Anda di halaman 1dari 15

Pengertian Pidana

http://repository.untag-sby.ac.id/1713/2/Bab%20II.pdf

https://news.detik.com/berita/d-5997205/hukum-pidana-adalah-apa-ini-pengertian-menurut-para-
ahli

Pengertian dari istilah Hukum Pidana berasal dari Belanda yaitu Straafrecht,

straaf : dalam arti Bahasa Indonesia adalah Sanksi, Pidana, Hukuman.

rechtdalam : arti Bahasa Indonesia adalah Hukum.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (bahasa Belanda Wetboek van Stafrecht, umum
dikenal sebagai KUH Pidana atau KUHP) adalah peraturan perundang.

Pengertian Hukum Pidana Menurut Para Ahli

Menurut pakar Hukum dari Eropa yaitu Pompe, menyatakan bahwa Hukum Pidana adalah
keseluruhan aturan ketentuan Hukum mengenai perbuatan-perbuatan yang dapat dihukum
dan aturan pidananya.

1. Mezger: hukum pidana adalah aturan hukum, yang mengikatkan kepada suatu perbuatan
yang memenuhi syarat-syarat tertentu dan menimbulkan suatu akibat yang berupa pidana.

2. Simons: hukum pidana adalah keseluruhan larangan atau perintah yang oleh negara
diancam dengan nestapa yaitu suatu pidana apabila tidak ditaati, dengan syarat-syarat
tertentu dan memberikan dasar untuk penjatuhan dan penerapan pidana.

3. Van Hamel: hukum pidana adalah keseluruhan dasar dan aturan yang dianut oleh negara
dalam kewajibannya untuk menegakkan hukum, yakni dengan melarang apa yang
bertentangan dengan hukum dan mengenakan suatu nestapa (penderitaan) kepada yang
melanggar larangan itu.

Menurut Moeljatno mengatakan bahwa, Hukum Pidana adalah bagian dari


keseluruhanhukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasar-dasar dan aturan-
aturan untuk:
1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,
dengan disertai ancaman atausanksi yang berupapidana tertentu bagi barang siapa
melanggar larangan tersebut.

2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar
larangan-larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah
diancamkan.

3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila
ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

https://news.detik.com/berita/d-5997205/hukum-pidana-adalah-apa-ini-pengertian-menurut-
https://www.academia.edu/25777945/SEJARAH_HUKUM_PIDANApara-ahli

Sejarah Hukum Pidana Di Indonesia

Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik Indonesia baru dilakukan pada tanggal 20
September 1958, dengan diundangkannya UU No. 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan
Berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan
Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 1 UU No. 7 Tahun 1958
yang berbunyi: “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan
Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.” Jadi, per
tanggal 1 Januari 2013, KUHP tersebut sudah berlaku selama 95 (sembilan puluh lima) tahun

Zaman Indonesia merdeka utk menghndari kekosongan hukum berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945 bahwa semua perUUan yg ada masih berlaku selama belum diadakan
yg baru maka diundangkanlah UU NO 1 TAHUN 1946 yang kita kenal dg sebuta KUHP.

Sejarah hukum pidana dibelanda

Belanda berdasarkan perjalanan sejarah merupakan wilayah yang berada dalam kekuasaan
kekaisaran prancis .
Dibelanda mulai adanya gerakan untuk membuat perundang undangan hukum pidana yaitu
pada tahun 1795.

Penjajahan prancis tahun 1811 memberlakukan penal C.P perancis,penghapusan pidana


mati uu 17 september 1870 stb no.162

Pada masa penjajahannya, Belanda berusaha mengodifikasikan hukum pidana dg


diundangkannya Koninlijk Besluitn 10 februari 1866, Wvs dikonkordinasikan dg Code Penal

Perancis yg sedang berlaku di Belanda.

KUHP yang sekarang diberlakukan adalah KUHP yang bersumber dari hukum kolonial
Belanda, yakni Wetboek van Strafrecht voor Nederlands-Indië sebagai pengganti code penal
( C.P ) warisan dari napoleon.

