Anda di halaman 1dari 195

BAB I

PENGERTIAN HUKUM PIDANA


• LEMAIRE
• Hukum pidana itu terdiri dari norma-norma
yang berisi keharusan-keharusan dan
larangan-larangan yang (oleh pembentuk
undang-undang) telah dikaitkan dengan
suatu sanksi berupa hukuman, yakni suatu
penderitaan yg bersifat khusus
Pengertian Hukum Pidana
Simmons : Van Hammel :
- Keseluruhan larangan Keseluruhan dasar dan
atau perintah yang oleh aturan yang dianut oleh
negara diancam dengan negara dalam
nestapa yaitu pidana kewajibannya untuk
apabila tidak ditaati. menegakkan hukum,
- Keseluruhan peraturan yakni dengan melarang
yang menetapkan syarat- apa yang bertentangan
syarat untuk menjatuhkan dengan hukum dan
pidana. menegakkan suatu
- Keseluruhan ketentuan nestapa kepada yang
yang memberikan dasar melanggar larangan
untuk penjatuhan tersebut
penerapan pidana.
PENGERTIAN HUKUM PIDANA

Menurut Mezger Hukum Pidana


diartikan sebagai :
Aturan hukum yang mengikatkan
kepada suatu perbuatan yang
memenuhi syarat tertentu suatu akibat
yang berupa pidana
Pada dasarnya hukum pidana
berpangkal pada dua hal, yaitu:
a. Perbuatan yang memenuhi syarat-syarat
tertentu; Adalah perbuatan yang dilakukan
oleh orang,yang memungkinkan adanya
pemberian pidana. Atau dapat juga disebut
sebagai “Perbuatan Pidana” atau “Perbuatan
Jahat”
b. Pidana; Adalah penderitaan yang sengaja
dibebankan oleh negara kepada orang yang
melakukan perbuatan yang dilarang (tindak
pidana).
Hukum Pidana dapat
dipandang dari 2 sudut :
Hukum Pidana dalam Arti Obyektif ( Ius Punale)
• adalah sejumlah peraturan yang mengandung larangan-
larangan atau keharusan-keharusan yang disertai
ancaman-ancaman pidana terhadap orang yang
melanggarnya.
Ius Poenale ini dibagi menjadi :
a. Hukum Pidana Materiil; berisikan peraturan-peraturan
tentang:
• Perbuatan yang diancam pidana
• Pertanggungjawaban dalam hukum pidana
• Hukum penitensier
b. Hukum Pidana Formil; adalah sejumlah peraturan
tentang tata cara Negara mempergunakan haknya untuk
melaksanakan pidana.
2. Hukum Pidana dalam arti Subyektif (Ius
Puniendi); Adalah Peraturan-peraturan yang
mengatur hak Negara atau alat
perlengkapan negara untuk mengancam
atau mengenakan pidana terhadap
perbuatan tertentu
Hubungan antara hukum pidana subyektif
dan hukum pidana obyektif “Bahwa hukum
pidana subyektif dibatasi oleh hukum pidana
obyektif”
Macam-Macam Hukum Pidana :

1. Ius Commune ( hukum pidana umum ) dan Ius


speciale ( hukum pidana khusus ).
Ius Commune: memuat aturan hukum pidana yang
berlaku bagi setiap orang.cth: KUHP Ius Speciale:
memuat aturan hukum pidana yang berlaku bagi
golongan orang tertentu atau berkenaan dengan jenis-
jenis perbuatan tertentu. Cth: KUHP Militer, hukum
pidana ekonomi, hukum pidana fiscal.
2. Hukum pidana yang dikodifikasikan, adalah hukum
pidana yang dibukukan,cth: KUHP. Dan hukum pidana
yang tidak dikodifikasikan (cth: undang-undang t.p
korupsi).
3. Hukum pidana umum (dibentuk oleh badan
pembentuk undang-undang pusat, berlaku untuk
seluruh wilayah negara) dan hukum pidana lokal
(ketentuan hukum pidana yang dibuat oleh badan
pembentuk undang-undang daerah, dan hanya
berlaku dalam wilayah daerah yg bersangkutan.
4. Hukum pidana tertulis (semua ketentuan hukum
pidana yang dirumuskan dlm UU baik yg
dikodifikasikan ataupun yg tidak) dan hukum pidana
tidak tertulis (norma hukum pidana yang hidup di
dalam kelompok masyarakat tertentu walaupun
tidak dirumuskan dalam undang-undang)
5. Hukum pidana nasional dan hukum pidana
internasional.
Fungsi Hukum Pidana

Fungsi umum :
- Mengatur hidup kemasyarakatan atau
menyelenggarakan ketertiban dalam masyarakat.
Fungsi khusus :
• Melindungi kepentingan hukum terhadap
perbuatan yang memperkosanya dengan sanksi
yang berupa pidana yang sifatnya lebih tajam jika
dibandingkan dengan sanksi yang terdapat pada
cabang-cabang hukum lain.
• Obat terakhir (ultimum remidium)
• Mengiris daging sendiri atau pedang bermata dua.
• Accessoir terhadap bidang hukum lain.
KAITAN HUKUM PIDANA
DENGAN BIDANG HUKUM
LAIN
Perbedaan Hukum Publik dengan
Hukum Privat
Hukum Publik Hukum Privat
- Mengatur hubungan yang sub - Mengatur hubungan yang
ordinair, membawahi dimana kedudukannya sejajar, yakni
terdapat hirarchi antara negara antara penduduk dengan tidak
dan penduduk. memperhatikan tingkat
- Mengatur kepentingan umum. kedudukannya di dalam
- Harus dipertahankan oleh alat masyarakat, tingkat
negara. intelektualnya,dst.
- Berlaku umum (ius commune). - Mengatur kepentingan
perorangan.
- Yang ingin
mempertahankannya
diserahkan kepada orang yang
berkepentingan sendiri.
- Menurut Mr.Hk.Hamaker,
hukum perdata merupakan
hukum khusus (ius speciale)
Ilmu Hukum Pidana dengan
Kriminologi
• Ilmu Hukum Pidana • Kriminologi
• Objek: hukum pidana • Objek: Kejahatan sebagai
gejala masyarakat,
positif yang berlaku kejahatan yg secara
pada suatu saat di konkret terjadi dalam
suatu negara masyarakat dan orang yg
• Tujuan: Agar para melakukan kejahatan
penegak hukum dapat • Tujuan: untuk memahami
sebab-sebab terjadinya
menerapkan hukum kejahatan serta upaya-
pidana secara adil upaya
dan tepat penanggulangannya
CATATAN
Pasal V Peraturan Peralihan UU No. 1 Tahun 1946
tentang KUHP temporer (tidak tetap) negatif, fiktif
Sifatnya dapat befungsi sebagai regulator dan toet steen
terhadap peraturan lama dalam KUHP dengan
mengambil kriteria peraturan hukum pidana yang :
a. Seluruhnya atau sebagian tidak dapat dijalankan
sekarang.
b. Bertentangan dengan kedudukan RI sebagai negara
merdeka.
c. Tidak mempunyai arti lagi.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana (KUHP), jenis-jenis pidana
diatur dalam Pasal 10, yang meliputi:
a. Pidana Pokok:
- Pidana mati;
- Pidana penjara;
- Pidana kurungan;
- Pidana denda;
b. Pidana Tambahan:
- Pencabutan hak-hak tertentu;
- Perampasan barang-barang tertentu;
- Pengumuman putusan hakim.
BAB II
HUKUM PIDANA DI INDONESIA
• Induk peraturan hukum pidana Indonesia
terdapat dalam KUHP (Wetboek Van Strafrecht
Voor Nederlansch Indie), karena semua
ketentuan hukum pidana tunduk pada buku ke
satu KUHP.
• Salinan KUHP Belanda 1886 = berlaku di
Indonesia 1 Januari 1918 = asas konkordansi.
• Setelah Indonesia merdeka telah diadakan
perubahan-perubahan, didasarkan pada UU
No.1 Tahun 1946.
• Setelah Indonesia kembali menjadi
Negara kesatuan,berlaku 2 KUHP.
Pertama KUHP menurut UU No.1 tahun
1946 dan kedua Wetboek Van Strafrecht
Voor Nederlansch Indie yang telah
mengalami beberapa perubahan.
• UU No. 73 tahun 1958: KUHP yang
berlaku adalah KUHP berdasarkan UU
No. 1 tahun 1946.
• Juga diakui berlakunya hukum pidana
tidak tertulis, yaitu hukum pidana adat.
ASAS LEGALITAS

Milda Istiqomah
BAB III
ASAS LEGALITAS
• Berpangkal pada asas liberalisme /
individualisme
• Diperjuangkan oleh Montesquiue (1689-1755),
dan disempurnakan oleh Von Feuerbach (1775-
1833) “Nullumdelictum nullapoena sina pravia
lege” = tidak ada tindak pidana, tidak ada pidana
tanpa peraturan terlebih dahulu.
• Pertama kali dirumuskan dalam Pasal 8
Declaration des droits de I’homme et ductoyen
(1979)
Dalam KUHP Tercantum Dalam:

Pasal 1(1) KUHP :


“Tiada suatu perbuatan dapat dipidana
kecuali atas ketentuan-ketentuan pidana
dalam perundang-undangan yang telah ada
sebelum perbuatan dilakukan”.
BAB III
ASAS LEGALITAS
Larangan berlakunya hukum pidana secara retro
aktif ni dilatarbelakangi oleh ide perlindungan
HAM. Tercantum dalam :
• Pasal 11 United Declaration of Human Right;
• Pasal 15(1) International Covenant on Civil and
Political Right; “ No one shall be held guilty of any criminal
offence on account of any act or omission which did not constitute a
criminal offence, under national or international law, at the time
when it was committed….”
• Pasal 22 (1) dan Pasal 24 (1) statuta Roma
tentang International Criminal Court.
Inti dari ketentuan ini adalah :
• Ketentuan hukum pidana harus tertulis (dirumuskan
dalam undang-undang)
• Dalam hal menentukan suatu perbuatan apakah berupa
tindak pidana ataukah bukan tidak boleh menggunakan
penafsiran analogi
(= penafsiran thd ketentuan hukum dgn cara
memperluas berlakunya aturan hukum,dgn
mengabstraksikan rasio ketentuan sedemikian luasnya
shg kejadian yg sesungguhnya tdk masuk ke dalam
ketentuan tsb menjadi masuk ke dalam ketentuan
hukum tsb), Contoh : Pasal 365 (2) sub 1.
• Ketentuan hukum pidana tidak boleh berlaku surut (retro
aktif).
Namun ketentuan retroaktif dapat
disimpangi apabila:
Pasal 1 (2) KUHP:
• Sesudah terdakwa melakukan tindak
pidana ada perubahan dalam perundang-
undangan;
• Peraturan yang baru lebih meringankan
terdakwa.
Asas-asas berlakunya Hukum
Pidana menurut tempat

