Anda di halaman 1dari 30

Assalamualaikum Wr.Wb.

PKn

Bab 4

Sistem Hukum dan Peradilan di Indonesia Sesuai


dengan UUD 1945
A. Sistem Hukum di Indonesia

1. Pengertian Hukum dan Sistem Hukum


Menurut E. Utrecht hukum adalah himpunan peraturan (perintah-perintah dan larangan-
larangan) yang mengurus tata-tertib suatu masyarakat yang harus ditaati oleh masyarakat
tersebut. Sistem hukum adalah suatu proses atau rangkaian hukum yang melibatkan berbagai
alat kelengkapan hukum dan berbagai unsur yang terdapat di dalamnya, mulai dari hukum itu
dibuat, diterapkan, dan dipertahankan.
2. Unsur-Unsur Hukum
a. Peraturan atau norma mengenai pergaulan manusia dalam pergaulan masyarakat.
b. Peraturan itu diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib.
c. Peraturan itu bersifat memaksa.
d. Sanksi terhadap pelanggar peraturan tersebut tegas, berupa hukuman.
3. Ciri-Ciri Hukum
a. Adanya perintah atau larangan.
b. Perintah dan atau larangan itu harus ditaati oleh semua orang.
c. Pelanggar hukum dapat dikenakan sanksi.
Sanksi terhadap pelanggar hukum dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, sesuai dalam KUHP (Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana), yaitu hukuman pokok dan hukuman tambahan. Hukuman pokok meliputi hukuman
mati, hukuman penjara seumur hidup dan sementara, serta hukuman kurungan dan hukuman denda. Hukuman
tambahan meliputi pencabutan hak-hak tertentu, perampasan (penyitaan) barang-barang tertentu, dan
pengumuman keputusan hakim.
4. Tujuan Hukum
a. Mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan pada rakyatnya.
b. Mencapai keadilan dan ketertiban.
c. Mengatur pergaulan hidup manusia secara damai.
d. Membersihkan petunjuk bagi orang-orang dalam pergaulan masyarakat.
e. Menjamin kebahagiaan sebanyak-banyaknya pada semua orang.
5. Fungsi Hukum
a. Fungsi hukum sebagai perlindungan, artinya hukum mempunyai fungsi untuk melindungi
masyarakat dari ancaman bahaya dan tindakan yang datang dari sesamanya dan kelompok
masyarakat, termasuk yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan (pemerintah) dan yang datang dari
luar, yang ditujukan terhadap fisik, jiwa, kesehatan, nilai-nilai dan hak-hak asasi manusia. Misalnya,
pengakuan akan hak milik pribadi.
b. Fungsi hukum sebagai keadilan, artinya hukum berfungsi sebagai penjaga, pelindung dan
memberikan keadilan bagi manusia. Misalnya, aturan yang menetapkan barang siapa yang
mengambil barang milik orang lain akan dikenai hukuman.
c. Fungsi hukum sebagai pembangunan, artinya hukum dipergunakan sebagai acuan, penentu arah,
tujuan dan pelaksanaan pembangunan, serta sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat di segala aspek kehidupan. Hukum dipergunakan sebagai alat pembangunan dan juga
sebagai kontrol agar pembangunan dapat dilaksanakan dengan adil. Misalnya, GBHN yang
ditetapkan DPR.
6. Penggolongan Hukum
a. Berdasarkan Sumbernya
1) Hukum undang-undang, yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan.
2) Hukum kebiasaan (adat), yaitu hukum yang terletak dalam peraturan-peraturan kebiasaan.
3) Hukum traktat, yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara di dalam suatu perjanjian antarnegara.
4) Hukum yurisprudensi, yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim (pengadilan).
b. Berdasarkan Bentuknya
1) Hukum tertulis, ada yang dikodifikasi dan ada yang tidak dikodifikasi. (1) Hukum tertulis yang dikodifikasikan, yaitu hukum yang
disusun secara lengkap, sistematis, teratur, dan dibukukan sehingga tidak perlu lagi peraturan pelaksanaan. Misalnya UU
Perkawinan, UU Dagang, KUHP, UU Perlindungan Anak, UU Agraria, UU HAM, dan sebagainya. (2) Hukum tertulis yang tidak