Pengesahannya dilakukan melalui Staatsblad Tahun 1915 nomor 732 dan mulai berlaku
sejak tanggal 1 Januari 1918. Ruang Lingkup Hukum Pidana

Ruang Lingkup Hukum Pidana

https://bantuanhukum-sbm.com/artikel-ruang-lingkup-hukum-pidana

https://www.baliadvocate.com/artikel/ruang-lingkup-berlakunya-hukum-pidana/

Ruang lingkup hukum pidana yang luas, meliputi hukum pidana materiil (substantive) dan
hukum pidana formil (hukum acara pidana).

Berdasarkan klasifikasinya hukum pidana juga dibagi menjadi 2, yaitu; hukum pidana umum
dan hukum pidana khusus.

Batasan Hukum Pidana Material dan Hukum Pidana Formal


Menurut Moeljatno yang disebut dengan hukum pidana materil itu, apa yang telah
dirumuskannya, sebagai berikut:

* Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang,


dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bai barangsiapa
melanggar larangan tersebut.

* Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.

Sedangkan yang dinamakan hukum pidana formil, menurut Moeljatno, adalah yang ke-3,
yaitu; menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana dapat dilaksanakan apabila
ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut.

Moeljatno, lebih lanjut menjelaskan bahwa rumusan yang ke-1 mengenai perbuatan pidana
(criminal act) dan yang ke-2 adalah mengenai pertanggungjawaban pidana (criminal liability
atau criminal responsibility), maka, kedua rumusan tersebut dinamakan hukum pidana
material (substantive criminal-law). Sebaliknya hukum pidana formal (criminal procedure,
hukum acara pidana) yaitu; mengenai bagaimana cara atau prosedurnya untuk menuntut ke
muka pengadilan orang-orang yang disangka melakukan perbuatan pidana.

Lazimnya jika disebut hukum pidana saja, maka yang dimaksud adalah hukum pidana
material.

Van Bemmelen, seperti yang dikutip Andi Hamzah, “Ilmu Hukum Acara Pidana mempelajari
peraturan-peraturan yang diciptakan oleh negara, karena adanya pelanggaran undang-
undang pidana, yaitu sebagai berikut:

* Negara melalui alat-alatnya menyidik kebenaran.

* Sedapat mungkin menyidik pelaku perbuatan.

* Mengambil tindakan-tindakan yang perlu guna menangkap si pembuat dan kalau perlu
menahannya.

* Mengumpulkan bahan-bahan bukti (bewijsmateriaal) yang telah diperoleh pada


penyidikan kebenaran guna dilimpahkan kepada hakim dan membawa terdakwa kepada
hakim tersebut.

* Hakim memberi keputusan tentang terbukti tidaknya perbuatan yang dituduhkan kepada
terdakwa dan untuk itu menjatuhkan pidana atau tindakan tata tertib.
* Upaya hukum untuk melawan keputusan tersebut.

* Akhirnya melaksanakan keputusan tentang pidana dan tindakan tata tertib.

Pada dasarnya ada 2 hal yang menyangkut berlakunya hukum pidana yaitu

berdasarkan Waktu dan Tempat Berlakunya Hukum Pidana.

1. Berlakunya Hukum Pidana Menurut Waktu

Asas Nullum Delictum Nulla Poena Sine Pruevia Lege Punali

Mengenai dilarang dan diancamnya suatu perbuatan,yaitu mengenai criminal act terdapat
dasar yang pokok, yaitu asas legalitas (principle of legality ) asas yang menentukan bahwa
tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana jika tidak ditentukan terlebih
dahulu dalam perundang undangan.

