Anda di halaman 1dari 27

MATERI PPT PIH / SEMESTER 1

 Konsep Hukum
 Mochtar Kusumaatmadja: Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu
sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi
harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam
kenyataan.
 John Austin, Hans Kelsen, Hart mendefinisikan hukum sebagai perintah pihak yang berdaulat.
 Sudikno Mertokusumo, mendefinisikan hukum sebagai keseluruhan kumpulan peraturan-peraturan atau
kaidah-kaidah dalam suatu kehidupan bersama, keseluruhan peraturan tingkah laku yang berlaku dalam
suatu kehidupan bersama, yang dapat dipaksakan pelaksanaannya dengan sanksi.
 Menurut Soetandyo Wignjosoebroto (1992) terdapat 5 konsep hukum:
1. Hukum adalah asas-asas kebenaran dan keadilan yang bersifat kodrati dan berlaku universal.
2. Hukum adalah norma-norma positif di dalam sistem perundang-undangan hukum nasional.
3. Hukum adalah apa yang diputuskan oleh hakim in concreto, tersistematisasi sebagai judge made law.
4. Hukum adalah pola perilaku sosial yang terlembaga eksis sebagai variabel sosial yang empiris.
5. Hukum manifestasi makna-makna simbolik para perilaku sosial sebagai tampak dalam interaksi antar
mereka.
 BEBERAPA ALIRAN FILSAFAT HUKUM, KONSEP, CIRI, DAN RANAH HUKUM (ERLYN
INDARTI)
 J. Gijssels dan Marck van Hoecke mengemukakan lapisan ilmu hukum sebagai berikut:
1. Filsafat Hukum
2. Teori Hukum
3. Dogmatik Hukum
4. Praktik Hukum
 Pembidangan Hukum
 Hukum senantiasa mengalami perkembangan, tidak hanya dalam isinya, melainkan juga dalam
bertambahnya jenis-jenis yang ada.
 HUKUM OBJEKTIF : Hukum yang berlaku umum dan tidak mengenal orang/golongan tertentu.
Contoh: UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, UU Perlindungan Anak, dll.
 HUKUM SUBJEKTIF : Hukum yang timbul dari hukum objektif dan berlaku untuk orang
tertentu atau lebih. Hukum subjektif disebut juga hak. Timbul karena hubungan antar perorangan.
Contoh: UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
 Berdasarkan sumber formal:
1. Hukum Undang-Undang: hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan
2. Hukum Kebiasaan: hukum yang berbentuk peraturan kebiasaan dan adat (customary law/adat law)
3. Hukum Yurisprudensi: hukum yang terbentuk karena keputusan hakim (judge made law)
4. Hukum Traktat: hukum yang ditetapkan oleh negara-negara peserta perjanjian internasional
5. Hukum Perjanjian: hukum yang dibuat oleh para pihak yang mengadakan perjanjian
6. Hukum Ilmu (Doktrin): hukum yang bersumber dari pendapat para sarjana terkemuka atau hukum
yang berasal dari doktrin
 Berdasarkan isi (kepentingan yang diatur):
1. Hukum Privat: hukum yang mengatur kepentingan pribadi (individu). Contoh: Hukum Perdata,
Hukum Dagang
2. Hukum Publik: hukum yang mengatur kepentingan umum atau kepentingan publik. Contoh: Hukum
Pidana, HTN, Hukum Internasional, Hukum Acara
 Berdasarkan sifatnya (kekuatan berlakunya):
1. Hukum Memaksa (Imperatif): kaidah hukum yang tidak dapat dikesampingkan oleh para pihak.
Contoh : Pasal 147 dan 148 KUH Perdata, Pasal 362 dan 338 KUHP
2. Hukum Mengatur (Fakultatif): Kaidah hukum yang dapat dikesampingkan oleh para pihak yang
bersangkutan. Contoh : Pasal 1476 dan 1477 KUH Perdata
 Berdasarkan fungsinya:
1. Hukum Materiil: Hukum yang mengatur hubungan hukum antara sesama anggota masyarakat,
antara anggota masyarakat, dengan penguasa negara, antara masyarakat dengan penguasa negara, dan
antara anggota masyarakat dengan masyarakat itu sendiri. Hukum materil menimbulkan hak dan
kewajiban sebagai akibat yang timbul dari adanya hubungan hukum. Contoh : Hukum Pidana,
Hukum Perdata, HTN, HAN, Hukum Internasional, dsb
2. Hukum Formiil: Hukum yang mengatur bagaimana cara melaksanakan hukum (bagi penguasa) dan
bagaimana cara menuntutnya bila hak-hak seseorang telah dilanggar oleh orang lain. Hukum formal
lazimnya disebut hukum acara. Contoh : Hukum Acara Pidana, Hukum Acara Perdata, dsb
 Berdasarkan luas berlakunya:
1. Hukum Umum: hukum yang berlaku bagi setiap orang dalam masyarakat tanpa membedakan jenis
kelamin, warga negara, maupun jabatan seseorang. Contoh : Hukum Pidana
2. Hukum Khusus: hukum yang berlakunya hanya bagi segolongan orang tertentu saja. Contoh :
Hukum Pidana Militer
 Berdasarkan bentuknya:
1. Hukum Tertulis: hukum biasanya dalam bentuk peraturan perundang-undangan.
Dibagi menjadi dua:
A. Hukum Tertulis yang Terkodifikasi. Contoh: KUHP, KUH Perdata, KUHAP, KUH Dagang
B. Hukum Tertulis yang tidak terkodifikasi. Contoh: Undang-undang, peraturan pemerintah,
keputusan presiden
2. Hukum Tidak Tertulis: kaidah yang hidup dan diyakini oleh masyarakat serta ditaati berlakunya
kaidah hukum. Lazim disebut HUKUM KEBIASAAN
 Berdasarkan tempat berlakunya:
1. Hukum Nasional: hukum yang berlakunya pada suatu negara tertentu
2. Hukum Internasional: hukum yang mengatur hubungan antara negara satu dengan negara lain
(hubungan internasional)
3. Hukum Asing: hukum yang berlaku di negara lain jika dipandang dari suatu negara tertentu
 Berdasarkan waktu berlakunya:
1. Ius Constitutum (hukum positif): hukum yang sedang berlaku di suatu negara tertentu
2. Ius Constituendum : hukum yang diharapkan akan berlaku pada masa yang akan datang

 JENIS-JENIS LAPANGAN HUKUM


 Substansi

Lapangan Hukum Publik Lapangan Hukum Privat


1. Hukum Pidana 1. Hukum Perdata
2. Hukum Tata Negara 2. Hukum Dagang
3. Hukum Internasional 3. Hukum Acara Perdata
4. Hukum Administrasi Negara 4. Hukum Perdata Internasional
5. Hukum Acara Pidana 5. Hukum Perkawinan
6. Hukum Acara Tata Usaha Negara 6. Hukum Perburuhan
7. Hukum Acara Peradilan Agama
8. Hukum Agraria
 Lapangan Hukum Publik :
1. Hukum Pidana : Hukum yang mengatur tentang pelanggaran-pelanggaran dan kejahatan-kejahatan
terhadap kepentingan umum, perbuatan pelanggaran dan kejahatan tersebut diancam dengan hukum
yang merupakan penderitaan atau siksaan bagi yang bersangkutan
2. Hukum Tata Negara : Hukum yang mengatur bentuk negara, bentuk pemerintahan; menunjukkan
masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan menurut tingkatannya; menegaskan
wilayah lingkungan dan rakyat masing- masing masyarakat hukum; menunjukkan alat-alat
perlengkapan negara yang berkuasa dalam masing-masing masyarakat hukum dan susunannya,
wewenang serta imbangan dari alat-alat perlengkapan tersebut. (Prof. Kusumadi Pudjosewojo, SH)
3. Hukum Internasional : Seluruh kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau
persoalan yang melintasi batas-batas negara yang bukan bersifat perdata, yakni berupa hubungan
internasional
4. Hukum Administrasi Negara : Aturan-aturan hukum yang mengatur bagaimana cara alat-alat
perlengkapan negara harus berbuat sesuatu dalam melaksanakan tugasnya. Jadi HAN mengatur alat-
alat perlengkapan negara dalam kegiatannya melaksanakan tugasnya (mengatur negara dalam
keadaan bergerak)

