Anda di halaman 1dari 14

Kelompok 6

Ihsan Nurfadlurrahman (11230453000035)


Syakira Rahmah Diyati (11230453000017)
Falih rizky Anhari (11230453000009)

HUKUM
HUKUM PIDANA
PIDANA DI
DI INDONESIA
INDONESIA
Pengertian Hukum Pidana
Pada prinsipnya secara umum ada dua pengertian tentang hukum pidana,
yaitu disebut dengan ius poenale dan ius puniend. Ius poenale merupakan
pengertian hukum pidana objektif. Hukum pidana ini dalam pengertian
menurut Mezger adalah “aturan-aturan hukum yang mengikatkan pada suatu
perbuatan tertentu yang memenuhi syarat-syarat tertentu suatu akibat yang
berupa pidana.” Pada bagian lain Simons merumuskan hukum pidana
objektif sebagai “semua tindakan-tindakan keharusan (gebod) dan larangan
(verbod) yang dibuat oleh negara atau penguasa umum lainnya, yang
kepada pelanggar ketentuan tersebut diancam derita khusus, yaitu pidana,
demikian juga peraturan-peraturan yang menentukan syarat bagi hukum itu.”
Sementara itu ius puniendi, atau pengertian hukum pidana subjektif yaitu
hubungan dengan hak negara/alat-alat perlengkapannya untuk mengenakan
atau menentukan ancaman pidana terhadap suatu perbuatan.
Andi Zainal Abidin Farid mengemukakan istilah hukum pidana bermakna
jamak yang meliputi:
-Perintah dan larangan, yang atas pelanggarannya atau pengabaiannya
telah ditetapkan sanksi terlebih dahulu oleh badan-badan negara yang
berwenang; peraturan-peraturan yang harus ditaati dan diindahkan oleh
setiap orang;

-Ketentuan-ketentuan yang menetapkan dengan cara apa atau ala tapa


yang dapat diadakan reaksi terhadap pelanggaran peraturan-peraturan
itu; dengan kata lain hukum penintensier atau hukum sansksi.

-Kaidah-kaidah yang menentukan ruang lingkup berlakunya peraturan-


peraturan itu pada waktu dan wilayah negara tertentu.
Hukum Pidana merupakan keseluruhan aturan yang menentukan
perbuatan yang dilarang dan termasuk ke dalam tindak pidana, serta
menentukan hukuman yang dapat dijatuhkan. Hukum Pidana dibagi
menjadi 2 yaitu sebagai berikut.

1. Hukum Pidana Materiil merupakan aturan tertulis yang memuat


tindakan-tindakan apa saja yang dilarang dan apa yang dikerjakan.