dikodifikasikan, yaitu hukum yang meskipun tertulis, tetapi tidak disusun secara sistematis, tidak lengkap, dan masih terpisah-
pisah sehingga masih sering memerlukan peraturan pelaksanaan dalam penerapannya. Misalnya, traktat, konvenan, perjanjian
bilateral, dan sebagainya.
2) Hukum tidak tertulis (kebiasaan, adat), yaitu hukum yang hidup dan diyakini oleh warga masyarakat, tetapi tidak tertulis.
Namun berlakunya ditaati seperti sebuah peraturan perundang-undangan disebut juga hukum kebiasaan (adat).
c. Berdasarkan Tempat Berlakunya
1) Hukum nasional, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah suatu negara.
2) Hukum internasional, yaitu hukum yang mengatur hubungan hukum antarnegara dalam dunia
internasional.
3) Hukum asing, yaitu hukum yang berlaku dalam wilayah negara lain.
4) Hukum gereja, yaitu kumpulan-kumpulan norma yang ditetapkan oleh gerja untuk para anggotanya.
d. Berdasarkan Waktu Berlakunya
1) Ius Constitutum (hukum positif), yaitu hukum yang berlaku sekarang bagi suatu masyarakat tertentu
dalam suatu daerah tertentu. Contohnya UUD 1945.
2) Ius Constituendum (hukum negatif/prospektif), yaitu hukum yang diharapkan berlaku pada waktu
yang akan datang. Contohnya (RUU).
3) Hukum asasi (hukum alam), yaitu hukum yang berlaku di mana-mana dalam segala waktu dan untuk
segala bangsa di dunia.
e. Berdasarkan Cara Mempertahankannya
1) Hukum material, yaitu hukum yang mengatur hubungan antara anggota masyarakat yang berlaku umum tentang hal-hal yang
dilarang dan dibolehkan untuk dilakukan. Contoh: hukum pidana, hukum perdata, hukum dagang, dan lain sebagainya.
2) Hukum formal, yaitu hukum yang mengatur cara mempertahankan dan melaksanakan hukum material atau peraturan-peraturan
yang mengatur cara mengajukan suatu perkara ke pengadilan serta bagaimana caranya hakim memberi keputusan. Contoh:
Hukum Acara Pidana (KUHAP), Hukum Acara Perdata, Hukum Acara Peradilan Tata Usaha Negara, Hukum Acara, dan lain
sebagainya.
f. Berdasarkan Sifatnya
1) Hukum yang memaksa, yaitu hukum yang dalam keadaan bagaimanapun juga harus dan mempunyai paksaan mutlak. Misalnya,
jika melakukan pembunuhan maka sanksinya secara paksa wajib dilaksanakan hukuman.
2) Hukum yang mengatur, yaitu hukum yang dapat dikesampingkan jika pihak-pihak yang bersangkutan telah membuat peraturan
sendiri dalam suatu perjanjian. Hukum yang mengatur hubungan antarindividu baru berlaku jika yang bersangkutan tidak
menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh hukum (undang-undang). Contohnya, ketentuan dalam pewarisan ab-
intesto (pewarisan berdasarkan undang-undang), baru memungkinkan untuk dilaksanakan jika tidak ada surat wasiat (testamen).
g. Berdasarkan Isinya
1) Hukum privat (hukum sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara orang yang
satu dengan orang yang lain dengan menitikberatkan pada kepentingan perseorangan. Hukum
privat meliputi hukum prdata dan hukum dagang.
2) Hukum publik (hukum negara), yaitu hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-
alat perlengkapannya atau hubungan negara dengan perseorangan (warga negara). Hukum publik
meliputi hukum tata negara, hukum administrasi negara, hukum pidana, dan hukum internasional.
h. Berdasarkan Wujudnya
1) Hukum objektif, hukum yang mengatur hubungan antara dua orang atau lebih yang berlaku umum.
Maksudnya, hukum dalam suatu negara yang berlaku umum dan tidak mengenal orang atau
golongan tertentu.
2) Hukum subjektif, yaitu hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku terhadap seorang atau
lebih. Hukum subjektif sering juga disebut hak.
7. Perbedaan antara Hukum Perdata dan Hukum Pidana

