Anda di halaman 1dari 71

HUKUM PIDANA

Semester/Thn :Genap/2015-2016
Prodi/Lokal :HES/B
Hari/tanggal :Sabtu/ 5 Maret 2016
Pertemuan Ke- :2 (dua)
Dosen :Sudi Prayitno, S.H., LL.M.
1.1 Pengertian Hukum
Pidana
 Mengetahui pengertian hukum pidana
diperlukan utk membedakannya dg hukum
lain spt hukum perdata, hukum dagang, dll
 Pengertian Hukum Pidana tidak mudah
dideskripsikan, tergantung pada cara
pandang, batasan dan ruang lingkup dari
pengertian itu;
 Banyak pengertian hukum pidana yg
dikemukakan para ahli yg berbeda antara
satu dg yg lain
1.1 Pengertian …
 Moeljatno mengartikan hukum pidana sbg
bagian dari keseluruhan hukum yg berlaku di
suatu negara utk menentukan: 1) perbuatan2
mana yg tidak boleh dilakukan/dilarang dg
disertai sanksi bagi yg melanggarnya; 2)
kapan dan dalam hal apa pelanggar
larangan itu dpt dikenakan/dijatuhi pidana;
3) dg cara bagaimana pengenaan pidana itu
dpt dilakukan
1.1 Pengertian …
 Van Bemmelen dan Wirjono Prodjodikoro
mengartikan hukum pidana dlm dua hal,
yaitu hukum pidana materiil dan hukum
pidana formil (hukum acara pidana);
 Sudarto mendefinisikan hukum pidana sbg
hukum yg memuat aturan2 hukum yg
mengakibatkan kpd perbuatan2 yg dilarang
dan diancam dg pidana
1.1 Pengertian …
 Istilah Hukum Pidana memiliki 3
pengertian, yaitu hukum pidana materiil
(substantive criminal law), hukum pidana
formil (law of criminal procedure), dan
hukum pelaksanaan pidana (law of criminal
execution)
 Dalam sesi/perkuliahan ini, pengertian
hukum pidana dibatasi pada pengertian
hukum pidana dlm arti hukum pidana
materiil
1.2 Sifat Hukum Pidana
 Menurut Moeljatno, Simons, Alga, dan Van
Hamel, hukum pidana merupakan hukum
publik, karena :
1. mengatur hubungan antara negara &
perseorangan/kepentingan umum;
2. Mengatur hubungan antara para individu dg
warga negara;
3. Pembentukan dan pelaksanaan hukum pidana
berhubungan erat dg eksistensi badan negara;
4. Dijalankan oleh pemerintah (negara)
1.2 Sifat …
 Sebaliknya menurut Andi Zainal Abidin,
sebagian besar kaidah2 hukum pidana
bersifat publik, sebagian lagi bercampur dg
hukum publik dan hukum privat, memiliki
sanksi istimewa krn sifatnya yg keras
melebihi sanksi bidang hukum lain, berdiri
sendiri, dan kadangkala menciptakan
kaidah baru yg sifat dan tujuannya berbeda
dg kaidah hukum yg telah ada
1.2 Sifat …
 Kriteria yg digunakan utk menentukan hukum
publik atau hukum privat (scr teoritis): 1)
kepentingan hukum yg dilindungi; 2) kedudukan
para pihak di mata hukum (negara); dan 3) Pihak
yg mempertahankan kepentingan
 Padahal, pembagian hukum spt ini dan
menjadikan hukum pidana sbg bagian dari hukum
publik bukanlah perbedaan yg asasi, melainkan
krn tradisi atau hasil studi sistemik terhdp
peraturan2 hukum yg berlaku
1.2 Sifat …
 Eksistensi Hukum Pidana sbg hukum publik
perlu ditinjau ulang, krn kurang memiliki dasar
legitimasi yg kuat dikaitkan dg eksistensi nilai2
budaya masyarakat yg masih berlaku dan
dipertahankan;
 Hukum pidana dlm konteks ini merupakan
hukum publik yg berdimensi privat; diakuinya
peradilan adat dan dimungkinkannya
penyelesaian di luar pengadilan melalui
mediasi pidana (penal mediation)
1.3 Fungsi Hukum Pidana
 Idealnya, fungsionalisasi hukum pidana hrslah
ditempatkan sbg upaya terakhir sbg senjata
pamungkas (ultimum remidium);
 Penggunaan hukum pidana dlm praktik
penegakan hukum sehrsnya dilakukan setelah
berbagai bidang hukum yg lain dinilai tidak
efektif lagi (fungsi subsidiaritas);
 Penggunaan hukum pidana bukan merupakan
satu2nya cara menanggulangi kejahatan.