 SUMBER HUKUM
 Pengertian : Segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan yang mengikat dan memaksa, sehingga
apabila aturan-aturan itu dilanggar akan menimbulkan sanksi yang tegas dan nyata bagi pelanggarnya.
 Materiil : adalah faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum, dari mana materi hukum itu
diambil
 Formil : adalah sumber hukum dengan bentuk tertentu yang merupakan dasar berlakunya hukum secara
formal
 Sumber Hukum Materiil
Mempelajari sumber-sumber hukum sangat kompleks masalahnya, oleh karena itu demi keberhasilan
dalam mempelajari sumber-sumber hukum harus ditinjau dari beberapa sudut cabang ilmu hukum maupun
disiplin ilmu lainnya. Misalnya: Sosiologi hukum, sejarah, agama, psikologi dan ilmu pemerintahan
Faktor-faktor yang turut serta menentukan isi hukum:
1) Faktor idiil adalah patokan-patokan yang tetap mengenai keadilan yang harus ditaati oleh para
pembentuk undang-undang ataupun para pembentuk hukum yang lain dalam melaksanakan tugasnya.
2) Faktor kemasyarakatan adalah hal-hal yang benar-benar hidup dalam masyarakat dan tunduk pada
aturan-aturan yang berlaku sebagai petunjuk hidup masyarakat yang bersangkutan.
a. Struktur ekonomi dan kebutuhan masyarakat
b. Kebiasaan atau adat istiadat yang telah melekat pada masyarakat dan berkembang menjadi aturan
tingkah laku yang tetap berkembang menjadi aturan tingkah laku yang tetap
c. Hukum yang berlaku yaitu hukum yang tumbuh berkembang dalam masyarakat dan mengalami
perubahan-perubahan menurut kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
d. Tata hukum negara-negara lain
e. Keyakinan tentang agama dan kesusilaan
f. Aneka gejala dalam masyarakat baik yang sudah menjadi peristiwa maupun yang belum menjadi
peristiwa.
 Sumber Hukum Formil
1. Sumber hukum formal merupakan dasar kekuatan mengikatnya peraturan-peraturan agar ditaati oleh
masyarakat maupun oleh para penegak hukum. Dengan kata lain sumber hukum formal tersebut
merupakan causa efficient (sebab yang langsung menimbulkan akibat) dari hukum.
2. Yang termasuk sumber hukum formal : Undang-Undang, Kebiasaan, Yurisprudensi, Traktat,
Perjanjian, Doktrin
3. Undang-undang : Undang-undang dibedakan menjadi dua:
1. Undang-undang arti Materiil: adalah semua aturan hukum mengikat masyarakat secara umum,
inilah yang disebut peraturan perundang-undangan.
2. Undang-undang arti Formal: Adalah setiap peraturan perundangan yang dibentuk oleh alat
perlengkapan negara yang berwenang melalui tata cara dan prosedur yang berlaku. Undang-
undang arti formal hakikatnya adalah keputusan alat perlengkapan negara yang karena cara
pembentukannya disebut undang-undang. Di Indonesia undang-undang dalam arti formal
dibentuk oleh presiden dengan persetujuan DPR (Pasal 5 ayat (1) UUD NRI Tahun 1945).
3. Asas berlakunya undang-undang:
- Asas Fictie Hukum artinya setiap orang dianggap telah mengetahui dan terikat oleh
undang-undang yang berlaku. Orang tidak boleh membela diri dengan alasan karena
belum mengetahui undang-undang itu
- Undang-undang tidak berlaku surut (non retroaktif/ ex post facto)
- Lex posterior derogat legi priori : di mana peraturan yang baru dapat menyampingkan
atau meniadakan peraturan yang lama
- Lex superior derogat legi inferiori : peraturan yang lebih rendah tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi.
- Lex specialis derogat legi generali : peraturan yang lebih khusus mengesampingkan
peraturan yang lebih umum.
4. Kelebihan dan Kelemahan perundang undangan :
Kelebihan Kelemahan
- Tingkat prediktibilitas yang besar/ - Lebih kaku
prospektif - Seakan akan mengabaikan masyarakat
- Lebih menjamin kepastian
5. Pembentukan peraturan perundangan di Indonesia:
- Peraturan perundangan dibentuk melalui prosedur tertentu yang telah ditetapkan.
- Peraturan yang mengatur pembentukan peraturan perundangan termasuk dalam secondary
rules, saat ini adalah UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan.
4. Kebiasaan :
- Perbuatan manusia mengenai hal tertentu yang dilakukan berulang-ulang. Kebiasaan tersebut diyakini
oleh masyarakat mengandung hukum. Tidak semua kebiasaan pasti mengandung hukum. Oleh sebab
itu belum tentu semua kebiasaan atau adat istiadat menjadi sumber hukum formal.
- Hukum kebiasaan dapat menjadi sumber hukum dengan syarat:
1. Adanya perbuatan tertentu yang dilakukan berulang-ulang di dalam masyarakat tertentu
2. Ada opinio necessitatis (pendapat bahwa memang demikian seharusnya)
3. Ada akibat hukum
5. Yurisprudensi :
- Yurisprudensi adalah keputusan pengadilan atau keputusan hakim yang terdahulu.
- Hakim adalah pembentuk hukum. Hukum yang diciptakan oleh hakim berlaku bagi para pihak yang
perkaranya diperiksa, jadi berlakunya terhadap kasus konkrit. Berbeda dengan pembentuk undang-
undang (legislatif).
- Ada dua macam yurisprudensi :
1. Yurisprudensi tetap: ialah keputusan hakim yang terjadi karena rangkaian keputusan serupa dan
dijadikan dasar atau patokan untuk memutuskan suatu perkara (standard arresten)
2. Yurisprudensi tidak tetap: ialah keputusan hakim terdahulu yang bukan standard arresten
3. Yurisprudensi dikatakan sebagai sumber hukum formal karena ia menjadi standar bagi hakim untuk
memutuskan perkara yang diperiksanya.
6. Traktat :
- Adalah perjanjian yang diadakan oleh dua negara atau lebih yang memiliki akibat mengikat terhadap
para pihak yang mengadakan perjanjian berdasarkan asas pacta sunt servanda.
- Traktat dibagi menjadi tiga jenis: traktat bilateral, traktat multilateral, traktat kolektif/terbuka
- Untuk menjadi sumber hukum formal harus memenuhi syarat formal tertentu.
- Perbedaan traktat dan undang-undang:
1. Berdasarkan luas berlakunya: traktat berlaku terbatas terhadap para pihak yang bersepakat,
sedangkan undang-undang berlaku umum
2. Berdasarkan objek persoalan: traktat mengatur persoalan konkrit sesuai yang diperjanjikan,
sedangkan undang-undang mengatur persoalan abstrak
3. Berdasarkan pembentukannya: traktat dibentuk oleh para pihak yang membuat perjanjian tersebut,
sedangkan undang-undang dibuat oleh badan pembentuk undang-undang
7. Perjanjian : Adalah suatu hubungan hukum yang memiliki sifat mengikat dan berlaku terhadap
pihak-pihak yang mendakan kesepakatan dalam perjanjian tersebut. Berdasarkan Pasal 1388 BW:
Persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang untuk mereka yang membuatnya.
8. Doktrin : pendapat para ahli hukum yang kemudian menjadi sumber hukum dan diterima sebagai
dasar dan asas-asas penting dalam hukum dan penerapannya. Contoh doktrin antara lain adalah ajaran
trias politica dari Montesquieu, yang menjelaskan teori pemisahan kekuasaan dalam negara.

