Anda di halaman 1dari 14

Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bone

Mata Kuliah : Hukum Pidana


Program Studi : HukumTata Negara (Siyasah)
Semester : 3
Dosen Pengampuh : Satriadi, S.H., M.H.

Sejarah Hukum pidana Indonesia


Romawi (Italy) – Francis – Belanda – Indonesia
Menganut paham civil Law
A. Zaman Penjajahan Belanda
1. Romawi Sekarang Italy – kekaisaran Justitianus
a. Coudex : Aturan2 yang dibuat oleh kaisar Sebelum kaisar justitianus
b. Novellae : corpus juris civilis (hukum romawi) adalah aturan yang diundangkan oleh kaisar
justitianus sendiri
Instituti : buku pelajaran untuk yang baru belajar hukum sebagai pengantar bagi mereka
d. Digesta : kumpulan pendapat para juris mengenai preposisi hukum
2. Francis (code penal francis, Napoleon Bonaparte) – 1881 - 1886
3. Belanda crimineel wetbook voor het koninkrijk holland dibuat : 1795 dan berlaku 1809-
1811
wetboek van strafrecht nederlansch indie (WvSNI) – Koninjlik Besluit (Titah Raja) No. 33, 15
Oktober 1915 dan berlaku 1918
B. Zaman Penjajahan Jepang
Pada hakikatnyahukum pidana yang berlaku tidak mengalami
perubahan signifikan
Gun serei melalui Osamu serei nomor 1 Tahun 1942 Pasal 3
semua peraturan sebelumnya tetap berlaku asalkan tidak
bertentangan dengan pemerintahan militer jepang.

C. Zaman Setelah kemerdekaan


Wetboek Van Strafrecht (WvS) dapat dibaca di KUHP : UU No. 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana Indonesia
UU No. 73 Tahun 1958 yang memberlakukan UU No. 1 Tahun
1946 untuk seluruh wilayah indonesia.
KUHP yang kita pakai sekarang adalah konkordansi dari KUHP Belanda.
Pengertian Hukum Pidana

Menurut Sudarto:
Hukum Pidana adalah bagian dari Keseluruhan hukum yang berlaku di
suatu negara yang mengadakan dasar dan aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh
dilakukan, yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi
yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar
larangan tersebut.
2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang
telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat
dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan tersebut.
Menurut Moeljatno:
Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku disuatu negara yang
mengadakan dasar-dasar dan mengatur ketentuan tentang perbuatan yang tidak boleh
dilakukan, dilarang yang disertai ancaman pidana bagi barang siapa yang melakukan. Kapan
dan dalam hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan itu dapat dikenakan sanksi
pidana dan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan.
Menurut Prof. Eddy O.S. Hiariej:
Hukum pidana sebagai aturan hukum dari suatu negara yang berdaulat, berisi perbuatan
yang dilarang atau perbuatan yang diperintahkan, disertai dengan sanksi pidana bagi yang
melanggar atau tidak mematuhi, kapan dan dalam hal apa sanksi pidana itu dijatuhkan dan
bagaimana pelaksanaan pidana tersebut yang pemberlakuannya dipaksakan oleh negara