1.4 Tujuan Hukum Pidana

 Para ahli berbeda pandangan mengenai tujuan


hukum pidana, tetapi mengarah pd
kecenderungan yg sama antara tujuan hukum
pidana dan tujuan penjatuhan
pidana/pemidanaan
 Scr umum, hukum pidana bertujuan
melindungi kepentingan masyarakat dan
perseorangan dari tindakan2 yg tidak
menyenangkan akibat adanya pelanggaran
atau kejahatan yg dilakukan seseorang
1.4 Tujuan …
 Hukum pidana tdk hanya menitikberatkan
pada perlindungan masyarakat, tapi juga
individu perseorangan, sehingga tercipta
keseimbangan dan keserasian
 Dlm khazanah teori hukum pidana, tujuan
hukum pidana termanifestasi dlm tiga
aliran pemikiran hukum pidana, yaitu: 1)
aliran klasik; 2) aliran modern; dan 3)
aliran neo-klasik;
1.4 Tujuan …
Aliran Klasik
 Aliran klasik menitikberatkan pd perbuatan
pelaku kejahatan (daad/perbuatan);
 Sepanjang dlm realitas terdapat orang yg
melakukan tindak pidana, maka orang tsb
harus dijatuhi sanksi pidana tanpa melihat
latar belakang dan motivasi yg
mendorongnya melakukan tindak pidana
 Berorientasi pd perlindungan kepentingan
masyarakat
1.4 Tujuan …
Aliran Modern
 Aliran ini memandang perbuatan seseorang
dlm kenyataannya dipengaruhi oleh watak
pribadinya, faktor2 biologis, maupun
lingkungan;
 Manusia dipandang tidak memiliki
kebebasan kehendak tapi dipengaruhi oleh
watak dan lingkunganya, maka ia tdk dpt
dipersalahkan & dipidana;
 Berorientasi pd perlindungan individu
1.4 Tujuan …
Aliran Neo-klasik
 Aliran ini berpangkal dari aliran klasik yg
dipengaruhi aliran modern yg memadukan aspek
perbuatan pidana dan pelaku pidana scr
seimbang (daad-daader/perbuatan & pelakunya);
 Gabungan daad dan daader hrs bisa melahirkan
keyakinan bhw org tsb memang pelaku tindak
pidana yg sebenarnya
 Berorientasi pd perlindungan kepentingan
masyarakat & individu
HUKUM PIDANA

Semester/Thn :Genap/2015-2016
Prodi/Lokal :HES/B
Hari/tanggal :Sabtu/ 12 Maret 2016
Pertemuan Ke- :3 (tiga)
Dosen :Sudi Prayitno, S.H., LL.M.
2.1 Sejarah Hukum Pidana
Masa Kolonial
 Hukum pidana yg berlaku di Indonesia
hingga saat ini adalah hukum pidana
peninggalan kolonial Belanda dg karakter
tertulis (written law)
 Peraturan pidana pertama yg diterapkan
Belanda bagi orang Eropa di Indonesia
adalah De Bataviasche Statuten (1642) dan
Intermaire Strafbepalingen (1848)
2.1 Sejarah …
 Bagi orang Bumiputera/orang Indonesia asli
berlaku hukum adat yg sebagian besar tidak
tertulis
 Kodifikasi baru dikenal pada tahun 1886 melalui
Staatsblad 1886/No. 55 dgn memberlakukan
Wetboek van Strafrech voor Europeanen
(W.v.S.E) bagi orang Eropa di Indonesia
 Untuk golongan penduduk lain (Timur Asing &
Pribumi) menggunakan hukum pidana adat
masing2
2.1 Sejarah …
 Tahun 1872 Belanda memberlakukan KUHP
atau het Wetboek van Starfrecth voor
Inlanders en daarmede Gelijkgestelden
(W.v.S.N.I) yg termuat dlm Ordonantie tgl 6
Mei 1872 bagi orang Indonesia dan Timur
Asing
 Sejak 1 Januari 1873, hukum pidana adat tidak
berlaku lagi
 Jadi, (waktu itu) ada 2 KUHP yg
diberlakukan yaitu W.v.S.E & W.v.S.N.I
2.1 Sejarah …
 Tahun 1915 Belanda memberlakukan Staatsblad
1915/No. 732 berdasarkan Surat Keputusan
Ratu Belanda bernama Koninklijk Besluit van
Strafrecht voor Nederlandsch Indie, berlaku
efektif tahun 1918. Sejak itu, di Indonesia
terjadi unifikasi hukum pidana
 Pada masa penjajahan Jepang, W.v.S.N.I 1918
tetap diberlakukan dengan menyatakan
S.1915/No. 732 tetap berlaku
2.2 Sejarah Hukum Pidana Pasca
Masa Kemerdekaan
 W.v.S.N.I tetap berlaku di Indonesia sampai
1946 berdsrkan UU No. 1 Th 1946 ttg
Peraturan Hukum Pidana.
