Anda di halaman 1dari 17

A.

Definisi Hukum Pidana


Hukum Pidana sebagai Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh
Undang-Undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi siapa yang melakukannya
dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam Undang-Undang Pidana.
Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-
Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan lain sebagainya. Hukum pidana adalah
hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan apa yang dilarang dan memberikan
hukuman bagi yang melanggarnya. Perbuatan yang dilarang dalam hukum pidana
adalah:
• Pembunuhan
• Pencurian
• Penipuan
• Perampokan
• Penganiayaan
• Pemerkosaan
• Korupsi
Sementara Dr. Abdullah Mabruk an-Najar dalam diktat “Pengantar Ilmu Hukum”-nya
mengetengahkan defenisi Hukum Pidana sebagai “Kumpulan kaidah-kaidah Hukum yang
menentukan perbuatan-perbuatan pidana yang dilarang oleh Undang-Undang, hukuman-
hukuman bagi yang melakukannya, prosedur yang harus dilalui oleh terdakwa dan
pengadilannya, serta hukuman yang ditetapkan atas terdakwa.”
Hukum pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku di suatu Negara,
yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :
• Menetukan perbuatan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang
melanggar larangan tersebut.
• Menentukan kapan dan dalam hal hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.
• Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila
ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.
Menurut Sudarto, pengertian Pidana sendiri ialah nestapa yang diberikan oleh Negara
kepada seseorang yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan Undang-
undang (hukum pidana), sengaja agar dirasakan sebagai nestapa.
B. Tujuan Hukum Pidana
Secara konkrit tujuan hukum pidana itu ada dua, ialah :
• Untuk menakut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan perbuatan yang tidak
baik.
• Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan tidak baik menjadi baik
dan dapat diterima kembali dalam kehidupan lingkunganya
Tujuan hukum pidana ini sebenarnya mengandung makna pencegahan terhadap gejala-
gejala sosial yang kurang sehat di samping pengobatan bagi yang sudah terlanjur tidak
berbuat baik. Jadi Hukum Pidana, ialah ketentuan-ketentuan yang mengatur dan
membatasi tingkah laku manusia dalam meniadakan pelanggaran kepentingan umum.
The drugstore-catalog.com duration of treatment depends on the type of therapy used
and factors that may increase the risk of side effects. Tetapi kalau di dalam kehidupan ini
masih ada manusia yang melakukan perbuatan tidak baik yang kadang-kadang merusak
lingkungan hidup manusia lain, sebenarnya sebagai akibat dari moralitas individu itu. Dan
untuk mengetahui sebab-sebab timbulnya suatu perbuatan yang tidak baik itu(sebagai
pelanggaran terhadap ketentuan-ketentuan pidana), maka dipelajari oleh “kriminologi”.
Di dalam kriminologi itulah akan diteliti mengapa sampai seseorang melakukan suatu
tindakan tertentu yang tidak sesuai dengan kebutuhan hidup sosial. Di samping itu juga
ada ilmu lain yang membantu hukum pidana, yaitu ilmu Psikologi. Jadi, kriminologi
sebagai salah satu ilmu yang membantu hukum pidana bertugas mempelajari sebab-
sebab seseorang melakukan perbuatan pidana, apa motivasinya, bagaimana akibatnya
dan tindakan apa yang dapat dilakukan untuk meniadakan perbuatan itu.
C. Ruang Lingkup Hukum Pidana
Hukum Pidana mempunyai ruang lingkup yaitu apa yang disebut dengan peristiwa pidana
atau delik ataupun tindak pidana. Menurut Simons peristiwa pidana ialah perbuatan
salah dan melawan hukum yang diancam pidana dan dilakukan seseorang yang mampu
bertanggung jawab. Jadi unsur-unsur peristiwa pidana, yaitu:.
• Sikap tindak atau perikelakuan manusia
. Melanggar hukum, kecuali bila ada dasar pembenaran; Didasarkan pada kesalahan,
kecuali bila ada dasar penghapusan kesalahan.
Sikap tindak yang dapat dihukum/dikenai sanksi adalah
– Perilaku manusia ; Bila seekor singa membunuh seorang anak maka singa tidak dapat
dihukum
– Terjadi dalam suatu keadaan, dimana sikap tindak tersebut melanggar hukum,
misalnya anak yang bermain bola menyebabkan pecahnya kaca rumah orang.
– Pelaku harus mengetahui atau sepantasnya mengetahui tindakan tersebut merupakan
pelanggaran hukum; Dengan pecahnya kaca jendela rumah orang tersebut tentu
diketahui oleh yang melakukannya bahwa akan menimbulkan kerugian orang lain.
– Tidak ada penyimpangan kejiwaan yang mempengaruhi sikap tindak tersebut.Orang
yang memecahkan kaca tersebut adalah orang yang sehat dan bukan orang yang cacat
mental.
Dilihat dari perumusannya, maka peristiwa pidana/delik dapat dibedakan dalam :
• Delik formil, tekanan perumusan delik ini ialah sikap tindak atau perikelakuan yang
dilarang tanpa merumuskan akibatnya.
• Delik materiil, tekanan perumusan delik ini adalah akibat dari suatu sikap tindak atau
perikelakuan.
Misalnya pasal 359 KUHP :
Dalam Hukum Pidana ada suatu adagium yang berbunyi : “Nullum delictum nulla poena
sine praevia lege poenali”, artinya tidak ada suatu perbuatan dapat dihukum tanpa ada
peraturan yang mengatur perbuatan tersebut sebelumnya. Ketentuan inilah yang disebut
sebagai asas legalitas .
Aturan hukum pidana berlaku bagi setiap orang yang melakukan tindak pidana sesuai
asas ruang lingkup berlakunya kitab undang-undang hukum pidana. Asas ruang lingkup
berlakunya aturan hukum pidana, ialah
1. Asas Teritorialitas (teritorialitets beginsel)
2. Asas nasionalitas aktif (actief nationaliteitsbeginsel)
3. Asas Nasionalitas Pasif (pasief nationaliteitsbeginsel)
D. Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 tentang pidana pokok dan
tambahan, menyatakan bahwa hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku
tindak pidana terdiri dari :
a. Hukuman Pokok (hoofd straffen ).
1. Hukuman mati
2. Hukuman penjara
3. Hukuman kurungan
4. Hukuman denda
b. Hukuman Tambahan (Bijkomende staffen)
1. Pencabutan beberapa hak tertentu
2. Perampasan barang-barang tertentu
3. Pengumuman putusan hakim

