Anda di halaman 1dari 19

Disusun oleh Dominique Virgil

RANGKUMAN ASAS-ASAS HUKUM PIDANA


SAP 1

ARTI DAN RUANG LINGKUP HUKUM PIDANA

a. Pengertian hukum pidana, ilmu hukum pidana dan hubungannya dengan


ilmu-ilmu sosial lainnya
- Hukum pidana: kesemuanya perintah-perintah dan larangan-larangan yang
diadakan oleh negara dan yang diancam dengan suatu nestapa (pidana)
barangsiapa yang tidak mentaatinya, kesemuanya aturan-aturan yg
menentukan syarat-syarat bagi akibat hukum itu dan kesemuanya aturan-
aturan untuk mengadakan (menjatuhi) dan menjalankan pidana tersebut.
(Prof. Simons)
- Hukum Pidana: semua aturan-aturan hukum yang menentukan terhadap
perbuatan-perbuatan apa yang seharusnya dijatuhi pidana, dan apakah
macamnya pidana itu (Prof. Pompe)
- Ilmu Hukum Pidana dapat dibedakan menjadi:
Ilmu hukum pidana dalam arti sempit
Bahan kajian: hukum positif yang sedang berlaku; bersifat dogmatis
Ilmu hukum pidana dalam arti luas
Bahan kajian: tidak hanya terfokus pada norma, namun juga sebab-sebab
norma itu dilanggar, bagaimana agar norma itu tidak dilanggar; serta
membahas hukum yang akan dibentuk (ius constituendum).
- Hubungan dengan ilmu: kriminologi, kriminalistik, ilmu forensik, psikiatri
kehakiman, sosiologi hukum
b. Sanksi pidana dibandingkan dengan sanksi hukum lainnya
Pidana dalam pasal 10 KUHP:
- Pidana Pokok
Pidana mati
Pidana Penjara
Pidana kurungan
Pidana denda
Pidana tutupan
- Pidana tambahan:
Pencabutan hak-hak tertentu
Perampasan barang-barang tertentu
Pengumuman keputusan hakim
c. Jenis-jenis hukum pidana
- Hukum Pidana Formil dan Materiil
Hukum pidana materiil: aturan tertulis yang berisi perintah dan larangan
Hukum pidana formiil: aturan yang digunakan untuk mempertahankan
hukum pidana materiil
- Hukum Pidana dalam Arti Objektif dan Subjektif

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Hukum pidana objektif: ius poenale, peraturan hukum yang mengandung


larangan dan perintah atau keharusan yang terhadap pelanggarannya
diancam dengan pidana bagi si pelanggarnya.
Hukum pidana subjektif: ius puniendi, aturan mengenai kewenangan
negara untuk menentukan hukum pidana yang mengikat semua warga dan
menjalankannya untuk ketertiban umum.
- Hukum Pidana Umum dan Khusus
Hukum pidana umum: berlaku untuk semua warga negara (subjek hukum),
tidak membedakan kualitas pribadi subjek hukum
Hukum pidana khusus: hanya untuk subjek hukum tertentu saja.
- Atas dasar sumbernya
Hukum pidana umum: disebut juga hukum pidana kodifikasi. Sumber
hukum: KUHP dan KUHAP.
Hukum pidana khusus: bersumber dari peraturan perundang-undangan di
luar kodifikasi. Ada dua peraturan perundang-undangan:
o Peraturan perundang-undangan hukum pidana mengatur satu
bidang hukum pidana tertentu, contoh: Pemberantasan tipikor
o Peraturan perundang-undangan bukan di bidang hukum pidana
contoh: UU tentang perlindungan konsumen, tentang perbankan,
merek, dsb.
- Atas dasar wilayah berlakunya hukum
Hukum Pidana Umum: hukum pidana yang dibentuk oleh pemerintahan
negara pusat, berlaku bagi subyek hukum di seluruh wilayah hukum
negara. asas teritorialitas
Hukum Pidana Lokal: dibuat oleh pemerintah daerah yang berlaku bagi
subjek hukum di wilayah hukum daerah tersebut.

Ada lagi:

Hukum Pidana Nasional


Hukum Pidana Internasional
- Atas dasar bentuk/wadahnya
Hukum pidana tertulis: terdiri dari hukum pidana kodifikasi dan di luar
kodifikasi
Hukum pidana tidak tertulis: hukum pidana adat

SUMBER-SUMBER HUKUM PIDANA DI INDONESIA

KUHP, UU yang mengubah KUHP, UU Hukum Pidana di luar KUHP, UU non-hukum pidana
yang memuat sanksi pidana.

SAP 2

BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT WAKTU

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

a. Pasal 1 ayat (1) KUHP


Ayat 1: Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege Poenali (Tiada suatu
perbuatan dapat dipidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam peraturan
perundang-undangan yang telah ada, sebelum perbuatan dilakukan). peraturan
dulu, baru dipidana ASAS LEGALITAS berlaku MUTLAK untuk negara-negara
yang melakukan kodifikasi hukum pidana (contoh: Eropa Kontinental).
Terdapat 3 pengertian dasar dalam asas legalitas:
1. Hukum pidana yang berlaku di negara kita adalah hukum yang tertulis
Harus tertulis, karena tertulis berarti harus ditetapkan dulu, baru
diberlakukan. UU dalam arti materiil (Perda, PerMen, KepPres, dsb)
menjunjung kepastian hukum
Kelemahan: hukum pidana kaku; tidak cepat mengikuti perkembangan
masyarakat ada hukum adat (pidana) di masyarakat namun tidak bisa
dikodifikasi.
2. Tidak boleh menggunakan penafsiran analogi dalam menentukan suatu
perbuatan merupakan tindak pidana atau bukan
Analogi: penafsiran dengan memperluas berlakunya aturan hukum tersebut,
sehingga kejadian konkret yang sesungguhnya tidak masuk ke dalam
ketentuan itu, menjadi masuk ke dalam isi ketentuan hukum tersebut.
Suatu peraturan dipergunakan juga bagi kejadian / peristiwa lain yang banyak
persamaannya dengan kejadian yang disebut di peraturan itu.
Contoh: Arrest HR 23 Mei 1921 menganalogikan tenaga listrik sebagai
benda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 362 KUHP (Pencurian), padahal
pengertian benda adalah benda-benda bergerak dan berwujud.
Mengapa analogi dilarang? Untuk menjamin kepastian hukum.
Analogi berguna untuk mengisi kekosongan dalam peraturan perundangan
memidana pelaku perbuatan yang tidak secara tepat dapat dipidana melalui
aturan tertentu.
3. Ketentuan hukum pidana tidak berlaku surut (retroaktif)
Berlaku ke depan. Kalimat ... ketentuan perundang-undangan pidana yang
telah ada. ketika perbuatan itu dilakukan, telah berlaku aturan pidana yang
melarang perbuatan itu. Aturan pidana harus diberlakukan dulu agar
pelanggar aturan pidana dapat dipidana.
Prinsip berlakunya asas retroaktif didasarkan pada kepastian hukum.

