Anda di halaman 1dari 9

BEBERAPA MASALAH HUKUM PIDANA

DITINJAU DARI BERBAGAI KUHP ASING

(Resume)

Oleh

ANIZAR AYU PRATIWI


1722011026

PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER HUKUM


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
BAB 3

BEBERAPA MASALAH HUKUM PIDANA DITINJAU DARI BERBAGAI


KUHP ASING

A. Masalah Asas Legalitas

Asas Legalitas dapat dilihat sebagai asas tentang sumber hukum dan asas
tentang ruang berlakunya hukum pidana menurut waktu. Kalau asas legalitas dilihat
sebagai masalah ”sumber/ dasar hukum (dasaar legalisasi dan kriminalisasi)”
biasanya masalah yang muncul adalah:

1. Apakah sumber hukum pidana hanya UU (hukum tertulis)?


2. Apakah hukum yang hidup (tidak tertulis) dapat menjadi sumber hukum?

Kalau asas legalitas dilihat sebagai masalah ruang berlakunya hukum pidana menurut
waktu, umumnya masalah yang muncul adalah:

1. hukum pidana mana yang berlaku pada waktu delik dilakukan ? masalah ini
terkait masalah asal LTD ( lex temporis delicti)- Asas Non-Retroactif.
2. Hukum pidana mana yang berlaku apabila ada perubahan undang-undang?
Apakah UU pidana dapat berlaku surut (masalah retroaktif)

Uraian berikut akan meninjau masalah-masalah di atas dari berbagai KUHP Negara
lain.

1. KUHP Korea

Asas legalitas dalam KUHP Korea dirumuskan dalam Pasal 1 dengan sub
judul Criminality and Punishment yang terdiri dari tiga ayat sebagai berikut:
1) Apa yang merupakan kejahatan dan pidana apa yang diancamkan untuk itu, akan
ditentukan menurut UU yang berlaku pada saat kejahatan itu dilakukan.
2) Apabila suatu UU berubah setelah suatu kejahatan dilakukan dengan akibat
perbuatan itu tidak lagi merupakan suatu kejahatan atau pidana yang diancamkan
menjadi lebih ringan daripada yang ditetapkan UU lama, maka UU baru akan
ditetapkan.
3) Apabila suatu UU berubah setelah pidana yang dijatuhkan (berdasarkan UU itu)
terhadap suatu perbuatan jahat berkekuatan tetap, dengan akibat bahwa perbuatan
itu tidak lagi merupakan suatu kejahatan, maka pelaksanaan pidana itu akan
dibatalkan atau dihapuskan.

Menurut KUHP Korea, UU baru dapat diterapkan berlaku surut (retroaktif) apabila :

1) Ada perubahan UU setelah kejahatan dilakukan


2) Perubahan itu menyebabkan: perbuatan yang bersangkutan tidak lagi merupakan
kejahatan, atau pidana yang diancamkan menjadi lebih ringan.

Jadi perbedaannya dengan KUHP Indonesia terletak pada perumusannya. Di dalam


KUHP Indonesia tidak ada perumusan tegas mengenai arti atau ruang lingkup dari
“perubahan perundang-undangan” sedangkan di dalam KUHP Korea memuat hal
tersebut.

2. KUHP Thailand

Ketentuan mengenai asas legalitas diatur dalam Pasal 2 Aturan Umum Buku I
yang berbunyi sebagai berikut:

“ seseorang hanya akan dipidana apabila perbuatan yang dilakukan olehnya


ditetapkan sebagai tindak pidana dan pidananya dirumuskan oleh UU yang berlaku
pada saat perbuatan itu dilakukan, dan pidana yang dikenakan kepada si pelanggar
adalah pidana sebagaimana yang ditetapkan oleh UU itu. Apabila menurut UU yang
ditetapkan kemudian, perbuatan itu tidak lagi merupakan suatu tindak pidana, orang
yang melakukan perbuatan itu akan dibebaskan sebagai pelaku/pelanggar; dan apabila
ada putusan pemidanaan yang final (berkekuatan tetap) orang itu akan dianggap
belum pernah dipidana untuk perbuatan itu, akan tetapi , apabila ia sedang menjalani
pidana itu, maka pidananya itu akan diakhiri dengan segera”

