HUKUM PIDANA
Disusun oleh:
NPM: 110110200146
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR
2020
A. Pengertian Hukum Pidana
Hukum pidana (materil) menurut Pompe adalah keseluruhan peraturan-peraturan
hukum, yang menunjukkan perbuatan-perbuatan mana yang seharusnya dikenakan
pidana, dan dimana pidana itu seharusnya terdapat. Hukum pidana (formil) menurut
Simons adalah kesemuanya perintah dan larangan yang diadakan oleh negara dan yang
diancam dengan suatu nestapa barang siapa yang tidak menaatinya, kesemuanya aturan
yang menentukan syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan untuk
mengadakan dan menjalankan pidana tersebut.
Menurut Moeljatno, hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang
berlaku di suatu negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan untuk :
1. Criminal Act, menentukan perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang
dilarang, dengan disertai sanksi berupa pidana tertentu bagi barangsiapa
melanggar larangan tersebut. (hukum materil)
2. Criminal Responsibility, menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada
mereka yang telah melanggar larangan-larangan itu dapat dikenakan atau
dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan. (hukum materil)
3. Criminal Procedure, menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana
itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar
larangan. (hukum formil)
B. Pembagian Hukum Pidana
1. Hukum Pidana Objektif (Ius Poenale)
Hukum pidana objektif adalah seluruh peraturan yang memuat
tentang keharusan atau larangan disertai ancaman hukuman bagi yang
melanggarnya. Hukum pidana objektif terbagi dua, yaitu :
a. Hukum Pidana Materiil
Aturan hukum yang mengatur tentang macam-macam perbuatan pidana
dan sanksi pidananya, hukum pidana materiil dibagi dua menjadi :
1). Hukum Pidana Umum, adalah hukum pidana yang diberlaku
bagi semua orang.
2). Hukum Pidana Khusus, adalah hukum pidana yang memuat
aturan tertentu yang diberlakun bagi orang-orang tertentu.
b. Hukum Pidana Formil
Aturan hukum yang mengatur tentang tata cara atau prosedur penegakan
hukum pidana materiil.
2. Hukum Pidana Subjektif (Ius Poeniendi)
Hukum Pidana Subjektif adalah hak negara untuk menghukum seseorang
berdasarkan hukum objektif.
C. Tujuan Hukum Pidana
1. Fungsi Preventif, untuk menakut-nakuti setiap orang agar jangan sampai melakukan
tindak pidana.
2. Fungsi Represif, untuk mendidik orang yang telah melakukan tindak pidana agar
menjadi orang yang baik dan dapat diterima kembali dalam masyarakat.
D. Teori Pemidanaan
1. Teori Absolut atau Pembalasan (vergeldings theorien), mempunyai ciri :
a. Tujuan pidana adalah pembalasan
b. Pembalasan adalah tujuan utama dan di dalamnya tidak mengandung sarana-
sarana untuk tujuan lain seperti kesejahteraan masyarakat
c. Kesalahan moral sebagai satu-satunya syarat untuk pemidanaan
2. Teori Relatif atau Tujuan (doel theorien), mempunyai ciri :
a. Tujuan pidana adalah pencegahan
b. Pencegahan bukan tujuan akhir tetapi sebagai sarana untuk mencapai tujuan
yang lebih tinggi yaitu kesehjetaraan masyarakat
c. Pidana harus ditetapkan berdasarkan tujuannya sebagai alat pencegahan
kejahatan
3. Teori Gabungan (verenigings thorien), menurut teori ini, yang merupakan kombinasi
antara teori absolut dan teori relatif, tujuan penjatuhan pidana karena orang tersebut
melakukan kejahatan dan agar tidak melakukan kejahatan lagi.
E. Asas Berlakunya Hukum Pidana
Pasal 1 KUHP
1). Suatu perbuatan tidak dapat dipidana, kecuali berdasarkan kekuatan ketentuan perundang-
undangan pidana yang telah ada
2). Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan dilakukan, maka
terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkannya.
1. Asas Legalitas
Nullum delictum delictum, nulla poena sine praevia praevia lege poenali :
Tiada delik, tiada hukuman tanpa suatu peraturan yang terlebih dahulu menyebut
perbuatan yang bersangkutan sebagai suatu delik dan yang memuat suatu
hukuman yang dapat dijatuhkan atas delik itu.
2. Asas Larangan Berlaku Surut
Pasal 28 I UUD 1945
Pasal 18 Ayat 2 dan Pasal 18 Ayat 3 UU. No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
Pasal 43 UU. No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
F. Tempus Delicti & Locus Delicti
1. Tempus Delicti
Tempus delicti adalah waktu terjadinya suatu tindak pidana.
Tempus delicti penting diketahui :
1). Kaitannya dengan Pasal 1 KUHP
2). Kaitannya dengan aturan tentang Daluwarsa (Pasal 78 KUHP)
3). Kaitannya dengan ketentuan mengenai pelaku tindak pidana anak (Pasal 45,46,47
KUHP atau UU Pengadilan Anak)
2. Locus Delicti
Terina, T., & Rachman, F. (2020). KONSEP PEMIDANAAN DARI KACAMATA HUKUM
PENITENSIER. ISMAYA PUBLISHING.