Salah satu karakteristik hukum pidana yang membedakannya dengan bidang hukum lainnya
adalah adanya sanksi pidana, keberlakuannya dipaksakan oleh negara.
Hukum pidana adalah hukum publik karena mengatur hubungan antara individu dengan
negara.
Pembagian Hukum Pidana
Pembagian hukum pidana meliputi:
Hukum pidana Materiil, keseluruhan yang brisi asas-asas, perbuatan yang dilarang dan diperintahkan
beserta sanksi yang melanggarnya.
Hukum Pidana formil, hukum untuk melaksnakan hukum materiil yaitu proses beracara dalam sistem
peradilan pidana dimulai dari penyelidikan sampai eksekusi putusan pengadilan.
Hukum Pidana objektif/ius poenale perintah dan larangan bagi yang melanggar diancam pidana oleh
badan yang berhak, panitensier, kapan dan dimana berlakunya norma tersebut.
Hukum Pidana subjektif/ ius poenandi adalah hak negara untuk memberikan hukuman terhadap
pelanggaran yang dilakukan
Hukum pidana berdasarkan adresat adalah subjek hukum yang ditujukan oleh suatu peraturan
perundang-undangan.
Hukum pidana umum, ditujukan dan berlaku bagi setiap orang sebagai subjek hukum tanpa ada
perbedaan
Hukum pidana khusus, secara materiil dan formil berada diluar KUHP dan KUHAP diluar kodifikasi. Hukum
pidana khusus dalam undang-undang pidana, hukum pidana khusus bukan dalam undang-undang uhukum
pidana
Hukum pidana nasiona,l dibuat oleh DPR bersama Presiden
Hukum pidana lokal, dibuat oleh DPRD bersama dengan Gubernur atau Walikota Atau Bupati
Hukum pidana internasional berlakunya bersifat universal (seluruh dunia) karena merupakan kejahatan
terhadap masyarakat internasional (delicta jure gentium).
Fungsi Hukum Pidana
Menurut Vos:
Hukum pidana berfungsi untuk melawan kelakuan-kelakuan yang tidak normal.
Menurut Hart:
Fungsi hukum pidana adalah untuk menjaga keteraturan dan kesusilaan umum
serta melindungi warga dari apa yang disebut asusila atau yang merugikan dan
memeberikan perlindungan kepada siapapun.
Menurut Sudarto: membagi dua fungsi hukum pidana umum yaitu mengatur hidup
masyarakat dan menyelenggarakan tata tertib dalam masyarakat. Fungsi hukum
pidana khusus yaitu melindungi kepentingan hukum terhadap perbuatan yang
hendak merusaknya dengan sanksi berupa pidana.
Menurut Prof. Eddy OS. Hiariej:
Fungsi umum hukum pidana adalah untuk menjaga ketertiban umum sedangkan
fungsi khusus hukum pidana, selain melindungi kepentingan hukum juga memeberi
keabsahan bagi negara dalam rangka menjalankan fungsi melindungi kepentingan
hukum.
Istilah dan Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana Terjemahan Strafbaar Feit, peristiwa pidana, perbuatan pidana, perbuatan yang
boleh dihukum, perbuatan yang dapat dihukum, pelanggaran pidana.
Prof. Moeljatno. Memakai istilah perbuatan pidana. Perbuatan pidana adalah perbuatan
yang dilarang oleh suatu aturan hukum, didalamnya larangan, ancaman sanksi pidana bagi
melanggar
simons. Kelakuan (Handeling) yang diancam dengan pidana, kesalahan dan mampu
bertangunngjawab
A. Unsur-unsur Tindak Pidana
a. Adanya Subyek;
b. Kesalahan;
c. Perbuatan bersifat melawan hukum;
d. Suautu tindakan dilarang dan diperintahkan UU;
e. Waktu, tempata dan keadaan tertentu.
Unsur subjektif:
ada subjektif dan ada unsur kesalahan

