran undang-
undang. Menurutnya lagi, hukum pidana tidak bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan
saja tetapi juga untuk mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan.

Wilkins memiliki pandangan yang cukup spesifik tentang tujuan hukum pidana. Menurutnya
tujuan utama dari berlakunya hukum pidana adalah untuk memperkecil kemungkinan pelaku
kejahatan mengulangi perbuatannya. Dari pandangan beberapa ahli ini kalian bisa mengambil
kesimpulan bahwa hukum pidana memiliki dua fungsi pokok yaitu preventif (pencegahan) dan
represif (pengendalian). Kedua fungsi dari hukum pidana diselenggarakan melalui aturan-aturan
yang bersifat mengatur dan memaksa anggota.

Sanksi Dalam Hukum Pidana

Menurut R. Soesilio Samksi pidana adalah suatu perasaan tidak enak (sengsara) yang di jatuhkan
oleh hakim dengan vonis kepada orang yang telah melanggar undang hukum pidana.
Kalian masih ingat kan, pada penjelasan sebelumnya bahwa hukum pidana memuat sanksi tegas
bagi mereka yang melanggar aturannya? Nah, sanksi tegas seperti apa sih memangnya yang
ditetapkan dalam hukum pidana?

Melihat pada apa yang dituliskan dalam pasal 10 KUHP, terdapat beberapa macam hukuman
atau sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang dinyatakan bersalah melanggar
ketentuan dalam hukum pidana. Sanksi ini dijatuhkan pada seseorang tergantung dari besar
perbuatan atau pelanggaran yang dilakukan.

1. Pidana Pokok, yang di antaranya:


 Pidana mati
 Pidana penjara
 Pidana kurungan
 Pidana denda
2. Pidana Tambahan, meliputi:
 Pencabutan beberapa hak tertentu
 Perampasan barang yang tertentu
 Pengumuman keputusan Hakim

D. Sumber Hukum Pidana di Indonesia dan Sejarahnya

Terdapat beberapa sumber dari hukum pidana yang berlaku di Indonesia di antaranya:

1. KUHP

KUHP merupakan sumber utama hukum pidana Indonesia. Sebagaimana yang tadi juga sudah di
sebutkan, KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana adalah pada KUHP
mengenai ketentuan umum, KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran.

2. Undang-Undang di luar KUHP

Undang-undang ini memuat aturan untuk tindak pidana khusus seperti pemberantasan tindak
pidana korupsi, kekerasan rumah tangga, narkotika dan lainnya.

3. Hukum Adat
Pada daerah tertentu unruk perbuatan-perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan tertulis
seperti KUHP atau UU lainnya, keberadaan hukum pidana adat di suatu daerah masih tetap
berlaku.

Sejarah Hukum Pidana

Berlakunya Undang-Undang RI No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang- Undang Hukum Acara
Pidana telah Menimbulkan perubahan fundamental baik secara konsepsional maupun secara
implemental terhadap tata cara penyelesaian perkara di Indonesia. Sebelum berlakunya UU RI
No.8 thn 1981, hukum acara pidana di Indonesia memiliki sejarah panjang dalam
perkembangannya.

Hukum acara pidana di Indonesia dimulai dari masa penjajahan Belanda terhadap bangsa
Indonesia. Sementara itu sistem hukum belanda sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sistem
hukum eropa yang dimulai pada abad ke-13 yang terus mengalami perkembangan hingga abad
ke-19. Jadi perkembangan hukum acara pidana Indonesia juga dipengaruhi oleh sistem hukum
Eropa.