Asas ini dikenal dengan bahasa latin “ Nullum Delictum Nulla Poena Sine Lege Punali “ yang
artinya “ tidak ada delik, tidak ada pidana tanpa undang undang hukum pidana terlebih
dahulu. Ucapan ini berasal dari Anselm von Feuerbach, seorang sarjana hokum pidana
jerman (1775 – 1833) dalam bukunya yang berjudul “ Lehrbuch des Peinlichen Rech “
(1801). Perumusan asa legalitas ini dalam bahasa latin dikemukakan sehubungan dengan
teorinya “ Von Psycologischen Zwang “ (paksaan psikologis). Teori ini menganjurkan supaya
dalam menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang dalam peraturan bukan saja tentang
perbuatan yamg harus ditulis oengan jelas tetapi juga tentang macamnya pidana yung
diancamkan.

Asas Retroaktif

Peraturan undang-unndang itu harus sudah ada sebelum tindak pidana itu terjadi, artinya
peraturan pidana tidak boleh berlaku surut ( retroaktif ).

Dasar pemikirannya adalah untuk menjamin kebebasan individu terhadap kesewenang-


wenangan penguasa dan peradilan, selain itu juga dengan adanya pendirian yang
berhubungan dengan pendapat bahwa pidana itu merupakan paksaan psikis (psycologische
dwang). Aturan tentang tidak berlaku surutnya suatu peraturan pidana ini dapat diterobos
oleh pembentuk undang-undang, sebab aturan itu cuma tercantum dalam undang-undang
biasa, jadi apabila pembentik undang-undang menyatakan suatu undang-undang berlaku
surut, merupakan sepenuhnya wewenang dari pembentuk undang-undang dalam hal ini
berlaku asas “ Lex posterior derogat legi piori “, artinya dalam hal tingkatan peraturan itu
sama, maka peraturan yang ditetapkan kemudian mendesak peraturan terdahulu. (
Sudarto.1990 ; 25 ).

Asas lex tempores delicti yang menimbulkan larangan berlaku retro aktif bagi peraturan
pidana ini ada pengecualiannya seperti tertera pada pasal 1 ayat 2 yang menyatakan bahwa
jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan di dalam perundang-undangan dipakai
peraturan yang paling ringan bagi terdakwa.Jadi menurut pasal ini dimungkinkan suatu
peraturan pidana berlaku surut.Pengecualian terhadap asas ini terdapat pula dalam
rancangan KUHP pasal 2 yang berbunyai “ Jika terdapat perubahan peraturan undang-
undang setelah perbuatan terjadi,maka diterapkan peraturan tang paling menguntungkan “.
Apakah arti perubahan dalam perundang-undangan ? Ada beberapa pandangan:

a. Ajaran Formil

Menurut Simons ada perubahan apabila ada perubahan dalam teks undang-undang pidana
sendiri.Perubahan dalam undang-undang lain bukanlah perubahan seperti yang dimaksud
seperti dalam pasal 1 ayat 2 KUHP.

b. Ajaran Materil Terbatas

Tiap perubahan dalam perundang-undangan digunakan untuk keuntungan terdakwa.


Kapankah suatu peraturan itu disebut meringankan atau menguntungkan terdakwa?
Pengertian paling ringan atau paling menguntungkan itu harus diartikan seluas-luasnya, dan
tidak hanya mengenai pidananya saja, melainkan mengenai segala sesuatu dari peraturan
itu yang mempunyai pengaruh terhadap penilaian suatu tindak pidana. Penentuan harus
dilakukan in concreto dan tidak in abstracto. Misalnya terdapat suatu delik, pidananya
diperberat, akan tetapi delik itu dijadikan delik aduan. Manakah yang menguntungkan
terdakwa? Ini tergantung pada keadaan yang kongkrit apakah ada pengaduan atau tidak.
Kalau tidak ada pengaduan aturan baru yang berlaku berarti bahwa terdakwa dituntut,
sebaliknya kalau ada pengaduan maka peraturan lama yang diterapkan karena pidananya
lebih ringan ( Sudarto 1990; 26-29 ).

2. Ruang Lingkup Berlakunya Ketentuan Pidana Menurut Tempat


Pembentukan undang-undang dapat berlakunya undang-undang yang
dibuatnya.pembentuk undang-undang pusat dapat menetapkan berlakunya undang-undang
pidana terhadap tindak pidana atau di luar wilaytah Negara, sedangkan pembentukan
undang-undang daerah hanya terbatas pada daerahnya masing-masing.