ASAS LEGALITAS kepastian hukum perlindungan terhadap hak-hak warga


negara terhadap kekuasaan negara.

b. Pasal 1 ayat (2) KUHP


Bilamana ada perubahan dalam perundang-undangan sesudah perbuatan
dilakukan, maka terhadap terdakwa diterapkan ketentuan yang paling
menguntungkannya. memberlakukan hukum pidana ke belakang.
Merupakan pengecualian terhadap prinsip retroaktif. mencapai suatu
KEADILAN.

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

3 syarat memberlakukan hukum pidana ke belakang:


1. Perubahan perundang-undangan mengenai suatu perbuatan
2. Perubahan itu setelah perbuatan dilakukan
3. Peraturan yang baru itu lebih meringankan atau menguntungkan pelaku
c. Metode penafsiran dalam hukum pidana
Penafsiran menurut doktrin hukum pidana:
1. Autentik : penafsiran yang dibuat oleh pembentuk UU sendiri mengenai
beberapa perkataan yang dipergunakannya dalam KUHP
2. Gramatikal: penafsiran menurut tata bahasa
3. Teleologis: penafsiran sesuai dengan tujuan, maksud, atau sesuai dengan arti
suatu peraturan perundang-undangan
4. Sistematis: penafsiran dengan metode logis
5. Historis: penafsiran menurut sejarah
6. Sosiologis: penafsiran sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam
masyarakat; hakim melihat kepada kebutuhan-kebutuhan yang ada di dalam
masyarakat pada suatu waktu tertentu
7. Ekstensif: metode penafsiran UU di mana hakim telah memperluas arti atau
maksud yang sebenarnya dari suatu ketentuan UU. contoh: Hoge Raad
menafsirkan larangan untuk mengganggu mengikuti orang lain menurut Pasal
493 KUHP, yaitu juga perbuatan bersepeda oleh beberapa orang pemogok di
depan rombongan karyawan yang tidak ikut serta dalam pemogokan.
8. Analogis: Penerapan suatu Undang-Undang secara analogis membuat
ketentuan yang bersifat umum, lalu menerapkannya terhadap suatu peristiwa
yang memiliki kesamaan atau kemiripan dengan peristiwa yang diatur dalam
peraturan perundang-undangan, sehingga pelaku dapat dijatuhi hukuman.

Apakah perbedaan antara penafsiran ekstensif dan analogis?

Ekstensif : Hakim meluaskan lingkungan kaidah yang lebih tinggi sehingga


perkara yang bersangkutan termasuk juga di dalamnya

Analogis : Hakim membawa perkara yang harus diselesaikan ke dalam lingkungan


kaidah yang lebih tinggi

d. Teori-teori mengenai Tempus Delicti


Tempus Delicti: waktu delik berhubungan dengan:
1. Berlakunya KUHP pasal 1 ayat (1)
2. Hukum transitur, yaitu pasal 1 ayat (2)
3. Lewat waktu (verjaring), Pasal 78 dan 79 KUHP
4. Pasal 45 KUHP

Terdapat 4 teori mengenai Tempus Delicti:

1. Teori perbuatan fisik delik pada waktu perbuatan fisik dilakukan


2. Teori bekerjanya alat yang digunakan delik terjadi pada waktu bekerjanya
alat

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

3. Teori akibat delik terjadi ketika akibat dari perbuatannya terjadi


4. Teori waktu yang jamak delik terjadi saat ada gabungan dari ketiga
peristiwa itu

SAP 3

BERLAKUNYA HUKUM PIDANA MENURUT TEMPAT

a. Asas-asas berlakunya hukum pidana menurut tempat yang berlaku di


Indonesia
1. Asas teritorial (territorialiteits-beginsel)
- Dasar berlakunya hukum: tempat atau wilayah hukum negara, apapun
kewarganegaraannya, siapapun orangnya.
- Pasal 2 KUHP: Aturan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku terhadap setiap orang yang melakukan tindak pidana di dalam
wilayah Indonesia. tempat delik terjadi
- Diperluas di Pasal 3 KUHP: ketentuan-ketentuan dapat dilakukan terhadap
orang-orang di luar wilayah Indonesia yang melakukan tindak pidana di
atas alat pelayaran Indonesia Tindak pidana harus menurut UU yang
berlaku di Indonesia. Pasal 450 dan 451 KUHP = Unsur tindak pidana yang
dimaksud adalah WNI, sehingga WNA tidak dapat dituntut dan dihukum
sekalipun perbuatannya melanggar pasal tersebut.
2. Asas personalitas / nasionalitas aktif / subjektif / kebangsaan (personaliteits-
beginsel)
- Dasar berlakunya hukum: warga negara Indonesia dimanapun
keberadaannya.
- Pasal 5 KUHP, diperluas di Pasal 6,7,8 KUHP.
Pasal 5 KUHP ayat (1) sub 2 Batas atau syarat berlakunya asas
personalitas:
Perbuatan itu adalah kejahatan tertentu menurut peraturan
perundang-undangan Indonesia
Perbuatan itu merupakan tindak pidana dalam peraturan perundang-
undangan negara dimana perbuatan itu dilakukan.