 Pasal 1 UU No. 1/1946 menyatakan “dengan
menyimpang seperlunya dari peraturan
Presiden Republik Indonesia tertanggal 10
Oktober 1945 No. 2 menetapkan, bahwa
peraturan2 hukum pidana yg sekarang
berlaku ialah peraturan2 hukum pidana yg
ada pd tgl 8 Maret”
2.2 Sejarah …
 Pasal V UU No. 1 Th 1946 menyatakan bhw
peraturan hukum pidana yg seluruhnya atau
sebagian tdk dpt dijalankan atau bertentangan
dg kedudukan Indonesia sbg negara merdeka
atau tdk mempunyai arti lagi, harus dianggap
tdk berlaku
 Pasal VI UU No. 1 Th 1946 mengubah secara
resmi nama Wetboek van Strafrecht voor
Nederlands Indie dgn Wetboek van Strafrecth
saja (KUHP)
2.2 Sejarah …
 UU No. 1 th 1946 bertujuan:
1. Hukum pidana pada masa penjajahan
Jepang mengandung kelemahan:
a. perbedaan peraturan hukum pidana di 3
wilayah
b. dianggap memaksa hakim utk
menjatuhkan pidana yg tdk seimbang dg
kesalahan
2. Unifikasi hukum, krn setelah merdeka di
Indonesia terjadi dualisme hukum pidana
2.2 Sejarah …
 Unifikasi hukum pidana hanya
memberlakukan W.v.S.N.I utk wilayah2
bekas Hindia Belanda yg menjadi wilayah
NKRI waktu itu (kecuali Negara Indonesia
Timur, Sumatera Timur, dan Irian Barat)
 Sejak berlakunya UU No. 1 Tahun 1946, pd
dasarnya mengulang kembali dualisme
hukum pidana yg terjadi sebelum tahun 1918
dg diberlakukannya W.v.S.N.E dan
W.v.S.N.I
2.2 Sejarah …
 Dualisme hukum pidana baru berakhir tgl 29
Sept 1958 dg diundangkannya UU No. 73
Tahun 1958 ttg Pernyataan Berlakunya UU
No. 1 Tahun 1946 sbg peraturan hukum pidana
utk seluruh wilayah RI yg sekaligus mengubah
KUHP
 UU No. 73 Tahun 1958 sebagian substansinya
merevisi UU No. 1 Tahun 1946 khususnya Psl
XVII yg membatasi pemberlakuan W.v.S.N.I
bagi wilayah yg belum bergabung dlm NKRI
3.1 Pengertian Sumber
Hukum
 Sumber hukum adl. sebagai tempat atau rujukan
ketika seseorang hendak mengetahui jawaban atas
persoalan hukum yg dihadapi
 Menurut Satjipto Rahardjo mengutip pendapat
Fitzgerald “sumber2 yg melahirkan hukum
digolongkan dlm 2 kategori besar: 1) sumber2 yg
bersifat hukum, yaitu sumber yg diakui oleh hukum
itu sendiri; dan 2) sumber2 yg bersifat sosial, yaitu
sumber yg tdk mendapatkan pengakuan secara
formal oleh hukum”
3.1 Pengertian …
 Berdasarkan pembagiannya, sumber hukum
dibagi menjadi : (1) sumber hukum formil;
dan (2) sumber hukum materill
 Sumber hukum formil adl. tempat atau
sumber dari mana suatu peraturan
memperoleh kekuatan hukum.