No Hukum Perdata No Hukum Pidana


1. Hukum perdata mengatur hubungan hukum antara orang 1. Hukum pidana mengatur hubungan hukum antara
yang satu dengan orang yang lain dengan seorang anggota masyarakat dengan negara yang
menitikberatkan kepada kepentingan perseorangan. menguasai tata tertib masyarakat itu.

2. Pelanggaran terhadap hukum perdata, baru diambil 2. Umumnya, pelanggaran hukum pidana dapat segera
tindakan oleh pengadilan setelah ada pengaduan dari dikenakan sanksi oleh pengadilan melalui alat
pihak yang merasa dirugikan. perlengkapan negara seperti polisi, jaksa, dan hakim
tanpa ada pengaduan dari pihak yang merugikan. Atau,
pihak yang menjadi korban cukup melaporkan kepada
yang berwajib (polisi) tentang tindak pidana yang
terjadi, sekaligus menjadi saksi dalam perkara itu.
8. Sumber Hukum Nasional
Sumber hukum adalah segala yang menimbulkan aturan dan mempunyai kekuatan memaksa,
yakni jika aturan-aturan tersebut dilanggar, maka dikenakan sanksi tegas dan nyata. Sumber hukum
dapat dibedakan menjadi sumber hukum dalam arti material dan sumber hukum dalam arti formal.
Sumber hukum dalam arti material adalah keyakinan dan perasaan hukum individu atau
pendapat umum yang menentukan isi atau materi (jiwa) suatu hukum kemudian dijadikan dasar
berlakunya suatu hukum. Sumber hukum dalam arti formal adalah merupakan perwujudan bentuk
dan isi hukum material yang menentukan berlakunya suatu hukum berdasarkan ketentuan hukum
yang digunakan sebagai kaidah hukum.
Macam-macam sumber hukum dalam arti formal:
a. Undang-Undang (Statute)
Berikut undang-undang dalam arti material dan formal.
1) Undang-undang dalam arti material adalah setiap peraturan yang dikeluarkan oleh pemerintah
yang isinya mengikat secara umum. Contoh: undang-undang dasar dan undang-undang
2) Undang-undang dalam arti formal adalah setiap peraturan yang oleh karena bentuknya dapat
disebut undang-undang. Contoh: peraturan presiden, peraturan menteri, atau peraturan daerah.
b. Kebiasaan (Custom)
Kebiasaan adalah perbuatan yang dilakukan berulang-ulang dalam hal yang sama. Kebiasaan
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam praktik penyelenggaraan negara. Hal itu
dikarenakan tidak hanya hukum dasar tertulis yang digunakan dalam praktik penyelenggaraan
negara, tetapi hukum dasar tidak tertulis (kebiasaan) atau yang biasa disebut konvensi (convention).
c. Keputusan-Keputusan Hakim (Yurisprudensi)
Yurispudensi adalah keputusan hakim terhadap suatu perkara yang tidak diatur oleh undang-undang dan dijadikan pedoman oleh hukum lainnya
dalam meutuskan perkara yang serupa.
Dasar hukum yurispudensi adalah sebagai berikut.
1) Dasar historis, artinya ditaati oleh hukum karena pernah menjadi keputusan hakim terdahulu.
2) Dasar tambahan dari haluan yang ada karena undang-undang tidak dapat mewujudkan segala sesuatu dalam undang-undang.
d. Perjanjian Internasional atau Traktat (Treaty)
Traktat adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau lebih mengenai persoalan-persoalan tertentu menjadi kepentingan negara yang
bersangkutan.
Berikut macam-macam perjanjian internasional berdasarkan fungsinya.
1) Perjanjian yang membentuk hukum (law making treaties), yaitu suatu perjanjian yang meletakkan ketentuan-ketentuan atau kaidah-kaidah
hukum bagi masyarakat internasional secara keseluruhan (multilateral). Perjanian ini bersifat terbuka bagi pihak ketiga. contohnya, Konvensi
Wina 1958 tentang hubungan diplomatik.
2) Perjanjian yang bersifat khusus (treaty contract), yaitu perjanjian yang menimbulkan dan kewajiban bagi negara untuk mengadakan perjanjian
dengan negara lain (perjanjian bilateral). Contohnya, perjanjian kewarganegaraan RI-Cina tahun 1955.
e. Doktrin
Doktrin adalah pendapat ahli hukum terkemuka yang dijadikan dasar atau asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya. Contohnya, doktrin
trias politica yang merupakan pendapat Montesquiue, yang mmembagi kekuasaan menjadi tiga, yaitu legislatif, eksektuif, dan yudikatif.
B. Sistem Peradilan di Indonesia
1. Pengertian Peradilan
Peradilan adalah pemeriksaan terhadap segala tindakan manusia dalam hubungannya dengan manusia yang lain atau dengan
negara. Peradilan juga menjadi proses penetuan apakah tindakan seseorang dapat dikategorikan sebagai melanggar aturan hukum
atau bukan, melanggar tindak pidana atau bukan, bersalah atau tidak. Apabila seseorang melanggar hukum, baik tindak pidana
maupun perdata, akan diberikan hukuman (sanksi).
2. Proses Peradilan
a. Diwajikan supaya pemeriksaan dilakukan dalam sidang terbuka untuk umum.
b. Pemeriksaan dilakukan oleh sekurang-kurangnya tiga orang hukim.
c. Diwajibkan bagi hakim atau panitera yang masih ada hubungan keluarga dengan tertuduh untuk mengundurkan diri.
d. Pemberian bantuan hukum kepada tersangka semenjak dikenakan penangkapan atau penahanan.
e. Diadakannya kemungkinan mengganti kerugian serta rehabilitas seseorang yang ditahan, dituntut, atau diadili tanpa alasan atau
kekeliruan mengenai orangnya atau hukum yang ditetapkan.
f. Peradilan dilaksanakan dengan sederhana dan cepat dengan biaya ringan.
g. Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain di luar kekuasaan kehakiman dilarang.
h. Pengadilan mengadili menurut hukum dengan tidak membedakan orang.
i. Tidak seorang pun yang dapat dihadapkan di depan pengadilan selain ditetapkan undang-undang.
j. Tidak seorang pun dapat dijatuhkan pidana, kecuali apabila pengadilan karena alat pembuktian yang
sah, seseorang dianggap dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduh
kepadanya.
k. Tidak seorang pun dapat dikenakan penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan, selain
atas perintah tertulis oleh kekuasaan yang sah dan menurut cara-cara yang diatur dengan undang-
undang.
l. Setiap orang disangka, ditangkap, ditahan dituntut dan atau dihadapkan di depan pengadilan, wajib
dianggap tidak bersalah sebelum adanya putusan pengadilan, yang menyatakan kesalahannya dan
memperoleh kekuatan hukum tetap.
3. Perbedaan Peradilan dan Pengadilan

