Anda di halaman 1dari 17

Upaya Pencegahan Cacingan Melalui Program Pendidikan Kesehatan Pada

Murid Sekolah Dasar Kecamatan Batu Ampar


disusun oleh :
Gilbert Orlean Ardian Thie 102020021
Patricia Angeline Ronaldtho 102020029
Hanin Farah Savitri 102020067
Sherly Florencia 102020068
Adisa Berliana 102020104
Naufal Halim Suwarno 102020126
Beatrix Berliani Koehuan 102020146
Kelompok B5
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Arjuna Utara No.6 RT.5/RW.2, Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat 11510

Abstrak
Kondisi sehat memungkinkan seseorang untuk dapat melakukan aktivitasnya dengan baik
dan tanpa hambatan namun terkadang tidak dapat di pungkiri bahwa seseorang bisa terkena
penyakit baik itu yang menular maupun tidak menular. Terdapat banyak faktor yang dapat
menyebabkan suatu penyakit tersebut dapat terjadi baik itu karena pengaruh dari lingkungan,
vektor yang menjadi pembawa penyakit dan bahkan, manusia pun dapat menjadi salah satu
faktor penyebab penyakit tersebut dapat terjadi. Oleh sebab itu, perlu adanya pemahaman yang
di berikan kepada khalayak agar dapat mengantisipasi penyakit- penyakit tersebut dapat terjadi.
Hal itu dapat di wujudkan dengan memberikan program pendidikan kesehatan melalui
penyuluhan terkait bahaya dan dampak dari penyakit tersebut serta cara pencegahan yang dapat
dilakukan kepada masyarakat.
Kata kunci : faktor penyebab penyakit, kondisi sehat, program pendidikan kesehatan

Abstract
Healthy conditions allow a person to be able to carry out their activities properly and
without obstacles, but sometimes it cannot be denied that a person can be infected with both
contagious and non-communicable diseases. There are many factors that can cause a disease to
occur either because of the influence of the environment, vectors that carry the disease and even
humans can be one of the factors that cause the disease to occur. Therefore, it is necessary to
provide an understanding to the public in order to anticipate these diseases can occur. This can
be realized by providing health education programs through counseling related to the dangers
and impacts of the disease as well as prevention methods that can be done to the community.
Key words : disease-causing factors, healthy conditions, health education programs

I. Pendahuluan
1. Latar Belakang
Menurut Undang-Undang Kesehatan Nomor 23 Tahun 1992 sehat adalah keadaan
sejahtera dari badan, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif
secara sosial dan ekonomi. Namun, terlepas dari itu seseorang dapat juga dikatakan sakit
jika orang tersebut kemungkinan dapat berinteraksi secara langsung dengan agentnya dan
bertempat tinggal di lingkungan yang tidak bersih. Sehingga orang tersebut dapat terkena
berbagai macam penyakit dan sangat rentan terjangkit oleh balita dan kanak-kanak.1
Namun, hingga saat ini kurangnya kesadaran masyarakat terkait faktor penyebab
dari penyakit tersebut. Hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman yang di berikan oleh
karena itu dibentuklah berbagai program pendidikan kesehatan yang diberikan kepada
masyarakat melalui Pos Pelayanan Terpadu (POSYANDU) dan Pusat Kesehatan
Masyarakat (PUSKESMAS).1
2. Rumusan Masalah
Kepala dinas pendidikan Kecamatan Batu Ampar melaporkan kepada Kepala
Puskesmas bahwa ada sekitar 20% murid sekolah dasar yang tampak pucat, lemah, letih
dan lesu. Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan secara acak didapatkan
sebanyak 40% murid sekolah tersebut menderita kecacingan. Rata-rata kadar hemoglobin
hanya 8.5 g/dL. Selain diberikan obat cacing, Pihak Puskesmas merencanakan suatu
program pendidikan kesehatan dalam rangka mencegah terjadinya infeksi cacing
berulang. Dari skenario tersebut ditemukan sebuah pokok permasalahan yang mana
karena terdapat beberapa murid Sekolah Dasar yang menderita cacingan sehingga pihak
Puskesmas mengadakan program pendidikan kesehatan.

3. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui penyebab dari
penyakit cacingan yang diderita oleh murid-murid Sekolah Dasar tersebut serta sebagai
calon dokter kita dapat memahami dan mengetahui cara penyuluhan yang benar sehingga
dapat memberikan pelayanan yang terbaik guna memberdayakan Kesehatan masyarakat.
I. Pembahasan
Hemoglobin atau Hb merupakan protein yang berada di dalam sel darah merah,
protein inilah yang membuat darah berwarna merah. Hemoglobin berfungsi menjadikan
sel darah merah berbentuk bulat dengan bagian tengah lebih pipih yang membuat sel
darah merah mengalir di dalam pemburuh darah. Kadar hemoglobin normal pada
perempuan berkisar 12-15 g/dL dan laki-laki berkisar 13-17 g/dL. Jika jumlah dan bentuk
hemoglobin mengalami kelainan mengakibatkan sel darah merah tidak dapat berfungsi
dengan baik dalam mengangkut oksigen dan karbondioksida sehingga memicu masalah
kesehatan seperti anemia.3
Cacingan tergolong pada neglected disease yaitu infeksi yang kurang diperhatikan
dan penyakitnya bersifat kronis karena tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas dan
dampak yang ditimbulkan akan baru terlihat dalam jangka waktu yang panjang seperti
kekurangan gizi, gangguan tumbuh kembang dan gangguan kognitif pada anak. Cacingan
disebabkan oleh Ascaris lumbricoides, Ancylostoma duodenale, Necator americanus,
Trichuris trichiura dan Strongyloides stercoralis. Cacingan juga dapat menyebabkan
beberapa penyakit seperti anemia yaitu kekurangan darah merah sehingga dapat
menyebabkan kadar hemoglobin menjadi rendah.2
Berdasarkan data dari Badan Kesehatan Dunia (WHO) pada tahun 2012 lebih dari
1 miliar orang terinfeksi cacing Ascaris lumbricoides, 795 juta terinfeksi cacing
Trichiuris trichiura. Infeksi penyebaran terluas di daerah tropis dan subtropis, dengan
jumlah terbanyak di sub-Sahara, Afrika, Amerika, Cina, dan Asia Timur. Sekitar 2,4%
masyarakat dunia menderita kecacingan dan terinfeksi, sedangkan menurut Departemen
Kesehatan Indonesia pada tahun 2015 angka kejadian terinfeksi di Indonesia sekitar 28%
dari penduduk Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa masih tingginya infeksi yang
menyebabkan kecacingan di Indonesia.1

Kecacingan sangat sulit didiagnosis sebab tidak menimbulkan gejala yang


signifikan, namun jika jumlahnya banyak akan menimbulkan gejala penyakit terutama
pada anak-anak seperti timbul mual, kembung, diare hingga masalah anemia. Dampak
kecacingan pada anak dapat menurunkan kondisi kesehatan, gizi, kecerdasan, sehingga
menurunkan kualitas sumberdaya manusia. Infeksi kecacingan tersebar luas baik di
pedesaan maupun perkotaan. Berdasarkan hasil survey kecacingan yang dilakukan
Departemen Kesehatan tahun 2015 pada anak sekolah dasar di beberapa daerah terpilih ,
prevelansi kecacingan tercatat sebanyak 24,1% penyebarannya.2

Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan seseorang terkena cacingan yaitu :
 Rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat)
 Kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB)
 Kebersihan kuku
 Perilaku jajan disembarang tempat yang kebersihannya tidak diperhatikan
 Perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan
lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing
 Ketersediaan sumber air bersih
Visi Indonesia Sehat

Seiring perkembangan teknologi dalam era globalisasi serta adanya transisi


demografi dan epidemiologi penyakit, maka permasalahan penyakit akibat perilaku dan
lingkungan akan semakin kompleks. Rencana pembangunan jangka panjang bidang
kesehatan RI tahun 2005-2025 atau “Indonesia Sehat 2025” yang diartikan bahwa
perilaku masyarakat diharapkan dalam Indonesia Sehat 2025 adalah perilaku proaktif
yang mendukung untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko
terjadinya penyakit, berpola hidup sehat, sadar hukum, serta berpatisipasi aktif dalam
gerakan kesehatan masyarakat.4

Gerakan Pembangunan Berwawasan Kesehatan yang dilandasi paradigma sehat


yang telah dicanangkan oleh Departemen Kesehatan. Paradigma sehat merupakan cara
pandang, pola pikir, atau model pembangunan kesehatan dalam menyikapi dan memilih
tindakan terhadap fenomena yang ada dalam bidang kesehatan sebagai upaya promotif
dan preventif pada peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan.5