 Sumber hukum materill adl. tempat dari
mana materi hukum itu diambil, merupakan
faktor yg membantu pembentukan hukum
3.1 Pengertian …
 Menurut Saut P. Panjaitan, sumber hukum
dibedakan :
1. Sumber hukum dlm arti formal, yaitu mengkaji
kepada prosedur/tata cara pembentukan suatu
hukum atau melihat kepada bentuk lahiriah dari
hukum yg bersangkutan, yg dpt dibedakan scr
tertulis/tidak tertulis;
2. Sumber hukum dlm arti materiil, yaitu faktor2
atau kenyataan2 yg turut menentukan isi hukum
(faktor idiil & faktor sosial masyarakat)
3.1 Pengertian …
 Jadi, sumber hukum materiil adl. faktor2 yg
turut serta menentukan isi hukum yaitu: (a)
struktur ekonomi & kebutuhan2 masyarakat; (b)
kebiasaan yg telah membaku dlm masyarakat;
(c) hukum yg berlaku; (d) tata hukum negara2
lain; dan (e) keyakinan ttg agama & kesusilaan;
 Sedangkan sumber hukum formil adl. sumber
hukum yg bersangkut-paut dg masalah
prosedur/cara pembentukan suatu aturan hukum
3.2 Sumber2 Hukum Pidana
 Sumber hukum utama adl. UU, yaitu KUHP sbg
‘kitab induk’ peraturan hukum pidana dan
semua peraturan per-UU-an diluar KUHP baik
yg dikategorikan sbg hukum pidana khusus
maupun hukum pidana administrasi
 Sumber hukum pidana yg lain adl.
yurisprudensi, hukum pidana internasional,
ketentuan hukum yg terdapat dlm pidana adat,
dan doktrin/pendapat ahli pidana
3.2 Sumber …
 Yurisprudensi merupakan sumber hukum
pidana yg tdk kalah penting eksistensinya
dibandingkan KUHP dan peraturan per-UU-an
pidana, krn didlmnya memuat putusan2
lembaga peradilan (MA) trhdp perkara konkret.
 Asas, doktrin dan ketentuan2 dlm hukum
pidana internasional juga menjadi sumber
hukum penting khususnya bagi aparat penegak
hukum utk menjalankan tugas & kewajibannya
3.2 Sumber …
 Hukum pidana adat masih diakui
eksistensinya sbg acuan hukum oleh sebagian
masyarakat hukum adat dlm menyelesaikan
sengketa adat
 Sumber hukum pidana lain adl. doktrin yaitu
ajaran kaum sarjana hukum yg khusus
digunakan sbg kebalikan dr peradilan,
yurisprudensi/ajaran hukum yg dibentuk &
dipertahankan oleh pengadilan/ajaran yg
dimajukan & dikembangkan oleh ahli hukum
HUKUM PIDANA

Semester/Thn :Genap/2015-2016
Prodi/Lokal :HES/B
Hari/tanggal :Sabtu/ 19 Maret 2016
Pertemuan Ke- :4 (empat)
Dosen :Sudi Prayitno, S.H., LL.M.
4.1 Ciri Hukum Pidana
 Hukum pidana adl. hukum sanksi atas
pelanggaran kaidah hukum privat maupun
hukum publik (Utrech & Van Kan)
 “Ketentuan pidana itu tdk harus diartikan
bhw semua pelanggaran atasnya berakhir dgn
penjatuhan pidana. Hukum pidana hakikatnya
merupakan kode moral suatu bangsa. Apa yg
dilarang & tdk boleh dilakukan serta yg hrus
dilakukan dlm suatu masyarakat/negara”
(Andi Hamzah)
4.2 Tempat Hukum
Pidana
 Semua hukum bertujuan menciptakan suatu
keadaan dlm pergaulan hidup masyarakat, dlm
lingkungan yg kecil maupun lebih besar, agar
terdpt keserasian, ketertiban, kepastian hukum,
dsb.