Pasal 6 KUHP dibatasi sehingga tidak dijatuhkan pidana mati. Apabila


tindak pidana yang dilakukan WNI itu diancam pidana mati, namun
menurut hukum negara di mana perbuatan itu tidak diancam pidana mati,
maka majelis hakim Indonesia tidak diperkenankan menjatuhkan pidana
mati.

Pasal 7 KUHP Pegawai Negeri Indonesia apabila melakukan tindak


pidana seperti Bab 28 Buku 2 KUHP (Kejahatan Jabatan) diberlakukan
UU Pidana negaranya. Asas kebangsaan dan perlindungan.
Pasal 8 KUHP ketentuan pidana dalam perundang-undangan Indonesia
berlaku bagi nakhoda dan penumpang kendaraan air Indonesia, yang

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

melakukan salah satu dari tindak pidana dalam BAB XXIX buku kedua dan
BAB IX buku ketiga.
3. Asas perlindungan / nasionalitas pasif (beschermings-beginsel)
- Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu
negara (kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional Indonesia)
- Dilatarbelakangi pemikiran bahwa negara telah diberi kepercayaan oleh
rakyat atau warga negara untuk melindungi kepentingan bersama.
- Pasal 4 KUHP mengatur mengenai kejahatan-kejahatan tertentu yang
mengancam kepentingan hukum Indonesia sehingga ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia dapat diterapkan kepada setiap
orang yang melakukan tindak pidana tersebut di luar Indonesia.
- Pasal 8 KUHP
4. Asas universaliteit (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan
- Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum penduduk dunia atau
bangsa-bangsa dunia kewajiban negara untuk memelihara keamanan
dan ketertiban dunia
- Pasal 4 KUHP, terutama butir ke-2,3,4
Butir 4 : perompak dapat diadili oleh negara manapun yang berhasil
menangkap mereka.
- Pasal 438 dan 444 KUHP pembajakan di laut dengan segala akibat yang
dapat timbul diancam dengan hukuman
b. Teori-teori Locus Delicti
Locus delicti menjadi persoalan apabila pembuat dan penyelesaian delik tidak ada
di satu tempat yang sama. Misal: A mengirimkan bom waktu ke kota lain, bom
tersebut meledak di kota lain. Tempat manakah yang menjadi locus delicti?
Untuk menyelesaikan persoalan itu, ada tiga macam teori:
1. Teori perbuatan materiil
Locus delicti adalah tempat dimana perbuatan materiil terjadi.
Perbuatan materiil: perbuatan yang perlu ada supaya delik dapat terjadi.
Tempat di mana delik diselesaikan tidak penting.
2. Teori alat yang dipergunakan
Locus delicti adalah tempat dimana alat yang dipergunakan menyelesaikan
delik tersebut.
3. Teori akibat
Locus delicti adalah tempat akibat terjadi
Teori-teori Locus Delicti hanya bisa diterapkan ketika menggunakan asas
teritorial

SAP 4

TENTANG TINDAK PIDANA

a. Pengertian

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Tindak pidana (strafbaar feit) ada dalam KUHP, namun tidak ada penjelasan yang
rinci mengenai apa itu tindak pidana.
Prof. Simons: Tindak pidana adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh UU telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
b. Subjek tindak pidana
Subjek tindak pidana dalam KUHP ditujukan kepada manusia, namun ada
kebutuhan untuk memidana korporasi.
c. Unsur-unsur tindak pidana
Unsur tindak pidana terdiri dari unsur-unsur dalam perumusan dan di luar
perumusan. Unsur-unsur dalam perumusan meliputi:
1. Unsur Obyektif, adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu:
- Unsur Tingkah Laku
Tingkah laku dalam tindak pidana ada 2, yaitu:
Tingkah laku aktif atau positif (handelen) atau perbuatan materiil.
Diperlukan wujud gerakan tubuh, misalnya mengambil (Pasal 362
KUHP)
Tingkah laku pasif atau negatif (nalaten).
Tingkah laku membiarkan; tidak melakukan aktivitas yang seharusnya
dilakukan oleh orang tersebut dalam keadaan-keadaan tertentu;
seseorang tidak menjalankan kewajiban hukumnya (Contoh: tidak
memberikan pertolongan, Pasal 531 KUHP)
Menurut pembentuk UU:
Tingkah laku konkret contoh: mengambil, memberi keterangan,
mengedarkan
Tingkah laku abstrak contoh: merusak, menghancurkan, membuat
tidak dapat dipakai, menghilangkan (Pasal 233,406 KUHP)
- Melawan hukum (wederrechtelijkheid)
Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tindak pidana. Namun,
beberapa pasal di KUHP tetap mencantumkan secara melawan hukum.
Terdapat beberapa paham yang mencoba mengartikan wederrechtelijkheid
tersebut.
Arti secara melawan hukum : secara tidak sah meliputi pengertian:
Bertentangan dengan hukum objektif
Bertentangan dengan hak orang lain
Tanpa hak yang ada pada diri seseorang
Tanpa kewenangan

Contoh: Pasal 180 KUHP Barangsiapa yang dengan sengaja dan secara
tidak sah menggali atau mengambil jenazah.... arti tidak sah disini
adalah tanpa kewenangan, karena yang berwenang berbuat demikian
adalah keluarganya.