Visi Indonesia Sehat 2010 yang telah dirumuskan oleh Dep. Kes (1999)
menyatakan bahwa, gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai
melalui pembangunan Kesehatan adalah masyarakat, bangsa dan negara yang ditandainya
oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dan dengan perilaku yang sehat, memiliki
kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan
merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya diseluruh wilayah
Republik Indonesia.
Standar Kesehatan Indonesia

Berdasarkan teori oleh HL Blum, terdapat empat aspek standar kesehatan yaitu
gaya hidup, lingkungan, genetik, dan pelayanan kesehatan. Faktor aspek gaya hidup dan
lingkungan dapat dilakukan oleh individu dengan menjaga kesehatan dan faktor genetik
merupakan aspek yang tidak dapat diubah. Sedangkan untuk faktor pelayanan kesehatan
dapat diperoleh melalui rumah sakit maupun puskesmas atau praktik dokter. Kementerian
Kesehatan telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di
Kabupaten/Kota berdasarkan Permenkes Nomor 741/Menkes/Per/VII/2008 yang meliputi
18 indikator.6

Pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Pasal 2 Nomor 4 Tahun


2019 Tentang Standar Teknis Pemenuhan Mutu Pelayanan Dasar Pada Standar Pelayanan
Minimal Bidang Kesehatan mengatakan bahwa :
SPM Kesehatan terdiri atas SPM Kesehatan Daerah Provinsi dan SPM Kesehatan
Daerah Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Provinsi
terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan bagi penduduk terdampak krisis kesehatan akibat bencana
dan/atau berpotensi bencana provinsi; dan
b. Pelayanan kesehatan bagi penduduk pada kondisi kejadian luar biasa provinsi.
Jenis pelayanan dasar pada SPM Kesehatan Daerah Kabupaten/Kota terdiri atas:
a. Pelayanan kesehatan ibu hamil;
b. Pelayanan kesehatan ibu bersalin;
c. Pelayanan kesehatan bayi baru lahir;
d. Pelayanan kesehatan balita;
e. Pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar;
f. Pelayanan kesehatan pada usia produktif;
g. Pelayanan kesehatan pada usia lanjut;
h. Pelayanan kesehatan penderita hipertensi;
i. Pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus;
j. Pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat;
k. Pelayanan kesehatan orang terduga tuberkulosis; dan
l. Pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi virus yang melemahkan
daya tahan tubuh manusia (Human Immunodeficiency Virus). yang bersifat
peningkatan/promotif dan pencegahan/ preventif.
Karena kondisi kemampuan sumber daya Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia
tidak sama dalam melaksanakan tugasnya untuk mencapai kewajibannya, maka
pelaksanaan urusan tersebut diatur dengan Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk
memastikan ketersediaan layanan tersebut bagi seluruh warga negara. SPM sekurang-
kurangnya mempunyai dua fungsi yaitu (i) memfasilitasi Pemerintah Daerah untuk
melakukan pelayanan publik yang tepat bagi masyarakat dan (ii) sebagai instrumen bagi
masyarakat dalam melakukan kontrol terhadap kinerja pemerintah dalam pelayanan
publik bidang kesehatan. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan mengenai jenis
dan mutu pelayanan dasar minimal yang merupakan urusan pemerintahan wajib yang
berhak diperoleh setiap warga negara.3
Hal-hal tersebut di atas membuat seluruh elemen akan bersatu padu berbenah
untuk bersama-sama menuju pencapaian target-target SPM, termasuk di dalamnya adalah
pemenuhan sumber daya manusia kesehatan terutama di level Puskesmas sesuai
Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Pusat Kesehatan Masyarakat. Puskesmas
sebagai fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama akan menjadi unit terdepan dalam
upaya pencapaian target-target SPM yang mana targetnya lebih diarahkan kepada kinerja
Pemerintah Daerah, menjadi penilaian kinerja daerah dalam memberikan pelayanan dasar
kepada Warga Negara. Selanjutnya sebagai bahan Pemerintah Pusat dalam perumusan
kebijakan nasional, pemberian insentif, disinsentif dan sanksi administrasi Kepala
Daerah.3
Program Kebijakan Pengendalian Kecacingan

