Ada lagi:
KUHP, UU yang mengubah KUHP, UU Hukum Pidana di luar KUHP, UU non-hukum pidana
yang memuat sanksi pidana.
SAP 2
SAP 3
melakukan salah satu dari tindak pidana dalam BAB XXIX buku kedua dan
BAB IX buku ketiga.
3. Asas perlindungan / nasionalitas pasif (beschermings-beginsel)
- Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum yang dilindungi dari suatu
negara (kepentingan hukum negara atau kepentingan nasional Indonesia)
- Dilatarbelakangi pemikiran bahwa negara telah diberi kepercayaan oleh
rakyat atau warga negara untuk melindungi kepentingan bersama.
- Pasal 4 KUHP mengatur mengenai kejahatan-kejahatan tertentu yang
mengancam kepentingan hukum Indonesia sehingga ketentuan pidana
dalam perundang-undangan Indonesia dapat diterapkan kepada setiap
orang yang melakukan tindak pidana tersebut di luar Indonesia.
- Pasal 8 KUHP
4. Asas universaliteit (universaliteits-beginsel) atau asas persamaan
- Dasar berlakunya hukum: kepentingan hukum penduduk dunia atau
bangsa-bangsa dunia kewajiban negara untuk memelihara keamanan
dan ketertiban dunia
- Pasal 4 KUHP, terutama butir ke-2,3,4
Butir 4 : perompak dapat diadili oleh negara manapun yang berhasil
menangkap mereka.
- Pasal 438 dan 444 KUHP pembajakan di laut dengan segala akibat yang
dapat timbul diancam dengan hukuman
b. Teori-teori Locus Delicti
Locus delicti menjadi persoalan apabila pembuat dan penyelesaian delik tidak ada
di satu tempat yang sama. Misal: A mengirimkan bom waktu ke kota lain, bom
tersebut meledak di kota lain. Tempat manakah yang menjadi locus delicti?
Untuk menyelesaikan persoalan itu, ada tiga macam teori:
1. Teori perbuatan materiil
Locus delicti adalah tempat dimana perbuatan materiil terjadi.
Perbuatan materiil: perbuatan yang perlu ada supaya delik dapat terjadi.
Tempat di mana delik diselesaikan tidak penting.
2. Teori alat yang dipergunakan
Locus delicti adalah tempat dimana alat yang dipergunakan menyelesaikan
delik tersebut.
3. Teori akibat
Locus delicti adalah tempat akibat terjadi
Teori-teori Locus Delicti hanya bisa diterapkan ketika menggunakan asas
teritorial
SAP 4
a. Pengertian
Tindak pidana (strafbaar feit) ada dalam KUHP, namun tidak ada penjelasan yang
rinci mengenai apa itu tindak pidana.
Prof. Simons: Tindak pidana adalah suatu tindakan melanggar hukum yang telah
dilakukan dengan sengaja maupun tidak dengan sengaja oleh seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan yang oleh UU telah
dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.
b. Subjek tindak pidana
Subjek tindak pidana dalam KUHP ditujukan kepada manusia, namun ada
kebutuhan untuk memidana korporasi.
c. Unsur-unsur tindak pidana
Unsur tindak pidana terdiri dari unsur-unsur dalam perumusan dan di luar
perumusan. Unsur-unsur dalam perumusan meliputi:
1. Unsur Obyektif, adalah unsur yang ada hubungannya dengan keadaan, yaitu:
- Unsur Tingkah Laku
Tingkah laku dalam tindak pidana ada 2, yaitu:
Tingkah laku aktif atau positif (handelen) atau perbuatan materiil.
Diperlukan wujud gerakan tubuh, misalnya mengambil (Pasal 362
KUHP)
Tingkah laku pasif atau negatif (nalaten).
Tingkah laku membiarkan; tidak melakukan aktivitas yang seharusnya
dilakukan oleh orang tersebut dalam keadaan-keadaan tertentu;
seseorang tidak menjalankan kewajiban hukumnya (Contoh: tidak
memberikan pertolongan, Pasal 531 KUHP)
Menurut pembentuk UU:
Tingkah laku konkret contoh: mengambil, memberi keterangan,
mengedarkan
Tingkah laku abstrak contoh: merusak, menghancurkan, membuat
tidak dapat dipakai, menghilangkan (Pasal 233,406 KUHP)
- Melawan hukum (wederrechtelijkheid)
Sifat melawan hukum adalah unsur mutlak dari tindak pidana. Namun,
beberapa pasal di KUHP tetap mencantumkan secara melawan hukum.
Terdapat beberapa paham yang mencoba mengartikan wederrechtelijkheid
tersebut.