A. Asas Teritorialitet
Menurut asas teritorialitet
berlakunya hukum pidana
didasarkan pada tempat
terjadinya tindak pidana, dalam
wilayah berlakunya hukum
pidana yang bersangkutan.
( Pasal 2 KUHP )
Asas Teritorialitet
• Pasal 2 KUHP: setiap orang adalah…,
wilayah indonesia meliputi…,
• Asas ini diperluas dengan ketentuan pasal
3 KUHP
• Berdasarkan UU No. 4 tahun 1976,
ketentuan pasal 3 KUHP diperluas
sehingga meliputi kendaraan air dan
pesawat udara.
B. Asas Personalitet (Asas Nasional Aktif)

• Menurut asas ini berlakunya hukum


pidana didasarkan pada warga negara
dari suatu negara. (Pasal 5 KUHP)
• Dalam KUHP, asas ini hanya dapat
direapkan untuk tindak pidana yang
disebutkan dalam pasal 5 KUHP
• Asas 5 (1) ke 2 KUHP, diperluas
berlakunya terhadap seseorang yang
bernaturalisasi mjd warga negara
Indonesia setelah melakukan t.p.
C. Asas Perlindungan (Asas Nasional Pasif)

• Berlakunya hukum pidana menurut asas ini


disandarkan pada kepentingan hukum suatu
negara yang dilanggar.
• Berdasarkan asas ini ketentuan hukum pidana
Indonesia dapat diberlakukan terhadap setiap
orang (baik warga negara Indonesia maupun
orang asing) yang di luar wilayah Indonesia,
melakukan tindak pidana yang disebut dalam
pasal 4 ke 1,2,3, Pasal 7 dan Pasal 8 KUHP.
D. Asas Universal
• Berlakunya hukum pidana menurut asas ini
disandarkan pada kepentingan hukum
internasional yang terlanggar atas suatu
perbuatan.
• Berdasarkan asas ini ketentuan hukum pidana
Indonesia berlaku terhadap setiap orang baik
warga negara Indonesia maupun orang asing
yang melakukan tindak pidana baik di wilayah
Indonesia maupun di luar wilayah Indonesia,
melakukan tindak pidana yang disebut dalam
Pasal 4 ke 2 dan ke 4 KUHP.
Contoh Kasus
Seorang warga negara Australia yang
bernama Michael Pitt melakukan
penganiayaan yang berakibat matinya
seorang laki-laki di Sydney Australia pada
tahun 2005. Dalam proses pelariannya,
pada tahun 2007 Michael Pitt pindah ke
Indonesia, menjadi warga negara
Indonesia dan merubah nama menjadi
Muji Santoso. Apakah hukum pidana
Indonesia dapat dikenakan terhadap Muji?
PERKECUALIAN TERHADAP ASAS-ASAS
BERLAKUNYA HUKUM PIDANA
1. Utusan atau wakil diplomatik negara asing.
2. Kepala Negara asing yang berada di Indonesia.
3. Anak buah kapal perang asing dengan
persetujuan pemerintah.
4. Angkatan perang asing yang berada di
Indonesia dengan persetujuan pemerintah.
5. Perwakilan badan-badan Internasional.
EKSTRADISI
UU No. 1 tahun 1979 :
Ekstradisi adalah penyerahan oleh suatu
negara kepada negara yang meminta
penyerahan seseorang yang disangka atau
dipidana karena melakukan suatu kejahatan di
luar wilayah negara yang menyerahkan dan di
dalam yurisdiksi negara yang meminta
penyerahan tersebut karena berwenang untuk
mengadili dan memidananya.
Asas penting dalam ekstradisi :
a. Asas kejahatan rangkap, bahwa perbuatan
yang dilakukan baik oleh negara yang
meminta maupun oleh negara yang diminta
dianggap sebagai kejahatan.
b. Asas jika suatu kejahatan tertentu oleh negara
yang diminta dianggap sebagai kejahatan
politik maka permintaan ekstradisi ditolak.
c. Asas bahwa negara yang diminta mempunyai
hak untuk tidak menyerahkan warga
negaranya sendiri.
LOCUS DELICTI
• Adalah tempat terjadinya tindak pidana.
• Untuk menetapkan apakah ketentuan hukum
pidana Indonesia dapat diberlakukan serta
untuk menetapkan kompetensi pengadilan
untuk mengadili orang yang melakukan
tindak pidana.
• Teori perbuatan materiel, teori instrumen
dan teori akibat.
ISTILAH TINDAK PIDANA
(Strafbaarfeit)
• Peristiwa Pidana; (UUDS 1950 Ps. 14 ay 1)
• Perbuatan pidana; (UU No. 1 Th. 1951)
• Pelanggaran pidana;
• Perbuatan yang dapat dihukum; (UU Darurat No. 2
Thn 1951)
• Hal yang dapat diancam dengan hukum dan
perbuatan2 yang dapat dikenakan hukuman; ( UU
Darurat No. 16 Tahun 1951 Ps. 19,21,22)
• Tindak pidana; (UU Darurat No.7 thn. 1953)
• Tindak pidana; (UU Darurat No.7 thn. 1955)
• Tindak pidana; ( Penetapan Presiden No. 4 Th.
1964)
• Delik.
Unsur-Unsur Tindak Pidana
• Unsur Tindak • Unsur Rumusan
pidana menurut Tindak Pidana
beberapa teoritisi dalam Undang-
Undang
Trias Hukum Pidana

Perbuatan Pidana Orang Pidana

1. Kemampuan
1. Perbuatan bertanggung jawab
(manusia); (Ps. 44 );
2. Memenuhi 2. Adanya hubungan
rumusan UU; batin baik berupa
3. Bersifat dolus/culpa;
melawan
3. Tiada alasan pemaaf.
hukum;
4. Tiada alasan
pembenar.
Aliran Monistis
Simon: E. Mezger
• Perbuatan manusia • Perbuatan dalam arti
(positif/negatif) yang luas dari manusia
• Diancam dengan pidana • Sifat melawan hukum
• Melawan hukum • Dapat dipertanggung
• Dilakukan dengan jawabkan kepada
kesalahan seseorang
• Oleh orang yang mampu • Diancam pidana
bertanggungjawab
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Aliran Monistis
• Memandang semua syarat untuk menjatuhkan pidana
sebagai unsur tindak pidana.
• Aliran ini tidak memisahkan unsur yang melekat pada
perbuatannya (criminal act) dengan unsur yang melekat
pada orang yang melakukan tindak pidana (criminal
responsibility/criminal liability=pertanggungjawaban
dalam hukum pidana.
• Memandang bahwa strafbaar feit tidak dapat dipisahkan
dengan orangnya, dibayangkan bahwa dalam setiap
strafbaar feit selalu adanya si pembuat yang dapat
dipidana.
Simon, Hamel, Mezger,Karni,
Wiryono Prodjodikoro
Aliran Dualistis
Prof. Moelyatno HB. Vos
• Perbuatan • Kelakuan manusia
(manusia); • Diancam pidana
• Memenuhi WPJ Pompe
rumusan undang- • Perbuatan
undang; • Diancam pidana
• Bersifat melawan dalam ketentuan
undang-undang
hukum.
UNSUR-UNSUR TINDAK PIDANA
Aliran Dualistis
• Memisahkan antara criminal act dengan criminal
responsibility, yang menjadi unsur tindak pidana menurut
aliran ini hanyalah unsur-unsur yang melekat pada
criminal act (perbuatan yang dapat dipidana)
• Memandang strafbaar feit semata-mata pada akibat dan
perbuatan yang dilarang
• Jika perbuatan yang dilarang telah dilakukan, baru
melihat pada orangnya, jika mempunyai kemampuan
bertanggungjawab, maka perbuatan itu dapat
dipersalahkan kepadanya.
H.B Vos, WPJ Pompe,
Moelyatno
Hazewingkel Suringa
Tidak menganut aliran monistis maupun dualistis :
• Unsur tingkah laku manusia;
• Unsur melawan hukum;
• Unsur kesalahan;
• Dalam tindak pidana materiel diperlukan adanya akibat
konstitutif;
• Beberapa tindak pidana diperlukan syarat tambahan
untuk dapat dipidana, yaitu keadaan yang terjadi setelah
terjadinya perbuatan yang diuraikan dlm uu yg justru
merupakan sifat tindak pidana itu;
• Beberapa tindak pidana memerlukan unsur keadaan
yang menyertai.
• Dalam praktek tidak pernah dipersoalkan
mengenai pembedaan tsb;
• Pada kenyataannya dalam rumusan t.p
tertentu ada rumusan yang
mencantumkan tentang unsur2 mengenai
diri pelaku ( mis.sengaja), sedangkan
mengenai kemampuan bertanggung
jawab, tidak pernah dicantumkan dalam
semua rumusan t.p;
• Kemampuan bertanggung jawab menjadi hal yang
sangat penting dlam hal penjatuhan pidana, bukan
dalam hal terjadinya tindak pidana. Untuk terwujudnya
t.p cukup dibuktikan terhadap semua unsur yang ada
pada t.p tsb;
• Jika hakim mempertimbangkan tentang tidak terbuktinya
salah satu unsur tindak pidana, tidak terwujudnya t.p
yang didakwakan, maka putusan hakim berisi
pembebasan dari segala dakwaan ( vrijspraak)
• Jika hakim mempertimbangkan bahwa pada diri
terdakwa terdapat ketidakmampuan bertanggung jawab
(psl 44 KUHP), amar putusan akan berisi “pelepasan
dari segala tuntutan hukum” (ontslag van
rechtsvervolging)
SUBJEK TINDAK PIDANA
Subjek hukum pidana = manusia (Psl 59 KUHP)
a. Rumusan tindak pidana dalam undang-
undang pada umumnya dimulai dengan
kata “barang siapa”
b. Jenis-jenis pidana dalam pasal 10 KUHP
hanya dapat dikenakan kepada manusia.
c. Dalam pemeriksaan perkara pidana
diperhatikan ada/tidaknya kesalahan pada
terdakwa menunjukkan yang dapat
dipertanggungjawabkan hanya manusia.
JENIS-JENIS TINDAK PIDANA
• Sistem KUHP: Kejahatan dan pelanggaran;
• Cara Perumusan: Tindak pidana formil dan tindak pidana
materiil;
• Macam Perbuatan: Tindak pidana commisionis, tindak
pidana omissionis, tindak pidana commissionis per
omissionem commissa;
• Bentuk Kesalahan: Tindak pidana dolus dan tindak pidana
kulpa;
• Perlu tidaknya pengaduan: Tindak pidana aduan dan
tindak pidana bukan aduan;
• Berat-ringannya pidana yang diancamkan:Tindak pidana
sederhana, tindak pidana diperberat, tindak pidana ringan.
Perumusan Tindak Pidana
Dalam merumuskan tindak pidana dikenal tiga
cara, yaitu :
a. Menguraikan atau menyebutkan satu persatu
unsur2 tindak pidana tanpa menyebutkan
kualifikasinya. Psl. 281, 305 KUHP;
b. Hanya menyebutkan kualifikasinya saja tanpa
menyebutkan unsur2nya. Psl. 351 KUHP;
c. Penggabungan cara pertama dan kedua, yaitu
menguraikan unsur2 tindak pidana sekaligus
menyebutkan kualifikasi tindak pidana yg
bersangkutan. Psl 338, 362 KUHP.
TEORI KAUSALITAS
• Kausalitas = Causalitet = Causa = sebab.
• Dimaksudkan untuk menentukan hubungan objektif
antara perbuatan (manusia) dengan akibat yang tidak
dikehendaki oleh undang-undang.
• mempunyai arti penting dalam dlm t.p materiel dan t.p
yang dikualifikasikan oleh akibatnya.
• t.p materiel = unsur akibat konstitutif, perlu ditelusuri
apa yang menjadi sebab dari akibat konstitutif tsb, dan
siapa yang dapat dipertanggung jawabkan.
• teori kausalitas mempersoalkan apakah akibat yang
terjadi disebabkan oleh perbuatan petindak.
• Post hoc non propter hoc = suatu peristiwa yang terjadi
setelah peristiwa lain belum tentu merupakan akibat dari
peristiwa yang mendahuluinya.
Untuk mengatasi kesulitan dalam
memecahkan causalitet ini, dikenal
beberapa teori

