Konsep Hukum
Mochtar Kusumaatmadja: Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu
sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi
harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
John Austin, Hans Kelsen, Hart mendefinisikan hukum sebagai perintah pihak yang berdaulat.
Sudikno Mertokusumo, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1992) terdapat 5 konsep hukum:
1. Hukum adalah asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal.
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional.
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto, tersistematisasi sebagai judge made law.
4. Hukum adalah pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empiris.
5. Hukum manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar
mereka.
BEBERAPA ALIRAN FILSAFAT HUKUM, KONSEP, CIRI, DAN RANAH HUKUM (ERLYN
INDARTI)
J. Gijssels dan Marck van Hoecke mengemukakan lapisan ilmu hukum sebagai berikut:
1. Filsafat Hukum
2. Teori Hukum
3. Dogmatik Hukum
4. Praktik Hukum
Pembidangan Hukum
Hukum senantiasa mengalami perkembangan, tidak hanya dalam isinya, melainkan juga dalam
bertambahnya jenis-jenis yang ada.
HUKUM OBJEKTIF : Hukum yang berlaku umum dan tidak mengenal orang/golongan tertentu.
Contoh: UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU Perlindungan Anak, dll.
HUKUM SUBJEKTIF : Hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku untuk orang
tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga hak. Timbul karena hubungan antar perorangan.
Contoh: UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
Berdasarkan sumber formal:
1. Hukum Undang-Undang: hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
2. Hukum Kebiasaan: hukum yang berbentuk peraturan kebiasaan dan adat (customary law/adat law)
3. Hukum Yurisprudensi: hukum yang terbentuk karena keputusan hakim (judge made law)
4. Hukum Traktat: hukum yang ditetapkan oleh negara-negara peserta perjanjian internasional
5. Hukum Perjanjian: hukum yang dibuat oleh para pihak yang mengadakan perjanjian
6. Hukum Ilmu (Doktrin): hukum yang bersumber dari pendapat para sarjana terkemuka atau hukum
yang berasal dari doktrin
Berdasarkan isi (kepentingan yang diatur):
1. Hukum Privat: hukum yang mengatur kepentingan pribadi (individu). Contoh: Hukum Perdata,
Hukum Dagang
2. Hukum Publik: hukum yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan publik. Contoh: Hukum
Pidana, HTN, Hukum Internasional, Hukum Acara
Berdasarkan sifatnya (kekuatan berlakunya):
1. Hukum Memaksa (Imperatif): kaidah hukum yang tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak.
Contoh : Pasal 147 dan 148 KUH Perdata, Pasal 362 dan 338 KUHP
2. Hukum Mengatur (Fakultatif): Kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak yang
bersangkutan. Contoh : Pasal 1476 dan 1477 KUH Perdata
Berdasarkan fungsinya:
1. Hukum Materiil: Hukum yang mengatur hubungan hukum antara sesama anggota masyarakat,
antara anggota masyarakat, dengan penguasa negara, antara masyarakat dengan penguasa negara, dan
antara anggota masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Hukum materil menimbulkan hak dan
kewajiban sebagai akibat yang timbul dari adanya hubungan hukum. Contoh : Hukum Pidana,
Hukum Perdata, HTN, HAN, Hukum Internasional, dsb
2. Hukum Formiil: Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum (bagi penguasa) dan
bagaimana cara menuntutnya bila hak-hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain. Hukum formal
lazimnya disebut hukum acara. Contoh : Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dsb
Berdasarkan luas berlakunya:
1. Hukum Umum: hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa membedakan jenis
kelamin, warga negara, maupun jabatan seseorang. Contoh : Hukum Pidana
2. Hukum Khusus: hukum yang berlakunya hanya bagi segolongan orang tertentu saja. Contoh :
Hukum Pidana Militer
Berdasarkan bentuknya:
1. Hukum Tertulis: hukum biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Dibagi menjadi dua:
A. Hukum Tertulis yang Terkodifikasi. Contoh: KUHP, KUH Perdata, KUHAP, KUH Dagang
B. Hukum Tertulis yang tidak terkodifikasi. Contoh: Undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden
2. Hukum Tidak Tertulis: kaidah yang hidup dan diyakini oleh masyarakat serta ditaati berlakunya
kaidah hukum. Lazim disebut HUKUM KEBIASAAN
Berdasarkan tempat berlakunya:
1. Hukum Nasional: hukum yang berlakunya pada suatu negara tertentu
2. Hukum Internasional: hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dengan negara lain
(hubungan internasional)
3. Hukum Asing: hukum yang berlaku di negara lain jika dipandang dari suatu negara tertentu
Berdasarkan waktu berlakunya:
1. Ius Constitutum (hukum positif): hukum yang sedang berlaku di suatu negara tertentu
2. Ius Constituendum : hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa yang akan datang
SUMBER HUKUM
Pengertian : Segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga
apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
Materiil : adalah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum, dari mana materi hukum itu
diambil
Formil : adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara
formal
Sumber Hukum Materiil
Mempelajari sumber-sumber hukum sangat kompleks masalahnya, oleh karena itu demi keberhasilan
dalam mempelajari sumber-sumber hukum harus ditinjau dari beberapa sudut cabang ilmu hukum maupun
disiplin ilmu lainnya. Misalnya: Sosiologi hukum, sejarah, agama, psikologi dan ilmu pemerintahan
Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum:
1) Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para
pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
2) Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada
aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan.