PEMBAGIAN HUKUM PIDANA

Hukum pidana dapat dibagi atas dasar hukum pidana materiil dan hukum

pidana formil; hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif; hukum

pidana umum dan hukum pidana khusus; hukum pidana nasional, hukum

pidana lokal dan hukum pidana internasional; serta hukum pidana tertulis dan

hukum pidana yang tidak tertulis. Berikut ini adalah penjelasan mengenai

pembagian hukum pidana tersebut :

1. Hukum Pidana Materiil dan Hukum Pidana Formil

Berdasarkan definisi hukum pidana sebagaimana yang telah diutarakan

dalam Kegiatan Belajar 1 di atas, secara umum hukum pidana dibagi menjadi

dua bagian yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil. Hukum

pidana materiil berisi perbuatan-perbuatan yang tidak boleh dilakukan atau

perbuatan-perbuatan yang harus dilakukan dengan disertai ancaman pidana.

Singkatnya, hukum pidana materiil berisi mengenai perbuatan-perbuatan

pidana. Hukum pidana formil pada dasarnya sama dengan hukum formil

lainnya yaitu untuk menegakkan hukum materiil. Dengan demikian hukum

pidana formil adalah untuk menegakkan hukum pidana materiil. Hukum

pidana formil pada dasarnya berisi mengenai cara bagaimana menegakkan

hukum pidana materiil melalui suatu proses peradilan pidana.

Pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana materiil dan formil


secara tegas dikatakan oleh van Hamel, “..... hukum pidana biasanya juga

meliputi pemisahan dua bagian, yang materiil dan yang formal. Hukum

pidana materiil menunjuk pada asas-asas dan ketentuan-ketentuan yang

menetapkan pidana bagi yang melanggarnya ; yang formal mengenai bentuk dan jangka waktu
yang mengikat penegakan hukum materiil.....” (Van

Hamel, 1913: 4).