Unsur objektif:
perbuatannya dilarang atau diperintahkan UU, dilakukan dalam waktu, tempat, dan keadaan
tertentu.
Cara merumuskan tindak pidana
Tiga (3) merumuskan tindak pidana:
a. Mencantumkan semua unsur pokok, kualifikasi, dan ancaman
pidana
cara merupakan cara yang paling sempurna dalam perumusan
tindak pidana
contoh: pembunuhan Pasal 338 KUHP, pencurian Pasal 362 KUHP,
penggelapan Pasal 372 KUHP, penipuan Pasal 378 KUHP.
b. Mencantumkan semua unsur pokok dan mencantumkan ancaman
pidana tanpa kualifikasi;
cara ini tanpa menyebutkan kualifikasi dalam perumusan tindak
pidana, namun kadang2 terhadap suatu rumusandiberi kualifikasi
tertentu.
contoh: laporan palsu Pasal 220 KUHP, sumpah palsu Pasal 242,
penghasutan Pasal 160 KUHP.
c. Mencantumkan kualifikasi dan ancaman pidana tanpa unsur-
unsur.
contoh: penganiayaan Pasal 351 KUHP
A. Jenis-jenis Tindak Pidana
1. Kejahatan dan Pelanggaran
Kejahatan adalah perbuatan sejak awal telah dirasakan sebagai suatu ketidakadilan karena bertentangan
nilai2 masyarakat sebelum ditetapkan UU sebagai tindak pidana(mala in se)
Pelanggaran adalah perbuatan yang ditetaokan UU sebagai suatu ketidak-adilan (mala in prohibita)
2. Delik Formil dan Delik Materiil
Delik formil adalah delik yang menitik beratkan pada tindakan, sedangkan delik materiil adalah delik yang
menitikberatkan pada akibat.
3. Delicta Commisionis, Delicta Omisionis dan Delicta Commisionis Per Ommisionis Commisa
Delicta Commisionis adalahmelakukan perbuatan yang dilarang dalam UU
Delicta Omisionis yaitu tidak melakukan perbuatan yang diperintahkan oleh UU
DelictaCommisionis Per Omnisionis Commisa adalah kelalaian atau kesengajaan terhadap suatu kewajiban
menimbulkan akibat. Contoh. Pasal 359 KUHP.
4. Delik Konkret dan Delik Abstrak
Delik konkret menimbulkan bahaya langsung terhadap korban. Contoh. Pembunuhan
Delik abstrak menitikberatkan bahaya yang masih abstrak sehingga menitikberatkan pada perbuatan.
Contoh. Pasal 160 KUHP.
5. Delik Umum, Delik Khusus dan Delik Politik
Delik umum delik yang dapat dilakukan oleh siapapun, Delik khusus delik yang hanya bisa dilakukan oleh
orang2 dengan kualifikasi tertentu. Delik politik dilakukan berdasarkan keyakinan menentang tertib hukum yang
berlaku.
6. Delik Merugikan dan Delik Menimbulkan Keadaan Bahaya
Delik merugikan dalam melindungi suatu kepentingan hukum individu. Seperti larangan mencuri,
membunuh, menganiaya
Delik menimbulkan kedaan bahaya yang tidak merugikan/menyakiti secara langsung.
7. Delik Berdiri Sendiri dan delik Lanjutan
Arti penting pembagian delik ini dalam penjatuhan pidana. Pada dasarnya semua delik berdiri sendiri,
namun bisa delik tersebut dilakukan secara terus menerus sebagai delik lanjutan.
8. Delik Persiapan, Delik Percobaan, Delik Selesai, Delik berlanjut
Delik persiapan menimbulkan bahaya konkret tapi tidak memenuhi unsur2 delik percobaan. Contoh.
Pasal 110 KUHP.
Delik percobaan sudah mendekati rumusan yang dituju tetapi selesai karena diluar kehendaknya.
Contoh Pasal 53 ayat (1) KUHP
Delik selesai setiap perbuatan yang telah memenuhi semua rumusan delik dalam ketentuan pidana.
Delik berlanjut perbuatan yang menimbulkan suatu keadaan yang dilarang secara berlanjut. Contoh.
Pasal 333 ayat (1) KUHP.
9. Delik Tunggal dan delik Gabungan
hampir semua selik dalam KUHP delik tunggal. Merupakan pelakunya dapat dipidana dengan satu kali
melakkan perbuatan yang dilarang atau diperintahkan.
delik gabung dilihat perbuatan2 pelaku yang releven satu sama lain.
10. Delik Biasa dan Delik Aduan
Delik biasa untuk memproses perkara tersebut tidak dibutuhkan pengaduan. Sedangkan delik aduan
harus ada yang mengadukan baru diproses.
11. Delik Sederhana dan Delik Terkualifikasi
Delik sederhanaadalah delik dalam bentuk pokok sebagaimana dirumuskan oleh pembentuk UU
sedangkan delik terkualifikasi delik pemberatan karena keadaan2 tertentu. contoh Pasal 374 KUHP –
penggelapan dalam jabatan.
12. delik kesengajaan dan Delik Kealpaan
Delik kesengajaan menghendaki bentuk kesalahan berupa kesengajaan dalam rumusan delik.
Sedangkan delik kealpaan menghendaki bentuk kesalahan berupa kealpaan dalam rumusan delik.
B. Waktu dan Tempat Tindak Pidana
waktu terjadinya tindak pidana (tempus delicti) memiliki lima arti
penting.
1. Apakah pada saat perbuatan itu terjadi telah dikualifikasikan tindak
pidana?
2. Apakah pada saat melakukan tindak pidana terdakwa mampu
bertanggungjawab?
3. Apakah pada saat terjadinyaperbuatan pidana telah cukup umur?
4. Terkait daluwarsa. Dihitung mulai hari setelah tindak pidana terjadi.
5. Apakah pada saat dilakukan tindak pidanaada keadaan2 tertentu
yang dapat memperberat pidana. Contoh melakukan tindak pidana pada
saat terjadai bencana alam.
Tempat terjadinya tindak pidana (locus delicti) menentukan apakah
suatu tindak pidana berlaku disuatu tempat berlaku atau tidak. Arti penting
tempus delicti pengadilan mana yang memiliki kompetensi untuk mengadili
suatu perkara.
C. Kemampuan Bertanggungjawab
Elemen pertama dari kesalahan adalah kemampuan bertanggungjawab.
Van Hamel memberi ukuran kemampuan bertanggungjawab meliputi
tiga hal:
1. mampu memahami secara sungguh2 akibat dari perbuatannya;
2. mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan
dengan ketertiban masyarakat;
3. mampu untuk menentukan kehendak berbuat.
kemampuan tersebut bersifat komulatif, apabila salah satu kemampuan
tidak terpenuhi maka seseorang dianggap tidak dapat
dipertanggungjawabkan.
kemampuan bertanggungjawab dalam KUHP tidak dirumuskan secara
positif melainkan dirumuskan secara negatif. Lihat Pasal 44 KUHP.
Asas Legalitas