 Dlm Hukum Pidana dikenal adanya suatu
kesengajaan untuk memberikan suatu akibat
hukum berupa suatu bezondere leed atau
sengaja memberikan suatu penderitaan scr
khusus
4.2 Tempat …
 Penderitaan yg bersifat khusus dlm Hukum
Pidana sifatnya sangat berbeda dg
penderitaan dlm Hukum Perdata
 Dikenal adanya lembaga
perampasan/pembatasan kemerdekaan
bahkan lembaga perampasan nyawa
(hukuman mati) yg dpt dikenakan oleh hakim
terhdp org2 yg melanggar norma2 Hukum
Pidana
4.3 Hubungan H.Pidana dg
Norma2 Lain
 Unsur2 pokok hukum pidana: norma &
sanksi (Wirjono Prodjodikoro)
 Norma diartikan sbg ketentuan yg
mengandung larangan & keharusan
 Norma, hakikatnya tdk hanya terdpt dlm
lapangan Hukum Pidana saja, ttp juga dlm
lapangan hukum lain (hukum perdata, hukum
tata negara & hukum administrasi negara
 Sanksi merupakan kelanjutan norma, berupa
ancaman dg hukuman pidana
4.3 Hubungan …
 Setiap norma sudah mempunyai sanksi sendiri
 Dlm hukum tata negara, apabila suatu UU
dibentuk atau suatu Pemilu diselenggarakan scr
menyimpang dr peraturan, UU atau pemilu tsb
tdk sah & tdk harus ditaati
 Dlm hukum perdata, apabila seorg pedagang
dlm hubungan dagang dg org lain ditipu, org yg
menipu dpt dituntut mengganti kerugian yg
diderita
4.3 Hubungan …
 Hukum Pidana hakekatnya adl. suatu bidang
hukum yg selain menentukan sanksi yg
bersifat khusus jg menetapkan rumusan2 ttg
norma yg berdiri sendiri
 Sifat Hukum Pidana sbg hukum publik,
menekankan suatu masalah scr hukum dlm
bentuk norma adl. lebih berorientasi pd
tujuan untuk memberikan perlindungan
terhdp hal2/ kepentingan yg bersifat umum
4.4 Kedudukan Hukum
Pidana Adat (HPA)
 HPA adl. hukum yg hidup, diikuti dan ditaati
oleh masyarakat adat secara terus menerus,
dari satu generasi ke generasi berikutnya
 Bagi yg melanggar HPA diberikan reaksi adat,
koreksi adat atau sanksi adat oleh masyarakat
melalui pengurusnya
 HPA mengandung arti : 1) rangkaian peraturan
tata tertib; 2) pelanggaran dpt menimbulkan
kegoncangan; 3) pelanggar dikenakan sanksi
4.4 Kedudukan …
 Sifat/karakteristik HPA (Hilman Hadikusuma) :
a. Menyeluruh dan menyatukan
b. Ketentuan yg terbuka
c. Membedakan permasalahan
d. Peradilan dg permintaan
e. Tindakan reaksi/koreksi
 Sumber HPA :
a. Tertulis : semua peraturan2 yg dituliskan baik di
atas daun lontar, kulit/bahan lainnya.
b. Tidak tertulis : kebiasaan2 yg timbul, diikuti dan
ditaati scr terus-menerus dan turun-temurun oleh
masyarakat adat ybs
4.4 Kedudukan …
 HPA seyogyanya mendapat kedudukan penting dlm
sistem hukum pidana nasional, namun eksistensi &
kedudukannya tdk terlalu istimewa bahkan terkesan
dipinggirkan
 Dlm sistem hukum pidana nasional tercantum dlm UU
No. 1 Drt Th1951, pemberlakuan memperhatikan HPA:
1) Dlm hal tindak pidana yg tidak ada bandingannya
dlm KUHP dianggap diancam dg pidana penjara paling
lama 3 bln/denda paling banyak Rp 500; 2) Dpt dijatuhi
pidana penjara paling lama 10 thn apabila sanksi adat
sangat berat; dan 3) Apabila ada bandingannya dlm
KUHP, diterapkan sanksi yg mirip dlm KUHP
4.5 Hukum Pidana
Internasional (HPI)
 HPI sbg hukum yg menentukan hukum pidana
nasional yg akan diterapkan terhdp kejahatan2
yg nyata2 dilakukan jika terdpt unsur2
internasional di dlmnya (Romli Atmasasmita
dari Rolling)
 HPI sbg bagian dr aturan2 internasional
mengenai larangan2 kejahatan internasional &
kewajiban negara melakukan penuntutan &
hukuman beberapa kejahatan (Antonio
Cassese)
4.5 Hukum Pidana …
 HPI adl. perpaduan dr dua disiplin hukum yg
berbeda, agar dpt saling melengkapi, yaitu
aspek2 pidana dr hukum internasional dan
aspek2 internasional dr hukum pidana (Cherif
Bassiouni)
 HPI adl. sekumpulan kaidah2 & asas2 hukum
yg mengatur ttg kejahatan internasional yg
dilakukan oleh subjek2 hukumnya untuk
mencapai tujuan tertentu (I Wayan Parthiana)
4.5 Hukum Pidana …
 Unsur2 dari pengertian HPI di atas:
1. HPI merupakan sekumpulan kaidah2 dan asas2
hukum
2. Objek yg diatur: kejahatan/tindak PI
3. Subjek2 hukumnya, yaitu pelaku2 yg melakukan
kejahatan2/ tindak PI
4. Tujuan yg hendak dicapai/ diwujudkan oleh HPI itu
sendiri
 Hal2 yg penting dari HPI :