a. Struktur ekonomi dan kebutuhan masyarakat
b. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah melekat pada masyarakat dan berkembang menjadi aturan
tingkah laku yang tetap berkembang menjadi aturan tingkah laku yang tetap
c. Hukum yang berlaku yaitu hukum yang tumbuh berkembang dalam masyarakat dan mengalami
perubahan-perubahan menurut kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
d. Tata hukum negara-negara lain
e. Keyakinan tentang agama dan kesusilaan
f. Aneka gejala dalam masyarakat baik yang sudah menjadi peristiwa maupun yang belum menjadi
peristiwa.
Sumber Hukum Formil
1. Sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh
masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Dengan kata lain sumber hukum formal tersebut
merupakan causa efficient (sebab yang langsung menimbulkan akibat) dari hukum.
2. Yang termasuk sumber hukum formal : Undang-Undang, Kebiasaan, Yurisprudensi, Traktat,
Perjanjian, Doktrin
3. Undang-undang : Undang-undang dibedakan menjadi dua:
1. Undang-undang arti Materiil: adalah semua aturan hukum mengikat masyarakat secara umum,
inilah yang disebut peraturan perundang-undangan.
2. Undang-undang arti Formal: Adalah setiap peraturan perundangan yang dibentuk oleh alat
perlengkapan negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku. Undang-
undang arti formal hakikatnya adalah keputusan alat perlengkapan negara yang karena cara
pembentukannya disebut undang-undang. Di Indonesia undang-undang dalam arti formal
dibentuk oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
3. Asas berlakunya undang-undang:
- Asas Fictie Hukum artinya setiap orang dianggap telah mengetahui dan terikat oleh
undang-undang yang berlaku. Orang tidak boleh membela diri dengan alasan karena
belum mengetahui undang-undang itu
- Undang-undang tidak berlaku surut (non retroaktif/ ex post facto)
- Lex posterior derogat legi priori : di mana peraturan yang baru dapat menyampingkan
atau meniadakan peraturan yang lama
- Lex superior derogat legi inferiori : peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
- Lex specialis derogat legi generali : peraturan yang lebih khusus mengesampingkan
peraturan yang lebih umum.
4. Kelebihan dan Kelemahan perundang undangan :
Kelebihan Kelemahan
- Tingkat prediktibilitas yang besar/ - Lebih kaku
prospektif - Seakan akan mengabaikan masyarakat
- Lebih menjamin kepastian
5. Pembentukan peraturan perundangan di Indonesia:
- Peraturan perundangan dibentuk melalui prosedur tertentu yang telah ditetapkan.
- Peraturan yang mengatur pembentukan peraturan perundangan termasuk dalam secondary
rules, saat ini adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
4. Kebiasaan :
- Perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut diyakini
oleh masyarakat mengandung hukum. Tidak semua kebiasaan pasti mengandung hukum. Oleh sebab
itu belum tentu semua kebiasaan atau adat istiadat menjadi sumber hukum formal.
- Hukum kebiasaan dapat menjadi sumber hukum dengan syarat:
1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu
2. Ada opinio necessitatis (pendapat bahwa memang demikian seharusnya)
3. Ada akibat hukum
5. Yurisprudensi :
- Yurisprudensi adalah keputusan pengadilan atau keputusan hakim yang terdahulu.
- Hakim adalah pembentuk hukum. Hukum yang diciptakan oleh hakim berlaku bagi para pihak yang
perkaranya diperiksa, jadi berlakunya terhadap kasus konkrit. Berbeda dengan pembentuk undang-
undang (legislatif).
- Ada dua macam yurisprudensi :
1. Yurisprudensi tetap: ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan
dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten)
2. Yurisprudensi tidak tetap: ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standard arresten
3. Yurisprudensi dikatakan sebagai sumber hukum formal karena ia menjadi standar bagi hakim untuk
memutuskan perkara yang diperiksanya.
6. Traktat :
- Adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang memiliki akibat mengikat terhadap
para pihak yang mengadakan perjanjian berdasarkan asas pacta sunt servanda.