Berdasarkan skenario kasus kecacingan tersebut, kebijakan terhadap kecacingan


belum pernah dilakukan di puskesmas. Selama ini puskesmas belum pernah melakukan
survei dan membuat program pencegahan dalam kasus kecacingan. Penanganan hanya
dilakukan perindividu dengan pemberian obat kepada penderita. Maka diperlukannya
program kebijakan untuk penanganan kecacingan dan perhatian terhadap fasilitas alat dan
bahan pemeriksaan kecacingan lengkap. Menyiapkan tenaga promosi kesehatan untuk
melakukan penyuluhan kepada masyarakat.7

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 424/Menkes/SK/VI/2006 tentang pedoman


pengendalian kecacingan disebutkan bahwa penyakit kecacingan dapat menular yang
masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia terutama pada kalangan anak
usia sekolah dasar sehingga dapat menganggu aktivitas belajar siswa dan timbul penyakit
seperti anemia. Tujuan diadakan kebijakan program pencegahan dan pengendalian
penyakit cacingan yaitu: (1) meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian dengan
menggali sumber daya secara kemitraan, lintas program, dan lintas sektor; (2)
mengembangkan dan menyelenggarakan program metode kerja tepat guna; (3)
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam pengelolaan program; (4)
melaksanakan bimbingan/pelatihan, pemantauan, dan evaluasi bersama program dan
sektor.7

Program penanggulangan dan pencegahan kecacingan dapat dilakukan


diantaranya: (1) promosi kesehatan, (2) surveilans kecacingan, (3) pengendalian faktor
risiko, (4) penanganan penderita, dan (5) pemberian obat pencegahan massal.14

Berikut tabel 1 kegiatan program yang dapat dilakukan oleh puskesmas Batu Ampar

No Kegiatan Sub Kegiatan

Pelatihan petugas kesehatan puskesmas


1 Persiapan Penyediaan alat dan sarana
Sosialisasi internal dan eksternal
Kunjungan rumah
Input data
Validasi data
2 Pelaksanaan
Sosialisasi hasil
Penggunaan data
Intervensi spesifik per desa
Monitoring dan Monitoring pelaksanaan
3 Evaluasi
Evaluasi intervensi

1. Kegiatan promosi kesehatan bertujuan guna meningkatkan perilaku hidup bersih dan
sehat sebagai upaya pencegahan kecacingan. Puskesmas Batu Ampar dapat
melaksanakan penyuluhan kepada anak-anak maupun masyarakat sesuai dengan buku
pedoman pemberantasan kecacingan sebagai pengetahuan dan wawasan terhadap
penyakit kecacingan.
2. Surveilans kecacingan dapat diperoleh dengan cara aktif dan pasif, data yang
diperoleh dari puskesmas Batu Ampar sekitar 20% murid sekolah dasar yang tampak
pucat, lemah, letih, dan lesu. Berdasarkan hasil pemeriksaan tinja yang dilakukan
secara acak didapatkan sebanyak 40% murid sekolah tersebut menderita kecacingan.
Hal ini dapat disebabkan oleh faktor yang mempengaruhi pengetahuan dan perilaku
anak-anak.
3. Program pengendaliaan risiko bertujuan mengendalikan faktor-faktor yang dapat
menyebabkan kecacingan. Puskesmas Batu Ampar perlu melaksanakan kegiatan
seperti pemberian dan pembuatan jamban di tiap rumah yang belum memiliki jamban
pribadi. Pengendalian ini sebagai upaya memperhatikan kebersihan individu terutama
anak-anak yang mudah terserang penyakit kecacingan dengan memperbaiki sanitasi
lingkungan agar terjaga kebersihannya.14
Tabel 2 Pengetahuan mengenai tanda kecacingan, cara penularan, dan infeksi1