Peradilan Pengadilan

• Pemeriksaan terhadap segala tindakan • Lembaga tempat diselenggarakannya


manusia dalam hubungan dengan proses peradilan terhadap suatu
manusia lain atau negara. perkara.

• Proses penentuan apakah tindakan


seseorang dapat dikategorikan sebagai
suatu pelanggaran untuk mendapat
hukuman (sanksi)
4. Lingkungan Peradilan Indonesia
Sebagaimana yang tercantum pada Pasal 24 Ayat (2) UUD 1945 dinyatakan bahwa kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan
yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militerm lingkungan peradilan tata usaha negara, dan
sebuah Mahkamah Konstitusi.
a. Mahkamah Agung
Mahkamah Agung (MA) adalah lembaga negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama-sama dengan
Mahkamah Konstitusi dan bebas dari pengaruh kekuasaan lainnya. Mahkamah Agung berkedudukan di Jakarta. Daerah hukumnya meliputi seluruh Indonesia dan
kewajibannya melakukan peradilan di seluruh Indonesia, derta menjaga/menjamin agar hukum dilaksanakan dengan sepatutnya.
Menurut Undang-Undang Dasar 1945 wewenang Mahkamah Agung adalah sebagai berikut.
1) Berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji peraturan perundang-undangan di bawh undang-undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh
undang-undang.
2) Mengajukan tiga orang anggota hakim konstitusi.
3) Memberikan pertimbangan dalam hal presiden memberikan grasi dan rehabilitasi.
Sedangkan, tugas Mahkamah Agung adalah sebagai berikut.
1) Memutuskan dalam pemeriksaan pertama dan tingkan tertinggi perselisihan-perselisihan yurisdiksi di antara badan peradilan yang ada di wilayah hukumnya.
2) Memberikan kasasi/membatalkan atas keputusan hakim yang lebih rendah.
3) Memberi keputusan dalam tingkat banding.
4) Mengadakan pengawasan tertinggi atas jalannya peradilan.
5) Mengadakan pengawasan tertinggi atas pengacara-pengacara dan notaris-notaris.
b. Peradilan Umum
Peradilan umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang menjalankan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada umumnya. Kekuasaan kehakiman di lingkungan peradilan
umum mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan perkara pidana
maupun perkara-perkara yang terjadi di daerah hukumnya. Peradilan umum meliputi Pengadilan Negeri
dan Pengadilan Tinggi.
1) Pengadilan Negeri
Pengadilan negeri adalah sebuah lembaga peradilan di lingkungan peradilan umum. Pengadilan negeri
berfungsi untuk memeriksa dan memutuskan perkara dalam tingkat pertama untuk segal perkara
perdata fan pidana sipil bagi rakyat pencari keadilan. Daerah hukum pengadilan negeri meliputi daerah
setingkat kabupaten atau kota. Perkara diadili oleh minimal 3 orang hakim dibantu seseorang panitera.
Dalam perkara yang sifatnya summier (perkara ringan yang ancaman hukumannya kurang dari satu
tahun) diadili oleh seorang hakim (hakim tunggal).
2) Pengadilan Tinggi
Pengadilan tinggi merupakan lembaga peradilan di lingkungan peradilan umum sebagai pengadilan tingkat banding yang mengadili