Hukum pidana materiil di Indonesia dikodifikasikan dalam Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Secara singkat pembelajar hukum

pidana perlu juga mengetahui sejarah pembentukan KUHP. KUHP (Wetbook

van Strafrecht) berasal dari Belanda yang dibuat di Twee de Kammer

(Parlemen Belanda) pada tahun 1809 di bawah pemerintahan Lodewijk

Bonaparte. Kodifikasi tahun 1809 hanya berlaku 2 tahun karena pada tahun

1811 – 1813, Belanda diduduki Perancis dan sejak saat itu berlaku Code

Penal dengan perubahan-perubahan sampai pada tahun 1886. Sementara itu

Belanda selama kurang – lebih 73 tahun membentuk kitab undang-undang

hukum pidana dan baru selesai pada tanggal 3 Maret 1881. Berdasarkan

Staatblad 35, Wetbook van Strafrecht mulai diberlakukan di Belanda pada

tanggal 1 September 1886. Indonesia yang pada saat itu masih dijajah

Belanda, kemudian menerapkan Wetbook van Strafrecht voor Nederlandsch-

Indie (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana untuk Hindia Belanda) dengan

penyesuaian-penyesuaian untuk daerah jajahan (concordantie beginselen)

pada tanggal 15 Oktober 1915. Berdasarkan Staatblad 1915 – 732 Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana untuk Hindia Belanda mulai berlaku pada

tanggal 1 Januari 1918.

Sejak Indonesia Merdeka pada tanggal 17 Agustus 1945, berdasarkan

Pasal II Aturan Peralihan yang menyatakan “Segala badan negara dan

peraturan yang ada masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru menurut

Undang-Undang Dasar ini”, Wetbook van Strafrecht voor Nederlandsch-

Indie diberlakukan di seluruh wilayah Indonesia. Pada tahun 1946 dengan

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana,

dengan perubahan dan tambahan hukum pidana materiil tersebut


diberlakukan secara univikasi di seluruh wilayah Republik Indonesia.

Ketentuan Pasal VI Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 merubah nama

resmi Wetbook van Strafrecht voor Nederlandsch-Indie menjadi Wetbook

van Strafrecht atau Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang masih

berlaku sampai dengan saat ini.

Hukum Pidana Dalam Arti Objektif Dan Dalam Arti Subjektif

Selain pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana materiil dan

hukum pidana formil, pembagian hukum pidana yang lain, adalah hukum

pidana objektif dan hukum pidana subjektif. Hazewinkel Suringa

mendefinisikan hukum pidana objektif yang juga disebut sebagai jus poenale

sebagai perintah dan larangan yang pelanggaran terhadap larangan dan norma

tersebut diancam pidana oleh badan yang berhak; ketentuan-ketentuan

mengenai upaya-upaya yang dapat digunakan jika norma itu dilanggar yang

disebut sebagai hukum penitentiaire tentang hukum dan sanksi dan aturan-

aturan yang menentukan kapan dan dimana berlakunya norma tersebut.

Sedangkan hukum pidana yang subjektif atau jus puniendi menurut Suringa

adalah hak negara untuk menuntut pidana, hak untuk menjatuhkan pidana

dan hak untuk melaksanakan pidana (Suringa, 1953: 1).

Senada dengan Suringa adalah Vos yang juga membagi hukum pidana

menjadi hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif. Secara tegas

dinyatakan oleh Vos bahwa hukum pidana terdiri dari objektif (jus poenale)

dan subjektif (jus puniendi). Jus poenale adalah aturan-aturan hukum

objektif, yakni aturan hukum pidana. Hukum pidana materiil mengatur

keadaan yang timbul dan tidak sesuai dengan hukum serta hukum acara

beserta sanksi (hukum penintentiair) aturan mengenai kapan, siapa dan

bagaimana pidana dijatuhkan. Sedangkan hukum pidana subjektif atau jus

puniendi – masih menurut Vos – adalah hak subjektif penguasa terhadap

pemidanaan, terdiri dari hak untuk menuntut pidana, menjatuhkan pidana dan

melaksanakan (Suringa, 1953: 2).