TEORI CONDITIO SINE QUANON


Von Buri Presiden Reichsgericht Jerman.
= teori ekivalen = tidak ada perbedaan antara syarat dan
musabab, tiap2 syarat adalah sama nilainya.
Tiap syarat adalah sebab, dan semua syarat itu nilainya
sama, sebab kalau satu syarat tidak ada, maka
akibatnya akan lain pula.
• Kritik terhadap teori ini, hubungan kausal membentang
ke belakang tanpa akhir, sebab tiap2 sebab sebenarnya
merupakan akibat dari sebab yang terjadi sebelumnya.
Contoh
• Joko berkehendak membunuh Saidi, utk
melaksanakan maksudnya Joko melakukan
serangkaian perbuatan sbb:
• Membeli senapan;
• Pada hari yg telah direncanakan Joko Membawa
senapan itu ke arah rumah Saidi;
• Sesampainya di rumah Saidi, Joko menembakkan
peluru kepada Saidi.
Menurut teori ini kematian orang tersebut bukan hanya
ditembak, aakan tetapi juga orang yang menjual senjata
api dan perusahaan senjata api.
TEORI GENERALISASI
Von Kries = Teori Adequat.
• Musabab dari suatu kejadian adalah syarat yang
pada umumnya, menurut kejadian yang normal,
dapat atau mampu menimbulkan akibat atau kejadian
tersebut.
• Berpijak pada fakta sebelum kejadian, apakah
diantara serentetan syarat itu ada perbuatan manusia
yang pada umumnya dapat menimbulkan akibat
semacam itu, atau menurut perhitungan yang layak,
mempunyai kadar untuk itu.
• Menganut pandangan subyektif, yang dianggap
sebab adalah apa yang diketahui atau dapat
dibayangkan dapat menimbulkan akibat.
Contoh
• Si A mengetahui bahwa si B menderita
penyakit jantung yang sudah berat, suatu
pukulan tak terduga terhadap B dapat
menyebabkan kematian. Apabila dengan
mengetahui kenyataan tersebut, secara
tiba-tiba A memukul B dapat dikatakan
sebagai sebab kematian B.
TEORI INDIVIDUALISASI
Berkmeyer
• Dari serentetan syarat yang tidak dapat
dihilangkan untuk timbulnya suatu akibat,
yang menjadi sebab adalah syarat yang
dalam keadaan tertentu, paling dominan
untuk menimbulkan akibat.
SIFAT MELAWAN HUKUM
(Wederrechtelijkheid)
• Merupakan unsur penting dari suatu tindak pidana;
• Merupakan unsur untuk menentukan apakah suatu
perbuatan yang telah memenuhi rumusan UU
dapat dinyatakan sbg tindak pidana atau tidak;
• Sekalipun suatu perbuatan telah memenuhi
rumusan UU (mencocoki rumusan delik) tidak
secara serta merta mrpkn suatu tindak pidana
apabila di dalamnya tidak terdapat unsur melawan
hukum.
ISTILAH
• Tanpa hak sendiri;
• Bertentangan dgn hak pribadi seseorang;
• Bertentangan dgn hukum pada umumnya;
• Bertentangan dgn UU (hukum positif);
• Menyalahgunakan
kewenangan/kekuasaan dsb.
Dalam KUHP
• Melawan hukum: (Pasal 167, 168, 335 (1),
522)
• Tanpa hak untuk itu: (Pasal 303, 548, 549)
• Tanpa ijin (Pasal 496, 510)
• Dengan melampaui kewenangannya (Pasal
430)
• Tanpa mengindahkan cara-cara yg
ditentukan oleh peraturan umum (Pasal 429)
Kapankah suatu perbuatan
dinyatakan bersifat melawan
hukum?
SIFAT MELAWAN HUKUM
Pandangan sifat melawan Contoh:
hukum formil : Regu tembak
Suatu perbuatan itu bersifat melaksanakan eksekusi
melawan hukum apabila thdp terpidana mati
perbuatan diancam pidana Polisi menahan
dan dirumuskan sebagai seseorang yg diduga
suatu tindak pidana dalam
telah melakukan suatu
undang-undang.
perbuatan pidana.
dan perbuatan yg telah
memenuhi rumusan UU
dapat hapus sifat melawan
hukumnya krn adanya
alasan-alasan yg telah
ditentukan UU.
Menurut ajaran sifat melawan hukum
formil, suatu perbuatan yang telah
memenuhi rumusan UU tidak secara
serta merta merupakan perbuatan pidana
karena adanya hal-hal yang telah
ditentukan oleh UU sbg alasan pembenar
yg dapat menghapuskan sifat melawan
hukumnya perbuatan tsb.
SIFAT MELAWAN HUKUM
• Cth:
Arrest HR tgl 20
Februari 1933: Dokter
Hewan
• Arrest HR: “tidak dapat dikatakan bahwa
seorang yg melakukan perbuatan yg
diancam pidana itu mesti dipidana, apabila
UU sendiri tidak dengan tegas menyebut
adanya alasan penghapus pidana”
• Artinya:
sekalipun suatu perbuatan telah memenuhi
rumusan delik, namun tidak secara serta
merta perbuatan itu dapat dinyatakan sbg
perbuatan yang dpt dipidana krn adanya
alasan pembenar di luar Undang-Undang
Contoh Lain:
• Dalam suatu ekspedisi di Kutub Selatan seorang
menembak mati temannya atas permintaan sendiri,
karena ia menderita luka parah dan tidak mungkin hidup
terus, apalagi jauh dari dokter;
• Seorang biolog membedah binatang-binatang untuk
penelitian ilmiah.
Sifat melawan Hukum Materiil dapat
berfungsi secara:
Dalam fungsinya yang Bahwa sekalipun suatu
negatif : perbuatan termasuk
dalam perumusan
mengakui hal-hal di luar
UU (hukum kebiasaan) undang-undang, tetapi
sebagai dasar untuk perbuatan tersebut
dikecualikan sebagai
menghapuskan sifat
melawan hukumnya perbuatan pidana karena
perbuatan tersebut tidak
perbuatan
bertentangan dengan
Cth: perasaan/ nilai-nilai yang
Kasus Nenek Minah hidup dalam masyarakat.
• Dalam fungsinya yang positif • Bahwa sekalipun suatu
: perbuatan tidak dilarang
mengakui hal-hal di luar UU oleh undang-undang
(hukum kebiasaan) sebagai tetapi bila oleh
dasar untuk menetapkan masyarakat dianggap
suatu perbuatan sbg tindak
sebagai perbuatan yang
pidana sekalipun perbuatan
itu tidak nyata dirumuskan
bertentangan dengan
dan diancamkan pidana dlm nilai-nilai yang hidup
UU dalam masyarakat, maka
mengakui hukum kebiasaan dianggap sebagai
sebagai sumber hukum perbuatan pidana.
pidana yg positif
Bagaimana dengan di
Indonesia?
• Di Indonesia, sifat melawan hukum
materiil dalam fungsinya yang positif tidak
dianut, karena hal itu bertentangan
dengan asas legalitas.
Perkembangan di Indonesia:
• Penjelasan UU No. 31/1999 tentang
Pemberantasan T.P Korupsi:
“yang dimaksud dgn secara melawan hukum
dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti formil maupun dalam arti
materiil, yakni meskipun perbuatan tsb tidak
diatur di dalam UU, namun apabila perbuatan
tersebut dianggap tercela oleh masyarakat,
maka perbuatan tsb dapat dipidana.”
Keputusan MK RI Nomor
003/PUU-IV/2006
• Penjelasan Pasal 2 ayat 1 yang berkaitan
dengan sifat melawan hukum materiil
bertentangan dgn UUD 1945 dan
karenanya tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat.
Rumusan Unsur Sifat melawan
Hukum
• Adakalanya dirumuskan secara tegas dalam
undang-undang, dan sebaliknya seringkali tidak
dirumuskan secara tegas dalam UU.
• Dirumuskannya unsur sifat melawan hukum
secara tegas terkandung maksud agar orang
yang berhak atau yang berwenang melakukan
perbuatan sebagaimana dirumuskan dalam UU
tidak dijatuhi pidana.
Pembuktian Unsur Melawan
Hukum
• Jika dirumuskan secara tegas dlm UU, maka
unsur melawan hukum harus dibuktikan.
• Jika tidak dirumuskan dalam UU, tdp 2
pandangan.
– Melawan hukum berfungsi positif, yaitu adanya unsur
melawan hukum merupakan syarat terjadinya tindak
pidana, maka unsur melawan hukum harus dibuktikan.
– Sedangkan unsur melawan hukum berfungsi positif,
akan tetapi dalam dlam rumusan t.p unsur melawan
hukum tidak dicantumkan, maka unsur melawan
hukumnya tdak perlu dibuktikan. Karena setiap
perbuatan yang sudah memenuhi rumusan hukum
pidana, merupakan indikator bahwa perbuatan itu
bersifat melawan hukum.
Pertanggungjawaban dalam
Hukum Pidana
Asas Geen Straf Zonder Schuld
“ tiada pidana tanpa kesalahan”
Terjadinya tindak pidana belum tentu diikuti
dengan pemidanaan; Pemidanaan baru dapat
dilakukan apabila orang yang melakukan
tindak pidana dapat dipertanggungjawabkan
dalam hukum pidana.