 PENEMUAN HUKUM (RECHTSVINDING)


 Definisi Penemuan Hukum :
- Penemuan Hukum adalah proses pembentukan hukum oleh hakim, atau aparat hukum lainnya yang
ditugaskan untuk penerapan peraturan hukum umum pada peristiwa hukum konkrit.
- Penemuan hukum merupakan proses konkretisasi atau individualisasi peraturan hukum (das sollen)
yang bersifat umum dengan mengingat akan peristiwa konkrit (das sein) tertentu.
- Penemuan Hukum dalam literatur lain disebut sebagai: pelaksanaan hukum, penerapan hukum,
pembentukan hukum atau penciptaan hukum
 Dalam penemuan hukum undang-undang diprioritaskan atau didahulukan dari sumber-sumber hukum
lainnya. Karena bersifat otentik dan tertulis yang lebih menjamin kepastian hukum.
 Menurut pandangan klasik (Montesquieu dan Immanuel Kant): Hakim dalam menerapkan undang-undang
terhadap peristiwa hukum sesungguhnya tidak menjalankan peranannya secara mandiri. Hakim hanyalah
penyambung lidah atau corong undang-undang (la bouche de la loi), sehingga tidak dapat mengubah
kekuatan hukum undang-undang, tidak dapat menambah dan tidak dapat mengurangi. Karena menurut
Montesquieu, undang-undang adalah satu-satunya sumber hukum positif.
 Tidak mudah membaca undang-undang, karena tidak hanya sekedar membaca bunyi kata-katanya saja
(naar de letter van de wet), tetapi harus pula mencari arti, makna atau tujuannya.
 Untuk mengantisipasi kekosongan hukum – rechtsvacuum biasanya di dalam peraturan perundang-
undangan di bagian paling akhir memiliki ketentuan peralihan untuk mengisi kekosongan hukum.
 Kalau ternyata dalam peraturan perundang-undangan tidak ada ketentuannya atau jawabannya maka
hakim dapat mencari dalam hukum kebiasaan.
 Hukum kebiasaan = hukum tidak tertulis yang ada di dalam masyarakat.
 Untuk menjadi hukum kebiasaan maka suatu perilaku harus berlangsung dalam waktu lama, berulang-
ulang (longa et inveterate consuetudo) dan harus menimbulkan keyakinan umum (opinion necessitates)
bahwa perilaku yang diulang itu memang patut secara objektif dilakukan, sehingga menimbulkan
kewajiban hukum (die normatieve Kraft des Faktischen = kekuatan normatif dari perilaku yang
diulang).
 Silogisme :
- Dalam menerapkan undang-undang dalam peristiwa konkrit sehingga menghasilkan putusan, maka
Hakim perlu melakukan silogisme
- Silogisme (subsumptie-anggapan) adalah bentuk berpikir logis dengan mengambil kesimpulan dari
hal yang umum (premis mayor) dan hal yang khusus (premis minor)
- Premis mayor = undang-undang, premis minor = peristiwa atau kasus

 PEMBENTUKAN HUKUM
 PEMBENTUKAN HUKUM adalah proses merumuskan peraturan-peraturan umum yang berlaku umum
bagi setiap orang. Lazimnya pembentukan hukum selain dilakukan oleh pembentuk undang-undang, juga
dimungkinkan pula hakim.
 Paul Scholten mengatakan hakim menjalankan rechtsvinding (turut serta menemukan hukum).
 Senada dengan Pasal 5 ayat (1) UU No. 48 tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman (rechtsvinding):
“Hakim dan hakim konstitusi wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa
keadilan yang hidup dalam masyarakat.”
 Hakim melakukan pembentukan hukum untuk mengisi kekosongan hukum. Hal ini menurut aliran atau
pandangan materiil yuridis yang berpendapat bahwa hakim secara otonom menciptakan hukum
 Aliran atau pandangan logicistis mengatakan bahwa hakim dalam penemuan hukum itu heteronom karena
ia menemukan hukum itu dengan hanya menerapkan undang-undang atau peraturan yang sudah ada di
luar dirinya. Jadi dia tunduk pada undang-undang. Berdasarkan pandangan logicistis maka hakim harus
menggunakan ketepatan logika dalam menerapkan undang-undang terhadap peristiwa yang konkrit.
 Dalam menerapkan undang-undang tersebut, hakim menggunakan beberapa cara penafsiran peraturan
(penafsiran/interpretasi hukum)
 Putusan dalam bagian dictum, mengikat para pihak baik secara deklaratif (mematuhi) maupun dispositive
(melaksanakan bunyi dictum)
 Stare Decisis – Putusan hakim sebagai penetapan kaidah hukum merupakan pedoman bagi hakim
lain untuk memutus perkara yang serupa dengan yang diputus oleh putusan tersebut di kemudian hari.
 Di dalam sistem Anglo-Saxon, suatu putusan dapat mengandung pandangan atau pertimbangan yang
sifatnya sepintas lalu, tidak relevan, yang tidak secara langsung mengenai pokok perkara yang diajukan
(obiter dictum) dan pandangan atau pertimbangan yang mengenai pokok perkara secara la ngsung (ratio
decidendi)
 Obiter Dictum : adalah pertimbangan-pertimbangan mengenai peristiwa konkrit atau pertimbangan-
pertimbangan hukum yang tidak relevan sehingga tidak bersifat mengikat.
 Ratio Decidendi : adalah pertimbangan atau alasan yang secara langsung mengenai pokok perkara yang
menjadi dasar dictum hukum sehingga sifatnya mengikat.

 PENAFSIRAN HUKUM
 Definisi :
- PENAFSIRAN HUKUM adalah proses penafsiran atau penjelasan yang harus menuju kepada
penerapan (atau tidak menerapkan) suatu peraturan hukum umum terhadap peristiwa konkrit yang
dapat diterima oleh masyarakat.
- Penafsiran hukum untuk menjelaskan dan melengkapi peraturan perundang-undangan yang tidak jelas
dan tidak pula lengkap.
- Hakim menggunakan metode penafsiran/interpretasi hukum yang membenarkan formulasi (rumusan)
suatu peraturan. Selain itu juga digunakan untuk membenarkan metode-metode konstruksi hukum.
- UU tidak boleh ditafsirkan bertentangan dengan UU itu sendiri (contra legem). Terlebih lagi jika
UU itu sudah cukup jelas.
- In dubio pro reo - Dalam hal hakim ragu-ragu dalam memutus, maka ia haruslah memutus
seringan-ringannya sehingga menguntungkan terdakwa untuk menghindari menghukum orang yang
tidak bersalah.
 Metode Penafsiran Hukum :
1. Penafsiran Tata Bahasa (Gramatikal)
2. Penafsiran Sahih (Autentik, Resmi)
3. Penafsiran Historis
4. Penafsiran Sistematis (Dogmatis)
5. Penafsiran Nasional
6. Penafsiran Teleologis (Sosiologis)
7. Penafsiran Ekstensif
8. Penafsiran Rekstriktif
9. Penafsiran Komparatif
10. Penafsiran Futuristis
 Penjelasan Metode :
1. PENAFSIRAN TATA BAHASA (Gramatikal)
- Adalah penafsiran berdasarkan pada bunyi undang-undang dengan pedoman pada arti kata-kata dalam
hubungannya satu sama lain dalam kalimat yang dipakai dalam undang-undang.
- Titik tolak dalam penafsiran menurut bahasa adalah bahasa sehari-hari. Ketentuan atau kaidah hukum
yang tertulis dalam undang-undang diberi arti menurut kalimat atau bahasa sehari-hari. Metode
interpretasi ini disebut interpretasi gramatikal karena untuk mengetahui makna ketentuan undang-
undang dengan cara menguraikannya menurut bahasa, susunan kata atau bunyinya. Dalam interpretasi
bahasa ini biasanya digunakan kamus bahasa atau dimintakan keterangan ahli bahasa sebagai
narasumber.
2. PENAFSIRAN SAHIH (AUTENTIK, RESMI)
- Adalah penafsiran yang pasti terhadap arti kata-kata itu sebagaimana yang diberikan oleh Pembentuk
Undang-Undang.
- Penafsiran otentik merupakan penjelasan terhadap kata-kata, istilah dan pengertian di dalam peraturan
perundang-undangan yang ditetapkan oleh pembuat undang-undang itu sendiri dalam peraturan
perundang-undangan yang bersangkutan.
3. PENAFSIRAN HISTORIS
- Untuk mengetahui makna suatu kaidah dalam perundang-undangan sering pula dilakukan dengan
meneliti sejarah, atau riwayat peraturan perundang-undangan yang bersangkutan. Ada 2 (dua) jenis
interpretasi historis yaitu:
A. Interpretasi menurut sejarah hukum (rechts historische-interpretatie)

penafsiran yang luas yaitu meliputi pula penafsiran sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-
undangan dan sejarah sistem hukumnya. Penafsiran sejarah hukum menyelidiki asal peraturan
perundang-undangan dari suatu sistem hukum yang dulu pernah berlaku dan sekarang tidak berlaku
lagi atau asal-usul peraturan itu dari sistem hukum lain yang masih berlaku di negara lain

B. Interpretasi menurut sejarah penetapan suatu ketentuan perundang-undangan (wet


historische-interpretatie)

Untuk mengetahui maksud pembuat undang-undang pada waktu undang-undang dibuat atau
ditetapkan dilakukan dengan menggunakan interpretasi sejarah perundang-undangan. Sumber yang
dicari dalam melakukan interpretasi ini adalah surat menyurat, pembicaraan atau pembahasan di
dalam badan legislatif, yang kesemuanya itu memberi gambaran tentang apa yang dikehendaki oleh
pembentuk undang-undang. Sejarah terbentuknya undang-undang dapat diteliti melalui Rancangan
Undang-Undang (RUU) termasuk pernyataan atau keterangan pemerintah sewaktu RUU diajukan ke
DPR, rísalah-risalah perdebatan baik dalam komisi maupun sub komisi atau pleno. Sering juga dalam
interpretasi sejarah meneliti tentang rangkaian kejadian atau peristiwa yang terjadi sebelum RUU
diajukan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui alasan pertimbangan mengapa RUU tersebut
diajukan.