Demikian pula pengertian hukum pidana menurut Simons yang

membaginya menjadi hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif.


Dikatakan oleh Simons bahwa Hukum pidana dapat dibedakan menjadi

hukum pidana objektif dan hukum pidana subjektif. Hukum pidana objektif

adalah seluruh larangan atau dilarang sebagai pelanggaran oleh negara atau

kekuasaan umum yang dapat dikenai pidana terhadap pelanggar dan

bagaimana pidana itu diterapkan. Hukum pidana objektif adalah hukum

pidana positif atau jus poenale. Hukum pidana subjektif adalah hak negara

memberikan hukuman terhadap pelanggaran yang dilakukan, disebut juga jus

puniendi (Simons, 1937: 1).

Berdasarkan apa yang dikemukakan oleh Suringa, Vos dan Simons

dapat disimpulkan bahwa hukum pidana objektif berkaitan dengan substansi

hukum pidana yang berisi perbuatan-perbuatan yang dilarang dan formil

hukum pidana sepanjang menyangkut acara pengenaan pidana tersebut.

Sedangkan hukum pidana subjektif terkait hak negara untuk melaksanakan

kewenangan terhadap orang yang telah melakukan suatu tindak pidana.

Hukum Pidana Umum Dan Hukum Pidana Khusus

Pembagian hukum pidana yang lain adalah hukum pidana umum dan

hukum pidana khusus. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang

ditujukan dan berlaku untuk semua warga Negara sebagai subjek hukum

tanpa membeda-bedakan kualitas pribadi subjek hukum tertentu. Materiil

hukum pidana umum ini bersumber pada KUHP dan formil hukum pidana

umum bersumber pada KUHAP. Selain hukum pidana umum ini, ada juga yang disebut sebagai
hukum pidana khusus. Pembagian hukum pidana

khusus dapat didasarkan atas dasar subjek hukumnya maupun atas dasar

pengaturannya.

Dilihat dari subjek hukumnya, hukum pidana khusus adalah hukum

pidana yang dibentuk oleh negara hanya dikhususkan berlaku bagi subjek

hukum tertentu saja, misalnya. hukum pidana militer. Hukum pidana militer

merupakan hukum pidana khusus yang tertua di dunia yang hanya

diperuntukkan bagi mereka yang menjadi anggota militer aktif. Hukum

pidana militer ini dituangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Militer (KUHPM). Pelanggaran terhadap KUHPM juga tidak diadili di


lingkungan peradilan umum melainkan diadili di lingkungan peradilan

militer.

Dilihat dari pengaturannya, hukum pidana khusus adalah ketentuan-

ketentuan hukum pidana yang secara materiial menyimpang dari KUHP atau

secara formil menyimpang dari KUHAP. Atas dasar pengaturan tersebut,

hukum pidana khusus dibagi menjadi dua bagian yaitu hukum pidana khusus

dalam undang-undang pidana dan hukum pidana khusus bukan dalam

undang-undang pidana. Hukum pidana khusus dalam undang-undang pidana

contohnya adalah Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,

Undang-Undang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, Undang-Undang

Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dan lain

sebagainya.

Dalam sejumlah undang-undang tersebut, aturan mengenai hukum

materiil maupun aturan mengenai hukum formilnya menyimpang dari KUHP

dan KUHAP. Oleh sebab itu dalam konteks teori tindak pidana korupsi,

tindak pidana terorisme dan tindak pidana pencucian uang sering disebut

sebagai tindak pidana khusus dan undang-undangnya disebut sebagai hukum

pidana khusus. Keberlakuan hukum pidana khusus ini didasarkan pada asas

lex specialis derogat legi generali atau hukum khusus mengesampingkan

hukum umum. Adanya tindak pidana khusus disebabkan perkembangan

jaman sehingga kejahatan-kejahatan yang dilakukan semakin canggih dengan

modus operandi (cara melakukan kejahatan) yang rumit dan kompleks.