Perkembangan hukum dewasa ini, dalam hal2 tertentu


asas geen straf zonder schuld diadakan penyimpangan;
terjadi apabila bagi suatu tindak pidana tertentu dinyatakan
berlaku asas strict liability
Asas Strict Liability
• asas strict liability = • Alasan diberlakukannya
pemidanaannya tidak strict liability:
memperhatikan adanya 1. Untuk menjamin bahwa
kesalahan (mens rea) peraturan hukum demi
petindak. kesejahteraan
masyarakat harus ditaati
2. Pembuktian mens rea
terhadap delik2 tertentu
sangat sulit;
Pengertian Kesalahan
Kesalahan = Schuld Kurang tepat
Dewasa ini dianut
Pada awalnya pengertian kesalahan yang
diartikan sebagai normatif: menentukan
kesalahan psikologis: kesalahan tidak semata-
kesalahan hanya mata melihat hubungan
dikaitkan dalam batin antara petindak
hubungan batin dengan perbuatannya,
Kesalahan
antara petindak melainkan juga
dengan memperhatikan penilaian
perbuatannya, baik normatif atas perbuatan
berupa dolus yang dilakukan, apa yang
ataupun culpa. seharusnya dilakukan oleh
petindak.
Pengertian kesalahan dapat dilihat
dari 3 sudut pandang :
• Kesalahan dalam arti yang seluas-
luasnya;
• Kesalahan dalam arti bentuk kesalahan :
baik berupa dolus atau culpa;
• Kesalahan dalam arti sempit : culpa.
Unsur-unsur Kesalahan
• Adanya kemampuan bertanggung jawab
pada si petindak;
• Adanya hubungan bathin antara si
pembuat dengan perbuatannya, yang
berupa dolus / culpa;
• Tidak ada alasan yang menghapuskan
kesalahan atau tiada alasan pemaaf.
Hubungan kesalahan dengan
kebebasan kehendak
Tiga Sudut Pandang:

Indeterminis Determinis- Irrelevant


-me me

Manusia Manusia Adanya kebebasan


mempunyai tidak kehendak ataukah
kebebasan mempunyai tidak, tidak mempunyai
kehendak kebebasan arti penting bagi
(free will) kehendak hukum pidana
KEMAMPUAN
BERTANGGUNG JAWAB
PASAL 44 KUHP
• Setelah terwujudnya tindak pidana,
barulah dilihat apakah pembuatnya bisa
dipertanggung jawabkan ataukah tidak
• Kemampuan bertanggung jawab menjadi
hal yang sangat penting dalam hal
penjatuhan pidana; pelaku tindak pidana
dapat dijatuhi pemidanaan jika pelaku
tersebut mampu bertanggung jawab di
muka hukum.
Kemampuan Bertanggung Jawab
Pasal 44 KUHP
Simons = Seseorang dikatakan Van Hamel = kemampuan
mampu bertanggung jawab bertanggung jawab adalah
apabila jiwanya sehat, suatu keadaan normalitas
sehingga : psikis dan kematangan
• Ia mampu untuk mengetahui (kecerdasan) yang membawa
atau menyadari bahwa tiga kemampuan, yakni:
perbuatannya bertentangan a. Mampu untuk mengerti nilai
dengan hukum; dari akibat2 perbuatannya
• Ia dapat menentukan sendiri;
kehendaknya sesuai dengan b. Mampu untuk menyadari,
kesadaran tersebut. bahwa perbuatannya itu
menurut pandangan
masyarakat tidak dibolehkan;
c. Mampu untuk menentukan
kehendaknya atas perbuatan2
itu.
• Kedua definisi tersebut mengemukakan
dua faktor sbg dasar untuk menentukan
adanya kemampuan bertanggung jawab;
yaitu faktor akal dan faktor kehendak.
Pasal 44 KUHP
Inti dari Pasal 44 adalah:
• Penentuan keadaan jiwa si petindak;
a. Jiwanya cacat pertumbuhannya
b. Jiwanya terganggu karena penyakit
• Penentuan hubungan kausal antara
petindak dengan perbuatan; apakah
perbuatan yang dilakukan berkaitan
dengan kelainan jiwa yang dideritanya.
Kemampuan Bertanggung Jawab
Menurut KUHP = syarat2 kemampuan
.
bertanggung jawab secara negatif ( Psl. 44
KUHP) bahwa tidak dapat dipidana orang2
yg :
a. Jiwanya cacat dalam pertumbuhannya;
contoh gagu, tuli, imbisel, idiot. Orang-orang
yang menderita buta, tuli tidak dapat
dipertanggung jawabkan jika cacat fisik
mempengaruhi pertumbuhan jiwanya.
b. Jiwanya terganggu karena penyakit; contoh
penyakit syaraf, psycho, dll.
Cara untuk menentukan terdakwa tidak mampu
bertanggung jawab dilakukan secara deskriptif-
normatif.
• Deskriptif : penentuan bagaimana keadaan jiwa
terdakwa; dilakukan oleh dokter penyakit jiwa
(psikiater)
• Normatif : penentuan hubungan kausal antara
keadaan jiwa terdakwa dengan perbuatan yang
telah dilakukan; dilakukan oleh hakim.
Surat keterangan sakit dari psikiater hanya
dijadikan pertimbangan, keputusan tetap berada
di tangan hakim.
Tidak mampu bertanggung jawab untuk sebagian :
Tidak mampu bertanggung jawab terhadap
perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan
kelainan jiwa yang dideritanya.
Beberapa jenis kelainan jiwa
adalah:
• Kleptomani;
• Pyromani;
• Nymphomani;
• Claustrophobie, dll
KEADAAN MABUK
• Orang yg minum minuman keras sebagai
kebiasaan, apabila suatu ketika berada dalam
keadaan sedemikian rupa sehingga tidak
mampu bertanggung jawab;
• Orang yang dalam keadaan mabuk ringan,
masih dapat menyadari perbuatannya, tetap
dianggap mampu bertanggung jawab;
• Orang yg minum minuman keras untuk
menambah ketabahan tetap dapat
dipertanggung jawabkan, pada hakikatnya
hubungan antara kehendak dan perbuatannya
tidak putus
Apabila terjadi keragu-raguan
• Terdakwa tetap dipidana karena dianggap
pembunuh itu rusak maknawi dan jiwanya.
Dasar pendirian ini karena kemampuan
bertanggung jawab selalu ada, selama
tidak dibuktikan sebaliknya.
• Terdakwa tidak dipidana, karena dianggap
tidak mampu bertanggung jawab. Diambil
keputusan yang paling meringankan
terdakwa; yaitu terdakwa dibebaskan.
KESENGAJAAN

MILDA ISTIQOMAH
• Kesengajaan merupakan salah satu
bentuk hubungan batin antara petindak
dengan perbuatannya.
• Dalam MvT, yang dimaksud dengan
sengaja adalah willens en weten; bahwa
seseorang yg melakukan perbuatan
dengan sengaja, harus menghendaki serta
harus mengerti akan akibat dari perbuatan
tsb
Teori-Teori Kesengajaan
a. Teori Kehendak (Willstheori) ; adalah
kehendak untuk mewujudkan unsur2 t.p
dalam rumusan UU
b. Teori pengetahuan atau membayangkan
( Voor stelling theorie) ; sengaja diartikan
sbg mengetahui atau membayangkan
akan timbulnya akibat perbuatannya.
Bentuk-Bentuk Kesengajaan
• Kesengajaan sebagai maksud ( opzet als
oogmerk); petindak memang bermaksud
menimbulkan akibat yang dilarang UU.
• Kesengajaan dengan sadar kepastian ( opzet
net zekerheids bewustzijn); di samping
bertujuan mencapai akibat yang dikehendaki
terjadi pula akibat yang tidak dikehendaki yang
pasti terjadi sebagai syarat untuk mencapai
akibat yang dikehendaki.
• Kesengajaan dengan sadar kemungkinan
( voorwaarelijk opzet); menyadari kemungkinan
adanya akibat yang dilarang, dan kemudian
akibat itu benar2 terjadi.
Sifat Kesengajaan
• Kesengajaan berwarna; kesengajaan dalam
melakukan tindak pidana, tidak cukup hanya
menghendaki melakukan perbuatan, melainkan
petindak harus mengetahui bahwa
perbuatannya bersifat melawan hukum
Merupakan beban yang berat bg hakim, krn harus
membuktikan bhw terdakwa menyadari
perbuatannya bersifat melawan hukum.
Pandangan ini banyak ditinggalkan
• Kesengajaan tidak berwarna; terjadinya
kesengajaan cukup apabila petindak
menghendaki melakukan perbuatan yang
ternyata terlarang.
Hal-Hal yang Diliputi Kesengajaan
• Pada prinsipnya unsur-unsur yang harus
diliputi unsur sengaja adalah semua unsur
yang terletak di belakang unsur sengaja.
• Dalam MvT : “ unsur-unsur tindak pidana
yang terletak di belakang perkataan
opzetteijk (dengan sengaja) dikuasai atau
diliputi olehnya”.
Pembuktian Unsur Sengaja
• Membuktikan unsur sengaja tidak mudah,
karena sengaja merupakan sikap batin
seseorang.
• Digunakan teknik meng”objektifkan”kan
unsur sengaja itu dari keadaan lahir yang
tampak dari luar.
Rumusan Unsur Sengaja dlm UU
• Opzettelijk (dengan sengaja), pasal 333, 338,
372 KUHP;
• Wetende dat (sedang ia mengetahui), Pasal
279, 220 KUHP;
• Waarvan hij weet (yang ia ketahui), pasal 480
KUHP;
• Met het oogmerk ( dengan maksud), pasal 362
KUHP;
• Tegen beter weten in (bertentangan dengan apa
yang diketahui) Pasal 311 KUHP
Jenis-Jenis Kesengajaan
• Dolum premiditatus; suatu kesengajaan yang
disertai dengan rencana terlebih dahulu;
• Dolus determinatus dan indeterminatus;
didasarkan pd kepastian objeknya. Dolus
determinatus objeknya pasti orang tertentu,
dolus indeterminatus objeknya tidak pasti
ditujukan pd orang tertentu, misalnya menembak
ke arah kelompok orang yg sedang unjuk rasa.
• Dolus altermatifus; kesengajaan yang ditujukan
kepada salah satu dari objek yang dipilih.
• Dolus indirectus; bhw semua akibat dari
perbuatan yang disengaja, diduga atau tidak
diduga, dianggap sebagai hal yang ditimbulkan
dengan sengaja.
• Dolus directus; kesengajaan ini tidak hanya
ditujukan kepada perbuatannya, tetapi juga
akibat dari perbuatannya itu.
• Dolus generalis; maksud petindak telah tercapai,
walaupun mungkin akibat itu bukan disebabkan
perbuatan petindak.
Kesesatan
• Kesesatan berarti adanya sikap batin petindak
yang salah kira mengenai hal-hal yang
berkaitan dengan perbuatannya.
a. Error factie; kesesatan mengenai hal2 yang
berkaitan dengan perbuatannya. Tidak
mengakibatkan pemidanaan.
b. Error iuris; merupakan kesesatan di bidang
hukumnya. Mengakibatkan pemidanaan.
c. Error in objecto/in persona; bentuk kesesatan
mengenai objek dari tindak pidana
Kealpaan