Dari sejarah hukum pidana dapat diketahui bahwa sudah sejak lama orang mengenal apa
yang oleh Mayer disebut elementen princip, atau yang oleh Van Hamel disebut
grondbeginsel, yang kedua-duanya dapat diterjemahkan dengan “asas dasar yang
menentukan” pada waktu mengadili seseorang yang dituduh telah melakukan tindak
pidana. Hakim tidak dibenarkan memberlakukan undang-undang pidana lain kecuali yang
berlaku di negaranya sendiri. Tetapi sekarang orang harus mengakui kenyataan bahwa sulit
untuk memberlakukan asas dasar tadi tanpa penyimpangan sedikitpun. Bagaimana caranya
agar pelakuntindak pidana itu dapat diadili oleh hakim seperti yang dimaksud dalam asas
dasar terdebut (memberlakukan undang-undang negaranya sendiri?) untuk memecahkan
persoalan tersebut di dalam doktrin dikenal beberapa asas yang bias disebut sebagai: “Asas-
asas tentang berlakunya undang –undang pidana menurut tempat”

Ruang Lingkup Berlakunya Undang-undang KUHAP

yang kita kenal dan pelajari sekarang adalah merupakan kodifikasi dan unifikasi yang
lengkap, yang meliputi seluruh proses pidana dari awal untuk mencari kebenaran dari suatu
tindak pidana, sampai pada tingkat kasasi, bahkan juga mengatur tentang Penijauan
Kembali (PK). Sebelum KUHAP, berlaku Inlandsh Reglement (IR), kemudian Herziene
Inlandsh Reglement (HIR), yang pada mulanya hanya berlaku untuk Jawa dan Madura, yang
meliputi pemeriksaan di pengadilan tingkat pertama (Landraad), tidak ada peraturan
mengenai acara tingkat banding, apalagi Kasasi. Sesudah Indonesia merdeka terbitlah
Undang-undang Nomor 1 (drt) Tahun 1951 yang menyatakan HIR berlaku untuk seluruh
wilayah Indonesia, meskipun tetap berlaku pula untuk beracara hanya di tingkat pertama
pengadilan negeri.

Bab II KUHAP Pasal 2:

“Undang-undang ini berlaku untuk melaksanakan tata cara peradilan dalam lingkungan
peradilan umum pada semua tingkat peradilan” Yang dimaksud dengan undang-undang, di
situ adalah undang-undang Hukum Acara Pidana sebagaimana yang telah diundangkan
dengan UU No.8 Tahun 1981 sebagai Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
dan berlakunya KUHAP ini dengan PP.No.27 Tahun 1983.
Asas-Asas Hukum Pidana

https://menuruthukum.com/2020/05/07/asas-asas-hukum-pidana/

Hukum pidana adalah bagian dari keseluruhan hukum yang berlaku di suatu negara, yang
mengadakan dasar-dasar dan aturan-aturan untuk :

Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan, yang dilarang, dengan
disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa melanggar
langgar tersebut.

Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan-
larangan itu daat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan.
(hukum pidana materiil)

Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada
orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. (Hukum acara pidana).

1.Asas Legalitas

Asas ini berkaitan dengan seseorang itu tidak dapat dikenakan suatu sanksi pidana selama
tindak kejahatan yang dilakukan itu tidak terdapat dalam KUHP sebagaimana di jelaskan
pasal 1 ayat (1) yang berbunyi :” tidak ada perbuatan apapun yang dapat dipidana kecuali
atas kekuatan aturan pidana perundang-undangan yang sudah dicantumkan.”