2. Hukum Pidana Formil merupakan aturan yang digunakan untuk


mempertahankan Hukum Pidana Materiil dan pelaksana dari Hukum
Pidana Materiil.
Tujuan Hukum Pidana
Adapun tujuan dari hukum pidana yaitu:
a. Menegakkan nilai kemanusiaan
b. Memberikan sanksi ketetapaan bagi manusia yang melanggarnya
c. Untuk menakuut-nakuti setiap orang jangan sampai melakukan
perbuatan yang tidak baik
d. Untuk mendidik orang yang telah pernah melakukan perbuatan yang
tidak baik menjadi baik dan dapat diterima kembali dalam kehidupan
lingkungannya.
Sejarah Singkat Berlakunya KUHP di
Indonesia
Sebelum kedatangan penjajah belanda, hukum pidana yang berlaku adalah hukum adat
pidana, yang sebagian besar tidak tertulis dan berlaku di setiap kerajaan di nusantara ini.
Oleh karena itu, hukum pidana tidak dikenal secara tertulis pada awalnya. Setelah
pemerintah belanda datang, barulah ada hukum pidana, yang terdiri dari beberapa peraturan
tentang hukum pidana, seperti de bataviasche statuten tahun 1942, yang berisi aturan
hukum pidana yang berlaku bagi orang Eropa. Pada tahun 1848, hukum pidana ini diubah
lagi menjadi intermaire strafbepalingen. Peraturan lain yang didasarkan pada Oud Hollands
dan Romeins Strafrecht juga diterapkan selain kedua peraturan tersebut.Hukum belanda
kuno dan hukum Romawi adalah dasar dari dua jenis hukum pidana yang berlaku bagi orang
Eropa di atas.
Hukum adat pidana, yang sebagian besar tidak tertulis, tetap berlaku bagi orang
bumiputera atau orang Indonesia asli, meskipun ada undang-undang yang ditulis. Baru pada
tahun 1866 kodifikasi secara resmi dikenal, yang berarti pembukaan seluruh peraturan
hukum pidana. Pada 10 februari 1866, dua kitab undang-undang hukum pidana pertama
dibuat di Indonesia. Het Wetboek Van StrafrechtVoor Europeanen (S. 1866 nomor 55) mulai
berlaku mulai 1 januari 1867 untuk orang Eropa. Het Wetboek Van Strafrecht Voor Inlands en
Darmede Gelijkgestleden s. 1872 nomor 85 mulai berlaku pada 1 januari 1873.
Dengan keluarnya KUHP tahun 1866 dan 1872, aturan hukum lama tahun 1642 dan 1848 dihapus,
dan hukum adat pidana di wilayah yang dijajah dihapus. Semua orang Indonesia hanya tunduk pada
KUHP satu. Menurut Regeringsreglement pasal 75 ayat 1 dan 2, KUHP yang dibuat dengan koninklijk
besluit tanggal 10 februari 1866, yang mulai berlaku pada tanggal 1 januari 1867, sebenarnya adalah
salinan dari KUHP yang berlaku di negeri belanda pada saat itu, yang merupakan ode penal perancis
karena negeri belanda pernah dijajah oleh Prancis. Code penal perancis memiliki empat buku,
sementara KUHP Indonesia hanya memiliki dua buku untuk golongan eropa.
Selanjutnya, KUHP, yang diubah dengan ordonansi tanggal 6 mei 1872, mulai berlaku pada tanggal 1
januari 1873, juga berlaku untuk golongan eropa, dengan beberapa perubahan yang disesuaikan
dengan agama dan lingkungan hidup golongan bumi putera. Salah satu hal yang membedakan mereka
adalah sanksinya.
Rancangan KUHP yang khusus untuk orang eropa di Hindia Belanda dibuat dengan koninklijk besluit
tanggal 12 april 1896. Keadaan dualisme hukum pidana di Hindia Belanda tetap seperti sebelumnya,
meskipun rancangan KUHP ini telah diubah, tetapi belum dapat ditetapkan berlaku karenanya.
Kedua rancangan KUHP yang telah disesuaikan dengan KUHP nasional tidak berlaku sampai 1918.
Rancangan KUHP tahun 1866 nomor 55 untuk golongan eropa dan RAHP tahun 1872 nomor 85 untuk
golongan Indonesia dan timur asing tetap berlaku. Setelah kedua rancangan KUHP selesai, Mr.
Idenburgh, menteri daerah jajahan, berpendapat bahwa hanya satu KUHP harus berlaku untuk Hindia
Belanda, yang berarti adannya harus diunifikasi. Oleh karena itu, pada tahun 1913 dibentuk komite
untuk membuat KUHP yang berlaku untuk semua orang Hindia Belanda. Setelah semuanya selesai,
Koninklijk Besluit Van Strafrecht Voor nederlandsch indie membuatnya berlaku pada 1 Januari 1918.
Pemerintah Jepang mengeluarkan peraturan yang menetapkan bahwa S.
1915 nomor 732 tetap berlaku setelah Indonesia diambil alih oleh mereka
pada tahun 1942. Sesuai dengan pasal II aturan peralihan hukum UUD 1945,
S. 1915 nomor 732 juga ditetapkan berlaku. Kemudian, dengan Undang-
undang Nomor 1 tahun 1946, itu diubah menjadi Wetboek Van Strafrecht
atau, atau KUHP
Sistematika KUHP
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang terdiri atas 569 pasal secara sistematik dibagi
dalam:
• Buku I : memuat tentang Ketentuan-ketentuan Umum (Algemene Leerstrukken) – pasal 1-
103.
• Buku II : mengatur tentang tindak pidana Kejahatan (Misdrijven) – pasal 104-488.
• Buku III : mengatur tentang tindak pidana Pelanggaran (Overstredingen) – pasal 489-569.