Milda Istiqomah
• Merupakan bentuk kesalahan yang tidak berupa
kesengajaan akan tetapi juga bukan suatu
kebetulan;
• Dalam kealpaan, sikap batin seseorang
menghendaki melakukan perbuatan, tetapi sama
sekali tidak menghendaki terjadinya akibat dari
perbuatan tsb;
• Tidak ada niatan jahat dari petindak, namun
kealpaan tetap ditetapkan sebagai sikap batin
petindak yang memungkinkan pemidanaan.
MvT
• Pertimbangan: bahwa terdapat keadaan
yang sedemikian membahayakan
keamanan orang/barang, atau
mendatangkan kerugian terhadap
seseorang yang sedemikian besarnya dan
tidak dapat diperbaiki lagi.
Pengertian Kealpaan
• Van Hammel: • Simmons:
a. Tidak menduga- Tidak adanya kehati-
duga sebagaimana hatian dan tidak
diharuskan oleh menduganya akibat.
hukum;
b. Tidak mengadakan
kehati-hatian seperti
diharuskan oleh
hukum.
• Kealpaan yang dapat dipertanggungjawabkan
adalah culpa lata, kekurang hati-hatian yang
cukup besar. Ukuran untuk menentukan
kealpaan ini adalah sebagaimana ia harus
berbuat seperti orang pada umumnya.
• Kealpaan ringan (culpa levis) tidak dapat
dipertanggung jawabkan dalam hukum pidana.
Ukuran kealpaan ringan adalah sikap hati-
hatinya orang yang sangat cermat.
Persamaan dan perbedaan
kesengajaan dan kealpaan
• Persamaan : kedua-duanya menunjuk
kepada arah yang keliru dari kehendak
atau perasaan.
• Perbedaan : mengenai keadaan jiwa dari
masing2 pembuat, bahwa faktor kehendak
yang ada pada diri si pembuat mulai dari
kehendak sebagai maksud sampai kepada
kealpaan yang disadari keadaannya
semakin lemah.
Tindak Pidana Pro Parte Dolus, Pro
Parte Culpa
• Adalah tindak pidana yang perumusannya
mengandung unsur kesengajaan dan
kealpaan seklaigus dalam satu pasal
dengan ancaman pidana yang sama.
• Pasal 480, 438, 287 KUHP dll
• 287 KUHP :” barang siapa bersetubuh ….,
padahal diketahui atau sepatutnya harus
diduga bahwa umurnya belum lima belas
tahun”
Kesalahan pada Pelanggaran
• Pada tindak pidana pelanggaran unsur
kesalahan tidak pernah dirumuskan dalam
UU;
• Dalam tindak pidana pelanggaran berlaku
ajaran perbuatan materiil ( feit materiil ),
yang terpenting bahwa telah terpenuhinya
perbuatan sebagaimana dirumuskan
dalam UU.
• Arrest pemilik perusahaan susu.
ALASAN PENGHAPUS
PIDANA
Milda Istiqomah
Alasan Penghapus Pidana
Alasan Pembenar

Merupakan alasan yang menghapuskan


sifat melawan hukumnya perbuatan,
walaupun perbuatan itu memenuhi rumusan
tindak pidana dalam UU
Pembelaan Darurat
(Psl. 49 (1) KUHP)
Hal yang pokok dari pembelaan darurat:
• Adanya serangan atau ancaman serangan;
serangan bersifat melawan hukum, seketika dan
sedang berlangsung yang ditujukan kepada
kepentingan hukum milik sendiri ataupun orang
lain.
• Adanya pembelaan yang sangat perlu untuk
menghindarkan diri dari serangan atau ancaman
serangan tersebut; berpijak pd asas
proporsional.
Berdasarkan prinsip
keseimbangan antr tujuan dgn
cara melaksanakannya

Keabshn
Persamaan: menjnlkn
Melaksanakan perinth ada pd
1. Keduanya dsr
Undang-Undang uu
peniadaan pidana
(Psl. 50 KUHP) menghapuskan sifat
melawan hkmnya
perb; Kewenangn
Melaksanakan adlh pd perinth
2. Boleh dilakukn
perintah yg diberkn
sepanjang menjlnkan
jabatan yg sah kewengn berdsrkn bdsrkn UU sah
(Psl. 51 (1) pernth UU maupn
KUHP) perinth jabtn.

Antara pejabat yg memerintah


dgn org yg diperintah hrs ada
hub sub ordinansi
Alasan Pemaaf

Alasan yang menghapuskan


kesalahan petindak, sehingga
tidak memungkinkan pemidanaan
Pembelaan Darurat yg Melampaui
Batas ( Psl. 49 (2) KUHP)
(Noodweer exces)
Persyaratan bentuk khusus:
• Perlu adanya pembelaan darurat yg melampaui
batas, berarti tidak ada jalan lain;
• Pembelaan itu dilaksanakan sbg akibat yang
langsung dr kegoncangan jiwa yg hebat;
• Harus ada hubungan kausal antara
kegoncangan jiwa dengan serangan atau
ancaman serangan.
Dengan Iktikad Baik Melaksanakan
Perintah Jabatan Tidak Sah (Psl. 51 (2)
KUHP)
Seseorang yang melaksanakan perintah
jabatn yg tidak sah, tidak akan dipidana
apabila memenuhi syarat2 sbb:
a. Syarat subjektif, yaitu dlm batin org yg
diperindah, harus mengira bhw perinth
yg diberikan adalah sah;
b. Syarat objektif, yaitu perintah yg
diberikan memang merupkn tugas yg
menjadi wewenangnya.
Daya Paksa (Psl. 48 KUHP)
Overmacht dibahas dm sub bab tersendiri,
karena ada yg memandang daya paksa
sgb alasan pembenar, dan ada pula yg
memandang sbg alasan pemaaf.
MvT : daya paksa adalah setiap
kekuatan, setiap paksaan, atau
tekanan yang tidak dapat ditahan.
Daya Paksa
Absolut

Daya Paksa Daya paksa


dlm arti sempit

Daya Paksa
Relatif Keadaan
Darurat

a. Adanya benturan antara dua


kepentingan hukum;
b. Adanya benturan antara kepentingan
hukum dengn kewajiban hukum;
c. Adanya benturan antr kewajiban
hukum dgn kewajiban hukum.
PERCOBAAN

Dari segi ilmu pengetahuan:


Permulaan kejahatan yang belum
selesai
Dari segi bahasa:
usaha hendak berbuat atau melakukan
sesuatu dalam keadaan diuji
(Poerwodarminto)
PERCOBAAN DAPAT DIPIDANA TERDAPAT
DUA PANDANGAN YAITU:

a. Pandangan Subyektif → Orang yang


melakukan percobaan harus dipidana,
karena sifat berbahayanya orang itu.
b. Pandangan Obyektif → Dasar untuk
memidana percobaan disebabkan oleh
karena berbahayanya perbuatan yang
dilakukan (Moeljatno)
SYARAT-SYARAT PERCOBAAN
DAPAT DIPIDANA
Pasal 53 KUHP :
“ Mencoba melakukan kejahatan
dipidana jika niat untuk itu telah
ternyata dengan adanya permulaan
pelaksanaan, dan tidak terselesainya
pelaksanaan itu bukan semata-mata
karena kehendaknya sendiri”
Dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Harus ada niat ( voornemen ) →


terdakwa mempunyai kesengajaan untuk melakukan
kejahatan.

2. Harus ada permulaan pelaksanaan ( begim


van uitvooring ) →
dimaksudkan sebagai pelaksanaan niat atau
pelaksanaan kejahatan. Dalam Memorie van
Toelichting dijelaskan pula bahwa harus dibedakan
antara perbuatan persiapan
(voorbereidingshandelingen) dengan perbuatan
pelaksanaan (uitvooringhandelingen)
Untuk membedakan antara perbuatan
persiapan dengan perbuatan pelaksanaan
dilakukan dengan cara:
a. Pandangan subyektif → telah terjadi perbuatan
pelaksanaan apabila niat jahat si petindak telah
pasti tampak dalam perbuatan
b. Pandangan obyektif → baru terjadi perbuatan
pelaksanaan apabila perbuatan si petindak secara
obyektif telah membahayakan kepentingan hukum
yang dilindungi undang-undang
CONTOH
Joko berkehendak membunuh Saidi, utk
melaksanakan maksudnya Joko melakukan
serangkaian perbuatan sbb:
a. Membeli pisau; Pandangan Subyektif

b. Membawa pisau itu ke rumahnya;


c. Pada hari yg telah direncanakan Joko
Membawa pisau itu ke arah rumah Saidi;
d. Sesampainya di rumah Saidi, Joko
mengarahkan pisaunya kpd Saidi;
e. Joko menusukkan pisau kepada Saidi.
Pandangan
Pandangan
Obyektif
Obyektif
mrpmrp
perbuatan
perbuatan
pelaksanaan pelaksanaan
3. Tidak terselesainya pelaksanaan harus
bukan karena kehendaknya sendiri →
Menurut Hoge Raad: mengurungkan niat secara suka
rela
Menurut Memorie van Toelichting: menjamin tidak
akan dipidana orang dengan kehendak sendiri,
sukarela mengurungkan pelaksanaan kejahatan yang
telah dimulai.
PERCOBAAN TIDAK MAMPU
(CONDEUGDELIJKA POGING)
Terjadi apabila seseorang telah
melakukan perbuatan-perbuatan
yang dikehendakinya untuk
menyelesaikan tindak pidana akan
tetapi walaupun ia telah melakukan
perbuatan yang diperlukan tidak
pidana yang dimaksud tidak mungkin
selesai.
Percobaan tidak mampu dapat dibedakan
menjadi dua yaitu:
1. Percobaan tidak mampu mutlak
adalah baik obyeknya ataupun alatnya
berada dalam keadaan yang demikian
rupa sehingga tindak pidana tidak
mungkin diselesaikannya;
2. Percobaan tidak mampu relatif adalah
percobaan yang obyeknya atau alatnya
berada dalam “keadaan khusus”
sehingga tindak pidana tidak mungkin
diselesaikan
Contoh:
• Percobaan tidak mampu • Percobaan tidak mampu
mutlak: relatif:
a. Objeknya tidak mampu a. Objeknya relatif tidak
mutlak  menusuk mampu  orang yg
mayat yg dikiranya masih bermaksud mencuri uang
hidup di dlm brankas, tp
b. Alatnya tidak mampu ternyata brankas kosong
mutlak  menembak b. Alatnya relatif tidak
orang dengan senjata api mampu  seseorang
yg tidak berisi peluru meracuni orang lain tp
racunnya kurang banyak
• Apakah orang yang melakukan percobaan
tidak mampu dapat dipidana?
• Dilihat dari pasal 53 KUHP, petindak
percobaan tidak mampu telah memenuhi
syarat2 percobaan, dan tidak selesainya
t.p bukan karena kehendaknya sendiri.
Pandangan Subyektif dan
Obyektif
Teori Subyektif Semua bentuk percobaan yang tidak
mampu, dapat dipidana.
Menitik beratkan pada pelaksanaan
niat jahat petindak