1. Materiil HPI adl. perbuatan2 yg menurut HI adl.
kejahatan internasional
2. Formil HPI adl. aspek internasional dlm hukum
pidana nasional
4.5 Hukum Pidana …
Jadi, HPI adl. seperangkat aturan menyangkut
kejahatan2 internasional yg penegakannya
dilakukan oleh negara atas dasar kerja sama
internasional/ oleh masyarakat internasional
melalui suatu lembaga internasional, baik yg
bersifat permanen maupun bersifat ad-hoc
HUKUM PIDANA

Semester/Thn :Genap/2015-2016
Prodi/Lokal :HES/B
Hari/tanggal :Sabtu/ 2 April 2016
Pertemuan Ke- :5 (lima)
Dosen :Sudi Prayitno, S.H., LL.M.
5.1 Pengertian Ilmu
Hukum Pidana
 Ilmu Hukum Pidana adl. ilmu/pengetahuan
mengenai suatu bagian khusus dari hukum,
yaitu hukum pidana (Moeljatno)
 Dlm arti sempit Ilmu Hukum Pidana adl.
bagian dari ilmu hukum yg pd dasarnya
mempelajari & menjelaskan perihal hukum
pidana yg berlaku/ hukum pidana positif dr
suatu negara/ ius contitutum (Adami
Chazawi)
5.1 Pengertian …
 Dlm arti luas, Ilmu Hukum Pidana tdk hanya
mmpelajari hukum yg sdg berlaku, ttp jg
meliputi; 1) bidang2 mengapa norma yg berlaku
itu dilanggar; 2) hukum yg akan dibentuk/hukum
yg dicita2kan (ius constituendum)”
 Ilmu Hukum Pidana tdk terbts hanya memahami
& mempelajari Hukum Pidana yg sdg berlaku pd
suatu waktu & tempt ttt (ius contitutum), tapi jg
mempelajari hukum yg dicita2kan (ius
contituendum)
5.1 Pengertian …
 Ilmu Hukum Pidana pada hakikatnya adl.
ilmu yg mempelajari Hukum Pidana, baik
yg sdg berlaku maupun yg akan dibentuk/yg
masih dicita2kan
 Orientasi Hukum Pidana di Indonesia justru
mulai terfokus pd persoalan bgm Hukum
Pidana nasional yg bercirikan & bercorak
Indonesia sgr dibentuk
5.2 Obyek Studi Ilmu
Hukum Pidana
 Obyek studi Ilmu Hukum Pidana adl.
aturan2 Hukum Pidana yg berlaku di
suatu negara (Indonesia)
 Hukum Pidana yg berlaku disebut
Hukum Pidana Positif, yaitu
peraturan Hukum Pidana yg berlaku
pd suatu tempat & waktu ttt
5.3 Klasifikasi Ilmu
Hukum Pidana
 Hukum Pidana Materiil & Formil
 Hukum Pidana Umum & Khusus
 Hukum Pidana Nasional &
internasional
 Hukum Pidana Tertulis & Tidak
Tertulis
5.3 Klasifikasi …
 Hukum Pidana Materiil adl. hukum pidana yg
memuat aturan2 yg menetapkan &
merumuskn perbuatan2 yg dpt dipidana,
aturan2 yg memuat syarat2 utk dpt dipidana
& ketentuan mengenai pidana
 Hukum Pidana Formil adl. hukum pidana yg
mengatur bgm negara dg perantara alat2
perlengkapannya melaksanakan haknya utk
mengenakan pidana (dlm UU No. 8/1981)
5.3 Klasifikasi …
 Hukum Pidana dlm arti objektif meliputi:
1. perintah & larangan, serta sanksi
2. ketentuan2 yg menetapkan dg cara apa/ alat
apa dpt diadakan reaksi terhdp pelanggaran
peraturan
3. kaidah2 yg menentukan ruang lingkup
berlakunya peraturan2 pd waktu & wilayah ttt
 Hukum Pidana subjektif adl. peraturan hukum yg
menetapkan ttg penyidikan lanjutan, penuntutan,
penjatuhan & pelaksanaan pidana
5.3 Klasifikasi …
 Hukum Pidana Umum adl. hukum pidana
yg ditujukan & berlaku unt semua WN &
tdk mmbeda2kan kualitas pribadi subyek
hukum ttt
 Hukum Pidana Khusus adl. hukum pidana
yg dibentuk oleh negara yg hanya
dikhususkan berlaku bagi subjek hukum ttt
saja. Mis. kejahatan jabatan hanya
diperuntukkan & berlaku bagi WN sbg
PNS/anggota TNI
5.3 Klasifikasi …
 Hukum Pidana Nasional adl. hukum
pidana yg berkembang dlm kerangka orde
peraturan perUUan nasional &
dilandaskan pd sumber hukum nasional