Dari penjelasan tersebut diatas bahwa asas legalitas dalam pasal 1 ayat (1) KUHP
mengandung tiga pokok pengertian yakni :

Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak
diatur dalam suatu pera-turan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu, jadi harus
ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan;

Untuk menentukan adanya peristiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh menggunakan
analogi; dan Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku
surut (Asas yang melarang keberlakuan surut suatu undang-undang). Surut adalah suatu
hukum yang mengubah konsekuensi hukum, terhadap tindakan yang dilakukan atau status
hukum fakta-fakta dan hubungan yang ada sebelum suatu hukum diberlakukan
2. Asas Teritorialitas

Asas ini sebenarnya berlaku pada hukum internasional karna asas ini sangat penting untuk
menghukum semua orang yang berada di Indonesia yang melakukan tindak pidana yang
dilakukan oleh orang tersebut baik dilakukan di Indonesia maupun di luar. Akan tetapi asas
ini berisi asas positif yang dimana tempat berlaku seorang pidana itu berdiam diri.

Sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 2 KUHP berbunyi :

”ketentuan pidana dalam perundang-undangan di indonesia diterapkan bagi setiap orang


melakukan tindak pidana di Indonesia.”

Dan dalam pasal 3 KUHP juga berbunyi :”ketentuan pidana dalam perundang-undangan
Indonesia berlaku bagi setiap orang yang diluar wilayah Indonesia melakukan tindak pidana
didalam kendaraan air atau pesawat Indonesia.”

3. Asas Nasional Aktif (Asas Personalitas)

Asas ini membahas tentang KUHP terhadap orang-orang Indonesia yang melakukan tindak
pidana diluar negara Indonesia. Dalam hukum internasional hukum ini disebut asas
Personalitas. Akan tetapi hukum ini tergantung dengan perjanjian bilateral antar negara
yang membolehkan untuk mengadili tindak pidana tersebut sesui asal negaranya. Terdapat
dalam Pasal 5 KUHP :

1. Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia
yang melakukan di luar Indonesia:

a. satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II Buku Kedua, dan dalam pasal-pasal
160,161,240,279,450, dan 451;

b. Suatu perbuatan terhadap suatu yang dipandang sebagai kejahatan meurut ketentuan
pidana dalam undang-undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.
2. Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada huruf b boleh juga
dilakukan, jika tersangka baru menjadi warga negara Indonesia setelah melakukan
perbuatan itu.

4. Asas Nasional Pasif (Asas Perlindungan)

Asas ini memberlakukan KUHP terhadap siapapun baik WNI ataupun warga negara asing
yang melakukan perbuatan tindak pidana diluar negara Indonesia sepanjang erbuatan
tersebut melanggar kepentingan negara Indonesia.

Terdapat dalam Pasal 4 KUHP :

Ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia diterapkan bagi setiap orang yang
melakukan di luar Indonesia:

salah satu kejahatan berdasarkan pasal-pasal 104, 106, 107,108,dan 131.

suatu kejahatan mengenai mata uang atau uang kertas yang dikeluarkan oleh negara atau
bank, ataupun mengenai meterai yang dikeluarkan dan merek yang digunakan oleh
Pemerintah Indonesia.

pemalsuan surat hutang atau sertifikat hutang atas tanggungan Indonesia, atas tanggungan
suatu daerah atau bagian daerah Indonesia, termasuk pula pemalsuan talon, tanda dividen
atau tanda bunga, yang mengikuti surat atau sertifikat itu, dan tanda yang dikeluarkan
sebagai pengganti surat tersebut, atau menggunakan surat-surat tersebut di atas, yang
palsu atau dipalsukan, seolah-olah asli dan tidak dipalsu;

salah satu kejahatan yang tersebut dalam pasal-pasal 438, 444 sampai dengan 446 tentang
pembajakan laut dan pasal 447 tentang penyerahan kendaraan air kepada kekuasaan bajak
laut dan pasal 479 huruf j tentang penguasaan pesawat udara secara melawan hukum, pasal
479 huruf I, m, n, dan o tentang kejahatan yang mengancam keselamatan penerbangan sipil.