- Traktat dibagi menjadi tiga jenis: traktat bilateral, traktat multilateral, traktat kolektif/terbuka
- Untuk menjadi sumber hukum formal harus memenuhi syarat formal tertentu.
- Perbedaan traktat dan undang-undang:
1. Berdasarkan luas berlakunya: traktat berlaku terbatas terhadap para pihak yang bersepakat,
sedangkan undang-undang berlaku umum
2. Berdasarkan objek persoalan: traktat mengatur persoalan konkrit sesuai yang diperjanjikan,
sedangkan undang-undang mengatur persoalan abstrak
3. Berdasarkan pembentukannya: traktat dibentuk oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut,
sedangkan undang-undang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang
7. Perjanjian : Adalah suatu hubungan hukum yang memiliki sifat mengikat dan berlaku terhadap
pihak-pihak yang mendakan kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan Pasal 1388 BW:
Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya.
8. Doktrin : pendapat para ahli hukum yang kemudian menjadi sumber hukum dan diterima sebagai
dasar dan asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya. Contoh doktrin antara lain adalah ajaran
trias politica dari Montesquieu, yang menjelaskan teori pemisahan kekuasaan dalam negara.
PEMBENTUKAN HUKUM
PEMBENTUKAN HUKUM adalah proses merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum
bagi setiap orang. Lazimnya pembentukan hukum selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang, juga
dimungkinkan pula hakim.
Paul Scholten mengatakan hakim menjalankan rechtsvinding (turut serta menemukan hukum).
Senada dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman (rechtsvinding):
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
Hakim melakukan pembentukan hukum untuk mengisi kekosongan hukum. Hal ini menurut aliran atau
pandangan materiil yuridis yang berpendapat bahwa hakim secara otonom menciptakan hukum
Aliran atau pandangan logicistis mengatakan bahwa hakim dalam penemuan hukum itu heteronom karena
ia menemukan hukum itu dengan hanya menerapkan undang-undang atau peraturan yang sudah ada di
luar dirinya. Jadi dia tunduk pada undang-undang. Berdasarkan pandangan logicistis maka hakim harus
menggunakan ketepatan logika dalam menerapkan undang-undang terhadap peristiwa yang konkrit.
Dalam menerapkan undang-undang tersebut, hakim menggunakan beberapa cara penafsiran peraturan
(penafsiran/interpretasi hukum)
Putusan dalam bagian dictum, mengikat para pihak baik secara deklaratif (mematuhi) maupun dispositive
(melaksanakan bunyi dictum)
Stare Decisis – Putusan hakim sebagai penetapan kaidah hukum merupakan pedoman bagi hakim
lain untuk memutus perkara yang serupa dengan yang diputus oleh putusan tersebut di kemudian hari.
Di dalam sistem Anglo-Saxon, suatu putusan dapat mengandung pandangan atau pertimbangan yang
sifatnya sepintas lalu, tidak relevan, yang tidak secara langsung mengenai pokok perkara yang diajukan
(obiter dictum) dan pandangan atau pertimbangan yang mengenai pokok perkara secara la ngsung (ratio
decidendi)
Obiter Dictum : adalah pertimbangan-pertimbangan mengenai peristiwa konkrit atau pertimbangan-
pertimbangan hukum yang tidak relevan sehingga tidak bersifat mengikat.
Ratio Decidendi : adalah pertimbangan atau alasan yang secara langsung mengenai pokok perkara yang
menjadi dasar dictum hukum sehingga sifatnya mengikat.
PENAFSIRAN HUKUM
Definisi :
- PENAFSIRAN HUKUM adalah proses penafsiran atau penjelasan yang harus menuju kepada
penerapan (atau tidak menerapkan) suatu peraturan hukum umum terhadap peristiwa konkrit yang
dapat diterima oleh masyarakat.
- Penafsiran hukum untuk menjelaskan dan melengkapi peraturan perundang-undangan yang tidak jelas
dan tidak pula lengkap.
- Hakim menggunakan metode penafsiran/interpretasi hukum yang membenarkan formulasi (rumusan)
suatu peraturan. Selain itu juga digunakan untuk membenarkan metode-metode konstruksi hukum.
- UU tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan UU itu sendiri (contra legem). Terlebih lagi jika
UU itu sudah cukup jelas.
- In dubio pro reo - Dalam hal hakim ragu-ragu dalam memutus, maka ia haruslah memutus
seringan-ringannya sehingga menguntungkan terdakwa untuk menghindari menghukum orang yang
tidak bersalah.