4. PENAFSIRAN SISTEMATIS (DOGMATIS)


- Setiap peristiwa hukum senantiasa terjadi interdependensi (saling ketergantungan atau saling
berhubungan) dengan peristiwa yang lain. Suatu peraturan hukum tidak berdiri sendiri, tetapi saling
terkait dengan peraturan hukum yang lain. Beberapa peraturan hukum yang mengandung beberapa
persamaan baik mengenai unsur-unsurnya maupun tujuan untuk mencapai suatu obyeknya,
merupakan suatu himpunan peraturan-peraturan tertentu, akan tetapi antara peraturan-peraturan itu
saling berhubungan intern.
- Menafsirkan undang-undang yang menjadi bagian dari keseluruhan sistem perundang-undangan
dengan cara menghubungkan dengan undang-undang lain itulah yang dinamakan interpretasi
sistematis. Dengan metode penafsiran sistematis ini hendak dikatakan bahwa dalam menafsirkan
undang-undang tidak boleh menyimpang dari sistem perundang-undangan.
5. PENAFSIRAN NASIONAL
- Adalah penafsiran menilik sesuai tidaknya dengan sistem hukum yang berlaku. Contoh:
Hak milik (Pasal 570 KUH Perdata) harus ditafsirkan menurut hak milik sistem hukum Indonesia
(Pancasila)
6. PENAFSIRAN TELEOLOGIS (SOSIOLOGIS)
- Adalah penafsiran yang memperhatikan tentang tujuan undang-undang itu, mengingat kebutuhan
masyarakat berubah menurut masa atau waktu, sedang bunyi undang-undang tetap.
- Soerjono Soekanto dan Purnadi Purbacaraka menjelaskan bahwa interpretasi teleologis yaitu
menafsirkan undang-undang dengan menyelidiki maksud pembuatan dan tujuan dibuatkannya
undang-undang tersebut. Dengan interpretasi teleologis ini, undang-undang yang masih berlaku
(tetapi sudah usang atau sudah tidak sesuai lagi) diterapkan terhadap suatu peristiwa, hubungan,
kebutuhan dan kepentingan pada masa kini. Di sini, peraturan perundang-undangan disesuaikan
dengan hubungan dan situasi sosial yang baru.
7. PENAFSIRAN EKSTENSIF
Adalah penafsiran dengan memperluas arti kata-kata dalam peraturan sehingga suatu peristiwa dapat
dimasukkannya.
8. PENAFSIRAN RESTRIKTIF
Adalah penafsiran dengan membatasi arti kata-kata dalam peraturan itu.
9. PENAFSIRAN KOMPARATIF/ PERBANDINGAN HUKUM
- Interpretasi komparatif dilakukan dengan jalan memberi penjelasan dari suatu ketentuan perundang-
undangan dengan berdasarkan perbandingan hukum. Dengan memperbandingkan hukum yang
berlaku di beberapa negara atau beberapa konvensi internasional, menyangkut masalah tertentu yang
sama, akan dicari kejelasan mengenai makna suatu ketentuan perundang-undangan.
- Menurut Sudikno Mertokusumo, metode penafsiran ini penting terutama bagi hukum yang timbul
dari perjanjian internasional, karena dengan pelaksanaan yang seragam akan dapat direalisir kesatuan
hukum yang melahirkan perjanjian internasional sebagai hukum obyektif atau kaidah hukum untuk
beberapa negara. Di luar hukum perjanjian internasional, kegunaan metode ini terbatas.
10. PENAFSIRAN ANTISIPATIF/ FUTURISTIS
- Yaitu penafsiran dengan penjelasan undang-undang dengan berpedoman pada undang-undang yang
belum mempunyai kekuatan hukum.
- Pada penafsiran ini maka dicari pemecahannya dalam peraturan-peraturan yang belum mempunyai
kekuatan berlaku yaitu dalam rancangan undang-undang
 Metode Konstruksi Hukum
1. Argumentum per analogiam (analogi)
2. Argumentum a contrario (a contrario)
3. Rechtsverfijning (Penyempitan/ Penghalusan Hukum)
 Penjelasan Metode Konstruksi Hukum
1. ARGUMENTUM PER ANALOGIAM (ANALOGI)
- Adalah penafsiran dengan memberi ibarat (kias) pada kata-kata tersebut sesuai dengan asas hukumnya,
sehingga suatu peristiwa yang tidak cocok dengan peraturannya, dianggap sesuai dengan bunyi
peraturan itu.
- Dengan analogi peristiwa yang serupa, sejenis atau mirip dengan yang diatur dalam undang-undang
diperlakukan sama.
- Pada analogi, suatu peraturan khusus dalam undang-undang dijadikan umum yang tidak tertulis dalam
undang-undang, kemudian digali asas yang terdapat di dalamnya dan disimpulkan dari ketentuan yang
umum itu peristiwa yang khusus.
- Peraturan umum yang tidak tertulis dalam undang-undang itu diterapkan terhadap peristiwa tertentu
yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, tetapi mirip atau serupa dengan peristiwa yang diatur
dalam undang-undang.
- Penemuan hukum dengan cara analogi lebih sering digunakan dalam perkara perdata, tetapi tidak
pada hukum pidana karena menimbulkan polemik oleh para ahli hukum.
- Penemuan hukum dengan cara analogi lebih sering digunakan dalam perkara perdata, tetapi tidak
pada hukum pidana karena menimbulkan polemik oleh para ahli hukum.
2. ARGUMENTUM A CONTRARIO (A CONTRARIO)
- Adalah metode konstruksi hukum berupa penafsiran dengan cara melawankan pengertian antara soal
yang dihadapi dengan masalah yang diatur dalam suatu pasal undang-undang.
- Penafsiran/penjelasan undang-undang yang didasarkan pada pengertian sebaliknya dari peristiwa
konkrit yang dihadapi dengan peristiwa yang diatur dalam undang-undang.
- Contoh Penafsiran Argumentum A Contrario: pada Pasal 34 KUH Perdata disebutkan bahwa
seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat waktu 300 hari sejak saat perceraian
- Penafsiran berdasarkan argumentum a contrario mempersempit perumusan hukum atau perundang-
undangan. Tujuannya ialah untuk lebih mempertegas adanya kepastian hukum sehingga tidak
menimbulkan keraguan.
- PERBEDAAAN penggunaan undang-undang secara analogi dan berdasarkan argumentum a
contrario:
 Menggunakan undang-undang secara analogi memperoleh hasil yang positif; sedangkan
argumentum a contrario memperoleh hasil negatif.
 Menggunakan undang-undang secara analogi adalah memperluas berlakunya ketentuan hukum
atau peraturan perundang-undangan; sedangkan secara a contrario mempersempit berlakunya
ketentuan undang-undang
- PERSAMAANNYA adalah:
 Penggunaan undang-undang secara analogi dan argumentum a contrario sama–sama
berdasarkan konstruksi hukum.
 Kedua cara tersebut dapat dipergunakan untuk menyelesaikan suatu masalah.
 Kedua cara tersebut diterapkan sewaktu pasal dalam peraturan perundang-undangan tidak
menyebut masalah yang dihadapi.
 Maksud dan tujuan antara kedua cara tersebut adalah sama-sama untuk mengisi kekosongan
di dalam undang-undang.
3. RECHTSVERFIJNING (PENYEMPITAN/ PENGHALUSAN HUKUM)
- Rechtsvervijnings (pengkonkretan hukum, penyempitan hukum atau penghalusan hukum), yaitu
mengkonkretkan suatu ketentuan dalam undang-undang yang abstrak atau terlalu luas cakupannya
sehingga perlu dikonkretkan oleh hakim.
- Dalam penyempitan hukum dibentuklah pengecualian-pengecualian atau penyimpangan-
penyimpangan baru dari peraturan-peraturan yang bersifat umum.
- Peraturan yang bersifat umum diterapkan terhadap peristiwa atau hubungan hukum yang khusus
dengan penjelasan atau konstruksi dengan memberi ciri-ciri.
- Menurut tujuan hukum, maka hukum tidak boleh menyelesaikan suatu perkara secara tidak adil dan
tidak sesuai dengan realitas sosial, itulah suatu konstruksi yang logis. Kadang kala hakim tidak dapat
menerapkan suatu ketentuan tertentu, meskipun ketentuan itu menyebut secara jelas perkara yang
harus diselesaikan oleh hakim. Apabila ketentuan tersebut diterapkan oleh hakim maka perkara itu
tidak akan diselesaikan secara adil atau sesuai dengan realitas sosial, dalam hal ini positivitas dengan
realitas sosial sangat berbeda. Dalam hal demikian maka hakim terpaksa mengeluarkan perkara yang
bersangkutan dari lingkungan ketentuan itu, selanjutnya menyelesaikan menurut suatu norma yang
dibuatnya sendiri. Tindakan itu disebut menghaluskan hukum.
- Misalnya, ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata tentang maksud “perbuatan melawan hukum
onrechmatigedad” yang pengertiannya masih abstrak dan hanya perbuatan yang bertentangan dengan
undang-undang. Namun berdasarkan Arrest Hoge Raad (Mahkamah Agung) Belanda pada tahun
1919, bahwa perbuatan melawan hukum itu diperluas atau dikonkretkan, yaitu melanggar hukum
subjek hukum lain; bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku; serta bertentangan dengan
kepatutan subjek hukum lain yang diakui dalam kehidupan masyarakat.