 Hukum Pidana Internasional adl. hukum
pidana yg menentukan hukum pidana
nasional yg akan diterapkan terhdp
kejahatan2 yg nyata2 telah dilakuan
bilamana terdpt unsur2 internasional
didlmnya
5.3 Klasifikasi …
 Hukum Pidana Tertulis adl. hukum
pidana yg dibuat scr formal oleh lembaga
yg berwenang
 Hukum pidana tdk tertulis adl. ketentuan2
tdk tertulis yg mengatur perbuatan2 yg
dilarang & yg tdk dilarang serta bgm cr
mempertahankannya
5.4 Kriminologi &
Viktimologi
 Kriminologi scr etimologis terdiri dari “krimino”
(kejahatan) dan “logos” (ilmu pengetahuan)
 Kriminologi adl. ilmu pengetahuan ttg kejahatan
 Romli Atmasasmita mengartikan kriminologi dlm
2 pengertian:
1. Dlm arti sempit kriminologi mempelajari
kejahatan
2. Dlm arti luas mempelajari penologi & metode2
yg berkaitan dg kejahatan & masalah
pencegahan kejahatan
5.4 Kriminologi …
 Menurut Sutherland kriminologi adlh
keseluruhan ilmu2 pengetahuan yg berhub
dg kejahatan sbg gejala kemasyarakatan
 Jadi, kriminologi merupakan ilmu yg scr
khusus mengkaji kejahatan & faktor2 yg
menimbulkannya, mengapa seseorg
melakukan kejahatan & apa yg
menyebabkan org itu melakukan
kejahatan
5.4 Kriminologi …
 Kriminologi dibagi 3 bagian (Moeljatno):
1. Criminal biology – ditujukan scr khusus kpd diri
seseorg yg menyebabkannya melakukan kejahatan
2. Criminal sociology – faktor sosial yg menyebabkan
seseorg melakukan kejahatan
3. Criminal policy – mengkaji tindakan2/ kebijakan
apa saja yg hendak ditempuh agar org tsb tdk
melakukan kejahatan
 Objek kriminologi adl. org yg melakukan kejahatan
 Tujuannya adl. agar mengerti sebab2 seseorg
melakukan kejahatan
5.4 Kriminologi …
 Eksistensi kriminolog memberikan
sumbangan yg tdk sedikit kepada hukum
pidana tdk berarti kriminologi mrp ilmu bantu
hukum pidana
 Eksistensi hukum pidana kurang begitu
berarti jika tdk didukung oleh temuan2 dlm
kriminologi
 Kriminologi digunakan untuk memberi
petunjuk bgm masyarakat dpt menanggulangi
& menghindari kejahatan dg hasil yg baik
5.4 Kriminologi …
 Victimologi berasal dr bhs Latin “victima” (korban)
dan “logos” (ilmu pengetahuan)
 Victimologi berarti suatu studi yg mempelajari ttg
korban, penyebab timbulnya korban & akibat2
timbulnya korban yg merupakan masalah manusia
sbg suatu kenyataan sosial
 Arief Gosita mengartikan korban kejahatan dlm arti
luas, yg tdk hanya dirumuskan olh UU Pidana, ttp
jg tindakan2 yg menimbulkan penderitaan yg
tdk/blm dirumuskan dlm UU
5.4 Kriminologi …
 Scr teoritis kajian viktimologi diarahkan pd
2 hal yaitu keterlibatan korban dlm proses
terjadinya kejahatan dan perhatian hukum
pidana terhd korban kejahatan
 Hakikatnya merupakan pengaruh dr kajian
kriminologi yg menitikberatkan pd
kejahatan, sehingga eksistensi korban hnya
diakui dlm hubungan dg partisipasinya dlm
proses terjadinya kejahatan
5.4 Kriminologi …
 Dlm perkembangannya, kajian viktimologi
tdk lg diarhkn pd partisipasi korban dlm
proses terjadinya kejahatan ttp sdh
mengarah pd perlindungan yg harus
diberikan oleh hukum pidana kpd korban
kejahatan
 Viktimologi mmlk peran yg strategis dlam
upaya menjdkan hkm pdn lebih humanis
krn sama2 memberikan perlindungan baik
kpd pelaku kejahatan maupun korbannya@
HUKUM PIDANA

Semester/Thn :Genap/2015-2016
Prodi/Lokal :HES/B
Hari/tanggal :Sabtu/ 9 April 2016
Pertemuan Ke- :6 (enam)
Dosen :Sudi Prayitno, S.H., LL.M.