sesuatu perkara perdata dan/atau perkara pidana, yang telah diadili/diputuskan oleh pengadilan negeri pada tingkat pertama. Daerah

hukum pengadilan tinggi meliputi satu wilayah setingkat provinsi. Pemeriksaan pada pengadilan tinggi hanya atas dasar pemeriksaan

berkas perkara saja kecuali pengadilan tinggi merasa perlu untuk langsung mendengarkan para pihak berperkara.

Pengadilan tertingi mempunyai kekuasaan dalam hal berikut.

a) Memutuskan dalam tingkat pertama dan terakhir sengketa wewenang mengadili antara pengadilan negeri di dalam daerah

hukumnya.

b) Menjadi pimpinan pengadilan-pengadilan negeri yang ada di wilayah hukumnya.

c) Melakukan pengawasan di dalam daerah hukumnya dan menjaga supaya peradilan diselenggarakan dengan seksama dan sewajarnya.

d) Mengawasi perbuatan hakim pengadilan negeri di dalam daerah hukumnya.

e) Memberi peringatan, teguran, dan petunjuk yang dipandang perlu kepada pengadilan dalam daerah hukumnya.

f) Memiliki wewenang mengirimkan berkas-berkas perkara dan surat-surat untuk diteliti dan memberi penilaian tentang kecakapan

kerajinan para hakim.


