Oleh :
(12102183105)
Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas karunia dan rahmatNya, sehingga
makalah hukum pidana dengan judul “PEMBARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA”
dapat terselesaikan dengan lancar dan tanpa menemui masalah yang berarti. Adapun
penyusunan makalah “PEMBARUAN HUKUM PIDANA DI INDONESIA” ini adalah untuk
melengkapi tugas mata kuliah hukum pidana.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang ciri-ciri, sejarah, perkembangannya di
Indonesia, tolak ukur dan ruang lingkup serta orientasi pembaruan hukum pidana,
pembaruan hukum pidana di indonesia. Materi-materi dalam makalah ini diperoleh penyusun
dari sumber-sumber yang relevan untuk kemudian disusun kembali menggunakan kata yang
lebih sederhana sehingga diharapkan akan memudahkan pembaca dalam memahami isi dari
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan
baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki
makalah ilmiah ini.
Pada kesempatan ini pula, penyusun sampaikan ucapan terimakasih kepada semua
pihak yang turut andil dalam penyusunan makalah ini.
Akhirnya, penyusun berharap semoga makalah ini dapat menjadi bacaan yang
menarik dan bermanfaat untuk kita semua. Aamiin.
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 5
C. Tujuan Penelitian 5
BAB II PEMBAHASAN
1. Kesimpulan 18
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang berdasarkan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1
ayat 3 UUD 1945 sebagai negara hukum, maka untuk menjalankan suatu negara dan
perlindungan hak asasi harus berdasarkan hukum. Pembagian hukum menurut isinya
ada 2 yaitu : Hukum privat(hukum sipil) yaitu hukum yang mengatur hubungan-
hubungan antara orang yang satu dengan orang yang lain, dengan menitik beratkan
kepada kepentingan orang seseorang. Dan Hukum publik(Hukum negara) yaitu
hukum yang mengatur hubungan antara negara dengan alat-alat perlengkapannya atau
hubungan antara negara dengan perseorangan (warga negara).
Permasalahan dalam pembaruan hukum pidana indonesia adalah sumber perumusan
KUHP yang baru tersebut harus diambil. Dimana sumber hukum pidana indonesia,
terutama asas-asas hukumnya bersumber eropa kontinental dan lebih 80 negara di
dunia menganutnya.
Masalah yang penting diperhatikan dalam pembaruan hukum pidana indonesia ada
dua, yaitu masalah penentuan perbuatan apa yang seharusnnya dijadikan tindak
pidana yang diatur dalam KUHP dan masalah penerapan sanksi apa yang sebaiknya
digunakan sesuai rasa keadilan masyarakat untuk diberikan kepada sang pelanggar.
B. Rumusan masalah
BAB II
PEMBAHASAN
C. sejarah hukum pidana
b. Massa penjajahan jepang dari tahun 1942-1945(sekitar 3,5 tahun) tetap diberlakukan
KUHP tahun 1915 sejak tanggal 7 maret 1942 .
Berdasarkan hal tersebut jadi F 25 (gulden) sama dengan Rp250 berarti F 1 (gulden) =
Rp25, maka bila sanksi Rp900 (yang tercantum dalam KUHP) sama dengan F 36
(gulden), demikian juga sanksi Rp4.500 (yang tercantum dalam KUHP) = F 180
(gulden).1
Dalam KUHP Belanda nasional si pelanggar diperhatikan. Pada umumnya
KUHP Belanda yang bersifat nasional itu adalah lebih modern dan lebih
sesuai dengan kemajuan aman, jika dibandingkan dengan KUHP dari lain-lain
negara pada waktu itu, sebab KUHP Belanda ini dibuat belakangan, sehingga
dapat menarik keuntungan-keuntungan dari KUHP negara lain.
1
Pembaruan hukum pidana indonesia, Dr. Monang Siahaan, S.H, M.M
2
Buku latihan ujian hukum pidana Prof. Drs. C.S.T. Kansil SH.
D. Pengertian Hukum Pidana
Untuk mengetahui hakikat Hukum Pidana, terlebih dahulu perlu dikemukakan pandangan
ahli. Sarjana-sarjana klasik seperti WLG Lemaire menyatakan bahwa Hukum Pidana
terdiri dari norma-norma yang berisi keharusan-keharusan dan larangan-larangan yang
(oleh pembentuk undang-undang) telah dikaitkan dengan suatu sanksi berupa
hukuman,yaitu suatu penderitaan yang bersifat khusus.3 Juga Van Hattum memberikan
definisi Hukum Pidana adalah suatu keseluruhan asas-asas dan peraturan-peraturan yang
diikuti oleh negara atau suatu masyarakat hukum lainnya, dimana mereka itu sebagai
pemelihara dari ketertiban hukum umum telah melarang dilakukannya tindakan-tindakan
yang bersifat melanggar hukum dan yang telah mengaitkan pelanggaran terhadap
peraturan-peraturannya dengan suatu penderitaan yang bersifat khusus berupa hukuman.4
6
Ibid.
7
Moelyatno,Asas-Asas Hukum Pidana.1983
E. Tolak Ukur Dan Ruang Lingkup Serta Orientasi Pembaruan Hukum
Pidana.