 ALIRAN PENEMUAN HUKUM


 Legisme
- Aliran ini muncul pada abad 19 sebagai reaksi terhadap ketidakpastian dan ketidakseragaman hukum
kebiasaan.
- Aliran legisme adalah usaha untuk penyeragaman hukum dengan jalan kodifikasi dengan menuangkan
semua hukum secara lengkap dan sistematis dalam kitab undang-undang. Sehingga hukum kebiasaan
sebagai sumber hukum mulai ditinggalkan.
- Aliran ini berpendapat bahwa semua hukum itu berasal dari kehendak penguasa tertinggi, dalam hal
ini kehendak pembentuk undang-undang. Jadi semua hukum terdapat dalam UU. Hanya UU yang
menjadi sumber hukum.
- Montesquieu berpandangan bahwa hakim dalam pemisahan kekuasaan yang ketat hanyalah sebagai
“la bouche de la loi”
- Di Eropa (Eropa Kontinental – Civila Law System) Legisme berkuasa dalam abad ke-19 (1830-1880).
Tetapi tidak berlaku bagi negara-negara Common Law System (Inggris dan Amerika), negara ini tidak
beralih ke kodifikasi, karena judge-made-law dan hukum kebiasaan mempunyai peranan yang lebih
penting daripada di negara-negara Eropa Kontinental.
 Historis
- Dipelopori Von Savigny (1779-1861)
- Aliran ini berpendapat bahwa hukum itu ditentukan secara historis: hukum tumbuh dari kesadaran
hukum bangsa di suatu tempat dan pada waktu tertentu.
- Kesadaran hukum (volkgeist), yang paling murni terdapat dalam kebiasaan.
- Peraturan hukum merupakan pencerminan keyakinan hukum dan praktek-praktek yang terdapat dalam
kehidupan bersama dan tidak ditetapkan dari atas.
- Von Savigny berpendapat bahwa hukum adalah hukum kebiasaan yang tidak cocok untuk kehidupan
modern. Sebelum mengkodifikasikan hukum harus mengadakan penelitian yang mendalam lebih
dahulu. Setelah itu barulah dapat diadakan kodifikasi.
 BEGRIFFSJURISPRUDENZ
- Dipelopori oleh Rudolf von Jhering (1818-1890)
- Menurut aliran ini adalah apabila sistem yang ada itu berbentuk suatu piramida dengan pada
puncaknya suatu asas utama. Dari situ dapat dibuat pengertian-pengertian baru (Begriff).
Dikembangkanlah sistem asas-asas dan pengertian-pengertian umum yang digunakan untuk mengkaji
undang- undang. Oleh karena itu teori ini disebut Begriffjurisprudenz oleh von Jhering.
- Begriffsjurisprudenz memberikan kebebasan kepada hakim daripada legisme. Hakim tidak perlu
terikat pada bunyi undang-undang, tetapi dapat mengambil argumentasinya dari peraturan-peraturan
hukum yang tersirat dalam undang-undang. Dengan demikian pengadilan lebih bersandar pada ilmu
hukum.
 INTERESSENJURISPRUDENZ
- Lahir pada abad 19 di Jerman, sebagai reaksi terhadap Begriffjurisprudenz.
- Aliran yang menitikberatkan pada kepentingan-kepentingan (interessen) yang difiksikan.
- Hukum merupakan resultante pertentangan-pertentangan kepentingan yang berlawanan dan
berbenturan satu sama lain.
- Peraturan hukum tidak boleh dilihat oleh hakim sebagai formil-logis belaka, tetapi harus dinilai
menurut tujuannya.
- Tujuan hukum adalah untuk melindungi, memuaskan atau memenuhi kepentingan atau kebutuhan
hidup yang nyata.
- Dalam putusannya hakim harus bertanya kepada kepentingan manakah yang diatur atau dimaksudkan
oleh pembentuk undang-undang.
- Tokoh : Philip Heck
 FREIRECHTBEWEGUNG
- Lahir sekitar tahun 1900-an di Jerman sebagai reaksi tajam terhadap Legisme
- Dimulai oleh Kantorowicz (Gnaeus Flavius-nama samaran)
- Menentang bahwa kodifikasi itu lengkap dan hakim dalam proses penemuan hukum tidak mempunyai
sumbangan kreatif. Padahal tidak seluruh hukum terdapat dalam undang-undang. Mereka menentang
pendapat Montesquieu “la bouche de la loi”
- Hakim dapat menggunakan sumber-sumber hukum lainnya untuk menemukan hukum.
- Hakim sebagai subsumptie automaat dianggap sebagai sesuatu yang tidak nyata (fiksi).
- Menurut aliran ini, hakim tidak hanya mengabdi pada fungsi kepastian hukum, tetapi mempunyai tugas
sendiri dalam merealisasi keadilan.
- Hakim harus diberi kebebasan untuk mengesampingkan undang-undang dengan didasari oleh itikad
baik, kepatutan dan hanya karena undang-undang telah usang.