Terkait tindak pidana korupsi, kekhususannya sebagai tindak pidana

khusus tidak hanya karena ketentuan dalam undang-undang tersebut

menyimpang dari KUHP dan KUHAP tetapi juga berdasarkan Undang-

Undang Nomor 46 Tahun 2009, khusus tindak pidana korupsi harus diadili di

pengadilan khusus tindak pidana korupsi yang berada di lingkung.

Hukum Pidana Nasional, Hukum Pidana Lokal dan Hukum Pidana

Internasional

Pada dasarnya ada kesatuan hukum pidana nasional yang berlaku di

seluruh wilayah Indonesia yang disebut sebagai unifikasi hukum pidana.


Hukum pidana nasional ini baik meliputi hukum pidana materiil maupunhukum pidana formil,
baik hukum pidana umum maupun hukum pidana

khusus. Dasar keberlakuan hukum pidana nasional adalah asas teritoria l

yang berarti bahwa ketentuan pidana berlaku bagi setiap orang yang

melakukan tindak pidana di seluruh wilayah Indonesia.

Hukum pidana nasional ini oleh Dewan Perwakilan Rakyat bersama

Presiden. Bentuk hukum dari hukum pidana nasional adalah undang-undang.

Hukum pidana nasional ini dimuat dalam KUHP dan undang-undang khusus,

baik yang termasuk undang-undang pidana maupun bukan undang-undang

pidana sebagaimana telah dijelaskan di atas. Sedangkan hukum pidana lokal

adalah hukum pidana yang dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah

bersama-sama dengan Gubernur, Bupati atau Walikota. Bentuk hukum

pidana lokal dimuat dalam peraturan daerah dan hanya berlaku bagi daerah

tersebut saja. Ada pembatasan terhadap ancaman pidana yang boleh

dicantumkan dalam suatu peraturan daerah. Sebagai misal, dalam peraturan

daerah tidak diperkenankan mencantumkan sanksi pidana berupa penjara.

Demikian pula ada batasan maksimum pidana kurungan dan pidana denda

yang dapat dijatuhkan.

Selain hukum pidana nasional dan hukum pidana lokal, ada juga hukum

pidana internasional yang bertolak dari perkembangan zaman bahwa terdapat

perbuatan-perbuatan yang dilarang yang kekuatan berlakunya tidak hanya

dipertahankan oleh kedaulatan suatu negara tetapi juga dipertahankan oleh

masyarakat internasional. Perbuatan-perbuatan tersebut kemudian

dikualifikaiskan sebagai kejahatan internasional yang merupakan substansi

pokok dari hukum pidana internasional. Roling mendefinisikan hukum

pidana internasional sebagai hukum yang menentukan hukum pidana

nasional yang akan diterapkan terhadap kejahatan-kejahatan yang nyata-

nyata dilakukan jika terdapat unsur-unsur internasional di dalamnya

(Atmasasmita, 2003: 20).

Shinta Agustina dengan mengutip pendapat Edmund M. Wise

menyatakan bahwa hukum pidana internasional dalam pengertian yang paling


luas meliputi tiga topik :

1. Kekuasaan mengadili dari pengadilan negara tertentu terhadap

kasus-kasus yang melibatkan unsur asing. Hal ini terkait yurisdiksi

tindak pidana internasional, pengakuan putusan pengadilan asing

dan kerjasama antar negara dalam menanggulangi tindak pidana

*Hukum Pidana Tertulis Dan Hukum Pidana Tidak Tertulis

Pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana tertulis dan hukum

pidana tidak tertulis jarang ditemukan karena sifat dan karakter hukum

pidana pada dasarnya haruslah tertulis. Hal ini didasarkan pada asas legalitas

dalam hukum pidana dengan salah satu makna yang terkandung dalam asas

legalitas tersebut adalah prinsip lex scripta yang berarti aturan pidana

haruslah tertulis. Pembagian hukum pidana menjadi hukum pidana tertulis

dan hukum pidana tidak tertulis didasarkan pada bentuk atau wadahnya.

Hukum pidana tertulis disebut juga dengan hukum pidana undang-undang

yang terdiri dari hukum pidana kodifikasi seperti KUHP dan KUHAP dan

hukum pidana di luar kodifikasi, yang tersebar di berbagai peraturan

perundang-undangan. Hukum pidana yang dijalankan oleh negara adalah

hukum pidana tertulis sebagai konsekuensi asas legalitas.