(3) Sebagai bagian dari kebijakan penegakan hukum, pembaruan hukum pidana pada
hakikatnya bagian dari upaya pembaruan substansi hukum (legal substance) dalam
rangka lebih mengefektifkan penegakan hukum.
Ada tiga argumentasi utama mengapa diperlukan pembaruan hukum pidana di indonesia.
Ketiganya berorientasi kepada alasan politis,sosiologis, dan praktis, yaitu :
Alasan sosiologis menegaskan bahwa pada dasarnya KUHP adalah pencerminan dari
nilai-nilai kebudayaan suatu bangsa. Wetboek van Strafrecht (W.v.S) tidak mungkin
mencerminkan nilai-nilai kebudayaan bangsa Indonesia secara penuh karena tidak
dibuat oleh kita sendiri.
Alasan praktis menjelaskan bahwa kenyataan teks resmi W.v.S adalah bahasa
Belanda sehingga jumlah penegak hukum yang memahami bahasa Belanda makin
lama makin sedikit. Terjemahan yang beraneka ragam tidak akan memberikan
penyelenggaraan hukum pidana yang pasti dan seragam sehingga tidak mustahil akan
terjadi keseimbangan penafsiran yang menyimpang dari makna aslinya yang
disebabkan karena suatu terjemahan yang kurang tepat.8
Menurut muladi, dalam konteks sistem hukum pidaa nasional di masa mendatang/ius
constituendum, idealnya dibentuk suatu hukum pidana materil dengan lima karakteristik
sebagai berikut.
(1) Huku pidana nasional dibentuk tidak sekedar alasan sosiologis,politis, dan praktis
semata-mata, namun secara sadar harus disusun dalam kerangka ideologi nasional,
yaitu pancasila.
(2) Hukum pidana nasional di masa mendatang tidak boleh mengabaikan aspek-aspek
yang berkaitan dengan kondisi manusia,alam,dan tradisonal.
(4) Hukum pidana mendatang harus memikirkan aspek-aspek yang bersifat preventif.
8
Dr. Lilik Mulyadi, S.H, M.H, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif, Teoretis dan Praktik.2012
(5) Hukum pidana mendatang harus selalu tanggap terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi guna meningkatkan efektif fungsinya dalam masyarakat.
a. Aspek HAM
(1) Perlakuan yang sama atas diri setiap orang dimuka hukum dengan tidak mengadakan
perbedaan perlakuan.
(4) Peradilan dilakukan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan serta bebas, jujur dan
tidak memihak harus diterapkan secara konsekuen dalam seluruh tingkat pemeriksaan.
(5) Setiap orang yang tersangkut tindak pidana wajib diberi kesempatan memperoleh
bantuan hukum guna kepentingan pembelaannya.
b. Aspek asas
Pembaruan KUHAP nantinya beroroentasi pula kepada asas yang dianut dalam proses
pemeriksaan perkara. Tegasnya, apakah berorientasi kepada asas atau sistem akusator
(accusatorial common law courts) atau inquisitoir (the inquisitorial ecclesiastical courts)
ataukah campuran keduanya (the mixed type).9
Berdasarkan hal tersebut, Hukum Pidana Indonesia yang menganut paham Eropa
Kontiental harus taat asas melaksanakannya tanpa mencampuradukkan (the mixed type)
dengan paham hukum lai, terutama Anglo Saxon. Paham Eropa Kontinental dari ratusan asas
yang berlaku, di mana ass yang paling inti atau paling utama adalah asas legalitas, maka
semua asass lain tidak boleh bertentangan dengan asas legalitas tersebut.
9
Dr. Lilik Mulyadi, S.H, M.H, Bunga Rampai Hukum Pidana Perspektif,Teoretis dan Praktik.2012
F. PEMBARUAN HUKUM PIDANA INDONESIA
Pembaruan hukum dalam tindak pidana korupsi, antara lain sebagai berikut.
Bila dilihat secara intens,detail dan terinci, ketentuan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 31
Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi menganut adanya dua sistem
pembuktian yaitu, “sistem pembalikan beban pembuktian atau pembuktian terbalik
yang bersifat terbatas dan berimbang” dan “sisitem negatif” sebagaimana ketentuan
KUHAP. Dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pengertian “pembuktian terbalik yang bersifat
terbatas dan berimbang”, yakni terdakwa mempunyai hak untuk membuktikan bahwa ia
tidak melakukan tindak pidana korupsi dan wajib memberikan keterangan tentang seluruh
harta bendanya dan harta benda istri atau suami, anak dan harta benda setiap orang atau
korporasi yang diduga mempunyai hubungan dengan perkara bersangkutan dan penuntut
umum tetap berkewajiban untuk membuktikan dakwaanya.11
Untuk melakukan pembaruan hukum pidana dilakukan dengan dua hal,yaitu sebagai
berikut.
10
Kompilasi Perundangan Anti Korupsi, hlm,34.
11
Lilik Mulyadi, Tindak Pidana Korupsi di Indonesia Normatif,Teoretis,Praktik, dan Masalahnya.2012
a. Pemerintah bersama DPR RI
b. Yurisprundensi
DAFTAR PUSTAKA