Perkembangan sistem peradilan pidana sudah sejak abad ke-13 dimulai di eropa dengan
diperkenalkannya sistem inquisitoir sampai dengan pertengahan abad ke-19. peoses
pemeriksaan perkara pidana berdasarkan sistem inqusitoir dimasa itu dimulai dengan adnya
inisiatif dari penyidik atas kehendak sendiri untuk menyelidiki kejahatan. Satu-satunya
pemeriksaan pada masa itu adalah untuk memperoleh pengakuan dari tersangka. Khususnya
dalam kejahatan berat, apabila tersangka tidak mau secara sukarela untuk mengakui
perbuatannya atau kesalahannya itu, maka petugas pemeriksa memperpanjang penderitaan
tersangka melalui cara penyiksaan sampai diperoleh pengakuan. Setelah petugas selesai
melakukan tugasnya, kemudian dia akan menyampaikan berkas hasil pemeriksaanya kepada
pengadilan.

Pengadilan akan memeriksa perkara tersangka hanya atas dasar hasil pemeriksaan sebagaimana
tercantum dalam berkas tersebut. Walaupun pada, masa ini telah ada penuntut umum, namun ia
tidak memiliki peranan yang berarti dalam proses penyelesaian perkara, khususnya dalam
pengajuan, pengembangan lebih lanjut atau dalam penundaaan perkara yang bersangkuatan.
Apabila diteliti, akan tampak proses penyelesaian perkara pidana pada masa itu sangat singkat
dan sederhana. Kemudian dengan timbulnya gerakan revolusi Perancis yang telah
mengakibatkan banyak bentuk prosedur lama didalam peradilan pidana dianggap tidak sesuai
dengan perubahan iklim social dan politik secara revolusi. Khususnya dalam bidang peradilan
pidana muncul bentuk baru yakni the mixed type, yang menggambarkan suatu sistem peradialan
pidana modern di dataran eropa, yang dikenal dengan the modern continental criminal
procedure.

Munculnya sistem baru dalam peradialn pidana ini diprakarsai oleh para cendikiawan eropa.
Pada sistem the mixed type tahap pemeriksaan pendahuluan sifatnya inquisitoir, akan tetapi
proses penyelidikan dapat dilaksanakan oleh public prosecutor. Selain itu pada sistem ini
peradialan dilakukan secara terbuka. Dalam pelaksanaannya penyelidikan terdapat seorang
”investigating judge” atau pejabat yang tidak memihak yang ditunjuk untuk menyelidiki bukti-
bukti dalam perkara pidana. Kemudian ketika bangasa belanda melakukan penjajahan di
Indonesia, hukum acara pidana di Indonesia merupakan produk dari pada pemerintahan Bangsa
Belanda.

Kemudian peraturan yang menjadi dasar bagi pelaksanaan hukum acara pidana dalam
lingkungan peradilan adalah Reglemen Indonesia yang dibaharui atau juaga dikenal dengan
nama Het Herziene inlandsch Rgelement atau H.I.R (staatsblad tahun 1941 nomor 44). Dalam
H.I.R terdapat dua macam penggolongan hukum acara pidana yaitu hukum acara pidana
bagilandraad dan hukum acara pidana bagi raad van justitie.