Arti secara melawan hukum : secara tidak sah meliputi pengertian:
Bertentangan dengan hukum objektif
Bertentangan dengan hak orang lain
Tanpa hak yang ada pada diri seseorang
Tanpa kewenangan
Contoh: Pasal 180 KUHP Barangsiapa yang dengan sengaja dan secara
tidak sah menggali atau mengambil jenazah.... arti tidak sah disini
adalah tanpa kewenangan, karena yang berwenang berbuat demikian
adalah keluarganya.
kemungkinan kue tart itu akan dimakan orang lain, namun dia
tetap mengirimkannya karena keinginan yang kuat.
ii. Kealpaan (culpa)
Sikap batin dalam kelalaian terletak pada dua hal:
Ketiadaan pikir sama sekali
Pemikiran bahwa akibat tidak akan terjadi
SAP 5
SAP 6
a. Pengertian
Ajaran mengenai sebab dan akibat; ajaran yang berupaya mencari sebab dari
timbulnya akibat. sebab ditemukan, maka dapat ditemukan juga siapa yang
dapat dimintai pertanggungjawabannya.
b. Beberapa ajaran kausalitas
John Stuart Mill = causa adalah the whole of the antecedents tidak ada satu
faktor pun yang dapat ditiadakan tanpa meniadakan hasilnya itu sendiri.
Pangkal teori: Teori Conditio Sine Qua Non / Ekuivalensi [Von Buri]
- Semua faktor dapat dipandang sebagai penyebab-penyebab dari suatu
akibat yang telah timbul, dan faktor-faktor tersebut punya nilai yang sama.
- Semua faktor yang menyebabkan suatu akibat tidak dapat dihilangkan dari
rangkaian faktor-faktor yang bersangkutan, harus dianggap causa dari
akibat itu.
- Disebut bedingungtheorie karena ajaran ini tidak membedakan antara
faktor syarat (bedigung) dan mana faktor penyebab (causa)
ketidakadilan bertentangan dengan asas pidana tiada pidana tanpa
kesalahan
- Penganut: Prof. Van Hamel, Zevenbergen, Vos, Hazewinkel-Suringa.
- Teori ini tidak memerhatikan hal-hal yang kebetulan terjadi.
- Perlu adanya restriksi Van Hamel: restriksi dari pelajaran tentang
sengaja dan kealpaan tidak semua orang yang perbuatannya menjadi
salah satu faktor di antara rangkaian sekian faktor dalam suatu peristiwa
yang melahirkan akibat terlarang harus bertanggung jawab atas timbulnya
akibat itu, melainkan apabila pada diri si pembuatnya dalam mewujudkan
tingkah lakunya itu terdapat unsur kesalahan (kesengajaan atau kealpaan).
Teori ini memicu kritik dari para ahli. Ada dua golongan teori:
Contoh kasus:
Seorang juru rawat telah dilarang oleh dokter untuk memberikan obat
tertentu pada seorang pasien, diberikan juga olehnya. Sebelum obat itu
diberikan pada pasien, ada orang lain yang bermaksud membunuh si
pasien dengan memasukkan racun pada obat itu yang tidak diketahui
oleh juru rawat. Karena meminum obat yang telah dimasuki racun,
maka racun itu menimbulkan akibat matinya pasien.
Menurut ajaran Von Kries: juru rawat tidak mengetahui ada racun yang
dimasukkan ke dalam obat yang dapat menyebabkan kematian
Pendapat Van Hamel, Simons, Zevenbergen: unsur melawan hukum merupakan unsur
konstitutif setiap peristiwa pidana.
Pompe: melawan hukum berarti bertentangan dengan hukum, baik tertulis maupun tidak
tertulis.
c. Paham-paham Wederrechtelijkheid
Ada dua, yaitu:
1. Formele Wederrechtelijkheid (Sifat melawan hukum dalam arti formal)
Suatu perbuatan dikatakan melawan hukum apabila perbuatan tersebut
memenuhi semua unsur yang terdapat dalam rumusan delik menurut UU.
2. Materieele wederrechtelijkheid (sifat melawan hukum dalam arti material)
Suatu perbuatan dianggap melawan hukum apabila ia juga melanggar asas-
asas hukum umum atau hukum tidak tertulis.
Sifat:
a. Berfungsi negatif: menurut UU dilarang, tapi masyarakat menganggap
bukan perbuatan tercela. Contoh: pengalihan dana reboisasi dari negara
untuk mengganti rumah warga karena bencana alam. tidak bisa
dipidana
b. Berfungsi positif: menurut UU tidak dilarang, tapi masyarakat
menganggapnya sebagai suatu perbuatan tercela. Contoh: kumpul kebo,
PSK, Waria Tidak dipidana karena bertentangan dengan asas legalitas.
d. Pembuktian Unsur Melawan Hukum
Menurut Pompe: apabila sifat melawan hukum dinyatakan dengan jelas, maka
harus dibuktikan dalam setiap peradilan.