Teori Obyektif Percobaan tidak mampu mutlak tidak


dapat dipidana, krn dalam percobaan
mutlak tidak mampu, tidak ada
kepentingan hukum yang dibahayakan
PERCOBAAN YANG TIDAK
DAPAT DIPIDANA
1. Percobaan melakukan pelanggaran tidak
dipidana (Pasal 54 KUHP)
2. Percobaan untuk melakukan
penganiayaan ringan tidak dipidana
(Pasal 351 ayat 5 KUHP)
3. Percobaan melakukan penganiayaan
ringan terhadap hewan tidak dipidana
(Pasal 302 ayat 4 KUHP)
Perbuatan-perbuatan yang tidak mungkin
memenuhi syarat-syarat percobaan yang dapat
dipidana yaitu:
1. Percobaan melakukan tindak pidana
yang sifatnya sudah merupakan
percobaan (tindak pidana makar; pasal
104, 106, 107 KUHP)
2. Percobaan tindak pidana omissionis
tidak dapat dipidana
3. Percobaan tindak pidana kealpaan tidak
dipidana
Macam-Macam Percobaan
• Percobaan selesai, adalah percobaan yang perbuatan
pelaksanaannya sebegitu jauh, sehingga mendekati tindak
pidana selesai;
 seorang ingin membunuh orang lain dgn cara melepaskan tembakan,
namun tembakan meleset.
• Percobaan tertunda, adalah percobaan dimana petindak
telah melakukan perbuatan pelaksanaan, akan tetapi tindak
pidana tidak sampai selesai karena tercegah sesuatu hal;
 Seorang mengarahkan senjatanya ke arah korban, tangannya dipukul
oleh org lain hingga jatuh
• Percobaan dikualifisir, adalah percobaan yang perbuatan
pelaksanaannya merupakan tindak pidana tersendiri akan
tetapi bukan yg dimaksud.
 Seseorang ingin membunuh dgn cara menusuk, namun korban hanya
menderita luka. Telah terjadi percobaan pembunuhan, namun
penganiayaan telah selesai.
PIDANA TERHADAP
PERCOBAAN
Ancaman pidana pokok tindak pidana yang
dimaksud dikurangi sepertiga (pasal 53 ayat 2
KUHP)
 Apabila tindak pidana yang dimaksud
diancam pidana mati atau seumur hidup,
pidana yang dijatuhkan adalah pidana penjara
paling lama 15 tahun (pasal 53 ayat 3 KUHP)
Pidana tambahan bagi percobaan adalah
sama dengan tindak pidana selesai (pasal 53
ayat 4 KUHP)
Yurisprudensi Percobaan
• Yurisprudensi percobaan pencurian di
Kantor Pos;
• MA mengikuti pandangan objektif
Contoh Kasus:
• A dan B bersepakat untuk membongkar
lemari besi sebuah bank. Polisi memergoki
mereka di pintu depan bank pada saat A
sedang merusak kunci dan B meneranginya.
• Pada malam hari A mencuri dalam toko alat
listrik. Dari laci uang dia mengambil
beberapa lembar uang kertas yang dia
masukkan ke dalam saku bajunya. Di jalan
keluar dia ditangkap satpam.
PENYERTAAN

Milda Istiqomah
Kasus I
A dendam pada X laki2 yg menyelingkuhi istrinya, dan
dengan motif itu A memutuskan kehendak utk menghabisi
nyawa X. Dipanggilnya seorang preman pasar yg bernama B
utk melaksanakan pembunuhan terhadap X, kesepakatan
terjadi dengan bayaran 50 juta. B tidak bertindak sendiri,
kemudian dia mengumpulkan 3 orang temannya utk
berembuk dalam hal pelaksanaannya dan pembagian
rejekinya. Pembagian tugas segera dilakukan, yakni B
bertindak sebagai pemimpin yg menentukan, C bertugas
sebagai pengintai. Atas hasil pengintaian C diperoleh
informasi bahwa X dan istri A sedang berselingkuh di sebuah
hotel di Batu. B memutuskan agar C,D dan E segera
melaksanakan pembunuhan. C menjadi supir sekaligus
berjaga-jaga di mobil, D mengetok pintu dan berjaga di pintu,
dan E dengan sepucuk pistol menodong X yg berlagak sbg
seorang petugas polisi dan segera membawanya pergi. Di
tengah hutan mereka berhenti, dan E menyeret X keluar
mobil, dan dlm keadaan tidak berdaya E menembak di kepala
X, dan matilah X. Yang selanjutnya D dan E melempar mayat
itu ke jurang.
PENYERTAAN
Terjadi apabila dalam suatu delict ( tindak pidana)
tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu
orang. ( Kertanegara)
Berasal dari pikiran Von Feuerbach, yg
membedakan penyertaan dalam dua jenis, yaitu:
1. Mereka yg langsung berusaha mll tindak pidana;
2. Mereka yg hanya membantu usaha dilakukannya
tindak pdana oleh mereka yang tersebut dalam
butir 1.
Untuk Menentukan Bentuk2
Penyertaan terdapat 2 Ajaran :
• Ajaran Subjektif;
Kriteria yang digunakan untuk menentukan
bentuk2 penyertaan ialah sikap batin mereka yg
terlibat dlm peyertaan.
• Ajaran Obyektif ;
Kriteria yg digunakan utk menentukan bentuk2
penyertaan ialah wujud dan luasnya perbuatan
yg dilakukan oleh masing2 orang yg terlibat dlm
penyertaan.
Sistem Pokok Pertanggungjawaban
dalam Penyertaan
1. Berasal dr Hukum Romawi:
Bahwa tiap2 peserta dipandang sama nilainya
dengan orang yang melakukan tindak pidana
sendirian.
2. Berasal dari Hukum Italia:
Tiap2 peserta tidak dipandang sama nilainya,
tetapi masing2 dibedakan menurut perbuatan yg
dilakukan, sehingga pertanggungjawabannya
berbeda satu sama lain, tergantung pada bentuk
dan luasnya perbuatan yang dilakukan dlm
mewujudkan tindak pidana itu.
Bentuk – Bentuk Penyertaan
• Pasal 55 KUHP: dipidana sebagai
pembuat (dader) suatu perbuatan pidana:
Ke 1 :
- Mereka yang melakukan (plegen);
- Yang menyuruh lakukan (doenplegen);
- Dan yang turut serta melakukan perbuatan
(medeplegen);
- Yang sengaja menganjurkan (uitloken).
Ke 2:
• Mereka yg dengan memberi atau
menjanjikan sesuatu;
• Dengan menyalahgunakan kekuasaan
atau martabat;
• Dengan kekerasan;
• ancaman atau penyesatan atau
memberikan sarana atau keterangan
Sengaja menganjurkan orang lain supaya
melakukan perbuatan Pasal 56 KUHP
• Pasal 56 KUHP: dipidana sbg pembantu
(medeplichtig) suatu kejahatan:
Ke 1 : mereka yg sengaja memberi bantuan
pd waktu kejahatan dilakukan
Ke 2 : mereka yg sengaja memberi
kesempatan, sarana atau keterangan
untuk melakukan kejahatan.
Dengan diketahuinya dua bentuk penyertaan,
maka dpt disimpulakn bahwa sistem hukum
pidana kita, dpt diketahui siapa2 yg dpt
membuat t.p dan atau terlibat dlm mewujudkan
t.p, yaitu:
1. Orang yg secara tunggal perbuatannya
mewujudkan t.p, yg disebut sbg pembuat
tunggal (dader);
2. Orang yg disebut dgn para pembuat
(mededader), yg dlm mewujudkan t.p terlibat
banyak orang sbgmn disebut dlm Psl.55;
3. Orang yg disebut dgn pembuat pembantu
(medeplichtige) sebagaimana yg diatur Psl. 56.
Mereka yang Melakukan ( Pleger)
• UU tidak menjelaskan lebih jauh tentang siapa
yang dimaksud dengan pleger;
• Kriteria : ialah perbuatannya telah memenuhi
semua unsur tindak pidana;
• Utk t.p formil, wujud perbuatan ialah sama
dengan perbuatan apa yang dicantumkan dlm
rumusan t.p;
• Dlm t.p materiil, perbuatan apa yang
dilakukannya telah menimbulkan akibat yang
dilarang oleh UU.
Mereka yang menyuruh melakukan


(Doen Pleger)
Definisi dapat dicari dalam MvT, dapat diarik unsur2
dari pembuat penyuruh:
a. Melakukan t.p dengan perantaraan orang lain sbg alat
di dlam tangannya;
b. Orang lain itu berbuat:
1. Tanpa kesengajaan
2. Tanpa kealpaan
3. Tanpa tanggung jawab, oleh sebab keadaan yang
tidak diketahuinya, karena disesatkan dan karena
tunduk pada kekerasan.
Orang yang disuruh melakukan itu tidak dapat dipidana.
Mereka yang turut serta melakukan
( Medepleger )
• MvT : medepleger ialah setiap orang yang sengaja
berbuat dalam melakukan suatu tindak pidana.
• Van Hammel dan Trapman (pandangan sempit) : turut
serta melakukan terjadi apabila perbuatan masing2
peserta memuat semua unsur tindak pidana.
• Pandangan luas: tidak mensyaratkan bahwa perbuatan
pelaku peserta harus sama dengan perbuatan seorang
dader, tidak perlu memenuhi semua rumusan t.p, cukup
memenuhi sebagian saja dari rumusan t.p asalkan
kesengajaannya sama dengan kesengajaan dari
pembuat pelaksananya.
• Syarat yang harus dipenuhi bagi yang
turut melakukan:
a. Terdapat beberapa orang melakukan t.p,
masing2 ikut berbuat secara langsung;
b. Mereka yang terlibat melakukan t.p
harus mempunyai kesadaran bahwa
mereka bekerja sama.
Orang yang sengaja menganjurkan
( Pembuat penganjur : Uitlokker)
• Orang yang sengaja menganjurkan, tidak mewujudkan
tindak pidana secara materiil, tetapi melalui orang lain.
• Setiap perbuatan yg menggerakkan orang lain utk
melakukan t.p dgn cara2 yg disebut dlm pasal 55 ke 2
KUHP
• Unsur-unsurnya:
a. Pembujuk harus sengaja membujuk orang lain utk
melakukan t.p dgn menggunakan cara2 limitatif
b. Harus ada hubungan kausal antara upaya yg digunakan
penganjur dgn t.p yang dilakukan oleh orang yg dianjurkan
c. Yang dibujuk telah melakukan/mencoba melakukan t.p yg
dianjurkan
d. Yg dibujuk dpt dipertanggungjawabkan atas t.p yg
dilakukan
Membantu Melakukan (Medeplichtiheid)
Pasal 56 KUHP
• Membantu:
a.Memberi bantuan pada waktu kejahatan
dilakukan
b.Memberi bantuan kesempatan, sarana
atau keterangan untuk melakukan
kejahatan.
Perbedaan
Menganjurkan Membantu
Niat melakukan t.p berada pada pihak Niat melakukan t.p berada pada pihak
yang menganjurkan yang dibantu
Turut melakukan perbuatan Memberikan bantuan yang sifatnya
sebagaimana dirumuskan dlm UU memberikan pertolongan atau bantuan
GABUNGAN
atau CONCURSUS
Adalah pemeriksaan seorang terdakwa atau
lebih berdasarkan beberapa ketentuan pidana
yang telah dilanggarnya, secara bersama-sama
dalam satu perkara.
Kebalikan dari penyertaan adalah pemeriksaan
terhadap beberapa orang yang secara bersama-
sama melakukan suatu tindak pidana
SISTEM PEMIDANAAN
1. Absorbsi murni
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya
didasarkan pada ancaman pidana terberat saja,
dimana seolah-olah ancaman pidana yang lebih
ringan sudah terserap oleh ancaman pidana
yang terberat.
2. Kumulasi murni
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya
didasarkan pada semua pidana yang
diancamkan. Masing-masing pidana yang
diancamkan dijatuhkan.
3. Absorbsi dipertajam
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya didasarkan
pada ancaman pidana terberat dari beberapa pidana
yang diancamkan ditambah dengan sepertiganya.
4. Kumulasi diperlunak
Sistem pemidanaan yang pemidanaannya didasarkan
pada semua pidana yang diancamkan pada beberapa
tindak pidana yang telah dilakukan oleh terdakwa.
Masing2 ancaman pidana terhadap t.p yg telah
dilakukan harus diterapkan thd terdakwa, akan tetapi
jumlah pidana yg dijatuhkan itu tidak boleh melebihi
ancaman pidana yg terberat ditambah sepertiganya.
Penggunaan sistem pemidanaan dalam
gabungan didasarkan pada dua pertimbangan,
yaitu:
1. Pertimbangan psikologis dimana pemidanaan
yang berupa penjumlahan seluruh pidana yang
dijatuhkan kepada terpidana secara psikologis akan
dirasakan sangat berat. Menurut Saleh
pertimbangan ini tidak mempunyai dasar yang kuat
karena tidak memperhatikan prinsip penyesuaian.
2. Pertimbangan kesalahan dimana terdakwa belum
pernah mendapatkan koreksi atas kesalahannya
pada waktu melakukan tindakan pidana yang
pertama, sehingga kesalahan dlm melakukan tp yg
berikutnya dianggap lebih ringan.
JENIS-JENIS GABUNGAN
1. Gabungan Peraturan (concursus idealis)
pasal 63 KUHP
 Ayat 1 → Jika suatu perbuatan masuk dalam
lebih dari satu aturan pidana, maka yang
dikenakan hanya salah satu diantara aturan-
aturan itu, jika berbeda-beda yang dikenakan
yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat.
 Ayat 2 → Jika suatu perbuatan yang masuk dalam
suatu aturan pidana yang khusus, maka hanya yang
khusus itulah yang dikenakan.
 Pemidanaan dalam concursus idealis didasarkan pada
sistem absorbsi murni.