 ASAS-ASAS HUKUM DAN SISTEM HUKUM


 Definisi Asas Hukum:
- Bellefroid : Norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak
dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum. Asas hukum umum itu merupakan
pengendapan hukum positif dalam suatu masyarakat
- Van Elkema Hommes : Asas hukum bukanlah sebagai norma-norma hukum yang konkrit, akan
tetapi merupakan dasar-dasar umum atau petunjuk-petujuk bagi hukum yang berlaku. Asas hukum
adalah dasar-dasar atau petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif
- P. Scholten : Asas hukum adalah kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh padangan
kesusilaan kita pada hukum dan merupakan sifat-sifat umum dengan keterbatasannya sebagai
pembawaan yang umum itu, tetapi harus ada
- Van der Velden : Asas hukum adalah tipe putusan tertentu yang dapat digunakan sebagai tolok ukur
untuk menilai situasi atau digunakan sebagai pedoman berperilaku. Asas hukum didasarkan atas satu
nilai atau lebih yang menenetukan situasi yang bernilai yang harus direalisasi
- Sudikno Mertokusumo : Asas Hukum bukan merupakan hukum konkrit, melainkan merupakan
pikiran dasar yang umum dan abstrak, atau merupakan latar belakang peraturan konkrit yang terdapat
dalam dan di belakang setiap sistem hukum yang terjelma dalam peraturan perundang-undangan dan
putusan hakim yang merupakan hukum positif dan dapat diketemukan dengan mencari sifat-sifat atau
ciri-ciri yang umum dalam peraturan konkrit tersebut
- Satjipto Rahardjo : Asas Hukum adalah unsur yang penting dan pokok dari peraturan hukum. Asas
hukum adalah “jantungnya” peraturan hukum dikarenakan : 1) asas hukum merupakan landasan yang
paling luas bagi lahirnya peraturan hukum, 2) asas hukum disebut sebagai alasan bagi lahirnya
peraturan hukum atau ratio legist dari peraturan hukum. Asas hukum mengandung tuntutan etis,
memberi makna etis kepada peraturan-peraturan hukum serta tata hukum. Maka asas hukum
merupakan jembatan antara peraturan-peraturan hukum dengan cita-cita sosial dan pandangan etis
masyarakatnya
 Asas-asas Universal : G.J. Scholten mengemukakan ada 5 asas hukum universal yang berlaku kapan
saja dan di mana saja, tidak terpengaruh waktu dan tempat:
1. Asas Kepribadian
2. Asas Persekutuan
3. Asas Kesamaan
4. Asas Kewibawaan
5. Asas Pemisahan Antara Baik dan Buruk
- Asas Kepribadian : Asas kepribadian menitikberatkan pada pengakuan kepribadian manusia sebagai
subjek hukum (penyandang hak dan kewajiban). Hal ini bertitik tolak pada penghormatan dan
perlindungan manusia, karena manusia menginginkan adanya kebebasan individu dan ingin
memperjuangkan kepentingannya
- Asas Persekutuan : Asas ini menghendaki suatu kehidupan bersama yang tertib aman dan damai, persatuan
dan kesatuan serta cinta kasih. Hal ini dikarenakan manusia memiliki keinginan untuk hidup
bermasyarakat
- Asas Persamaan : Asas ini menghendaki setiap orang dianggap sama dalam hukum. Yang dianggap adil
ialah apabila setiap orang memperoleh hak yang sama, setiap orang minta diperlakukan sama, tidak
dibeda-bedakan.
- Asas Kewibawaan : Asas ini menghendaki di dalam masyarakat harus ada seseorang yang memimpin,
menertibkan masyarakat, yang mempunyai wibawa atau diberi kewibawaan yang mempunyai wewenang
dan kedudukan yang lain daripada orang kebanyakan.
- Asas Pemisahan Antara Baik dan Buruk : Menghendaki masyarakat mampu untuk memisahkan antara
baik dan buruk, apa yang seyogyanya dilakukan, dan apa yang seyogyanya tidak dilakukan.
 Asas Hukum dapat dibagi menjadi dua : (Eikema Hommes)
1. Asas Hukum Umum
Ialah asas hukum yang berhubungan dengan seluruh bidang hukum.
Contoh : Asas Restitutio In Integrum, Asas Lex Posteriori Derogate Legi Priori, Asas Nebis In Idem
2. Asas Hukum Khusus
Ialah asas hukum yang berhubungan secara khusus dalam bidang-bidang hukum tertentu yakni
bidang hukum pidana, perdata, dan sebagainya.
Contoh : Asas Pacta Sunt Servanda, Asas Konsensualisme, Asas Presumption Of Innocent, Asas In
Dubio Pro Reo
 3 TAHAP REALISASI HUKUM (Sudikno Mertokusumo)
1. Asas
2. Peraturan
3. Putusan
 Definisi Sistem Hukum :
- SISTEM HUKUM adalah suatu kumpulan unsur-unsur yang ada dalam interaksi satu sama lain yang
merupakan satu kesatuan yang terorganisasi dan kerja sama ke arah tujuan kesatuan. Jadi system hukum
bukan hanya sekedar kumpulan peraturan hukum tetapi masing-masing peraturan hukum itu satu sama
lain saling berkaitan dan tidak boleh terjadi konflik atau kontradiksi di dalamnya. Jika terjadi, maka harus
diselesaikan oleh system itu
- Sistem hukum merupakan system abstrak dan terbuka, artinya system hukum itu terdiri dari unsur-unsur
yang tidak konkrit, tidak menunjukkkan kesatuan yang dapat dilihat, dan unsur-unsur itu mempunyai
hubungan timbal-balik dengan lingkungannya, serta unsur-unsur lain yang tidak termasuk dalam system
mempunyai pengaruh terhadap unsur-unsur dalam system
- Menurut Scholten, sistem hukum adalah system terbuka yang selalu membutuhkan masukan untuk
penyempurnaan.
 HUKUM sebagai suatu Sistem – Fuller
Delapan asas yang dikenal sebagai Principles of Legality
1. Suatu sistem hukum harus mengandung peraturan-peraturan (bukan hanya keputusan ad hoc)
2. Peraturan yang sudah dibuat harus diumumkan
3. Peraturan yang tidak boleh ada yang berlaku surut
4. Peraturan-peraturan harus dirumuskan dengan susunan kata-kata yang dapat dimengerti
5. Suatu sistem tidak boleh mengadung peraturan-peraturan yang bertentangan satu sama lain
6. Peraturan-peraturan tidak boleh mengandung ketentuan yang melebihi apa yang dapat dilakukan
7. Tidak boleh sering merubah peraturan sehingga menyebabkan orang kehilangan orientasi
8. Harus ada kecocokan antara peraturan yang diundangkan dengan pelaksanaanya
 Sistem Hukum di Dunia
- Rene David (Major Legal System in The World Today)
Sistem-sistem hukum yang berlaku di dunia dapat dikelompokan sbb:
1. Sistem hukum Romawi Jerman (Romano Jerman) yang biasa juga disebut Civil Law System (Eropa
Kontinental) yang dianut oleh negara-negara Eropa Kontinental
2. Sistem Hukum Common Law System yang dianut oleh negara-negara Anglo-Saxon
3. Sistem Hukum Sosialis yang telah dianut oleh negara-negara sosialisme dan komunisme