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

- Unsur Akibat Konstitutif


- Unsur Keadaan yang Menyertai cara melakukan perbuatan; cara dapat
dilakukannya perbuatan; objek tindak pidana; subjek tindak pidana;
tempat dan waktu dilakukannya tindak pidana.
- Unsur Kualitas Subjek Hukum Tindak Pidana untuk semua orang
(diawali dengan kata barangsiapa) dan untuk kalangan tertentu (Seorang
ibu, pegawai negeri, dsb)
- Unsur Objek Hukum Tindak Pidana unsur kepentingan hukum yang
harus dilindungi. Contoh: saat delik pembunuhan, objek hukum tindak
pidana adalah nyawa orang lain. Nyawa tersebut adalah kepentingan
hukum yang harus dilindungi.
- Unsur Syarat Tambahan untuk:
Dituntut pidana contoh: pengaduan dalam tindak pidana aduan.
Memperberat pidana penganiayaan, pasal 353 ayat (1), diperberat
dengan ayat (2) dan ayat (3) serta pasal 356 KUHP
Dapat dipidana keadaan tertentu yang timbul setelah perbuatan
dilakukan. Contoh: orang yang tidak kita tolong meninggal (Pasal 531
KUHP)
Memperingan pidana terdapat syarat objektif dan syarat subjektif.
Syarat objektif: nilai atau harga objek. Contoh: pencurian ringan (Pasal
364 KUHP), penggelapan ringan (Pasal 373 KUHP).
Syarat subjektif: sikap batin pembuatnya. Contoh: tindak pidana karena
kealpaan (culpa) pada Pasal 409 KUHP sebagai unsur yang
meringankan dari kejahatan pasal 408 KUHP.
2. Unsur Subyektif, adalah unsur yang melekat pada pelaku atau berhubungan
dengan diri pelaku, yaitu:
- Manusia (pelaku)
- Kesalahan mengenai keadaan batin orang sebelum atau pada saat
memulai perbuatan. Berhubungan dengan beban pertanggungjawaban
pidana.
i. Kesengajaan (dolus)
Dalam doktrin hukum pidana, ada tiga bentuk kesengajaan, yaitu:
Kesengajaan sebagai maksud / tujuan menghendaki
perbuatan aktif dan pasif, serta menghendaki timbulnya akibat.
Kesengajaan sebagai kepastian
Contoh: A ingin membunuh B dengan pistol, tapi B berada di
balik sebuah kaca. Sebelum menggunakan senjatanya, A sadar
bahwa jika ia menembak, kaca itu akan pecah.
Kesengajaan sebagai kemungkinan
Contoh: A ingin membunuh B dengan mengirimkan kue tart
yang mengandung racun. Kue itu diterima si B, namun yang
memakan adalah istri si B dan matilah istrinya. si A sadar ada

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

kemungkinan kue tart itu akan dimakan orang lain, namun dia
tetap mengirimkannya karena keinginan yang kuat.
ii. Kealpaan (culpa)
Sikap batin dalam kelalaian terletak pada dua hal:
Ketiadaan pikir sama sekali
Pemikiran bahwa akibat tidak akan terjadi

Unsur-unsur di luar perumusan yaitu:

1. Melawan hukum (materiil) tindak pidana tidak hanya ditinjau sesuai


ketentuan hukum yang tertulis, namun juga harus ditinjau dari asas-asas
hukum umum yang tidak tertulis.
2. Kesalahan dalam arti materiil dapat dipersalahkan sehingga dapat
dipertanggungjawabkan.

SAP 5

Penggolongan tindak pidana dan jenis-jenis tindak pidana

Delik Kejahatan (misdrijf) Delik Pelanggaran (overtreding)


1. Keterangan MvT: 1. Keterangan MvT:
Rechtsdelicten perbuatan yang Wetsdelicten baru dianggap tidak
pantas dipidana/tercela sebelum UU baik setelah ada UU
dinyatakan 2. Buku III KUHP
2. Buku II KUHP 3. Lebih ringan dari kejahatan tidak
3. Lebih berat dari pelanggaran ada pidana penjara, hanya kurungan
didominasi ancaman pidana penjara dan denda
4. Percobaan : dipidana 4. Percobaan : tidak dipidana
Membantu : dipidana Membantu : tidak dipidana
Daluwarsa : lebih panjang Daluwarsa : lebih pendek
Delik aduan : ada Delik aduan : tidak ada
Aturan tentang Gabungan berbeda Aturan tentang Gabungan berbeda
Delik Formil (formeel delict) Delik materiil (materieel delict)
Delik dianggap selesai apabila tindakan Delik dianggap selesai apabila akibat yang
yang dilarang / diancam dengan hukuman dilarang / diancam dengan hukuman
selesai dilakukan. Timbul / tidaknya timbul.
akibat tidak dipersoalkan. Cara merumuskan delik materiil:
a. Akibat terlarang dirumuskan secara
tegas di samping unsur perbuatan
(Contoh: Pasal 285 KUHP, 378 KUHP)
b. Akibat terlarang sudah terdapat pada
unsur tingkah lakunya (Contoh; Pasal
338 KUHP)

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

c. Unsur tidak dicantumkan secara tegas,


namun akibat terlarang ada (Contoh:
Pasal 351 KUHP)
Tindak Pidana Sengaja (doleus delicten) Tindak Pidana Kelalaian (culpooze
Dilakukan dengan kesengajaan atau delicten)
mengandung unsur kesengajaan Dilakukan dengan kelalaian, kurang hati-
hati, tidak karena kesengajaan.
Delik Pro Parte Dolus Pro Parte Culpa
Delik yang dalam perumusannya sekaligus mencantumkan unsur kesengajaan dan
unsur kealpaan. Contoh: Ps 287, Ps480
Tindak Pidana Aktif (Delicta Tindak Pidana Pasif (Delicta Ommissionis)
Commissionis) Tindak pidana yang perbuatannya
Tindak pidana yang perbuatannya merupakan perbuatan pasif seseorang
merupakan perbuatan aktif / perbuatan tidak melakukan kewajiban hukumnya
materiil melanggar larangan pada kondisi tertentu.
Ada 2 macam, yaitu:
a. Tindak pidana pasif murni :
melanggar perintah dengan tidak
berbuat
b. Tindak pidana pasif yang tidak
murni (delicta commissionis per
Omissionem) : pelanggaran
terhadap suatu larangan
seorang ibu yang tidak menyusui
anaknya dan tidak memberi makan
hingga anak itu mati
Tindak Pidana Biasa / Bukan Aduan Tindak Pidana Aduan
Tindak pidana yang dapat dituntut tanpa Tindak pidana yang hanya dapat dituntut
diperlukan pengaduan. apabila ada pengaduan dari orang yang
dirugikan. Pasal 72-75 KUHP, Pasal 287
ayat (2), Pasal 335 ayat (2).
Delik aduan ada 2, yaitu:
1. Delik aduan absolut pada dasarnya
membutuhkan pengaduan sebagai
syarat penuntutan. Pasal 319 KUHP.
2. Delik aduan relatif pengaduan
sebagai syarat untuk menuntut
pelakunya, bilamana orang yang
bersalah dengan orang yang dirugikan
memiliki hubungan khusus. Pasal 367
ayat (2) KUHP.