Menurut van Hattum: apabila unsur melawan hukum dinyatakan dengan tegas
dalam rumusan delik, maka dalam surat tuduhan unsur tersebut harus
dicantumkan oleh jaksa dan di depan pengadilan harus dibuktikan dengan
menggunakan alat-alat pembuktian yang dapat dibenarkan menurut UU.
Apabila terdapat keragu-raguan hakim apakah suatu perbuatan itu bersifat
melawan hukum atau tidak unsur melawan hukum harus dianggap tidak
terbukti hakim harus memutuskan putusan yang menguntungkan terdakwa.
SAP 7
Bentuk-bentuk dolus:
1. Dolus determinatus perbuatan pidana yang dilakukan ditujukan kepada
suatu objek tertentu
2. Dolus alternativus perbuatan pidana tidak ditujukan kepada suatu objek
tertentu, melainkan berbagai objek tertentu, misalnya seseorang
SAP 8
Pasal 53 ayat (1) KUHP percobaan untuk melakukan kejahatan dapat dihukum.
Syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pelaku agar dapat dihukum karena telah
melakukan suatu percobaan untuk melakukan kejahatan:
1. Adanya suatu maksud atau voornemen, jika ada niat / kesengajaan maksud
tersebut hanya dapat dipersamakan dengan opzet als oogmerk.
2. Telah ada suatu permulaan pelaksanaan atau begin van uitvoering, bahwa maksud
orang itu telah ia wujudkan dalam suatu permulaan untuk melakukan kejahatan
yang ia kehendaki batas antara perbuatan persiapan dan perbuatan
pelaksanaan. Dihubungkan dengan teori dasar patut dipidananya percobaan.
3. Pelaksanaan untuk melakukan kejahatan itu tidak selesai karena masalah-masalah
yang berada di luar kemauannya sendiri
Teori dasar patut dipidananya suatu percobaan:
1. Teori Subyektif: sikap batin/watak berbahaya dari pelaku
2. Teori Obyektif: sifat berbahayanya perbuatan yang dilakukan oleh si pelaku. Teori
ini melihat dasar dapat dihukumnya percobaan dalam suatu perbuatan melanggar
ketertiban hukum umum. Teori percobaan obyektif menurut Pompe:
a. Perbuatan Percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah perbuatan yang
dapat dihukum karena perbuatan itu termasuk lukisan delik dalam undang-
undang. dikemukakan oleh Zevenbergen apabila perbuatan yang
bersangkutan telah memenuhi suatu fragment dari lukisan delik dalam UU,
maka perbuatan itu merupakan perbuatan percobaan yang dapat dihukum.
b. Perbuatan percobaan (yaitu perbuatan melaksanakan) adalah perbuatan yang
dapat dihukum karena perbuatan itu secara obyektif merupakan bahaya.
Aturan poging:
1. Dalam KUHP telah terpenuhinya unsur-unsur dalam Pasal 53 KUHP
2. Luar KUHP Pasal 63, Pasal 103 KUHP
Percobaan menurut doktrin:
1. Percobaan yang selesai/sempurna apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan semua perbuatan yang diperlukan bagi selesainya
kejahatan, tetapi kejahatan tidak selesai karena suatu hal
2. Percobaan yang tertangguh apabila seseorang berkehendak melakukan
kejahatan, ia telah melakukan beberapa perbuatan yang diperlukan bagi
tercapainya kejahatan, tetapi karena satu perbuatan ia terhalang oleh suatu hal
sehingga delik tidak selesai
3. Percobaan yang dikualifisir apabila seseorang melakukan tindak pidana sampai
pada taraf percobaan, tetapi bila dilihat tersendiri ternyata masuk ke dalam
rumusan delik lain yang selesai
4. Percobaan yang tidak sempurna apabila seseorang berkehendak melakukan
suatu kejahatan, dimana ia telah melakukan semua perbuatan yang diperlukan
bagi selesainya kejahatan, namun tidak berhasil disebabkan alat (sarana) tidak
sempurna atau obyek (sasaran) tidak sempurna.
Percobaan kejahatan yang tidak dihukum:
1. Pasal 184 ayat 5 KUHP perkelahian tanding
2. Pasal 302 ayat 4 KUHP penganiayaan ringan terhadap binatang
3. Pasal 351 ayat 5 dan Pasal 352 ayat 2 KUHP penganiayaan biasa dan ringan