No Pengetahuan Ciri-Ciri

Kurus

Lemas/ lesu

Pucat/kurang darah

Tanda Perut buncit


1
Kecacingan Nafsu makan kurang

Sakit perut/ mencret

Keluar cacing dari mulut/ dubur

Nafsu makan meningkat

Melalui makanan/ minuman


2 Cara Penularan
Melalui tangan/ kaki

3 Cara BAB di jamban

Menjaga kebersihan makanan dan


minuman

Cuci tangan sebelum makan

Cuci tangan setelah BAB

Memotong dan membersihkan kuku


Pencegahan
Memakai alas kaki apabila keluar rumah

Minum air yang sudah dimasak

Minum obat cacing

4. Penanganan penderita
Selama ini penanganan penderita kecacingan dengan fasilitas alat dan sarana yang
kurang cukup memadai. Adanya pasien anak sekolah dasar yang terinfeksi
kecacingan disebabkan kurang efektifnya penyelenggaraan pendidikan kesehatan usia
dini di sekolah-sekolah dan puskesmas. Penanganan didasarkan pada penemuan
laporan pasien dan sampel tinja. Oleh karena itu perlunya fasilitas alat dan sarana
guna mendukung pemberantasan kecacingan.14
5. Pemberian obat cacing secara massal
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2017
tentang penanggulangan kecacingan menyebutkan bahwa penemuan kasus cacingan
dilakukan secara aktif melalui penjaringan anak sekolah dasar dan secara pasif
melalui penemuan kasus laporan pasien yang berobat di puskesmas atau fasilitas
kesehatan dengan pemeriksaan sampel tinja.8 Puskesmas Batu Ampar dapat
merencanakan pelaksanaan program dengan pemberian obat secara massal pada anak-
anak secara berkala. Pemberiaan obat cacing yang dipilih menurut buku pedoman
kesehatan yaitu albendazole dengan dosis 400 mg yang memiliki efektivitas paling
baik diantara obat cacing lainnya.
Pencegahan Primer
Salah satu jenis media promosi kesehatan yang dapat dilakukan dengan buku
saku. Buku saku dapat berisikan materi tentang penyakit cacingan yang disajikan dalam
bentuk gambar dan Bahasa yang sederhana mungkin sehingga dapat dipahami anak
sekolah dasar. Selain isi materi yang mudah dipahami, buku saku harus dibuat dengan
mempertimbangakan segi kebermanfaatan dari sebuah promosi kesehatan dengan
memberikan sasaran mudah mengingat pesan yang disampaikan pada buku saku
tersebut.11

Promosi Kesehatan (Health Promotion)

Upaya promosi kesehatan pengendalian dan pencegahan penyakit cacingan


sebagai pencegahan utama baik dilakukan sosialisasi di puskesmas maupun di sekolah
dasar. Upaya promosi kesehatan dapat dilakukan dengan memanfaatkan fungsi media
promosi kesehatan melalui penerapan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). 10 Promosi
kesehatan merupakan pembaharuan istilah dari kata penggunaan kesehatan dimana tetap
mengedepankan visi dan misi utama untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan
secara pribadi.11

Puskesmas

Puskesmas adalah salah satu pelayanan strata pertama yan bergerak dalam bidang
pelayanan kesehatan masyarakat.1 Puskesmas merupakan suatu kesatuan organisasi
kesehatan fungsional yang merupakan pusat pengembangan kesehatan masyarakat,
membina peran serta masyarakat disamping memberikan pelayanan secara menyeluruh
dan terpadu kepada masyarakat diwilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok.1
Puskesmas memiliki beberapa fungsi yaitu :