A. Pengertian Asas Legalitas


Nullum delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali : Suatu perbuatan tidak
dapat dipidana kecuali ada peraturan perundang-undangan yang mengatur
sebelumnya.
Mactheld Boot mengutip pendapat Jesheck dan Weigend ada 4 syarat dalam asas
legalitas:
1. Nullum crime, nulla poena sine lege praevia: tidak ada perbuatan pidana,
tidak ada pidana tanpa UU sebelumnya. Konsekuensinya ketentuan hukum pidana
tidak boleh berlaku surut
2. Nullum crime, nulla poena sine lege scripta: tidak ada perbuatan pidana, tidak
ada pidana tanpa UU tertulis. Konsekuensinya semua ketentuan pidana harus tertulis
3. Nullum crime, nulla poena sine lege certa: tidak perbuatan pidana, tidak ada
pidana tanpa aturan UU yang jelas.konsekuensinya rumusan perbuatan pidanaharus
jelas sehingga tidak bersifat multi tafsir yang dapat membahayakan bagi kepastian
hukum
4. Nullum crime, nulla poena sine lege certa: tidak ada perbuatan pidana, tidak
ada pidana tanpa UU yang ketat. Konsekuensinya secara implisit tidak
memperbolehkan analogi, harus ditafsirkan secara ketat sehingga tidak menimbulkan
perbuatan pidana baru.
B. Dasar Hukum Asas Legalitas
UUD 1945 Pasal 28I
KUHP Pasal 1 ayat 1
C. Sajarah Awal Adanya Asas Legalitas
Asas legalitas diciptakan oleh orang Jerman yaitu Paul Johan Anslem Von
Feurbach (1775-1833) pada tahun 1801.
Zaman Romawi dikenal crime extra ordinaria yaitu perbuatan jahat dan
durjana. Namun tidak disebutkan dalam UU sehingga cenderung dipergunakan
sewenang2 sesuai kehendak raja.
Montesquieu dan Rousseau menuntut kekuasaan raja dibatasi dengan UU
tertulis.
Asas legalitas dirumuskan dalam bahasa latin namun bukan berasal dari
hukum romawi, karena asas legalitas tidak dikenal dalam hukum romawi kuno.
Asas legalitas digunakan karena bahasa latin bahasa dunia hukum digunakan
pada waktu itu. Asas ini diformulasikan oleh Von Ferubachpada awal abad ke-
19 dan merupakan produk dari aliran klasik.

Anda mungkin juga menyukai