Metode Penafsiran Hukum :
1. Penafsiran Tata Bahasa (Gramatikal)
2. Penafsiran Sahih (Autentik, Resmi)
3. Penafsiran Historis
4. Penafsiran Sistematis (Dogmatis)
5. Penafsiran Nasional
6. Penafsiran Teleologis (Sosiologis)
7. Penafsiran Ekstensif
8. Penafsiran Rekstriktif
9. Penafsiran Komparatif
10. Penafsiran Futuristis
Penjelasan Metode :
1. PENAFSIRAN TATA BAHASA (Gramatikal)
- Adalah penafsiran berdasarkan pada bunyi undang-undang dengan pedoman pada arti kata-kata dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang.
- Titik tolak dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari. Ketentuan atau kaidah hukum
yang tertulis dalam undang-undang diberi arti menurut kalimat atau bahasa sehari-hari. Metode
interpretasi ini disebut interpretasi gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan undang-
undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi
bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa atau dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai
narasumber.
2. PENAFSIRAN SAHIH (AUTENTIK, RESMI)
- Adalah penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh Pembentuk
Undang-Undang.
- Penafsiran otentik merupakan penjelasan terhadap kata-kata, istilah dan pengertian di dalam peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang itu sendiri dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
3. PENAFSIRAN HISTORIS
- Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam perundang-undangan sering pula dilakukan dengan
meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Ada 2 (dua) jenis
interpretasi historis yaitu:
A. Interpretasi menurut sejarah hukum (rechts historische-interpretatie)
penafsiran yang luas yaitu meliputi pula penafsiran sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-
undangan dan sejarah sistem hukumnya. Penafsiran sejarah hukum menyelidiki asal peraturan
perundang-undangan dari suatu sistem hukum yang dulu pernah berlaku dan sekarang tidak berlaku
lagi atau asal-usul peraturan itu dari sistem hukum lain yang masih berlaku di negara lain
Untuk mengetahui maksud pembuat undang-undang pada waktu undang-undang dibuat atau
ditetapkan dilakukan dengan menggunakan interpretasi sejarah perundang-undangan. Sumber yang
dicari dalam melakukan interpretasi ini adalah surat menyurat, pembicaraan atau pembahasan di
dalam badan legislatif, yang kesemuanya itu memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki oleh
pembentuk undang-undang. Sejarah terbentuknya undang-undang dapat diteliti melalui Rancangan
Undang-Undang (RUU) termasuk pernyataan atau keterangan pemerintah sewaktu RUU diajukan ke
DPR, rísalah-risalah perdebatan baik dalam komisi maupun sub komisi atau pleno. Sering juga dalam
interpretasi sejarah meneliti tentang rangkaian kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelum RUU
diajukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui alasan pertimbangan mengapa RUU tersebut
diajukan.
PROSES HUKUM
Ruang Lingkup :
Proses Pembentukan Hukum
o Tahapan dalam pembuatan hukum:
Tahap inisiasi: muncul suatu gagasan dalam masyarakat
Tahap sosio-politis: pematangan dan penajaman gagasan
Tahap yuridis: penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan kemudian diundangkan
o Struktur pembuatan hukum: “separation of powers” atau “Trias Politica”
Pembuatan Hukum (Montesquieu):
1. Padat dan sederhana. Kalimat yang muluk-muluk dan retorik merupakan hal yang berlebihan dan
menyesatkan.
2. Istilah yang dipilih, hendaknya bersifat mutlak dan tidak relatif, sehingga mempersempit ruang
penafsiran.
3. Hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual, menghindari menggunakan perumpamaan atau
bersifat hipotesis.
4. Hendaknya jangan rumit, sebab dibuat untuk orang banyak, jangan berkutat pada persoalan logika,
yang mudah dipahami saja oleh orang banyak.
5. Jangan mengaburkan masalah pokok yang dikemukakan dengan dikaburkan oleh penggunaan
perkecualian, modifikasi, kecuali memang benar-benar diperlukan.
6. Jangan berupa penalaran, berbahaya jika memberikan alasan yang rinci tentang masalah yang diatur
karena akan membuka pintu perdebatan.
7. Mempertimbangkan isi secara matang dan mempertimbangkan rasa keadilan secara alamiah.
Penegakan Hukum
- Pelaksanaan dari hasil pembentukan hukum.
- Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi.
- Diskresi harus menyerasikan antara penerapan hukum dengan faktor manusiawi.
Lembaga Penegakan Hukum:
a. Lembaga Penyidikan
b. Lembaga Penuntutan
c. Lembaga Pengadilan
d. Lembaga Pelaksanaan (Eksekusi)
Menurut Soerjono Soekanto
1. Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum:
2. Hukumnya sendiri;
3. Penegak hukum;
4. Sarana dan fasilitas;
5. Masyarakat; dan
6. Kebudayaan.
Lawrence M. Friedman
1. Ada 3 komponen dalam sistem hukum yang mempengaruhi penegakan hukum:
2. Komponen struktur;
3. Komponen substansi; dan
4. Komponen kultur atau budaya hukum.