c. Peradilan Agama
Peradilan agama afalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung bagi rakyat pencari keadilan yang beragama Islam mengenai
perkara perdata tertentu yang diatur dalam undang-undang. Lingkungan peradilan agama meliputi pengadilan agama dan pengadilan
tinggi agama.
1) Pengadilan Agama
Pengadilan agama merupakan sebuah lembaga peradilann di lingkungan peradilan agama yang berkedudukan di ibu kota
kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan tingkat pertama, pengadilan agama memiliki tuggas dan wewenang untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan perkara-perkara antara orang-orang beragama Islam di bidang perkawinan; warisan, wasiat, dan
hibah yang dilakukan berdasarkan hukum Islam; wakaf, dan sodaquh; serta ekonomi syariah.
2) Pengadilan Tinggi Agama
Pengadilan tinggi agama merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan peradilan agama yang berkedudukan di ibu kota
provinsi. Sebagai pengadilan tingkat banding, pengadilan tinggi agama memiliki tugas dan wewenang untuk mengadili perkara
yang menjadi kewenangan pengadilan agama dalam tingkat banding. Pengadilan tinggi agama juga bertugas dan berwenang untuk
mengadili di tingkat pertama dan terakhir sengketa kewenangan mengadili antarpengadilan agama di daerah hukumnya.
d. Peradilan Militer
Lingkungan peradilan militer adalah salah satu pelaksana kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan yang dilakukan oleh militer.
Lingkungan peradilan militer mempunyai wewenang untuk memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara mengenai kejahatan dan
yang berkaitan dengan tindak pidana militer. Lingkungan peradilan militer dilaksanakan oleh Pengadilan Militer, Pengadilan Tinggi
Militer, dan Pengadilan Utama Militer.
1) Pengadilan Militer
Pengadilan militer merupakan pengadilan militer tingkat pertama yang mengadili perkara–perkara kejahatan dan pelanggaran yang
dilakukan oleh militer yang berpangkat setingkat Kapten ke bawah di dalam daerah hukumnya.
2) Pengadilan Tinggi Militer
Pengadilan Tinggi Militer memberi keputusan dalam tingkat pertama perkara-perkara kejahatan dan pelanggaran perwira yang
berpangkat mayor atau di atas lebih tinggi dari mayor.
3) Pengadilan Utama Militer
Pengadilan Utama Militer bertugas di lingkungan militer untuk memeriksa, memutus, pada tingkat banding pertama perkara pidana
dan sengketa tata usaha angkatan bersenjata yang telah diputus pada tingkat pertama oleh Pengadilan Tinggi Militer yang diminta
banding.
e. Peradilan Tata Usaha Negara
Peradilan tata usaha negara adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung yang melaksanakan kekuasaan
kehakiman bagi rakyat pencari keadilan terhadap sengketa tata usaha negara. Lingkungan peradilan tata usaha negara
meliputi oengadilan tata usaha negara dan pengadilan tinggi tata usaha negara.
1) Pengadilan Tata Usaha Negara
Pengadilan Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara yang
berkedudukan di ibu kota kabupaten atau kota. Sebagai pengadilan tingkat pertama, Pengadilan Tata Usaha Negara
mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutus sengketa tata usaha negara.
2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara merupakan sebuah lembaga peradilan di lingkungan Peradilan Tata Usaha
Negara yang berkedudukan di ibu kota provinsi. Sebagai pengadilan tingkat banding, pengadilan tinggi tata usaha
negara mempunyai tugas dan wewenang untuk memeriksa dan memutis sengketa tata usaha negara di tingkat
banding.
f. Mahkamah Konstitusi
Mahkamah Konstitusi adalah lembaga tinggi negara dalam sistem ketatanegaraan Indonesia yang
merupakan pemegang kekuasaan kehakiman bersama dengan Mahkamah Agung (MA).
Kewajiban dan wewenang Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut.
1) Berwenang mengadili pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji
undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
2) Memutus sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh Undang-Undang
Dasar 1945.
3) Memutus pembubaran partai politik.
4) Membahas perselisihan tentang hasil pemilu.
5) Wajib memberi putusan atas pendapat DPR mengenai dugaan pelanggaran oleh presiden dan atau wakil
presiden menurut UUD 1945.
5. Peranan Lembaga Peradilan Nasional

Sistem peradilan nasional merupakan suatu mekanisme keseluruhan komponen peradilan nasional, pihak-pihak dalam proses

peradilan hierarki kelembagaan peradilan, dan aspek-aspek yang bersifat prosedural dan saling berkaitan.

Berikut aspek-aspek dalam lembaga peradilan nasional.

a. Penyelidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai

tindakan pelanggaran hukum. Hal ini untuk menentukan apakah perlu atau tidak dilakukan tindakan penyidikan

selanjutnya.

b. Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti pelanggaran hukum sehingga

jelas terdakwa atau tersangkanya.

c. Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara ke pengadilan yang berwenang dalam hal dan

menuntut cara yang ditentukan undang-undang dengan permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim pengadilan.

d. Persidangan adalah proses hakim untuk menerima, memeriksa, dan memutus perkara di bidang pengadilan berdasarkan

asas independen, jujur, dan tidak memihak.