2. Perbuatan Berlanjut (voortgezette handeling)


Pasal 64 KUHP → Jika antara beberapa perbuatan,
meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau
pelanggaran, ada hubungan sedemikian rupa harus
dipandang sebagai perbuatan berlanjut, maka hanya
dikenakan satu aturan pidana jika berbeda-beda yang
dikenakan yang memuat ancaman pidana pokok yang
paling berat
Realisasi perbuatan berlanjut harus memenuhi
syarat-syarat:
a. Perbuatan berlanjut harus timbul dari suatu
keputusan kehendak adalah perbuatan-perbuatan itu
merupakan perwujudan dari maksud jahat yang sama.
b. Tindak pidana yang dilakukan harus sejenis adalah
kelompok tindak pidana yang obyeknya sejenis
c. Jarak antara perbuatan yang satu dengan perbuatan
yang lain tidak terlalu lama. Ketentuan ini
menekankan pada jarak antara perbuatan-perbuatan yang
dilakukan, bukan pada berakhirnya rangkaian perbuatan
Pemidanaan terhadap perbuatan berlanjut didasarkan pada
sistem absorbsi murni.
3. Gabungan Beberapa Perbuatan (concursus
realis)
Pasal 65-71 KUHP
Menurut Vos yaitu, perbedaan fakta yang harus
dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri
dan masing-masing perbuatan itu merupakan
tindak pidana yang dilakukan oleh satu orang
dan diantara waktu terjadinya fakta itu tidak
diputuskan hukuman terhadap salah satu fakta
tersebut.
Dengan kata lain concursus realis dapat
dirumuskan sebagai berikut, seorang
melakukan beberapa tindak pidana, yang
dipandang sebagai perbuatan berdiri sendiri,
dan diantara perbuatan-perbuatan itu belum
ada yang telah diputus dengan memperoleh
kekuatan hukum tetap.
SISTEM PEMIDANAAN
 Concursus realis yang terdiri dari beberapa kejahatan
yang diancam dengan pidana pokok sejenis diatur dalam
pasal 65 KUHP. Dasar penjatuhan pidana menggunakan
sistem absorbsi dipertajam.
 Concursus realis yang terdiri dari beberapa kejahatan
yang diancam dengan pidana pokok yang tidak sejenis
diatur dalam pasal 66 KUHP. Dasar penjatuhan pidana
menggunakan sistem kumulasi diperlunak.
 Pidana tambahan concursus realis yang terdiri dari
beberapa kejahatan baik yang diancam pidana pokok
sejenis atau pidana pokok tidak sejenis diatur dalam
pasal 68 KUHP. Pemidanaannya menggunakan
kumulasi murni.
 Pasal 67 KUHP: Apabila dalam perkara
concursus realis dijatuhkan pidana mati atau
pidana penjara seumur hidup, maka tidak boleh
dijatuhi pidana pokok lain. Sedang pidana
tambahan tetap dapat dijatuhkan.
 Concursus realis yang terdiri dari kejahatan
dan pelanggaran masing-masing tindak
pidana itu dijatuhi pidana sendiri-sendiri
tanpa dikurangi. Concursus realis yang terdiri
dari kejahatan dan pelanggaran atau pelanggaran
dan pelanggaran pemidanaannya menggunakan
kumulasi murni.
KAMBUHAN / RECIDIVE

Milda Istiqomah
Residif diartikan sebagai seseorang yang
melakukan beberapa tindak pidana dan
diantara tindak pidana itu telah
mendapatkan putusan pengadilan yang
telah mempunyai kekuatan hukum tetap.

Persamaan Recidive dengan Concursus :


Baik concursus maupun recidive merupakan
keadaan yang memungkinkan pemidanaan
yang melampaui batas maksimum umum.
Perbedaan
Concursus: Residif:
Seluruh tindak pidana Di antara beberapa
yang dilakukan tedakwa tindak pidana yang
belum pernah dilakukan terdakwa elah
mendapatkan putusan mendapatkan putusan
pengadilan pengadilan yang
mempunyai kekuatan
hukum yang tetap.
Residif merupakan dasar pemberat
pidana, dgn pertimbangan2:
• Dalam residif tindak pidana yang pernah
dilakukan terdakwa lebih dari satu buah;
• Dalam residif terpidana telah
mendapatkan putusan dengan kekuatan
hukum tetap atas tindak pidana yang
pernah dilakukan.
Sistem Kambuhan
•Sistem kambuhan umum; • Sistem kambuhan
Terjadi suatu kambuhan khusus;
apabila seseorang telah Terjadi apabila seseorang
melakukan tindak pidana setelah melakukan tindak
dan atas tindak pidana yang pidana dan atas tindak
dilakukan itu, telah dijatuhi pidana yang dilakukan itu
pidana kemudian telah dijatuhi pidana,
melakukan tindak pidana kemudian melakukan
lagi, baik tindak pidana yang tindak pidana yang sama.
sama, sejenis maupun
tindak pidana yang lainnya.
Sistem Tengah
Kambuhan yang terjadi apabila seseorang
setelah melakukan tindak pidana dan atas
tindak pidana yang dilakukan telah dijatuhi
pidana kemudian melakukan tinak pidana
yang termasuk kelompok tindak pidana yang
karena sifatnya dianggap sama.
Ketentuan2 yang Ketentuan2 yang
mengatur sistem mengatur sistem
kambuhan tengah: kambuhan khusus:
•Pasal 486 KUHP; • Pasal 137 (2);
( Pasal 127, Pasl 204
•Pasal 157 (2);
(1), Psl 244-248, dll)
•Pasal 161 (2);dll.
•Pasal 487 KUHP;
•Pasal 488 KUHP;dll
Jenis-Jenis Pidana
Jenis pidana pokok meliputi ;
1. pidana mati
2. pidana penjara
3. pidana kurungan
4. pidana denda
Jenis pidana tambahan meliputi ;
1.pencabutan hak - hak tertentu
2. perampasan barang-barang tertentu
3. pengumuman putusan hakim
• Pidana utama dapat dijatuhkan bersama
dengan pidana tambahan, dapat juga
dijatuhkan tersendiri, tetapi pidana
tambahan tidak boleh dijatuhkan tersendiri
tanpa perjatuhan pidana tambahan
dengan kata lain pidana tambahan adalah
accecoir dari hukuman utama.
Pidana Mati

Pidana mati di Indonesia dapat dijatuhkan pada kejahatan :


1. Makar membunuh kepala negara ( 104 )
2. Mengajak negara asing guna menyerang Indonesia ( 11 ayat 2 )
3. Memberi pertolongan pada musuh pada waktu Indonesia dalam
perang ( 124 ayat 3 )
4. Membunuh kepala negara sahabat ( 104 )
5. Pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu ( 340 )
6. Pembajakan yang mengakibatkan ada orang mati ( 444 ) dan
lain – lain.

Pelaksanaan pidana mati baca lebih lanjut Pasal 11 KUHP


Pidana Penjara ( Pasal 12
KUHP)
• Pidana diancamkan terhadap kejahatan yang
disengaja, culpa dan pelanggaran fiscal
• Lamanya hukuman penjara sekurang –
kurangnya satu hari dan selama – lamanya 15
tahun berturut – turut.
• Hukuman penjara boleh dijatuhkan selama –
lamanya 20 tahun berturut – turut dalam hal
menurut hakim boleh dihukum mati atau penjara
seumur hidup.
Pidana Kurungan ( Pasal 18
KUHP )

• Pidana kurungan diancamkan kepada


pelanggaran dan kejahatan – kejahatan
berculpa. Lamanya pidana kurungan
minimum satu hari maksimum satu tahun
bisa ditambah 1 tahun 4 bulan apabila ada
gabungan, recidive, dalam hal Pasal 52
KUHP.
Perbedaan Antara Pidana Penjara
Dengan Pidana Kurungan
1. pidana kurungan lebih ringan daripada orang yang
dijatuhi pidana penjara.
2. Pidana kurungan harus dilaksanakan dalam wilayah
tempat tinggal si terpidana sedangkan pidana penjara
dapat dilaksanakan diseluruh wilayah Indonesia.
3. Pidana kurungan tidak boleh dijatuhkan pada kejahatan
yang disengaja atau berculpa.
4. Pidana kurungan tidak boleh diberi pelepasan bersyarat.
5. Orang yang dipidana kurungan dapat memperbaiki
nasibnya sendiri atas ongkos sendiri / biaya ( fistole )
Pidana Denda ( Pasal 30, 31 )