Penggolongan hukum acara pidana ini merupakan akibat semata dari pembedaan peradilan bagi
golongan penduduk bumi putra dan peradilan bagi golongan bangsa eropa dan timur asing di
jaman hindia belanda. Meskipun undang-undang Nomor 1 drt. Thn 1951 telah menetapkan,
bahwa hanya ada satu hukum acara pidana yang berlaku di seluruh Indonesia yaitu R.I.B, akan
tetapi ketentuan yang tercantum didalamnyabelum memberikan jaminan dan tehadap hak-hak
asasi manusia, perlindungan terhadap harkat dan mertabat menusia sebagaimana wajarnya
dimiliki oleh suatu Negara hukum. Oleh karena itu, demi pembangunan dalam bidang hukum
and sehubungan dengan hal sebagaimana telah dijelaskan, maka Het Herziene Inlandsch
Reglement, berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 1 Drt tahun 1951 serta semua
pelaksanaannya dan ketentuan yang diatur dalam peaturan perundang-undangan lainnya,
sepanjang hal itu mengenai hukum pidana perlu dicabut karena tidak sesuai dengan cita-cita
hukum nasional dan diganti dengan Undang-Undang hukum acara pidana yang baru yang
mempunyai cirri kodifikatif dan unifikatif berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang dasar
1945. Dengan diberlakuaknnya Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (UndangUndang
No.8 tahun 1981) di Indonesia maka segala peraturan perundang-undangan sepanjang mengatur
tentang pelaksanaan daripada hukum acara pidana dicabut. Di dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana telah diletakkan dasar-dasar humanisme dan merupakan suatu era baru
dalam lingkungan peradilan di Indonesia. Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana Di Indonesia merupakan hukum yang berlaku secara nasional yang didasrkan pada
falsafah pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Jadi, kesimpulannya adalah hukum acara
pidana di Indonesia merupakan produk hukum dari belanda dyang dituangkan dalam bentuk Het
Herziene Inlansch Reglement (H.I.R) yang masih terpengaruh oleh sistem hukum Negara-negara
eropa yang kemudian digantikan dengan Unadang-Undang No.8 Tahun 1981 tentang hukum
acara pidana, yang berlaku sampai dengan sekarang.

E. Ilmu Hukum Pidana dan Ilmu Bantunya

Karena ada perkembangan dalam masyarakat baik dalam bidang tekhnologi informasi,
tekhnologi komunikasi & pengetahuan pada umumnya, maka mempengaruhi perkembangan
perilaku manusia & pemikiran manusia. Dikaitkan dengan tindak pidana maka akan
mempengaruhi atau menyebabkan meningkatnya kulitas atau mutu dari tindak pidana itu sendiri
yang berakibat atau mengakibatkan banyak kasus pidana yang tidak dapat di selesaikan oleh
hukum pidana & hukum acara pidana, maka untuk mengungkap atau menyelesaikan dibutuhkan
displin ilmu lain sehigga upaya hukum acara pidana untuk mencari kebenaran materiil lebih
dapat diharapkan.

Ilmu bantu yang di maksutkan adalah:

a) Ilmu Logika

Di dalam menangani suatu perkara seorang penegak hukum harus mempelajari prinsip-prinsip
berpikir yang sistematis, logis & rasional sehingga mempunyai kemampuan untuk
mengkorelasikan antara alat bukti yang 1 dengan yang lain dan juga dapat menilai suatu
kewajaran tentang suatu peristiwa.
b) Ilmu Psikologis

ilmu yang mempelajari jiwa seseorang (jiwa yang sehat) sehingga dengan memahami jiwa
seseorang tsb diharapkan mampu mengungkap keterangan yang selengkap-lenkgapnya dari
pelaku.

c) Ilmu Psiketria

Dewasa ini, ilmu ini paling banyak digunakan karena ada kecenderungan pelaku tindak pidana
berpura-pura gila (sakit jiwa) hanya untuk menghindari pertanggungjawaban pidana ilmu yang
mempelajari jiwa seseorang (jiwa yang sakit) yang bertujuan untuk menentukan apakah orang
tersebut benar-benar sehat jiwanya atau tidak. Dalam kaitannya dengan hukum Pidana & proses
Pidana ini sangat penting untuk dapat atau tidaknya seseorang di pertanggung jawabkan secara
Pidana.

d) ilmu kriminologi

ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan (mencari akar
permasalahan). Ini sangat penting dalam proses peradilan pidana karena ada 2 fungsi pokok,
yaitu :

o sebagai upaya preventif mencegah kejahatan

o untuk menentukan, menetapkan jenis sanksi pidana yang sesuai sehingga mendekati rasa
keadilan & kebenaran materiil

e) ilmu kriminalistik
f) Ilmu yang melihat kejahatan sebagai suatu seni mengenai kejahatan itu dilakukan &
dengan apa melakukannya.Di dalam pelaksanaannya ilmu kriminslistik ini dibantu oleh
ilmu-ilmu forensik, yaitu :

Anda mungkin juga menyukai