6. Imounity dan Penghentian Penuntutan Perkara
Impunity adalah suatu kondisi di mana suatu kejahatan tidak dihukum, tidak dikenai sanksi, bahkan tidak disentuh oleh
lembaga peradilan kearena adanya berbagai faktor, seperti politik, kekuasaan, atau ekonomi. Masalah impunity dan
penghentian penuntutan perkara berada dalam tahapan ketika berkas perkara dan tersangka beserta bukti-buktinya
sudah disampaikan penyidik kepada penuntut umum. Setelah penyidikan selesai, berkas perkara diserahkan kepada
penuntut umum disertai dengan bukti-bukti tersangkanya. Setelah penuntut umum menerima hasil penyidikan,
kemudian mempelajaei dan meneliti apakah hasil penyidikan telah lengkap atau belum, termasuk kelengkapan berkas
perkara telah memenuhi syarat, maka penuntut umum melimpahkannya ke pengadilan untuk diadakan penuntutan.
Keweanangan dan tugas penuntut umum adalah sebagai berikut.
a. Menghentikan penuntutan karena tidak cukup bukti atau bukan merupakan perbuatan pidanan yang dituangkan
dalam surat ketetapan, terkecuali ada alasan baru untuk menuntut kembali yang bersangkutan.
b. Menutup perkara demi kepentingan hukum.
c. Menyampaikan perkara berdasarkan kepentingan umum, yang dilaksanakan khusus oleh Jaksa Agung.
C. Peran Masyarakat dalam Membangun Sistem Hukum dan Peradilan yang Baik di
Indonesia
1. Beberapa Sikap yang Mendukung Ketentuan Hukum
Hukum dibuat dengan tujuan menjaga dan memeilahara ketertiban dalam masyarakat dan sekaligus memenuhi rasa keadilan
manusia. Oleh karena itu, diperlukan sikap yang mampu mendukung ketentuan hukum yang beraku agar kehidupan berbangsa dan
bernegara dapat berlangsung dengan aman, tertib, dan tentram. Sikap yang mendukung ketentuan hukum adalah sebagai berikut.
a. Sikap Terbuka
Sikap terbuka merupakan sikap yang secara internal menunjukkan adanya keinginan dari setiap warga negara untuk membuka
diri dalam memahami hukum yang berlaku di masyarakat. Sikap terbuka dalam memahami keentuan yang berlaku dapat
mencakup hal-hal berikut.
1) Berupaya selalu jujur dalam memahami ketentuan hukum.
2) Mau mengatakan apa adanya, benar atau salah.
3) Berupaya untuk tidak menutup-nutupi kesalahan.
4) Sanggup menyatakan suatu ketentuan hukum adalah benar atau salah.
b. Sikap Objektif/Rasional
Bersikap objektif atau rasional merupakan sikap yang ditunjukkan oleh seseorang dalam memahami ketentuan-

ketentuan hukum dikembalikan pada data, fakta, dan dapat diterima oleh akal sehat.

c. Sikap Mengutamakan Kepentingan Umum

Silap mengutamakan kepentingan umum merupakan sikap seseorang untuk menghargai atau menghormati orang lain

yang dirasakan lebih membutuhkan/penting dalam suatu kurun waktu tertentu untuk sesuatu yang lebih besar
manfaatnya. Ciri-ciri orang yang berperilaku sesuai hukum dapat terlihat dari beberapa contoh sebagai berikut.

1) Dienangi masyarakat.

2) Tidak menimbulkan kerugian baik bagi diri sendiri maupun orang lain.

3) Mencerminkan sikap patuh pada hukum.

4) Menciptakan kesadaran hidup.


5) Tidak menyinggung perasaan orang lain.
2. Perilaku Sadar Hukum
a. Sadar Hukum di Lingkungan Keluarga
1) Menjaga nama baik keluarga dengan tidak melakukan hal-hal kurang terpuji.
2) Menaati peraturan yang berlaku dalam keluarga.
3) Menghormati semua anggota keluarga.
4) Setiap keluarga memiliki kartu keluarga (KK).
5) Setiap warga memiliki KTP bagi yang berusia 17 tahun.
6) Membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
7) Seluruh anggota keluarga dilengkapi dengan akta kelahiran.
b. Sadar Hukum di Lingkungan Sekolah
1) Membayar uang administrasi sekolah tepat waktu.
2) Berseragam sekolah sesuai dengan ketentuan.
3) Mengikuti pelajaran sesuai dengan jadwal yang sudah ditentukan.
4) Tidak merusak citra sekolah.
c. Sadar Hukum di Lingkungan Masyarakat
1) Menjaga nama baik lingkungan masyarakat.
2) Menghormati sesama warga masyarakat.
3) Taat dan patuh terhadap aturan-aturan masyarakat.
4) Bertindak sesuai dengan norma.
5) Selalu memelihara ketertiban, keamanan, dan ketentraman di lingkungannya.
d. Sadar Hukum di Lingkungan Negara
1) Menjaga nama baik bangsa dan negara.
2) Taat dan patuh dalam menjalankan aturan-aturan yang dikeluarkan oleh negara. Misalnya, membayar pajak dan mematuhi aturan lalu
lintas di jalan.
3) Saling menghormati antarsesama warga negara.
3. Langkah-Langkah Penerapan Hukum di Masyarakat
a. Pembiasaan
b. Sosialisasi dan Komunikasi
c. Contoh dan Teladan
d. Penyadaran
e. Pengawasan
f. Sanksi yang Tegas (Hukuman)
Selamat Membaca ☺

Terima Kasih

Wassalamualaikum Wr.Wb

Anda mungkin juga menyukai