0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
4 tayangan5 halaman
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana Indonesia, mulai dari pengertian hukum pidana, sejarahnya sejak zaman kolonial hingga pasca-kemerdekaan, ruang lingkupnya yang mencakup tindak pidana, kesalahan dan pertanggungjawaban pidana, serta pemidanaan dan sumber-sumber hukum pidananya.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana Indonesia, mulai dari pengertian hukum pidana, sejarahnya sejak zaman kolonial hingga pasca-kemerdekaan, ruang lingkupnya yang mencakup tindak pidana, kesalahan dan pertanggungjawaban pidana, serta pemidanaan dan sumber-sumber hukum pidananya.
Dokumen tersebut membahas tentang hukum pidana Indonesia, mulai dari pengertian hukum pidana, sejarahnya sejak zaman kolonial hingga pasca-kemerdekaan, ruang lingkupnya yang mencakup tindak pidana, kesalahan dan pertanggungjawaban pidana, serta pemidanaan dan sumber-sumber hukum pidananya.
KELOMPOK 1: NURUL AZIZAH (2203020090) ALVINA SARI (2203020093) MAGFIRAH (2203020098) IPAL ERWIN (2203020106)
DOSEN PENGAMPU: NURDIN,S.H.,M.H.
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PALOPO TAHUN AKADEMIK 2022/2023 A. Pengertian Hukum Pidana Hukum Pidana adalah sebagai hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh Undang-Undang dan apabila seseorang melanggar atau melakukan perbuatan dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang sudah diatur dalam Undang-Undang maka akan diberikan sanksi. Menurut Prof. Moeljatno, Hukum Pidana adalah bagian daripada keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara, yang mengadakan dasardasar dan aturan-aturan untuk: 1. Menentukan perbuatan-perbuatan mana yang tidak boleh dilakukan dan yang dilarang, dengan disertai ancaman atau sanksi yang berupa pidana tertentu bagi barang siapa yang melanggar larangan tersebut; 2. Menentukan kapan dan dalam hal-hal apa kepada mereka yang telah melanggar larangan larangan itu dapat dikenakan atau dijatuhi pidana sebagaimana yang telah diancamkan; 3. Menentukan dengan cara bagaimana pengenaan pidana itu dapat dilaksanakan apabila ada orang yang disangka telah melanggar larangan tersebut. Jika dihubungkan pengertian sederhana mengenai ilmu hukum denganhukum pidana, maka dapat didefinisikan bahwa ilmu hukum pidana adalah ilmu pengetahuan yang menerangkan dan menjelaskan hukum pidana.
B. Sejarah Hukum pidana
1. Hukum Pidana Masa Kolonial Pada masa periodisasi ini sangatlah panjang, mencapai lebih dari empat abad. Indonesia mengalami penjajahan sejak pertama kali kedatangan bangsa Portugis, Spanyol, kemudian selama tiga setengah abad dibawah kendali Belanda. Indonesia juga pernah mengalami pemerintahan dibawah kerajaan Inggris dan kekaisaran Jepang. Selama beberapa kali pergantian pemegang kekuasaan atas nusantara juga membuat perubahan besar dan signifikan. Zaman VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie) Tahun 1602-1799 Masa pemberlakuan hukum pidana Barat dimulai setelah bangsa Belanda datang ke wilayah Nusantara, yaitu ditandai dengan diberlakukannya beberapa peraturan pidana oleh VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). VOC berbentuk hak octrooi Staten General yang meliputi monopoli pelayaran dan perdagangan, mengumumkan perang, mengadakan perdamaian dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara, dan mencetak uang. Pemberian hak demikian memberikan konsekuensi bahwa VOC memperluas dareah jajahannya di kepulauan Nusantara untuk memperbesar keuntungan, VOC memaksakan aturan aturan yang dibawanya dari Eropa untuk ditaati orang-orang pribumi. Zaman Belanda (1811-1814) Indonesia pernah jatuh dari tangan