Hukum pidana tidak tertulis disebut juga hukum pidana adat yang

keberlakuan dipertahankan dan dapat dipaksakan oleh masyarakat adat

setempat. Hukum pidana adat tidak dapat dijalankan meskipun berdasarkan

Pasal 5 (3b) Undang-Undang Nomor. 1/Drt/1951 memberi kemungkinan..

Jenis Hukum Pidana


Hukum pidana ternyata punya turunan atau jenis hukum di dalamnya. Jenisnya
ada dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus.

Hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk


setiap masyarakat (berlaku terhadap siapapun tanpa mempedulikan golongan,
status, dan lain sebagainya).
Sumber hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang
Hukum Pidana (KUHP) baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan,
serta KUHP tentang pelanggaran. 

Sementara hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan hukum pidana


yang menyimpang dari hukum pidana umum serta berlaku khusus bagi orang-
orang tertentu.

Menyimpang dari hukum pidana umum maksudnya ketentuan tersebut hanya


berlaku untuk subyek hukum tertentu dan hanya mengatur tentang perbuatan
tertentu.

Contoh pidana khusus seperti hukum pidana fiskal, hukum pidana tentara,


hukum pidana ekonomi, dan lain-lain. 

Sudarto menyebut dalam hukum pidana khusus terdapat tiga klasifikasi atau


pengelompokkan hukum, yaitu:

1. Undang-undang yang tidak dikodifikasikan (tidak dikitabkan)


misalnya seperti UU Narkotika, UU Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi, UU Lalulintas Jalan Raya, dan lain sebagainya. 
2. Peraturan-peraturan hukum administratif yang mengandung
sanksi pidana, misalnya seperti UU Perburuhan, UU Lingkup
hidup, UU Konservasi Sumber Daya Hayati, dan lain-lain. 
3. Undang-undang yang mengandung hukum pidana khusus dan
mengatur tentang tindak pidana untuk golongan serta perbuatan
tertentu, misalnya seperti KUHP Militer, UU Pajak, UU Tindak
Pidana Ekonomi, dan sebagainya. 

Sifat Hukum Pidana


Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, hukum pidana merupakan
bagian dari hukum publik.

Oleh karenanya, sifat dalam hukum pidana adalah bersifat publik dan
mengatur hubungan antara warga masyarakat dengan negara.

Sifat ini berbeda dengan hukum perdata yang bersifat privat dan hanya


menyangkut kepentingan perorangan.
Dalam menentukan kaidah-kaidah dalam hukumnya, hukum pidana juga
memiliki karakteristik sendiri.

Hukum pidana tidak memiliki kaidah sendiri melainkan mengambil kaidah-


kaidah dalam hukum lain seperti hukum tata negara, hukum perdata, dan
sebagainya. 

Hukum pidana dalam hal sebagai alat kontrol sosial juga cenderung memiliki
sifat subsider (bersifat pengganti) yang mana hukum pidana hendaknya
berlaku atau dipergunakan apabila usaha-usaha melalui hukum lain dianggap
kurang memadai.

Fungsi dan Tugas Hukum Pidana


Sederhananya fungsi dan tugas hukum pidana sama dengan fungsi hukum
secara umum yakni untuk mengatur tingkah laku masyarakat demi
mewujudkan ketertiban, keadilan, perlindungan, kenyamanan, dan
kesejahteraan masyarakat.

Bayangkan saja kalau masyarakat dibebaskan dari segala aturan yang ada.

Pasti orang-orang akan melakukan hal apapun, semaunya, tanpa


mempedulikan kepentingan orang lain dan orang banyak, bukan?

Sudarto membagi dua fungsi hukum pidana yaitu fungsi umum dan khusus.


Fungsi umum hukum pidana adalah untuk mengatur hidup bermasyarakat dan
menyelenggarakan tata aturan dalam masyarakat.

Sementara fungsi khusus dari hukum pidana adalah untuk melindungi


kepentingan hukum terhadap perbuatan yang hendak mengganggunya,
dengan sanksi berupa pidana yang sifatnya memaksa dan mengikat.