5. Asas Universalitas

Asas universalitas ini biasanya berkaitan dengan asas kemanusiaan, dalam arti sipelaku
tindak pidana ini akan dikenakan pidana yang berlaku dengan tempat atau dimana ia
berhenti seperti tindak pidana terorisme yang dimana kasus ini telah melibatkan semua
negara atau semua negara telah bersepakat jika hal yang demikian itu merupakan tindak
pidana
6. Asas Tidak Ada hukuman Tanpa Kesalahan (Geen Straf Zonder Schuld)

Asas ini mempunyai makna yang sama dengan makna asas Legalitas itu sendiri sehingga asas
ini dibekukan kedalam satu asas yang fundamental yaitu menjadi asas Legalitas. Asas Tiada
Pidana Tanpa Kesalahan atau Asas Kesalahan mengandung pengertian bahwa seseorang
yang telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan hukum pidana yang
berlaku, tidak dapat dipidana oleh karena ketiadaan kesalahan dalam perbuatannya
tersebut.

Asas ini termanifestasikam dalam pasal 6 ayat (2) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman, yang menentukan bahwa :

“Tidak seorang pun dapat dijatuhi pidana, kecuali apabilapengadilan karena alat pembuktian
yang sah menurut undang-undang, mendapat keyakinan bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab, telah bersalahatas perbuatan yang didakwakan atas dirinya”.

Jenis Hukum Pidana

https://penerbitbukudeepublish.com/materi/hukum-pidana/

Hukum pidana ternyata punya turunan atau jenis hukum di dalamnya.

Jenisnya ada dua, yaitu hukum pidana umum dan hukum pidana khusus :

Hukum pidana umum mengacu pada hukum pidana yang berlaku untuk setiap masyarakat
(berlaku terhadap siapapun tanpa mempedulikan golongan, status, dan lain sebagainya).

Sumber hukum pidana jenis ini adalah bersumber dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana
(KUHP) baik KUHP tentang ketentuan umum, KUHP kejahatan, serta KUHP tentang
pelanggaran.

hukum pidana khusus merujuk pada aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari
hukum pidana umum serta berlaku khusus bagi orang-orang tertentu.
Menyimpang dari hukum pidana umum maksudnya ketentuan tersebut hanya berlaku untuk
subyek hukum tertentu dan hanya mengatur tentang perbuatan tertentu.

Jenis-jenis Hukum Pidana

Hukum pidana dibagi menjadi dua, yaitu hukum pidana materiil dan hukum pidana formil.

Berikut penjelasannya:

1. Hukum pidana materill yaitu memuat aturan-aturan yang menetapkan dan merumuskan
perbuatan-perbuatan yang dapat dipidana, aturan-aturan yang memuat syarat-syarat untuk
dapat menjatuhkan pidana dan ketentuan mengenai pidana. Hukum pidana materiil diatur
dalam KUHP.

2. Hukum pidana formil yaitu mengatur bagaimana negara dengan perantaraan alat
perlengkapan melaksanakan haknya untuk mengenakan pidana. Hukum pidana formil bisa
juga disebut Hukum Acara Pidana yang dimuat dalam UU Nomor 8 Tahun 1981 tentang
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Hukum pidana juga dapat dibagi lagi menjadi hukum pidana umum dan hukum pidana
khusus, yaitu:

1. Hukum Pidana Umum, memuat aturan-aturan hukum pidana yang berlaku bagi setiap
orang, misalnya KUHP, Undang-Undang Lalu Lintas (UULL) dll

2. Hukum Pidana Khusus, memuat aturan-aturan hukum pidana yang menyimpang dari
hukum pidana umum yang berkaitan dengan golongan-golongan dengan jenis-jenis
perbuatan tertentu, misalnya:

3. - hukum pidana militer

4. - hukum pidana fiskal

5. - hukum pidana ekonomi

6. - hukum pidana korupsi


Sifat Hukum Pidana

https://penerbitbukudeepublish.com/materi/hukum-pidana/

Sebagaimana yang sudah disebutkan sebelumnya, hukum pidana merupakan bagian dari
hukum publik.