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Delik Berdiri Sendiri (Zelfstandige Delik Berlanjut (voortgezetta delicten)


delicten) Kumpulan dari beberapa delik yang
Terdiri atas satu delik yang berdiri berdiri sendiri, yang karena sifatnya
sendiri. dianggap sebagai satu delik. Ketentuan:
Pasal 64 KUHP. Dikenakan satu sanksi
terhadap terdakwa.
Delik Selesai (Aflopende Delicten) Delik Berlangsung Terus (Voortdurende
Satu atau lebih tindakan untuk delicten)
menyelesaikan suatu kejahatan. Satu atau lebih tindakan untuk
Pasal 362, Pasal 338 menimbulkan keadaan yang bertentangan
dengan norma.
Pasal 124 ayat (2) angka 4, 228, dan 261
ayat (1) KUHP
Delik Tunggal Delik Berangkai
Satu tindakan yang dapat membuat Perbuatan yang dilakukan berkali-kali
pelaku dipidana (berturut-turut) agar pelaku dapat
Contoh: Pasal 362, 338 dipidana.
Biasanya dalam bentuk mata pencaharian,
misal: mucikari.
Pasal 296, 481 KUHP.
Delik Propria Delik Komuna
Hanya dapat dilakukan oleh orang yang Dapat dilakukan oleh setiap orang.
memiliki sifat tertentu, misalnya pegawai
negeri, nakhoda, ibu, pegawai militer
Delik Politik Delik Komuna
Delik yang mengandung unsur politik Tidak mengandung unsur politik
Pasal 107 dan 104 KUHP
Delik Pokok / Sederhana Delik dengan pemberatan (kualifikasi)
Delik berbentuk pokok sesuai rumusan Delik dalam bentuk pokok, yang karena di
dalam UU dalamnya terdapat keadaan yang
Pasal 351 ayat (1) memberatkan maka hukuman yang
diancamkan diperberat. Pasal 351 ayat (2)
Delik dengan keadaan meringankan (privilege)
Delik dalam bentuk pokok, yang karena di dalamnya terdapat keadaan yang
meringankan maka hukuman yang diancamkan diperringan. Pasal 308, 364

SAP 6

TENTANG AJARAN KAUSALITAS

a. Pengertian

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Ajaran mengenai sebab dan akibat; ajaran yang berupaya mencari sebab dari
timbulnya akibat. sebab ditemukan, maka dapat ditemukan juga siapa yang
dapat dimintai pertanggungjawabannya.
b. Beberapa ajaran kausalitas
John Stuart Mill = causa adalah the whole of the antecedents tidak ada satu
faktor pun yang dapat ditiadakan tanpa meniadakan hasilnya itu sendiri.
Pangkal teori: Teori Conditio Sine Qua Non / Ekuivalensi [Von Buri]
- Semua faktor dapat dipandang sebagai penyebab-penyebab dari suatu
akibat yang telah timbul, dan faktor-faktor tersebut punya nilai yang sama.
- Semua faktor yang menyebabkan suatu akibat tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor yang bersangkutan, harus dianggap causa dari
akibat itu.
- Disebut bedingungtheorie karena ajaran ini tidak membedakan antara
faktor syarat (bedigung) dan mana faktor penyebab (causa)
ketidakadilan bertentangan dengan asas pidana tiada pidana tanpa
kesalahan
- Penganut: Prof. Van Hamel, Zevenbergen, Vos, Hazewinkel-Suringa.
- Teori ini tidak memerhatikan hal-hal yang kebetulan terjadi.
- Perlu adanya restriksi Van Hamel: restriksi dari pelajaran tentang
sengaja dan kealpaan tidak semua orang yang perbuatannya menjadi
salah satu faktor di antara rangkaian sekian faktor dalam suatu peristiwa
yang melahirkan akibat terlarang harus bertanggung jawab atas timbulnya
akibat itu, melainkan apabila pada diri si pembuatnya dalam mewujudkan
tingkah lakunya itu terdapat unsur kesalahan (kesengajaan atau kealpaan).

Teori ini memicu kritik dari para ahli. Ada dua golongan teori:

1. Teori yang mengindividualisasikan


- Dari rangkaian faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab suatu
akibat, dipilih satu, dan faktor yang diambil itu dianggap menjadi causa.
karena faktor itu paling berpengaruh atas terjadinya akibat.
- Teori ini melihat pada faktor yang ada atau terdapat setelah perbuatan
dilakukan, setelah peristiwa dan akibatnya benar-benar terjadi. faktor
yang paling dominan adalah penyebab dari timbulnya suatu akibat.
- Paling terkenal: teori Birkmeyer dicari syarat manakah yang paling
berpengaruh (paling kuat) untuk terjadinya akibat [secara kuantitatif].
Keberatan: bagaimana menentukan kekuatan syarat?
- Teori Kohler sebab adalah syarat yang menurut sifatnya menimbulkan
akibat mana yang menurut sifat/artinya (secara kualitatif) paling
penting menimbulkan akibat.
- Teori Binding ubergewichts theorie, faktor penyebab adalah faktor
terpenting dan seimbang / sesuai dengan akibat yang timbul. Akibat terjadi
karena faktor yang positif (yang menyebabkan timbulnya akibat) lebih
unggul dibanding faktor yang negatif (yang meniadakan akibat).