Kepentingan hukum dalam hal ini meliputi individu, kelompok (masyarakat,


negara, dan sebagainya).

Melihat dari hal ini, tugas utama hukum pidana menurut H.L.A Hart adalah


untuk melindungi masyarakat dari setiap kejahatan yang muncul akibat
adanya pelanggaran undang-undang. Menurutnya lagi, hukum pidana tidak
bertujuan untuk memperbaiki pelaku kejahatan saja tetapi juga untuk
mencegah masyarakat untuk melakukan kejahatan. 

Wilkins memiliki pandangan yang cukup spesifik tentang tujuan hukum


pidana. Menurutnya tujuan utama dari berlakunya hukum pidana adalah untuk
memperkecil kemungkinan pelaku kejahatan mengulangi perbuatannya. 

Dari pandangan beberapa ahli ini kalian bisa mengambil kesimpulan bahwa
hukum pidana memiliki dua fungsi pokok yaitu preventif
(pencegahan) dan represif (pengendalian).

Kedua fungsi dari hukum pidana diselenggarakan melalui aturan-aturan yang


bersifat mengatur dan memaksa anggota.

Sanksi dalam Hukum Pidana


Kalian masih ingat kan, pada penjelasan sebelumnya bahwa hukum pidana
memuat sanksi tegas bagi mereka yang melanggar aturannya?

Nah, sanksi tegas seperti apa sih memangnya yang ditetapkan dalam hukum
pidana?

Melihat pada apa yang dituliskan dalam pasal 10 KUHP, terdapat beberapa
macam hukuman atau sanksi yang dapat dijatuhkan terhadap seseorang yang
dinyatakan bersalah melanggar ketentuan dalam hukum pidana.

Sanksi ini dijatuhkan pada seseorang tergantung dari besar perbuatan atau
pelanggaran yang dilakukan.

SEJARAH HUKUM ACARA PIDANA INDONESIA

Berlakunya Undang-Undang RI No.8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-


Undang
Hukum Acara Pidana telah Menimbulkan perubahan fundamental baik secara

konsepsional maupun secara implemental terhadap tata cara penyelesaian


perkara di

Indonesia.

Sebelum berlakunya UU RI No.8 thn 1981, hukum acara pidana di Indonesia

memiliki sejarah panjang dalam perkembangannya. Hukum acara pidana di


Indonesia

dimulai dari masa penjajahan Belanda terhadap bangsa Indonesia. Sementara


itu sistem

hukum belanda sedikit banyak juga dipengaruhi oleh sistem hukum eropa
yang dimulai

pada abad ke-13 yang terus mengalami perkembangan hingga abad ke-19.
Jadi

perkembangan hukum acara pidana Indonesia juga dipengaruhi oleh sistem


hukum Eropa.

Perkembangan sistem peradilan pidana sudah sejak abad ke-13 dimulai di


eropa

dengan diperkenalkannya sistem inquisitoir sampai dengan pertengahan abad


ke-19.

peoses pemeriksaan perkara pidana berdasarkan sistem inqusitoir dimasa itu


dimulai

dengan adnya inisiatif dari penyidik atas kehendak sendiri untuk menyelidiki
kejahatan.

Satu-satunya pemeriksaan pada masa itu adalah untuk memperoleh


pengakuan dari
tersangka. Khususnya dalam kejahatan berat, apabila tersangka tidak mau
secara sukarela

untuk mengakui perbuatannya atau kesalahannya itu, maka petugas


pemeriksa

memperpanjang penderitaan tersangka melalui cara penyiksaan sampai


diperoleh

pengakuan. Setelah petugas selesai melakukan tugasnya, kemudian dia akan

menyampaikan berkas hasil pemeriksaanya kepada pengadilan. Pengadilan


akan

memeriksa perkara tersangka hanya atas dasar hasil pemeriksaan


sebagaimana tercantum

dalam berkas tersebut. Walaupun pada, masa ini telah ada penuntut umum,
namun ia

tidak memiliki peranan yang berarti dalam proses penyelesaian perkara,


khususnya dalam

pengajuan, pengembangan lebih lanjut atau dalam penundaaan perkara yang

Mulai Menulis

Lihat ke Halaman Asli

Blogger Nes
Blogger Indonesia
FO LL OW

Ilmu Bantu Dalam Hukum Pidana


    