• Pidana denda diancamkan terhadap kejahatan maupun


pelanggaran semata – mata ataupun alternatif oleh
hukuman penjara atau kurungan.
• Pada waktu dijatuhkan pidana denda, maka dalam surat
keputusannya hakim menentukan pula berapa hari
hukuman kurungan yang harus dijalani sebagai
pengganti apabila denda tidak dibayar. Hukuman
kurungan semacam ini dinamakan hukuman kurungan
pengganti denda. Terhukum bebas untuk memilih antara
membayar denda atau menjalankan hukuman kurungan
penggantinya.
Pencabutan Hak – Hak tertentu (Pasal 35
KUHP)
Hak – hak yang dapat dicabut adalah :
1. Hak untuk mendapat segala jabatan atau jabatan yang tertentu
o Segala jabatan hanya berarti orang itu tidak boleh sama sekali
menjabat jabatan apapun.
o Jabatan tertentu hanya mengenai jabatan yang disebutkan dalam
surat keputusan hakim,
2. Hak untuk masuk pada kekuasaan angkatan bersenjata.
3. Hak pilih aktif atau pilih pasif anggota DPR pusat dan daerah serta
pemilihan lainnya yang diatur dalam UU
4. Hak menjadi penasehat, penguasa, dan menjadi wali curator pada
orang lain.
5. Hak untuk mengerjakan pekerjaan tertentu ( semua pekerjaan
yang bukan pekerjaan negara )
Perampasan Barang – Barang
Tertentu
• Barang – barang yang dapat dirampas
ada dua macam

• 1. Barang yang diperoleh dari kejahatan


• 2. Barang yang digunakan atau yang
dipakai melakukan kejahatan
Pengumuman Keputusan Oleh
Hakim
• Semua putusan hakim telah diucapkan
dalam sidang terbuka untuk umum, tetapi
sebagai hukuman tambahan putusan itu
secara istimewah disiarkan sejelas –
sejelasnya dengan cara yang di tentukan
oleh hakim misalnya melalui surat kabar,
radio, ditempelkan di tempat umum
sebagai plakat. Semua ini atas biaya
terhukum.
TEORI-TEORI PEMIDANAAN
1. Teori ABSOLUT atau teori
Pembalasan(vergeldings theorien);
2. Teori RELATIF atau teori Tujuan(doel
theorien);
3. Teori GABUNGAN (vernegingstheorien)
Teori ABSOLUT
(PEMBALASAN)
• JAWA:“Utang pati nyaur pati”
• KITAB INJIL OEDE TESTAMENT:“oog om oog,
tand om tand” (mata sama mata, gigisama gigi)
• ALQURAN surat AN NISAA ayat 93:
“Dan barang siapa membunuh seorang
mukmindengan sengaja, maka balasannya
adalahJahannam; kekal ia di dalamnya dan
Allah murkakepadanya, dan mengutukinya serta
menyediakanazab yang besar baginya”
dasar atau alasan diadakannya
pembalasan
• Pertimbangan dari sudut Ketuhanan:Adanya pandangan
dari sudut keagamaan bahwa hukum adalah suatu aturan
yang bersumber pada aturan Tuhan
• Pidana merupakan suatu penjelmaan duniawi dari
keadilan Ketuhanan(Thomas Van Aquino, Stahlt, dan
Rombonet)
• Pandangan dari sudut Etika: Menurut Rasio, tiap
kejahatan harus diikuti oleh suatu Pidana. Jadi dijatuhkan
pada setiap pelanggar hukum walaupun tidak ada
manfaat bagi masyarakat maupun yang bersangkutan.
“de ethische vergeldings theorie”(Emmanuel Kant)
• Pandangan Alam Pikiran Dialektika:
Pidana Mutlak harus ada sebagai reaksi dari
setiap kejahatan “de dialektische
vergeldeings theorie”(Hegel)
• Pandangan Aesthetica: Apabila kejahatan
tidak dibalas, maka akan menimbulkan
ketidakpuasan pada masyarakat
“deaesthetica theorie”(Herbart)
TEORI RELATIF atau TUJUAN
• Berpangkal pada dasar bahwa pidana
adalah alat untukmenegakkan tata tertib
(hukum) dalam masyarakat.
• Bertujuan: bersifat menakut-nakuti
(afschrikking), bersifat memperbaiki
(verbetering/reclasering), bersifat
membinasakan (onshadelijk maken);
Sifat pencegahannya dari teori ini ada 2:
1.Pencegahan Umum (general preventie);
2.Pencegahan Khusus (speciale preventie)
Teori Pencegahan Umum
• Menurut teori ini, pidana yang dijatuhkan pada
penjahat ditujukan agar orang-orang (umum)
menjadi takut untuk berbuat kejahatan
• Di eropa barat seblm revolusi perancis (1789-
1794) eksekusi dilakukan dimuka umum-kejam
• Ditentang:Von Feuerbach (psychologische
zwang) “sifat menakut2i dari pidana itu bkn pada
penjatuhan pidana inkonkrito, ttp pada ancaman
pidana yang ditentukan dalam UU”
Kelemahan teori Von Feuerbach (psychologische zwang)
•a. Penjahat yang pernah/beberapa kali melakukankejahatan
dan pernah dipidana perasaan takut thd ancaman pidana
menjadi Tipis/hilang
•b. Ancaman pidana yang ditetapkan terlebih dahulu tdk dpt
sesuai dengan kejahatan yang dilakukan/tidak bisa mengikuti
perkembangan jaman
•c. Orang2 yang bodoh yang tidak mengetahui
ancamanpidana itu, sifat menakut2inya menjadi tidak ada.
MULER: “pencegahan kejahatan bkn terletak pdeksekusi
yang kejam maupun pd ancaman pidana, ttppada penjatuhan
pidana inkokrito oleh hakimJd hakim boleh menjatuhkan
pidana yang beratnyamelebihi dari beratnya ancaman
pidananya agarpenjahat yang lainnya menjadi schook
(terkejut)
Teori pencegahan Khusus
• Lebih maju dr pencegahan
Umum,diperkenalkan olehVAN HAMEL
(1842-1917)
• Tujuan Pidana adalah mencegah pelaku
kejahatan yang telah dipidana agar ia tidak
mengulangi lagi melakukan kejahatan, dan
mencegah agar orang yang telah berniat
buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu
ke dalam bentuk perbuatan nyata.
Van Hamel membuat suatu gambaran berikut ttg
pemidanaan yang bersifat pencegahan khusus:
a. Pidana selalu dilakukan untuk pencegahan
khusus,yakni untuk menakut2i orang2 yang cukup
dapatdicegah dengan cara menakut2inya melaluipenjatuhan
Pidana itu agar ia tidak melakukan niatjahatnya.
b. Akan tetapi, bila ia tidak dapat lg ditakut2i dengan
cara menjatuhkan pidana, penjatuhan pidana harus bersifat
memperbaiki dirinya (reclasering)
c. Apabila bg penjahat itu tidak dapat
diperbaiki,penjatuhan pidana harus bersifat membinasakan
ataumembikin mereka tidak berdaya
d. Tujuan satu2nya dari pidana adalah
mempertahankan tata tertib hukum didalam masyarakat
Teori Gabungan
• Teori gabungan ini berdasarkan pidana pd asas pembalasan
dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain
dua alasan itumenjadi dasar dari penjatuhan pidana
• Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi 2:
a.Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan,tetapi
pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dari apa yang
perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankannya tata tertib
masyarakat
b.Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib
masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak
boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan
terpidana
SOAL LATIHAN
1. Lebih dari satu perbuatan terjadi, baik pada
perbarengan (concursus) maupun pada
pengulangan (recidive). Perbedaan khas
apakah yang terdapat di antara keduanya?
2. Ajaran perbarengan mengenal sistem
penjatuhan pidana. Apakah itu dan yang mana
yang berlaku untuk masing2 bentuk
perbarengan?
3. Sebutkan pengertian dari perbuatan materiel
yang terdapat dalam ajaran concursus idealis
sebelum tahun 1932 dan sesudah tahun
1932?
4. Apakah yang menjadi dasar
pertimbangan bahwa residif merupakan
dasar pemberat pidana?
5. Sebutkan perbedaan yang mendasar
antara accidentele recidive dengan
habituale recidive?
6. Berikan sebuah contoh kasus dari
accidentale recidive!
Kasus Pemuda Turki membunuh
pemilik Bar
• Jaksa menuntut 4 tahun penjara untuk pembunuh,
massa marah karena tuntutan yang ringan itu.
• Zaki (19), bekas penggembala kambing, pada tanggal
20 April malam dengan menikamkan pisau berulang-
ulang membunuh Wim Vergen, ayah dua anak pemilik
sebuah bar. Kemudian pemuda turki itu melarikan diri
sambil membawa kotak uang yang berisi hasil
penjualan bar malam tersebut, kurang lebih $1500.
• Menurut pendapat keluarga korban, pidana yang
dituntut jelas terlampau ringan, terdakwa sendiri dalam
pembelaannya menyatakan sangat menyesalkan
kejadian tersebut.
• Zaki pada usia 17 tahun pergi dari desa
kelahirannya menuju ke Belanda, dia menjadi
pekerja gelap di pabrik sosis. Terdakwa
menjelaskan bahwa malam itu dia sebagai tamu
terakhir. Dia bertengkar dengan pemilik bar
tentang pembayaran. Zaki tidak dapat
membayar apa yang dia makan dan dia minum
karena kalah dalam permainan judi. Pemilik bar,
Wim Vergen, melarang dia pergi tanpa
membayar dan menjuluki dia “Turki Kotor”,
menghalang-halangi jalan keluar, dan
mengancam akan melaporkannya pada polisi.
• Menurut terdakwa, terjadilah pergumulan.
Secara membabi buta dia melakukan beberapa
tikaman dengan pisau asal pabrik di mana dia
bekerja.
• Tentang kotak uang, terdakwa” saya telah
mendengarkan bisikan setan, dalam pelarian,
saya membutuhkan uang. Saya mengetahui
letak kotak uang baru kemudian timbul pikiran
untuk mencuri uang setelah saya menikam Wim.
Saya tidak mempunyai rencana itu sebelumnya.”
• Di Belgia dia menyerahkan diri kepada polisi,
dari uang curian hanya tersisa $200.
• Pandangan psikiater menerangkan bahwa terdakwa
cukup cerdas, hanya saja dia agak kurang
mempertanggung jawabkan akibat atas perbuatan yang
mencelakakan itu
• Jaksa menganggap tidak terbukti bahwa perbuatan Zaki
ditujukan untuk merampok.
• Hakim menerima bahwa kata-kata “Turki Kotor” sangat
menghina terdakwa. Mengingat usianya yang masih
muda dan kenyataan bahwa pidana penjara untuk orang
asng selalu jauh lebih berat, maka dia hanya
menjatuhkan pidana 4 tahun.
• Sebaliknya, penasihat hukum Zaki, berpendapat bahwa
kliennya harus dibebaskan. Dalam pergumulan itu dia
melakukan pembelaan diri yang diperbolehkan undang2
dan karena emosi yang sangat.
Pertanyaan
1. Teliti dalam kasus tersebut, pendapat
penasihat hukum bahwa kliennya harus
dibebaskan didasarkan pada pasal apa?
2. Apakah antara pembunuhan dan pencurian itu
terdapat perbarengan peraturan, perbuatan
berlanjut, ataukah perbarengan perbuatan?
3. Berdasarkan jawban anda pada soal nomor 2,
berapakah pidana penjara maksimum yang
dapat dijatuhkan oleh pengadilan?

Anda mungkin juga menyukai