Oleh karenanya, sifat dalam hukum pidana adalah bersifat publik dan mengatur hubungan
antara warga masyarakat dengan negara.

Sifat ini berbeda dengan hukum perdata yang bersifat privat dan hanya menyangkut
kepentingan perorangan.

Dalam menentukan kaidah-kaidah dalam hukumnya, hukum pidana juga memiliki


karakteristik sendiri.

Hukum pidana tidak memiliki kaidah sendiri melainkan mengambil kaidah-kaidah dalam
hukum lain seperti hukum tata negara, hukum perdata, dan sebagainya.

Hukum pidana dalam hal sebagai alat kontrol sosial juga cenderung memiliki sifat subsider
(bersifat pengganti) yang mana hukum pidana hendaknya berlaku atau dipergunakan
apabila usaha-usaha melalui hukum lain dianggap kurang memadai.

Pertanggung jawaban Pidana dan Sanksi Pidana

http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/12507/G.%20BAB%203.pdf?sequ
ence=5&isAllowed=y

Kemampuan bertanggung jawab merupakan salah satu unsur kesalahan yang tidak dapat
dipisahkan dengan dua unsur tindak pidana lain. Kemampuan bertanggung jawab dalam
istilah Bahasa Belanda adalah Toerekeningsvatbaar.

Pertanggungjawaban yang merupakan inti dari kesalahan yang dimaksud di dalam hukum
pidana adalah pertanggungjawaban menurut hukum pidana.

Tanggung jawab pidana dalam istilah asing disebut juga sebagai criminal responsibility yang
menjurus kepada pemidanaan pertindak dengan maksud untuk menentukan apakah
seorang terdakwa atau tersangka dipertanggung jawabkan atas suatu tindak pidana yang
terjadi atau tidak.Setiap orang yang melakukan tindak pidana tidak dengan sendirinya harus
dipidana.

tanggung jawab pidana.Pertanggung jawaban pidana lahir dengan diteruskannya celaan


(vewijbaarheid) yang objectif terhadap perbbuatan yang dinyatakan sebagai tindak pidana
yang berlaku, dan secara subjektif kepada pembuat tindak pidana yang memenuhi
persyaratan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya.

Pasal 44 ayat (1) KUHP justru merumuskan tentang mengenai keadaan, kapan seseorang
tidak mampu bertanggung jawab agar tidak dipidana,

artinya merumuskan perihal kebalikan (secara negative) dari kemampuan bertanggung


jawab. Sementara kapan orang bertanggung jawab, dapat diartikan kebalikannya, yaitu
apabila tidak terdapat tentang dua keadaan jiwa sebagaimana yang diterangkan pasal 44
KUHP.

Pertanggungjawaban pidana adalahMenyangkut persoalan, apakah orang yang melakukan


perbuatan (tindak pidana) dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya (tindak

pidana) dapat mempertanggungjawabkan perbuatannya (tindak pidana yang telah


dilakukan).

Pertanggungjawaban pidana melekat pada orang bukan pada perbuatan atau tindak
pidana.Dikatakan dapat mempertanggungjawabkan, apabila orang tersebut punya
kesalahan.

Kitab Undang-undang Hukum Pidana (selanjutnya disebut KUHP), mengatur tentang adanya
jenis-jenis sanksi pidana.Dalam Buku I Bab II pasal 10 KUHP membedakan sanksi-sanksi
pidana menjadi dua klasifikasi, yaitu Pidana Pokok dan Pidana Tambahan. Adapun jenis
sanksi pidana menurut Pasal 10 KUHP yang dimaksud, sebagai berikut:

1.Pidana Pokok, meliputi:

a. Pidana Mati

b. Pidana Penjara

c. Pidana Kurungan

d. Denda

e. Pidana tutupan (Berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1946)


2.Pidana Tambahan, meliputi:

a. Pencabutan beberapa hak yang tertentu

b. Perampasan beberapa barang yang tertentu

c. Pengumuman putusan hakim

Anda mungkin juga menyukai