 Sebagai pusat pembangunan kesejahteraan masyarakat diwilayah kerjanya


 Membina PSM diwilayah kerjanya untuk meningkatkan pola hidup sehat
 Memberikan pelayanan kesehatan terpadu kepada masyarakat diwilayah
kerjanya
Berikut adalah kegiatan pokok dari Puskesmas :
1. Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
 Upaya pelayanan dan pemeliharaan di bidang kesehatan :
 Ibu hamil
 Ibu melahirkan
 Ibu menyusui
 Bayi,balita, dan anak pra sekolah
 Pembinaan dukun bayi
 Kegiatan dari KIA adalah :
 Pemeliharaan kesehatan ibu hamil, melahirkan, menyusui, bayi, balita,
dan anak pra sekolah
 Penyuluhan gizi guna mencegah gizi buruk (KKP, PMT, tablet zat
besi)
 Penyuluhan tentang Tumbang anak
 Pemberian imunisasi TT 2x selama hamil, BCG, DPT, Polio, Hepatitis
B, campak dan lain-lain
 Pelayanan KB kepada semua PUS
 Pengawasan dan bimbingan dukun bayi
2. Pemberantasan Penyakit Menular (P2M)
 Penularan langsung manusia ke manusia
 Penularan tak langsung :
 Perantara benda yang kotor (air, makanan)
 Perantara serangga/binatang
 Istilah yang digunakan :
 Wabah (kesakitan/ kematian meluas secara cepat)
 KLB ( timbul penyakit menular yang sebelumnya tidak ada)
contohnya DHF, campak, rabies, pertusis, difteri, tetanus
 Kegiatan P2M :
 Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit
 Melaporkan penyakit menular
 Menyelidiki kebenaran laporan yang masuk tentang kasus
(wabah/KLB)
 Tindakan permulaan untuk menahan penjalarannya
 Pemberantasan vektor
 Pendidikan Kesehatan
 Imunisasi
 Menyembuhkan penderita
3. Imunisasi
 Sasarannya :
 Bayi
 Ibu hamil
 Balita
 Jenis imunisasi yang diberikan :
 BCG
 Campak
 DPT
 Polio
 TT
 Hepatitis
 Dll
4. Penyuluhan Kesehatan Masyarakat (PKM)
Adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan
prinsip belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu,
kelompok/masyarakat hidup sehat, tahu cara melakukan dan meminta pertolongan
bila terjadi masalah kesehatan.
 Tujuan PKM
Tercapainya perubahan perilaku individu, keluarga, masyarakat dalam
memelihara perilaku sehat, lingkungan sehat, berperan aktif dalam
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal.
 Sasaran :
 Kelompok umum (pedesaan/perkotaan)
 Kelompok khusus ( daerah terpencil, pemukiman wabah/KLB)
 Kegiatan PKM
 Penyuluhan institusi (langsung/tak langsung)
 Penyuluhan di masyarakat
 Metode PKM
 Ceramah, presentasi, seminar, panel, tanya jawab, pemutaran film,
simulasi, demonstrasi
 Alat Peraga PKM
 OHP, poster, leaflet, flipchard, model, dll
5. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
Merupakan wahana untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan membentuk
perilaku hidup sehat bagi anak usia sekolah. Sasaran program dalam pencegahan dan
pemberantasan penyakit cacingan pada anak dengan memutuskan mata rantai lingkaran
hidup cacing dalam tubuh yang berada di lingkungan. Sasaran program selain di lingkup
puskesmas dapat ditambahkan melalui organisasi sekolah yaitu Usaha Kesehatan Sekolah
(UKS). UKS merupakan wadah untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat
kesehatan peserta didik. Tiga program pokok dilakukan UKS yaitu pendidikan kesehatan,
pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sekolah sehat.9 Melalui program yang
dijalankan oleh UKS, pihak sekolah bertugas memberikan dukungan dan motivasi agar
anak melaksanakan pola hidup sehat sesuai anjuran dan bersedia menyediakan fasilitas
kesehatan yang mendukung kesehatan anak. Fasilitas kesehatan di sekolah dapat dengan
penyediaan wastafel dan sabun cuci tangan, mengadakan kerja bakti, dan sosialisi di
kelas bertujuan memberikan pemahaman tentang penyakit kecacingan. Diharapkan
melalui program UKS siswa memiliki pengetahuan, sikap, dan cara praktik yang sesuai
dengan kesehatan, khususnya terhindar dari penyakit cacing dan efektif penyelenggaraan
pendidikan kesehatan usia dini.1 15

Setelah dilakukan berbagai program dari puskesmas dan penyelenggaraan kesehatan usia
dini di sekolah. Hubungan keterkaitan program tersebut dengan paradigma kesehatan
dapat mengubah pola pikir, cara pandang, perbedaan sikap dalam menyikapi dan memilih
tindakan terhadap fenomena yang ada terkait penyakit kecacingan. Orang akan
melakukan pencegahan tentang kecacingan apabila ia tahu tujuan dan manfaatnya bagi
kesehatan. Perbedaan sikap tentang kecacingan sebelum dan setelah mengikuti
penyuluhan maupun melihat melalui media promosi kesehatan akan berbeda. Perbedaan
tersebut sebab sikap individu dalam menerima, merespon, menghargai, dan bertanggung
jawab terhadap kepeduliaan kesehatannya. Pada anak cenderung untuk berhati-hati dan
melakukan pencegahan ketika berada di lingkungan luar. 15

 TRIAS UKS :
 Pendidikan kesehatan
 Pelayanan kesehatan
 Pembinaan lingkungan sekolah sehat
 Tujuan UKS :
Memupuk kebiasaan hidup sehat dan mempertinggi derajat kesehatan
anak sekolah yang mencakup :