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

- Teori Schepper 1) Hubungan kausal berkaitan dengan Sein (kenyataan),


yang harus dipisahkan dengan pertanggungjawaban yang berkaitan
dengan Sollen. 2) Sebab adalah kelakuan yang menjadi faktor pengubah
kondisi yang seimbang, sehingga menuju kepada akibat yang dilarang. 3)
Meskipun ukuran adalah faktor perubahan yang menuju ke arah akibat
bersifat relatif, namun manakala masih ada kemungkinan lain untuk
menerangkannya yang sama kuat dengan hubungan yang didapatkan tadi,
maka hubungan yang pertama itu tidak kuat untuk dijadikan dasar dari
delik.
2. Teori yang menggeneralisasikan
- Dari rangkaian faktor-faktor yang oleh Von Buri diterima sebagai causa,
diambil satu dan faktor yang diambil itu menurut pengalaman boleh
dianggap umumnya menjadi causa.
- Ada dua teori yang menarik perhatian, yaitu:
Teori Von Kries (Teori Subjektif-Adequat; Subjektif-Prognose)
Di antara faktor-faktor yang dapat dihubungkan dengan terjadinya
delik, ada satu yang dapat dianggap menjadi causa, yaitu faktor yang
adequat (sesuai, seimbang) dengan akibat yang bersangkutan.
Yang dapat diterima sebagai causa hanyalah perbuatan yang
akibatnya telah dapat diketahui oleh pelaku perbuatan tersebut
subjektif-prognose
Sikap batin pelaku: sadar bahwa perbuatan yang akan dilakukan itu
adequat untuk menimbulkan akibat yang timbul.
Unsur subjektif : sebelumnya telah dapat diketahui pembuat
Teori Rumelin (Objektivnachtraglicher Prognose)
Tidak memperhatikan sikap batin si pembuat
Memperhatikan faktor-faktor yang ada setelah peristiwa
senyatanya beserta akibatnya terjadi, yang dapat dipikirkan secara
akal (objektif) faktor-faktor itu dapat menimbulkan akibat.\
Lihat fakta yang ada pada saat perbuatan itu dilakukan apa yang
terbukti merupakan situasi dan kondisi yang melingkupi peristiwa
tersebut.

Contoh kasus:

Seorang juru rawat telah dilarang oleh dokter untuk memberikan obat
tertentu pada seorang pasien, diberikan juga olehnya. Sebelum obat itu
diberikan pada pasien, ada orang lain yang bermaksud membunuh si
pasien dengan memasukkan racun pada obat itu yang tidak diketahui
oleh juru rawat. Karena meminum obat yang telah dimasuki racun,
maka racun itu menimbulkan akibat matinya pasien.

Menurut ajaran Von Kries: juru rawat tidak mengetahui ada racun yang
dimasukkan ke dalam obat yang dapat menyebabkan kematian

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

perbuatan meminumkan obat kepada pasien bukan penyebab


kematian pasien. Perbuatan meminumkan obat dengan kematian tidak
ada hubungan kausal.

Menurut ajaran Rumelin: walaupun juru rawat itu tidak mengetahui


bahwa ada orang lain yang memasukkan racun ke obat tersebut, namun
perbuatan juru rawat meminumkan obat yang mengandung racun
adalah adequat terhadap matinya si pasien ada hubungan kausal.

3. Teori Relevansi (Langemeijer)


Teori ini ingin menerapkan ajaran von Buri dengan memilih satu atau lebih
sebab dari sekian yang mungkin ada, yang dipilih sebab-sebab yang relevan
saja, yakni yang kiranya dimaksudkan sebagai sebab oleh pembuat undang-
undang.

c. Tindak pidana yang memerlukan ajaran kausalitas


1. Delik Materiil delik yang merumuskan akibatnya. Delik ini selesai ketika
akibat timbul.
2. Delik Omisi Tak Murni / Semu (delicta commissiva per omissionem/
Oneigenlijke Omissiedelicten) Delik yang terjadi dengan dilanggarnya suatu
larangan yang menimbulkan akibat yang dilakukan dengan perbuatan pasif.
Ps. 194 KUHP
3. Delik yang Dikwalifisir Delik yang sanksinya menjadi lebih berat karena ada
penambahan unsur berupa timbulnya akibat. Misal: Pasal 351 ayat (1) Pasal
351 ayat (2) Pasal 351 ayat (3)

TENTANG SIFAT MELAWAN HUKUM (WEDERRECHTELIJKHEID)

Pendapat Van Hamel, Simons, Zevenbergen: unsur melawan hukum merupakan unsur
konstitutif setiap peristiwa pidana.

Pompe: melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis.

a. Arti melawan hukum


- Tanpa hak sendiri (zonder eigen recht)
- Bertentangan dengan hak orang lain (tegen eens anders recht)
- Tanpa alasan yang wajar
- Bertentangan dengan hukum positif
b. Alasan dicantumkan / tidak dicantumkannya sifat melawan hukum dalam
perumusan tindak pidana beserta akibat hukumnya
- Menurut Memorie van Toelichting (MvT):
Agar seseorang yang melakukan suatu perbuatan berdasarkan hak yang ada
pada dirinya tidak dianggap melakukan suatu tindak pidana seperti yang
dirumuskan dalam beberapa pasal KUHP tertentu. melindungi orang-orang
yang memiliki hak dari tuntutan pidana.