6.1 Asas Legalitas
 Berkaitan dg waktu berlakunya hkm pidana
 Arti asas, “tiada suatu perbuatan dpt dipidana
kecuali atas kekuatan aturan pidana dlm per-UU-
an yg telah ada, sblm perbuatan dilakukan” (Psl 1
ayat 1 KUHP)
 Guna: 1) mencegah kesewenang2an penguasa; 2)
menjamin kepastian hukum; dan 3) prevention of
crime
 Fungsi : 1) fungsi melindungi; 2) fungsi
instrumental
 Pengecualian : 1) asas retroaktif; 2) asas transitoir
6.2 Asas Teritorial
 Berdasarkan asas ini, setiap orang, baik
orang Indonesia maupun orang asing yg
melakukan tindak pidana di dlm wilayah
atau teritorial Indonesia, hrs tunduk pd
aturan pidana Indonesia.
 Asas ini berhubungan dg locus delicti
(tempat terjadinya tindak pidana)
 Diatur dlm Pasal 2 KUHP
 Teori2 utk menentukan locus delicti: 1) teori
perbuatan materiil; 2) teori penggunaan alat;
dan 3) teori akibat
6.3 Asas Nasionalitas Aktif
 Dikenal dg asas personalitas yg memiliki
pengertian bhw peraturan per-UU-an pidana
Indonesia berlaku bg setiap WNI yg melakukan
tindak pidana di luar wilayah Indonesia
 Syarat berlakunya asas: 1) merupakan tindak
pidana mnrt hukum Indonesia yg mengancam
kepentingan nasional (mis. kejahatan terhdp
keamanan negara); dan 2) merupakan tindak
pidana mnrt hukum di negara mana perbuatan
itu dilakukan
 Diatur dlm Pasal 5 KUHP
6.4 Asas Nasionalitas Pasif
 Asas ini memiliki prinsip bhw peraturan
hukum pidana Indonesia berlaku thdp
tindak pidana yg menyerang
kepentingan hukum negara Indonesia,
baik dilakukan oleh WNI atau bukan
 Disebut jg Asas Perlindungan Murni
 Diatur dlm Pasal 4 KUHP
 Perbandingan dg asas nasional aktif:
Persamaan Perbedaaan
Berorientasi pd terciptanya N.Aktif : pelaku hrs WNI
tujuan melindungi N.Pasif : pelaku bisa WNI
kepentingan nasional
ataupun WNA
6.5 Asas Universal
 Berlaku terhdp jenis perbuatan (pidana) yg
sedemikian rupa sifatnya sehingga setiap
negara berkewajiban utk menerapkan hukum
pidana, tanpa memandang siapa yg berbuat ,
dimana & terhd kepentingan siapa pelaku
melakukannya
 Merupakan perluasan dr asas nasional pasif, krn
tujuanya untuk melindungi kepentingan
internasional terhdp kejahatan2 yg dikualifikasi
sbg transnational crime
 Diatur dlm Pasal 4 sub 2 dan sub 4 KUHP
6.6 Pengecualian Berlakunya
UU Pidana Menurut Tempat
 Berlakunya asas2 dlm UU Pidana menurut
tempat tidak berlaku mutlak, krn dibatasi
oleh hukum internasional
 Tidak berlaku terhadap: 1) kepala negara; 2)
duta beserta anggota keluarga & pegawai
kedutaan; 3) awak kapal perang yg berada di
negara lain
 Diatur dlm Pasal 9 KUHP
 Dlm praktik, berlakunya asas2 UU Pidana
menurut tempat membutuhkan perjanjian
ekstradisi (mutual legal assistance)---@

Anda mungkin juga menyukai