Belanda ke tangan Inggris. Berdasarkan Konvensi London 13 Agustus 1814, maka bekas koloni Belanda dikembaljkan kepada Belanda. Pemerintahan Inggris diserah terimakan kepada Komisaris Jenderal yang dikirim dari Belanda. Zaman Pendudukan Jepang Pada masa pendudukan Jepang selama 3,5 tahun, pada hakekatnya hukum pidana yang berlaku di wilayah Indonesia tidak mengalami perubahan yang signifikan. Pemerintahan bala tentara Jepang (Dai Nippon) memberlakukan kembali peraturan jaman Belanda dahulu dengan dasar Gun Seirei melalui Osamu Seirei. Pertama kali, pemerintahan militer Jepang mengeluarkan Osamu Seirei Nomor 1 Tahun 1942. Pasal 3 undang-undang tersebut menyebutkan bahwa semua badan pemerintahan dan kekuasaannya, hukum dan undang-undang dari pemerintah yang dulu tetap diakui sah untuk sementara waktu, asalkan tidak bertentangan dengan pemerintahan militer. 2. Hukum Pidana Sesudah Kemerdekaan Sesudah kemerdekaan keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan sesudah proklamasi kemerdekaan. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal 18 Agustus 1945 mengatakan : “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Barulah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 diadakan perubahan yang mendasar atas WvSI. Ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai 1946) iaiah hukum pidana yang berlaku pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek van Srrafrecht mor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Strufrechz yang dapat disebut Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP). Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 untuk seluruh Indonesia berdasarkan Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958, maka hilanglah dualisme berlakunya dua macam undang-undang hukum pidana di Indonesia.
C. Ruang Lingkup Hukum pidana
a. Tindak Pidana Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana yang berhubungan dengan perbuatan yang melanggar hukum pidana. Menurut Pompe hukum pidana adalah suatu pelanggaran terhadap norma, yang dilakukan karena kesalahan si pelanggar dan diancam dengan pidana untuk mempertahankan tata hukum dan menyelamatkan kesejahteraan umum. Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah suatu perbuatan yang memiliki unsur dan dua sifat yang berkaitan, unsur-unsur yang dapat dibagi menjadi dua macam yaitu: 1) Subyektif adalah berhubungan dengan diri si pelaku dan termasuk ke dalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung dihatinya; 2) Obyektif adalah unsur-unsur yang melekat pada diri si pelaku yang ada hubungannya dengan keadaan-keadaannya, yaitu dalam keadaankeadaan mana tindakan-tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. b. Kesalahan dan Pertanggung Jawaban Pidana Kesalahan dalam arti luas dapat disamakan dengan pertanggung jawaban pidana dimana di dalamnya terkandung makna dapat dicelanya si pembuat atas perbuatannya. Menurut Banmbang Poernomo menjelaskan, kesalahan itu mengandung segi psikologis dan segi yuridis. Segi psikologis merupakan dasar untuk mengadakan pencelaan yang harus ada terlebih dulu, baru kemudian segi yang kedua untuk pertanggung jawabkan dalam hukum pidana. Berdasarkan pendapat Bambang Poernomo tersebut dapat diketahui untuk adanya suatu kesalahan harus ada keadaan psikis tertentu, dan harus ada hubungan yang tertentu antara keadaan psikis tersebut dengan perbuatan yang dilakukan sehingga menimbulkan celaan yang pada intinya akan menentukan dapat atau tidaknya seseorang di pertanggung jawabkan secara pidana. Pertanggung jawaban pidana dimaksudkan untuk menentukan apakah seseorang tersebut dapat dipertanggung jawabkan atas pidana yang dilakukan. Dengan