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

c. Paham-paham Wederrechtelijkheid
Ada dua, yaitu:
1. Formele Wederrechtelijkheid (Sifat melawan hukum dalam arti formal)
Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan tersebut
memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan delik menurut UU.
2. Materieele wederrechtelijkheid (sifat melawan hukum dalam arti material)
Suatu perbuatan dianggap melawan hukum apabila ia juga melanggar asas-
asas hukum umum atau hukum tidak tertulis.
Sifat:
a. Berfungsi negatif: menurut UU dilarang, tapi masyarakat menganggap
bukan perbuatan tercela. Contoh: pengalihan dana reboisasi dari negara
untuk mengganti rumah warga karena bencana alam. tidak bisa
dipidana
b. Berfungsi positif: menurut UU tidak dilarang, tapi masyarakat
menganggapnya sebagai suatu perbuatan tercela. Contoh: kumpul kebo,
PSK, Waria Tidak dipidana karena bertentangan dengan asas legalitas.
d. Pembuktian Unsur Melawan Hukum
Menurut Pompe: apabila sifat melawan hukum dinyatakan dengan jelas, maka
harus dibuktikan dalam setiap peradilan.
Menurut van Hattum: apabila unsur melawan hukum dinyatakan dengan tegas
dalam rumusan delik, maka dalam surat tuduhan unsur tersebut harus
dicantumkan oleh jaksa dan di depan pengadilan harus dibuktikan dengan
menggunakan alat-alat pembuktian yang dapat dibenarkan menurut UU.
Apabila terdapat keragu-raguan hakim apakah suatu perbuatan itu bersifat
melawan hukum atau tidak unsur melawan hukum harus dianggap tidak
terbukti hakim harus memutuskan putusan yang menguntungkan terdakwa.

SAP 7

TENTANG KESALAHAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA

a. Pengertian Kesalahan dan Pertanggungjawaban Pidana


Ingat asas hukum positif: tiada hukuman tanpa kesalahan.
4 pengertian kesalahan menurut Utrecht:
1. Kesalahan sebagai unsur delik; dalam arti kumpulan (nama generik) yang
mencakup dolus dan culpa
2. Kesalahan dalam arti pertanggungjawaban pidana: ketercelaan
(verwijtbaarheid) seseorang atas perbuatan melawan hukum yang telah
dilakukannya.
3. Kesalahan dalam arti bentuk khusus, yang hanya berupa culpa
4. Kesalahan yang digunakan dalam rumusan delik untuk menetapkan bahwa
pidana dapat diancamkan pada pelaku yang bersalah karena telah
melakukan tindakan tertentu; mis. Barang siapa dengan sengaja

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

menghilangkan nyawa orang lain dipidana karena bersalah melakukan


pembunuhan
b. Dolus dan bentuk-bentuknya
Dolus: kesengajaan
2 teori mengenai sifat sengaja:
1. Teori kehendak (oleh Von Hippel)
Sengaja: kehendak membuat suatu tindakan dan kehendak menimbulkan
suatu akibat karena tindakan itu. Dikatakan sengaja apabila akibat suatu
tindakan dikehendaki.
2. Teori membayangkan (oleh Frank)
Akibat tidak mungkin dikehendaki; manusia hanya dapat menghendaki
suatu tindakan.
Dikatakan sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu
tindakan dibayangkan sebagai maksud (tindakan itu) dan oleh sebab itu
tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan tersebut.
3 macam sengaja:
1. Sengaja sebagai maksud (opzet als oogmerk)
- Apabila pembuat menghendaki akibat perbuatannya
- Perbuatan itu tidak dilakukan apabila pembuat tahu akibat
perbuatannya tidak akan terjadi
2. Sengaja dengan keinsyafan kepastian (opzet bij noodzakelijkheidbewustzijn)
- Pembuat mengetahui bahwa agar suatu tujuan dapat tercapai (akibat
yang dikehendaki dapat tercapai), maka sebelumnya harus dilakukan
suatu perbuatan lain yang berupa pelanggaran pula.
- Contoh: A ingin membunuh B, namun B memiliki pengawal bernama C.
A harus membunuh C terlebih dahulu supaya ia bisa membunuh B.
3. Sengaja dengan keinsyafan kemungkinan (opzet met waarschijnlijkheids
bewustzijn)
- Pembuat sadar bahwa akibat yang tidak dikehendaki akan terjadi untuk
mencapai akibat yang dimaksudkannya.
- Pelaku sadar bahwa akan ada kemungkinan timbulnya suatu akibat lain
daripada akibat yang timbulnya memang ia kehendaki, namun ia tidak
membatalkan niatnya.

Terdapat perkembangan dalam bentuk sengaja yaitu Dolus Eventualis.


pelaku dengan kehendak dan kesadaran menerima kemungkinan munculnya
akibat yang buruk.

Bentuk-bentuk dolus:
1. Dolus determinatus perbuatan pidana yang dilakukan ditujukan kepada
suatu objek tertentu
2. Dolus alternativus perbuatan pidana tidak ditujukan kepada suatu objek
tertentu, melainkan berbagai objek tertentu, misalnya seseorang