 Memiliki pengetahuan, sikap, keterampilan untuk


melaksanakan prinsip hidup sehat serta berperan aktif dalam
UKS
 Sehat (fisik, mental, sosial)
 Memiliki daya hayat dan daya tangkal terhadap pengaruh
buruk Narkoba
 Sasaran UKS :
 Peserta didik mulai dari SD hingga SMA
 Termasuk perguruan agama, sekolah kejuruan dan SLB
 Kegiatan UKS
 Promotif
 Membina sarana keteladanan di sekolah (kantin memenuhi
syarat sanitasi dan gizi, lingkungan bersih dan sehat)
 Membina kebersihan perorangan
 Peran aktif siswa dalam UKS
 Preventif
 Penjaringan kesehatan anak sekolah
 Pemeriksaan kesehatan periodik sekali setahun (TB/BB, mata,
THT, HB)
 Imunisasi
 Pengawasan keadaan air
 Kuratif dan rehabilitatif
 Pengobatan ringan
 Rujukan medik
 Penanganan kasus kurang gizi
 Managemen
 Pertemuan rutin puskesmas dengan sekolah (evaluasi,
pembinaan teknis, pencatatan dan pelaporan)
6. Kegiatan Puskesmas lainnya
 KESLING
 Kesehatan olahraga
 PHN
 Kesehatan gigi dan mulut
 Kesehatan jiwa
 Kesehatan mata
 Kesehatan lansia
 Sp2TP
 Pembinaan pengobatan tradisional
 Upaya Kesehatan darurat ( wabah, bencana alam)
 Kesehatan kerja
Hubungan dengan Paradigma Kesehatan

Paradigma sehat memberikan perhatian utama terhadap kebijakan yang bersifat


pencegahan dan promosi kesehatan, memberikan dukungan dan alokasi sumber daya
untuk tetap menjaga kesehatan. Pada intinya paradigma sehat merupakan kebijakan pada
masyarakat untuk mengutamakan kegiatan kesehatan dengan berbagai tindakan
pencegahan dibandingkan dengan mengobati penyakit. Paradigma sehat merupakan
upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan bangsa dengan bersifat proaktif atau
mendukung. Paradigma sehat merupakan kebijakan pembangunan kesehatan dalam
jangka panjang yang mampu mendorong masyarakat untuk bersikap mandiri dan
memiliki kesadaran lebih tinggi tentang kesehatan.5 Sebagai upaya peningkatan kesehatan
dan pencegahan penyakit disediakannya pelayanan kesehatan baik oleh pemerintah
maupun masyarakat dengan penyelenggaraan secara bermutu, adil, dan merata. 11

II. Kesimpulan
Kecacingan merupakan penyakit endemik dan sering terjadi yang diakibatkan
oleh cacing-cacing parasit yang berada dalam tubuh manusia dan cenderung tidak
mematikan namun dapat berakibat menurunnya kondisi gizi serta menggerogoti
kesehatan manusia. Beberapa program yang dapat dilakukan untuk menangani kasus di
puskesmas Batu Ampar yaitu : (1) promosi kesehatan, (2) surveilans kecacingan, (3)
pengendalian faktor risiko, (4) penanganan penderita, dan (5) pemberian obat pencegahan
massal. Selain itu, program penyelenggaraan pendidikan kesehatan dapat dilakukan di
sekolah melalui Unit Kesehatan Sekolah (UKS). Promosi Kesehatan merupakan salah
satu upaya penting dan pencegahan utama dalam mengatasi penyakit cacingan pada usia
anak.
Berdasarkan dari skenario tersebut dapat disimpulkan bahwa karena kurangnya
pemahaman masyarakat terkait penyakit cacingan dan kurangnya kesadaran dari
masyarakat untuk membersihkan lingkungan tempat tinggal mereka yang menyebabkan
reservoir dari telur cacing tersebut yaitu tanah yang lembab dan subur sehingga vektor
pembawa penyakit tersebut yaitu nyamuk dapat membawanya hingga ke agentnya yaitu
manusia yang mana dalam kasus ini adalah murid-murid Sekolah Dasar. Hal ini terjadi
karena kurang efektifnya penyuluhan yang di berikan oleh Puskesmas yang
menyebabkan masyarakat pun menjadi tidak paham
Maka dari itu, puskesmas sebaiknya memberikan pendidikan kesehatan secara
rutin dan menerapkan kegiatan UKS di lingkungan sekolah dengan memperhatikan
aspek promotif, preventif, managemen, serta kuratif dan rehabilitatif sehingga sasaran
dari UKS pun dapat tercapai.