Buku I sebagai Algemene Leerstrukken mengatur mengenai pengertian dan asas-asas


hukum pidana positif pada umumnya baik mengenai ketentuan-ketentuannya yang
dicantumkan dalam Buku II dan III maupun peraturan perundangan hukum pidana lainnya
yang ada di luar KUHP. Tindak pidana yang dimuat dalam peraturan perundangan di luar
KUHP harus selalu ditetapkan termasuk tindak pidana kejahatan atau tindak pidana
pelanggaran. Dan kekuatan berlakunya peraturan perundangan itu sama dengan KUHP,
karena menurut pasal 103 KUHP ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Titel I sampai
dengan Titel VII Buku I berlaku juga terhadap tindak pidana yang ditetapkan dalam
peraturan-peraturan lain kecuali kalau di dalam Undang-Undang atau Peraturan Pemerintah
ditetapkan lain. Sebenarnya berdasarkan pasal 103 KUHP itu tidak ditutup kemungkinan
dibuatnya peraturan perundangan hukum pidana di luar KUHP sebagai perkembangan
hukum pidana sesuai kebutuhan masyarakat dalam perkembangannya.
Sumber Hukum Pidana di Indonesia
Sumber Hukum Pidana dapat dibedakan atas sumber hukum tertulis dan sumber hukum
yang tidak tertulis. Di Indonesia belum memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Nasional, sehingga masih diberlakukan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana warisan dari
pemerintah kolonial Hindia Belanda. Adapaun sistematika Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana antara lain:
1. KUHP (Wet Boek van Strafrecht) sebagai sumber utama hukum pidana Indonesia
2. Undang-undang di luar KUHP yang berupa tindak pidana khusus, seperti UU
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang,
UU Narkotika, UU Kekerasan dalam Rumah Tangga (KDRT).
3. Beberapa yurisprudensi yang memberikan makna atau kaidah hukum tentang istilah
dalam hukum pidana, misalnya perbuatan apa saja yang dimaksud dengan penganiayaan
sebagaimana dirumuskan Pasal 351 KUHP yang dalam perumusan pasalnya hanya
menyebut kualifikasi (sebutan tindak pidananya) tanpa menguraikan unsur tindak pidananya.
Yurisprudensi Nomor Y.I.II/1972 mengandung kaidah hukum tentang hilangnya sifat melawan
hukum perbuatan yakni bahwa suatu tindakan pada umumnya dapat hilang sifatnya sebagai
melawan hukum bukan hanya berdasarkan asas-asas keadilan atau asas-asas hukum yang
tidak tertulis dan bersifat umum sebagaimana misalnya tiga faktor, yakni negara tidak
dirugikan, kepentingan, umum dilayani, terdakwa tidak mendapat untung.
4. Di daerah-daerah perbuatan-perbuatan tertentu yang dilarang dan tercela
menurut pandangan masyarakat yang tidak diatur dalam KUHP.

Asas Berlakunya Hukum Pidana


Asas Hukum Pidana dapat dikategorikan berdasarkan dua kelompok besar.
Pertama, asas hukum pidana menurut waktu. Asas yang masuk
penggolongan ini adalah asas legalitas. Kedua, asas hukum pidana
berdasarkan tempat dan waktu. Adapun asas-asas hukum pidana yang
masuk dalam penggolongan ini, antara lain asas territorial, asas perlindungan,
asas universal, dan asas personalitas
Sistem Hukuman
Sistem hukuman yang dicantumkan dalam pasal 10 menyatakan bahwa
hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang pelaku tindak pidana
terdiri dari:

a. Hukuman Pokok (Hoofd Straffen) terdapat didalamnya; hukuman mati,


hukuman penjara, hukuman kurungan, dan hukuman denda

b. Hukuman Tambahan (Bijkomonde Straffen)


Perkembangan Hukum Pidana di Indonesia
Beberapa aturan hukum pidana Indonesia yang perlu diketahui sebagai perkembangan aturan
hukum adalah sebagai berikut.
a. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, diatur di dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971;
diubah dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999; diubah kembali dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001.
b. Penertiban Perjudian, diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974.
c. Pemberantasan Narkotika, diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1976; diubah dengan
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009.
d. Pemberantasan Psikotropika, diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997.
e. Perbankan dengan Sanksi Pidana, diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 jo.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998.
f. Perlindungan Konsumen, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.
g. Cyber Crime melalui Informasi dan Transaksi Elektronik, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.
h. Perlindungan Anak, diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 yang selanjutnya
dicabut berdasarkan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014.
i. Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun
2004.
j. Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang, diatur dalam Undang-Undang Nomor 21
Tahun 2007.
Thank you!

Anda mungkin juga menyukai