12 Februari 2014   03:22 |

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu Bantu Dalam Hukum Pidana

Karena ada perkembangan dalam masyarakat baik dalam bidang tekhnologi informasi,
tekhnologi komunikasi & pengetahuan pada umumnya, maka mempengaruhi perkembangan
perilaku manusia & pemikiran manusia. Dikaitkan dengan tindak pidana maka akan
mempengaruhi atau menyebabkan meningkatnya kulitas atau mutu dari tindak pidana itu
sendiri yang berakibat atau mengakibatkan banyak kasus pidana yang tidak dapat di
selesaikan oleh hukum pidana & hukum acara pidana, maka untuk mengungkap atau
menyelesaikan dibutuhkan displin ilmu lain sehigga upaya hukum acara pidana untuk
mencari kebenaran materiil lebih dapat diharapkan.

ilmu bantu yang dimaksud ialah

Mulai Menulis
Lihat ke Halaman Asli

Blogger Nes
Blogger Indonesia

FO LL OW

Ilmu Bantu Dalam Hukum Pidana


    

12 Februari 2014   03:22 |

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ilmu Bantu Dalam Hukum Pidana

Karena ada perkembangan dalam masyarakat baik dalam bidang tekhnologi informasi,
tekhnologi komunikasi & pengetahuan pada umumnya, maka mempengaruhi perkembangan
perilaku manusia & pemikiran manusia. Dikaitkan dengan tindak pidana maka akan
mempengaruhi atau menyebabkan meningkatnya kulitas atau mutu dari tindak pidana itu
sendiri yang berakibat atau mengakibatkan banyak kasus pidana yang tidak dapat di
selesaikan oleh hukum pidana & hukum acara pidana, maka untuk mengungkap atau
menyelesaikan dibutuhkan displin ilmu lain sehigga upaya hukum acara pidana untuk
mencari kebenaran materiil lebih dapat diharapkan.

ilmu bantu yang dimaksud ialah

1.
2. ilmu logika
Di dalam menangani suatu perkara seorang penegak hukum harus mempelajari prinsip-
prinsip berpikir yang sistematis, logis & rasional sehingga mempunyai kemampuan untuk
mengkorelasikan antara alat bukti yang 1 dengan yang lain dan juga dapat menilai suatu
kewajaran tentang suatu peristiwa.
3. ilmu psikologis
ilmu yang mempelajari jiwa seseorang (jiwa yang sehat) sehingga dengan memahami jiwa
seseorang tsb diharapkan mampu mengungkap keterangan yang selengkap-lenkgapnya dari
pelaku.
4. ilmu psikiatri
o
o Dewasa ini, ilmu ini paling banyak digunakan karena ada kecenderungan pelaku
tindak pidana berpura-pura gila (sakit jiwa) hanya untuk menghindari
pertanggungjawaban pidana

ilmu yang mempelajari jiwa seseorang (jiwa yang sakit) yang bertujuan untuk
menentukan apakah orang tersebut benar-benar sehat jiwanya atau tidak. Dalam
kaitannya dengan hukum Pidana & proses Pidana ini sangat penting untuk dapat atau
tidaknya seseorang di pertanggung jawabkan secara Pidana.

5. ilmu kriminologi
o ilmu yang mempelajari tentang sebab-sebab seseorang melakukan kejahatan
(mencari akar permasalahan). Ini sangat penting dalam proses peradilan pidana
karena ada 2 fungsi pokok, yaitu :
o sebagai upaya preventif mencegah kejahatan
o untuk menentukan, menetapkan jenis sanksi pidana yang sesuai sehingga mendekati
rasa keadilan & kebenaran materiil
6. ilmu kriminalistik
7. Ilmu yang melihat kejahatan sebagai suatu seni mengenai kejahatan itu dilakukan &
dengan apa melakukannya.Di dalam pelaksanaannya ilmu kriminslistik ini dibantu
oleh ilmu-ilmu forensik, yaitu :

Anda mungkin juga menyukai