4. Sistem hukum Agama dan Kebiasaan (adat) yang telah dianut oleh negara-negara yang memiliki
hukum adat dan hukum agama yang kental
- A.G. Chloros
Sistem-sistem hukum yang berlaku di dunia dapat dikelompokan sebagai berikut :
1. Civil Law System
2. Common Law System
3. Socialist Law System
 Civil Law System
- CIVIL LAW SYSTEM (jus quiritium) merupakan sistem hukum paling tua di dunia. Sistem hukum ini
mendasarkan hukumnya pada code (kodifikasi) yakni sekumpulan klausula dan prinsip-prinsip hukum
umum yang otoritatif, komprehensif, dan sistematis, sehingga undang-undang dianggap oleh civil law
system sebagai sumber hukum utama.
- Hukum yang tidak tercantum dalam kodifikasi/undang-undang hanya sebagai pelengkap.
- Dalam civil law system hakim tidak dapat melakukan proses ajudikasi secara maksimal melalui
putusannya, karena sistem hukum ini menghendaki hakim untuk mendasarkan diri secara penuh kepada
bunyi undang-undang, sehingga kultur sistem hukum ini, hakim tidak dapat menyimpang terlalu jauh dari
isi undang-undang.
- Negara-negara pengadopsi sistem ini: Indonesia, Belanda, Perancis, Jepang, Amerika Latin, Angola,
Argentina, Armenia, Austria, Belgium, Bosnia, Herzegovina, Brazil, Jerman, Yunani, Haiti, Honduras,
Italia.
- Ciri-ciri Civil Law System:
1. Mendasarkan hukum yang berlaku terhadap kodifikasi hukum, sehingga hakim dan aparat penegak
hukum harus mendasarkan putusan hukum pada peraturan perundang-undangan berlaku
2. Mendasarkan sumber hukum terhadap peraturan perundang-undangan, sehingga yurisprudensi atau
putusan-putusan hakim yang telah ada tidak mengikat terhadap hakim dan aparat penegak hukum
dalam memutuskan persoalan hukum
3. Memiliki dikotomi antara hukum privat dan hukum publik, sehingga terdapat pemisahan lembaga
peradilan privat dan pubik
4. Memiliki dikotomi dalam hukum privat antara hukum perdata dan hukum dagang, sehingga masing-
masing pengaturan terhadap hukum privat dibuat secara terpisah.
 Common Law System :
- COMMON LAW SYSTEM merupakan sistem hukum yang lahir berdasarkan tradisi dan kebiasaan
masyarakat Inggris. Kebiasan tersebut berlanjut pada kebiasaan-kebiasaan hakim untuk mengikuti
putusan-putusan hakim yang telah ada sebelumnya (preseden). Jadi common law system memiliki sumber
hukum dari kebiasaan masyarakat yang dikembangkan di pengadilan yang tercermin dalam setiap
keputusan pengadilan
- Common law merupakan dasar dari paham the rule of law
- Negara-negara yang memiliki common law system: Inggris, Amerika Serikat, Australia, Bahama,
Barbados, Kanada, Dominika, Kep. Fiji, Gibraltar, Jamaika, Selandia Baru, Togo dan negara -negara
Commonwealth Inggris.
- Ciri-ciri Common Law System:
1. Penerapan yurisprudensi sebagai sumber hukum utama
2. Penerapan prinsip stare decisis (preceden)
3. Hakim terikat untuk mengikuti putusan-putusan terdahulu yang telah ada sebelumnya, baik putusan
hakim itu sendiri atau putusan yang berasal dari hakim dan pengadilan lainnya yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde)
4. Penerapan adversary system dalam pengadilan
5. Para pihak (tergugat dan penggugat) dalam perkara perdata atau jaksa dan pengacara dalam perkara
pidana harus mampu meyakinkan juri berdasarkan masing-masing alat bukti yang dimiliki untuk
memenangkan suatu perkara. Hakim bersikap sebagai wasit yang mengatur jalannya persidangan
tanpa memutus benar atau salah. Karena benar atau salah merupakan wewenang dari Juri. Hakim
hanya memutuskan hukuman yang tepat untuk pihak yang salah atau kalah berdasarkan putusan
pengadilan sebelumnya yang telah memiliki kekuatan hukum tetap.
- Ciri-ciri menurut Peter de Cruz:
1. Common law system didasarkan atas perkara-perkara yang diselesaikan melalui cara penalaran logis
2. Common law system didasarkan atas doktrin preceden yang memiliki sifat hierarkis
3. Hukum dalam common law system didasarkan atas undang-undang dan perkara-perkara yang telah
mendapatkan putusan pengadilan
4. Hukum dalam common law system didasarkan atas improvisasi dan pragmatis
5. Hukum dalam common law system tidak memiliki perbedaan antara hukum publik dan hukum privat.
 Socialist Law System :
- Merupakan sistem hukum yang berasal dari negara-negara yang memiliki pemerintahan dengan
pandangan bahwa masyarakat komunistik sebagai tujuan utama dari negara sosialis atau dari kapitalisme
menuju sosialisme
- Pemerintah menggunakan hukum sebagai sarana dalam merencanakan dan mengoordinasikan struktur
ekonomi sosialisme
- Pemerintah membuat dan mendeskripsikan hukum sesuai dengan fungsi politik dan pemerintahannya,
sehingga hukum hanya dijadikan sebagai bagian dari struktur ideologis yang mengendalikan dan
mengawasi sarana produksi.
- Sumber hukum sistem hukum sosialis adalah keputusan-keputusan dari penguasa tertinggi
- Ciri-Ciri Sistem Hukum Sosialis – Quegley:
1. Sistem hukum sosialis menghendaki perubahan secara perlahan dari hukum sosialis menuju suatu
tatanan sosial komunistik, selaras dengan hilangnya hak kepemilikan privat dan kelas sosial
2. Sistem hukum sosialis selalu dikembangkan dan dipertahankan oleh negara-negara dengan satu partai
politik tunggal
3. Menghendaki hukum ditujukan untuk menciptakan sebuah tatanan ekonomi baru yang menggantikan
hukum privat dengan hukum publik
4. Sistem hukum sosialis memiliki karakter hukum pseudo religius
5. Memiliki hukum yang lebih prerogatif daripada normatif.
6. Negara-negara penganut: Polandia, Bulgaria, Hungaria, Cekoslovakia, Romania, Albania, China,
Korea Utara, Vietnam, Mongoliga, Kuba, Kamboja, Laos, Muzambik, Angola, Somalia, Ethiopia,
Ghana.
 Islamic Law System :
- Merupakan sistem hukum yang berasal dari agama Islam yang diturunkan Allah SWT melalui Nabi
Muhammad dengan maksud untuk menciptakan ketertiban, keamanan, dan juga keselamatan umat
manusia di bumi, sehingga agama Islam tidak hanya mengatur persoalan ketaatan antara manusia dengan
Allah SWT, tetapi mengatur juga mengenai dasar-dasar hukumnya mengatur mengenai aspek kehidupan
manusia, seperti: ekonomi, politik,sosial dan budaya
- Konstitusi bangsanya pada hukum islam
- Empat sumber hukum utama: Al-Qur’an, Al-Hadis, Ijma’ Ulama, Ijtihad
- Negara penganut: Arab Saudi, Iran, Sudan, Afganistan, Syria, Jordania, Yaman dan Libya