III. Daftar Pustaka


1. Ervina, Tahli T, Mulyadi. Pelaksanaan program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di
Puskesmas. J Ilmu Keperawatan. 2019;6(2):11–21.
2. Winita R, Mulyati, Astuty H. Upaya pemberantasan kecacingan di Sekolah Dasar.
Makara. 2012;16(2):65–71.
3. Kemenkes. Pokok-pokok Renstra Kemenkes 2020-2024. Pokja Renstra Kemenkes
2020-2024. 2020;1–40.
4. Laelasari E, Anwar A, Soerachman R. Evaluasi kesiapan pelaksanaan program
Indonesia Sehat dengan pendekatan keluarga. J Ekol Kesehat. 2018;16(2):57–72.
5. Anamisa DR. Rancang Bangun Metode OTSU Untuk Deteksi Hemoglobin.
2015;5(2):106–10.
6. Mahmudah U. Hubungan sanitasi lingkungan rumah terhadap kejadian infeksi
kecacingan pada anak Sekolah Dasar. J Kesehat. 2017;10(1):32.
7. Isma SL, Sudaryanto, Halleyantoro R. Evaluasi Program Pemberantasan Kecacingan
pada Siswa Sekolah Dasar di Puskesmas Rowosari Kecamatan Tembalang Semarang.
J Kedokteran Diponegoro. 2018 Mei;7(2):551-261. Available from :
http://ejournal3.undip.ac.id/index.php/medico

8. Prastiono A, Hardono. Kecacingan sebagai Salah Satu Faktor Penyebab Menurunnya


Prestasi Belajar Siswa. J Media Neliti. 2014;1. Available
from :https://media.neliti.com/media/publications/195268-ID

9. Pratiwi EE, Sofiana L. Kecacingan sebagai Faktor Risiko Kejadian Anemia pada
Anak. J Kesehatan Masyarakat Indonesia. 2019 Nov;14(2):1-6. Available
from :https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/jkmi

10. Saputra M, Marlinae L, Rahman F, Rosadi D. Program Jaminan Kesehatan Nasional


dari Aspek Sumber Daya Manusia Pelaksana Pelayanan Kesehatan. J Kesehatan
Masyarakat. 2015 Juni 25;11(1):32-42. Available from :
http://dx.doi.org/10.15294/kemas.v11i1.3462

11. Endra F. Paradigma Sehat. J Ilmu Kesehatan dan Kedokteran Keluarga.


2010;6(12):69-81. Available from :
http://ejournal.umm.ac.id/index.php/sainmed/article/view/1012/1125

12. Hendarwan H, Rosita, Suriani O. Analisis Implementasi Standar Pelayanan Minimal


Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota. J Ekologi Kesehatan. 2015 Des;14(4): 367-380.
Available from : https://media.neliti.com/media/publications/82268

13. Juhairiyah, Annida. Kebijakan Pengendaliaan Kecacingan dan Pengetahuan


Masyarakat Terhadap Kecacingan di Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan.
Buetin Penelitian Sistem Kesehatan. 2014 April;17(2):185-192. Available from :
https://scholar.google.co.id/citations?user=6ba6LpkAAAAJ&hl=id

14. Wahyuni D, Kurniawati Y. Prevelensi Kecacingan dan Status Gizi pada Anak
Sekolah Dasar di Wilayah Kerja Puskesmas Nusa Penida (NP) III, Klungkung Bali. J
Ilmiah Kesehatan; 2018 Sept;10(2):130-136. Available from :
http://journal.thamrin.ac.id/index.php/index/index

15. Fridayanti DV, Prameswari GN. Peran UKS (Usaha Kesehatan Sekolah) dalam
Upaya Penanggulangan Obesitas pada Anak Usia Sekolah. Journal of Health
Education; 2016 Agust;1(2):9-14. Available from :
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jhealthedu

16. Ahmad A, Adi S, Gayatri RW. Pengembangan Buku Saku sebagai Media Promosi
Kesehatan Tentang Cacingan yang Ditularkan Melalui Tanah pada Siswa Kelas IV
SDN 01 Kromengan Kabupaten Malang. Journal of Public Health; 2017 Juni;2(1):1-
25. Available from : https://www.researchgate.net/publication/339098776

17. Wantini S. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Infeksi Kecacingan pada siswa
SDN 2 dan SDN 3 Kelurahan Keteguhan Kecamatan Teluk Betung Barat Kota
Bandar Lampung. J Analis Kesehatan; 2013 Maret;2(1):203-209. Available from :
https://core.ac.uk/download/pdf/236060737.pdf

Anda mungkin juga menyukai