demikian seseorang mendapat pidana tergantung dari dua hal yaitu (1) harus ada perbuatan yang bertentangan dengan hukum, atau dengan kata lain harus ada unsure melawan hukum dan harus ada unsur objektif, dan (2) terhadap pelakunya ada unsur kesalahan dalam bentuk kesengajaan dan atau kealpaan, sehingga perbuatan yang jadi ada unsur subjektif. Pertanggung jawaban pidana pada hakikatnya merupakan suatu mekanisme yang dibangun oleh hukum pidana untuk bereaksi terhadap pelanggaran atas “kesepakatan menolak” suatu perbuatan tertentu. c. Pemidanaan 1. Pengertian Pemidanaan Pemidaan adalah bisa diartikan sebagai tahap penetapan sanksi dan juga tahap pemberian sanksi dalam hukum pidana. Pemidanaan sebagai suatu tindakan terhadap seorang pelaku kejahatan, dapat dibenarkan secara normal bukan terutama karena pemidanaan itu mengandung konsekuensi yang positif bagi terpidana, korban dan juga bagi masyarakat. Pemidanaan sendiri bukan dimaksudkan sebagai upaya balas dendam melainkan sebagai upaya pembinaan bagi seorang pelaku tindak kejahatan sekaligus sebagai upaya preventif terhadap terjadinya kejahatan serupa. 2. Tujuan Pemidanaan Tujuan pemidanaan sendiri di dalam KUHP yang berlaku sekarang ini tidak dirumuskan secara eksplisit, tujuan pemidanaan hanya ditemukan dalam ilmu hukum. Pemidanaan tanpa tujuan akan membabi buta, kehilangan arah dan akan mencabik-cabik pemidanaan itu sendiri. Barda Nawawi menyatakan, “Tujuan inilah yang merupakan jiwa atau roh atau spirit dari sistem pemidanaan”. Pemidanaan mempunyai beberapa tujuan yang bisa diklasifikasikan berdasarkan teori- teori tentang pemidanaan. Teori tentang tujuan pemidanaan yang berkisar pada perbedaan hakekat ide dasar tentang pemidanaan dapat dilihat dari beberapa pandangan. Herbert L. Packer menyatakan bahwa ada dua pandangan konseptual yang masing-masing mempunyai implikasi moral yang berbeda satu sama lain, yakni pandangan retributif (retributive view) dan pandangan utilitarian (utilitarian view). Pandangan retributif mengandaikan pemidanaan sebagai ganjaran negatif terhadap perilaku menyimpang yang dilakukan oleh warga masyarakat sehingga pandangan ini melihat pemindanaan hanya sebagai pembalasan terhadap kesalahan yang dilakukan atas dasar tanggung jawab moralnya masing-masing. Pandangan ini dikatakan bersifat melihat ke belakang (backward- looking). Pandangan utilitarian melihat pemidanaan dari segi manfaat atau kegunaannya dimana yang dilihat adalah situasi atau keadaan yang ingin dihasilkan dengan dijatuhkannya pidana itu. Di satu pihak, pemidanaan dimaksudkan untuk memperbaiki sikap atau tingkah laku terpidana dan di pihak lain pemidanaan itu juga dimaksudkan untuk mencegah orang lain dari kemungkinan melakukan perbuatanyang serupa. Pandangan ini dikatakan berorientasi ke depan (forwardlooking) dan sekaligus mempunyai sifat pencegahan (detterence).
D. Sumber Hukum Pidana di Indonesia
Terdapat beberapa sumber dari hukum pidana yang berlaku di Indonesia, di antaranya yaitu dapat melalui: 1. KUHP KUHP merupakan sumber utama hukum pidana Indonesia. Sebagaimana yang tadi juga sudah disebutkan, KUHP yang dapat menjadi sumber lahirnya hukum pidana adalah pada KUHP mengenai ketentuan umum, KUHP tentang kejahatan dan KUHP tentang pelanggaran. 2. Undang-undang di luar KUHP Undang-undang ini memuat aturan-aturan untuk tindakan pidana khusus seperti pemberantasan tindak pidana korupsi, kekerasan dalam rumah tangga, narkotika, dan lain sebagainya. 3. Hukum adat. Pada daerah tertentu untuk perbuatan-perbuatan yang tidak tercantum dalam peraturan tertulis seperti KUHP atau Undang-undang lainnya, keberadaan hukum pidana adat di suatu daerah masih tetap berlaku.