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

melemparkan granat tangan ke dalam mobil yang ditumpangi presiden dan


menteri.
3. Dolus indeterminatus perbuatan pidana yang ditujukan kepada objek
yang tidak tertentu (contoh: seseorang melemparkan granat tangan ke
tengah kerumunan manusia)
c. Culpa dan bentuk-bentuknya
Culpa: kealpaan
Menurut MvT: culpa adalah kebalikan secara murni dari opzet di satu pihak dan
kebalikan dari kebetulan di lain pihak.
Oleh ilmu pengetahuan dan yurisprudensi: culpa adalah suatu kekurangan
untuk melihat jauh ke depan tentang kemungkinan timbulnya akibat-akibat
atau suatu kekurangan akan sikap berhati-hati.
Bentuk-bentuk Culpa:
1. Onbewuste culpa dan bewuste culpa
- Onbewuste culpa: apabila orang tersebut sama sekali tidak
membayangkan kemungkinan timbulnya suatu akibat atau lain-lain
keadaan yang menyertai tindakannya, dan akibat itu tetap terjadi.
Contoh: Beberapa orang pekerja sedang membetulkan atap rumah.
Mereka melemparkan balok dari atas yang kemudian ternyata menimpa
seseorang yang ada di bawah dan meninggal dunia. rumah tersebut
dikelilingi kebun pribadi, sehingga adanya seseorang di tempat itu
sangat kecil kemungkinannya pekerja tidak memperhitungkan
kemungkinan itu.
- Bewuste culpa: Apabila pelaku sudah membayangkan kemungkinan
timbulnya suatu akibat yang dilarang, dan karena itu ia juga sudah
berupaya agar tidak timbul akibat tersebut (dia tidak menghendaki
akibat), namun akibat tetap terjadi.
2. Culpa levis dan culpa lata
- Culpa levis: kelalaian kecil/ringan. Tolok ukur: upaya dan kehati-hatian
yang luar biasa.
- Culpa lata: kelalaian berat bisa dipidana. [Apabila pada situasi dan
kondisi yang sama dengan pelaku, orang yang sama kemampuan dan
kecerdasannya dengan pelaku pada umumnya tidak melakukan
perbuatan seperti yang dilakukan oleh pelaku]
d. Pertanggungjawaban Pidana
Asas penting dalam pertanggungjawaban pidana: geen straf zonder schuld
(tiada pidana tanpa kesalahan)
Dapat dipersalahkan sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban:
- Kemampuan bertanggungjawab
- Ada hubungan psikis antara pelaku dan perbuatannya, dalam bentuk
dolus atau culpa
- Tidak ada dasar penghapus kesalahan

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Dengan menggunakan penafsiran a-contrario dari MVT tentang tidak mampu


bertanggungjawab; maka mampu bertanggungjawab artinya:
1. pelaku melakukan perbuatannya dengan bebas; tanpa paksaan
2. pelaku menginsyafi bahwa perbuatannya melawan hukum dan ia
mengerti akibat perbuatannya
Dalam praktik, setiap pelaku dianggap mampu bertanggungjawab ; kecuali
dapat dibuktikan bahwa pelaku sakit jiwa atau tidak sempurna pertumbuhan
akalnya atau cacat dalam pertumbuhan jiwanya.
Menurut Van Hamel:
Suatu keadaan normal psikis dan kemahiran, yang membawa tiga macam
kemampuan, yaitu:
1. Mampu untuk mengerti makna dan akibat sungguh-sungguh dari
perbuatan-perbuatannya sendiri
2. Mampu untuk menginsyafi bahwa perbuatan itu bertentangan dengan
ketertiban masyarakat
3. Mampu menentukan kehendak berbuat

SAP 8

PERCOBAAN TINDAK PIDANA

Pasal 53 ayat (1) KUHP percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dihukum.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pelaku agar dapat dihukum karena telah
melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan:
1. Adanya suatu maksud atau voornemen, jika ada niat / kesengajaan maksud
tersebut hanya dapat dipersamakan dengan opzet als oogmerk.
2. Telah ada suatu permulaan pelaksanaan atau begin van uitvoering, bahwa maksud
orang itu telah ia wujudkan dalam suatu permulaan untuk melakukan kejahatan
yang ia kehendaki batas antara perbuatan persiapan dan perbuatan
pelaksanaan. Dihubungkan dengan teori dasar patut dipidananya percobaan.
3. Pelaksanaan untuk melakukan kejahatan itu tidak selesai karena masalah-masalah
yang berada di luar kemauannya sendiri
Teori dasar patut dipidananya suatu percobaan:
1. Teori Subyektif: sikap batin/watak berbahaya dari pelaku
2. Teori Obyektif: sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku. Teori
ini melihat dasar dapat dihukumnya percobaan dalam suatu perbuatan melanggar
ketertiban hukum umum. Teori percobaan obyektif menurut Pompe:
a. Perbuatan Percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah perbuatan yang
dapat dihukum karena perbuatan itu termasuk lukisan delik dalam undang-
undang. dikemukakan oleh Zevenbergen apabila perbuatan yang
bersangkutan telah memenuhi suatu fragment dari lukisan delik dalam UU,
maka perbuatan itu merupakan perbuatan percobaan yang dapat dihukum.
b. Perbuatan percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah perbuatan yang
dapat dihukum karena perbuatan itu secara obyektif merupakan bahaya.

USAHA + DOA = HASIL


Disusun oleh Dominique Virgil

Permulaan Pelaksanaan: Pelaksanaan kehendak atau pelaksanaan kejahatan?


Secara gramatika, harus dihubungkan dengan kata yang mendahuluinya yaitu
voornemen/ niat/kehendak Niat sudah terwujud dengan adanya permulaan
pelaksanaan. Jadi : pelaksanaan itu ditafsirkan sebagai pelaksanaan kehendak
TEORI POGING SUBYEKTIF
Tetapi, jika dihubungkan dengan anak kalimat berikutnya tidak selesainya
pelaksanaan itu, bukan semata-mata disebabkan karena kehendaknya sendiri maka
secara sistematis maka ditafsirkan sebagai pelaksanaan kejahatan TEORI POGING
OBYEKTIF

Aturan poging:
1. Dalam KUHP telah terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 53 KUHP
2. Luar KUHP Pasal 63, Pasal 103 KUHP
Percobaan menurut doktrin:
1. Percobaan yang selesai/sempurna apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yang diperlukan bagi selesainya
kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
2. Percobaan yang tertangguh apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yang diperlukan bagi
tercapainya kejahatan, tetapi karena satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
sehingga delik tidak selesai
3. Percobaan yang dikualifisir apabila seseorang melakukan tindak pidana sampai
pada taraf percobaan, tetapi bila dilihat tersendiri ternyata masuk ke dalam
rumusan delik lain yang selesai
4. Percobaan yang tidak sempurna apabila seseorang berkehendak melakukan
suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yang diperlukan
bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak
sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Percobaan kejahatan yang tidak dihukum:
1. Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian tanding
2. Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan ringan terhadap binatang
3. Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP penganiayaan biasa dan ringan

USAHA + DOA = HASIL

Anda mungkin juga menyukai