 HUKUM SEBAGAI INSTITUSI KEADILAN


 HUKUM HUB. ANTAR MANUSIA KEADILAN
 Hukum senantiasa merupakan ekspresi cita-cita keadilan masyarakat. Ia merupakan bagian dari perangkat
kerja sistem sosial yang menggarap hubungan antar manusia dari segi ketertiban dan keadilan
 Faktor penyebab seseorang berhubungan dengan orang lain di antaranya adalah pembagian sumber-
sumber daya dalam masyarakat.
 Pada dasarnya ada 2 pola dalam pembagian sumber-sumber daya, yaitu:
1. Melalui disposisi masing-masing orang secara alamiah untuk mendapatkan sumber daya. Yang kuat
mengalahkan yang kurang kuat (seperti homo homini lupus (Thomas Hobbes))
2. Dengan pedoman berupa larangan maupun keharusan yang memberi tahu bagaimana masing-masing
anggota masyarakat berhubungan satu sama lain dalam mengejar sumber-sumber daya tersebut.
Misal suatu pasal undang-undang, menyatakan bahwa untuk mendapatkan suatu barang yang
diinginkan, orang harus melakukan kegiatan jual beli. Artinya si pembeli harus bersedia membayar
sejumlah harga yang ditentukan. Jadi di sini jalan masuk untuk mendapat sumber daya adalah
dengan sarana uang.
 Secara konsepsional, pembagian sumber-sumber daya masyarakat itu dinyatakan dalam perundang-
undangan yang bersifat dasar.
 Fungsi hukum menjadi penting karena hukum melakukan pembagian sumber-sumber daya.
 RUMUSAN RUMUSAN KEADILAN :
1. ULPIANUS : “Keadilan adalah kemauan yang bersifat tetap dan terus-menerus untuk memberikan
kepada setiap orang apa yang semestinya untuknya.”
2. KEADILAN JUSTINIAN : “Keadilan adalah kebajikan yang memberikan hasil bahwa setiap orang
mendapat apa yang merupakan bagiannya.”
3. HERBERT SPENCER : “Setiap orang bebas menentukan apa yang dilakukan asal tidak melanggar
kebebasan yang sama dari orang lain.”
4. ROSCOE POUND : “Keadilan adalah hasil-hasil konkret yang bisa diberikan kepada masyarakat.
Hasil yang diperoleh hendaknya berupa pemuasan kebutuhan manusia sebanyak-banyaknya dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya.”
5. NELSON : “Tidak ada arti lain bagi keadilan kecuali persamaan pribadi.”
6. JOHN SALMOND : “Norma keadilan menentukan ruang lingkup dari kemerdekaan individual
dalam mengejar kemakmuran individual sehingga membatasi kemerdekaan individu sesuai dengan
kesejahteraan umat manusia”
7. HANS KELSEN : “Keadilan adalah tertib sosial tertentu yang bertujuan untuk mengembangkan
usaha mencari kebenaran. Keadilan adalah kemerdekaan, perdamaian, demokrasi, toleransi.”
8. JOHN RAWLS : “Keadilan sebagai fairness dengan asas bahwa orang merdeka dan rasional
berkehendak mengembangkan kepentingannya harus berkedudukan sama saat memulai dan itu
merupakan syarat fundamental untuk memasuki perhimpunan yang dikehendaki.”
 KEADILAN MENURUT ARISTOTELES
- Keadilan adalah suatu kebijakan politik yang aturan-aturannya menjadi dasar dari peraturan negara dan
aturan-aturan ini merupakan ukuran tentang apa yang hak.
- Menurut Arisoteles, orang harus mengendalikan diri dari pleonexia, yaitu memperoleh keuntungan bagi
diri sendiri dengan cara merebut apa yang merupakan kepunyaan orang lain, atau menolak apa yang
seharusnya diberikan kepada orang lain.
- Persamaan hak menjadi konsep keadilan. Namun, keadilan tidak selalu tentang persamaan hak, tetapi
juga tentang ketidaksamaan hak. Artinya keadilan akan tercapai jika beberapa pihak diperlakukan secara
sama - atau sebaliknya, beberapa pihak tersebut tidak diperlakukan secara sama.
 BEBERAPA KONSEP KEADILAN (ARISTOTELES)
- Keadilan distributif: keadilan yang menuntut setiap pihak mendapatkan apa yang menjadi haknya
secara proporsional sesuai kedudukannya. Keadilan distributif yang dimaksud oleh Aristoteles berfokus
kepada distribusi kekayaan, honor, dan berbagai barang lain yang sama-sama dapat diperoleh di dalam
masyarakat. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa keadilan distributif membicarakan pembagian
hak dan kewajiban secara adil dan proporsional sesuai dengan peran masing-masing individu di dalam
masyarakat.
- Keadilan Komutatif:
1. Keadilan yang menyamakan antara prestasi dan kontraprestasi, maksudnya keadilan komutatif
merupakan keadilan yang diterima oleh masing-masing anggota tanpa mempedulikan jasa-jasanya.
Keadilan komutatif juga sering dikenal sebagai keadilan tukar menukar, hal ini dikarenakan keadilan
jenis ini jauh lebih menonjolkan hubungan timbal balik melalui sebuah pertukaran (exchange).
2. Dengan demikian keadilan komutatif memberikan sama banyaknya kepada tiap-tiap orang tanpa
membeda-bedakan prestasinya.
3. Contohnya anggota DPR yang korupsi, harus dihukum sesuai peraturan yang berlaku, tanpa
memandang jabatan ataupun jasanya.
- Keadilan Korektif: adalah jenis keadilan yang menghendaki adanya ganti rugi atau pemulihan sebagai
upaya menyeimbangkan suatu hal akibat adanya ketidakadilan. Contohnya seorang pembunuh akan
dihukum setimpal karena telah membunuh. Contoh lainnya orang harus meminta maaf ketika berbuat
kesalahan kepada orang lain.
- Keadilan Natural: adalah jenis keadilan yang bersifat tetap dan cocok untuk semua kalangan
masyarakat. Konsep keadilan ini sering juga disebut keadilan kodrat alam. Prinsip utama dari jenis
keadilan ini ialah orang akan diperlakukan sesuai dengan cara ia memperlakukan orang lain. Contohnya
jika seseorang suka membantu pihak lain, maka orang tersebut suatu saat nanti juga akan dibantu pihak
lain.
- Keadilan Konvensional: adalah keadilan yang terjadi dimana seseorang telah mematuhi peraturan
perundang-undangan. Contoh keadilan konvensional adalah seluruh warga negara wajib mematuhi
segala peraturan yang berlaku di negara tersebut.
 Keadilan adalah ukuran yang dipakai dalam memperlakukan obyek di luar diri. Perlakuan
terhadap orang lain mengikuti anggapan terhadap orang tersebut.
 Keadilan adalah suasana yang memberikan kesempatan bagi kemerdekaan manusia untuk dapat
berkembang secara seksama. Keadilan juga adalah keadaan jiwa atau sikap. Keadilan bukan otak-atik
logika atau penalaran melainkan keterlibatan seluruh pribadi seseorang. Menurut Ulpianus, keadilan
merupakan kemauan yang tetap dan tetap seterusnya.
 Keadilan didasarkan atas nilai abstrak kebenaran. Keadilan tak bisa lepas dari filsafat hidup
manusia.
 Menurut Hans Kelsen, setiap tertib sosial harus memihak kepada nilai tertentu yang dipandang mulia.
Dia tidak menerima bahwa norma sosial dapat ditarik secara objektif dari kenyataan-kenyataan dalam
masyarakat. Norma sosial merupakan perwujudan dari kemauan manusia menentukan keharusan berbuat
begini atau begitu.
 Tatanan sosial, sistem sosial, norma sosial, dan hukum dalam menggarap keadilan pembagian sumber
daya harus dengan didahului konsep keadilan masyarakat yang diputuskan oleh sub sistem budaya.
 Pekerjaan hukum adalah untuk mewujudkan ide dan konsep keadilan yang diterima masyarakat
dalam bentuk konkrit berupa pengalokasian sumber daya kepada anggota dan kelompok
masyarakat.
 Asas keadilan secara abstrak di antaranya:
1. Kemerdekaan
2. Persamaan
3. Kebahagiaan
 Asas keadilan secara konkrit:
1. Jumlah
2. Kemampuan
3. Kebutuhan
 Posisi hukum ditarik ke dua arah:
1. Arah dunia nilai-nilai, yakni ide, nilai, keadilan. Fungsi hukum sebagai kekuatan pengontrol.
2. Arah dunia sehari-hari, yakni pengaturan antara hubungan antara manusia, dan pengalokasian
sumber daya. Muncul apa yang disebut sebagai hukum alam
 Hukum yang diterima ada dua:
1. Sarana pengatur kehidupan sehari-hari (hukum positif)
2. Hukum yang benar sesuai kodrat (hukum alam)
 Philip Selznick menunjukkan kemampuan hukum alam untuk mendinamisasikan kehidupan hukum
dengan dalil:
1. Hukum alam menerima adanya pengkajian ilmiah
2. Hukum alam menerima pandangan final, suatu ide utama yang memimpin dalam pengkajian
3. Hukum alam mencari dan merangkum kebenaran abadi mengenai hakikat manusia yang mempunyai
relevansi moral, seperti kebutuhan akan harga diri
4. Hukum alam mencari dan merangkum kebenaran abadi mengenai hakikat masyarakat yang
mempunyai relevansi moral, seperti pembagian dan penggunaan kekuatan sosial
5. Hukum alam mencari dan merangkum kebenaran abadi mengenai hakikat dan persyaratan suatu
tertib hukum

 PROSES HUKUM
 Ruang Lingkup :
 Proses Pembentukan Hukum
o Tahapan dalam pembuatan hukum:
 Tahap inisiasi: muncul suatu gagasan dalam masyarakat
 Tahap sosio-politis: pematangan dan penajaman gagasan
 Tahap yuridis: penyusunan bahan ke dalam rumusan hukum dan kemudian diundangkan
o Struktur pembuatan hukum: “separation of powers” atau “Trias Politica”
 Pembuatan Hukum (Montesquieu):
1. Padat dan sederhana. Kalimat yang muluk-muluk dan retorik merupakan hal yang berlebihan dan
menyesatkan.
2. Istilah yang dipilih, hendaknya bersifat mutlak dan tidak relatif, sehingga mempersempit ruang
penafsiran.
3. Hendaknya membatasi diri pada hal-hal yang aktual, menghindari menggunakan perumpamaan atau
bersifat hipotesis.
4. Hendaknya jangan rumit, sebab dibuat untuk orang banyak, jangan berkutat pada persoalan logika,
yang mudah dipahami saja oleh orang banyak.
5. Jangan mengaburkan masalah pokok yang dikemukakan dengan dikaburkan oleh penggunaan
perkecualian, modifikasi, kecuali memang benar-benar diperlukan.
6. Jangan berupa penalaran, berbahaya jika memberikan alasan yang rinci tentang masalah yang diatur
karena akan membuka pintu perdebatan.
7. Mempertimbangkan isi secara matang dan mempertimbangkan rasa keadilan secara alamiah.
 Penegakan Hukum
- Pelaksanaan dari hasil pembentukan hukum.
- Soerjono Soekanto mengatakan bahwa penegakan hukum sebagai suatu proses pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi.
- Diskresi harus menyerasikan antara penerapan hukum dengan faktor manusiawi.
 Lembaga Penegakan Hukum:
a. Lembaga Penyidikan
b. Lembaga Penuntutan
c. Lembaga Pengadilan
d. Lembaga Pelaksanaan (Eksekusi)
 Menurut Soerjono Soekanto
1. Faktor yang mempengaruhi Penegakan Hukum:
2. Hukumnya sendiri;
3. Penegak hukum;
4. Sarana dan fasilitas;
5. Masyarakat; dan
6. Kebudayaan.
 Lawrence M. Friedman
1. Ada 3 komponen dalam sistem hukum yang mempengaruhi penegakan hukum:
2. Komponen struktur;
3. Komponen substansi; dan
4. Komponen kultur atau budaya hukum.

Anda mungkin juga menyukai