Dari perumusan pasal 2 ayat (1) di atas, terlihat jelas bahwa KUHP Thailand
pun menganut prinsip lex temporis delicti. Ketentuan ayat 2 mengatur adanya
perubahan UU, khususnya dalam hal UU baru yang menyatakan bahwa perbuatan
yang diatur oleh UU lama tidak lagi merupakan tindak pidana menurut UU baru.
Dalam hal demikian ada dua kemungkinan:

a. Dalam hal belum ada putusan berdasarkan UU lama, maka terdakwa akan
dibebaskan sebagai pelanggar (karena menurut UU baru perbuatannya tidak
lagi tindak pidana)
b. Dalam hal sudah ada putusan pemidanaan yang final (berkekuatan hukum
tetap) berdasarkan UU lama, maka:
- Apabila pidana belum dijalani atau dilaksanakan, terdakwa dianggap
sebagai belum pernah dipidana
- Apabila terdakwa sedang menjalani pidana itu (sebagian) pidananya (yang
selebihnya itu) akan segera dihentikan atau diakhiri.

dalam hal terdakwa sudah diputus berdasarkan UU lama, maka pasal 3


menentukan hal-hal sebagai berikut:

- Apabila pidana yang dijatuhkan lebih berat daripada ancaman pidana


menurut UU baru, maka pengadilan akan menentukan kembali ( re-
determining) pidana sesuai dengan UU baru. Dalam menentukan kembali
pidana itu, pengadilan dapat menetapkan pidana yang lebih ringan
daripada pidana minimum menurut UU baru, atau apabila pidana yang
telah dijalani oleh si pelanggar itu dianggap telah cukup, pengadilan dapat
melepaskannya.
- Apabila terdakwa dijatuhi hukuman mati (menurut UU lama) tetapi
menurut UU baru seharusnya yang dikenakan tidak seberat pidana mati,
maka eksekusi pidana mati itu akan ditunda. Dan dianggap bahwa pidana
mati itu diganti dengan pidana terberat menurut UU baru.

3. KUHP ESTONIA

Perumusan asas legalitas dalam KUHP Estonia diatur dalam ketentuan 5 yang
mengatur tentang “waktu berlakunya hukum pidana” (Temporal applicability of
penal law) yang berbunyi:

1) Pidana dijatuhkan sesuai dengan UU yang berlaku pada waktu delik dilakukan
2) UU yang menghapuskan dapat dipidananya suatu perbuatan, mengurangi
pidana atau lainnya yang meringankan seseorang, mempunyai pengaruh
retroaktif (dapat berlaku surut)
3) UU yang menyatakan suatu perbuatan dapat dipidana, memperberat pidana
atau yang lainnya yang membuat kondisi seseorang lebih buruk atau
menderita, tidak mempunyai pengaruh retroaktif (tidak dapat berlaku surut)
4) Tindak pidana terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang dapat dipidana
terlepas dari waktu atau kapan tindak pidana itu dilakukan.

4. KUHP SUDAN

Perumusan asas legalitas terlihat dalam section yang mengatur tentang “Pidana Untuk
Tindak Pidana yang Dilakukan dalam Wilayah Sudan Baru” \

Section-3 Punishment of Offences Commited within the New Sudan


1) Setiap orang dapat dipidana berdasarkan KUHP ini untuk setiap perbuatan
(berbuat atau tidak berbuat) yang bertentangan dengan KUHP ini dan
dilakukan dalam wilayah Sudan baru.
2) Dalam penerapan KUHP ini, pengadilan dapat mempertimbangkan hukum
kebiasaan yang ada dan praktik yang berlaku di tiap wilayah
3) Untuk tujuan KUHP ini yang dimaksud dengan Sudan Baru meliputi wilayah
daratan, batas perairan, dan semua kapal dan pesawat Sudan Baru di manapun
berada.

B. MASALAH KESALAHAN

1. Asas Kesalahan

Perumusan asas kesalahan terlihat dalam perumusan mengenai pertanggungjawaban


pidana (criminal responsibility/liability), khususnya yang berkenaan dengan masalah
kesenjangan dan kealpaa. Untuk jelasnya berikut ini dikemukakan perumusan di
berbagai Negara sebagai berikut:

a. Dalam KUHP Uni Soviet (1958) ada pasal khusus yang merumuskan secara
tegas The Basis of Criminal Responsibility (Dasar Pertanggungjawaban
Pidana), dalam pasal 3 yang berbunyi: “hanya orang yang bersalah melakukan
kejahatan, yaitu orang yang dengan sengaja atu dengan kealpaan melakukan
suatu perbuatan yang berbahaya bagi masyarakat yang ditetapkan oleh
undang-undang pidana, dapat dipertimbangkan untuk pertanggung jawaban
pidana dan dipidana”
b. KUHP Republik Demokrasi Jerman 1968 menyatakan di dalam Pasal II
aturan Umum antara lain: “ penerapan hukum pidana yang tepat menuntut,
bahwa setiap tindak pidana diusut dan orang yang bersalah
dipertanggungjawabkan”
c. KUHP Greenland 1954 mengaturnya dalam aturan umum mengenai
penerapan sanksi yang dinyatakan dalam pasal 86 yaitu: “ berdasarkan
penemuan kesalahan, pengadilan akan menunjuk atau menyatakan mana
diantara satu atau beberapa sanksi di atas (pasal 85) yang akan dikenakan
kepada si pelaku tindak pidana”
d. Dalam salah satu pasal mengenai Criminal Liability Criminal Liability,
KUHP Thailand 1956 merumuskan dalam pasal 59 antara lain sebagai
berikut: “ seseorang hanya akan dipertanggungjawabkan apabila ia melakukan
suatu perbuatan dengan sengaja, kecuali dalam hal:
- Undang-undang menetapkan bahwa ia harus dipertanggungjawabkan
apabila ia melakukan suatu perbuatan dengan kealpaan.
- Undang-undang secara jelas menetapkan bahwa ia harus
bertanggungjawab walaupun ia melakukan perbuatan tidak dengan
sengaja.
-
2. Pengertian Kesengajaan dan Kealpaan

Pengertian Kesengajaan menurut KUHP Negara lain:

a. KUHP Thailand: “melakukan suatu perbuatan dengan sengaja adalah


melakukan suatu perbuatan secara sadar pada saat yang sama si pembuat
menghendaki atau dapat memperkirakan atau mengetahui lebih dahulu akibat
dari perbuatan yang demikian itu”
b. KUHP Polandia: “ suatu tindak pidana dilakukan dengan sengaja apabila si
pelanggar mempunyai kesengajaan untuk melakukan perbuatan yang terlarang
itu, yaitu ia menghendaki terjadinya perbuatan itu atau walaupun ia telah
memperkirakan atau mengetahui kemungkinan terjadinya perbuatan itu ia
tetap mendamaikan atau menentramkan hatinya terhadap hal itu ( Maksudnya:
ia membiarkan atau menyetujui terjadinya kemungkinan itu)
c. KUHP Soviet: KUHP Soviet tidak merumuskan secara tersendiri pengertian
dengan sengaja, namun ada pasal yang merumuskan pengertian kejahatan
yang (sengaja) direncanakan lebih dahulu ( premeditated crime ) yaitu dalam
pasal 8 sebagai berikut: “ suatu kejahatan dipandang telah dengan sengaja
direncanakan terlebih dahulu apabila orang yang melakukan perbuatan itu
mengenal atau mengetahui sifat bahaya sosial dari perbuatannya atau tidak
berbuatnya (kelalaiannya) dapat mengetahui atau membayangkan lebih dahulu
akibat-akibat yang berbahaya bagi masyarakat dan menghendaki atau secara
sadar menyetujui akibat-akibat serupa itu.

Pengertian Kealpaan menurut KUHP Negara lain

a. KUHP Thailand ( Pasal 59 paragraf 4): “ melakukan perbuatan dengan


kealpaan ialah melakukan suatu tindak pidana tidak dengan sengaja, tetapi
tanpa melakukan penghati-hati sebagaimana seharusnya diharapkan (dapat
dilakukan) dari orang yang berada dalam kondisi dan keadaan serupa itu,
sedangkan si pelaku dapat melakukan penghati-hatian seperti itu, tetapi ia
tidak berbuat demikian secukupnya”
b. KUHP Soviet (Pasal 9): “ suatu kejahatan dilakukan dengan kealpaan apabila
orang yang melakukannya mengetahui sebelumnya kemungkinan akibat
bahaya sosial dari perbuatannya atau dari tidak berbuatnya dengan tidak
memikirkan (mengabaikan) pencegahannya, atau apabila orang itu tidak dapat
membayangkan atau menduga kemungkinan akibat itu walaupun ia dapat dan
seharusnya atau sepatutnya telah dapat membayangkan kemungkinan itu”.
c. KUHP Yugoslavia (Pasal 7 ayat 3): “suatu tindak pidana dilakukan dengan
kealpaan apabila si pelaku sadar bahwa suatu akibat terlarang mungkin terjadi,
tetapi secara sembrono ia menganggap bahwa hal itu tidak akan terjadi atau ia
menganggap akan dapat mencegahnya; atau bahwa ia tidak menyadari
kemungkinan terjadinya akibat terlarang itu padahal berdasarkan keadaan dan
kemampuan pribadinya ia seharusnya atau sepatutnya dapat menyadari
kemungkinan itu.

Anda mungkin juga menyukai