Anda di halaman 1dari 10

PERTEMUAN KE -2

BAB II. PENGERTIAN HUKUM PIDANA MENURUT PARA AHLI


DIBIDANGNYA.

A. Beberapa istilah yang terdapat di dalam hukum pidana antara lain adalah

bahwa istilah hukum pidana itu sendiri bukan lah asli dalam bahasa Indonesia.

Istilah Hukum Pidana diambil dari Bahasa Belanda yaitu Straafrecht yang

kemudian diartikan dalam Bahasa Indonesia menjadi terjemahannya adalah

Hukum Pidana, yang selanjutnya dalam bahasa Inggris dikenal dalam istilah

Criminal law,

Demikian juga istilah dalam Bahasa Belanda Straafbaarfeit, diterjemahkan dalam

Bahasa Indonesia, yang menurut pendapat para ahli hukum pidana seperti

Moeljatno menerjemahkan menjadi istilah Perbuatan Pidana, yang diikuti juga

oleh Roeslan Saleh yang menerjemahkan dengan istilah Perbuatan Pidana, yang

menurut pendapat Satochid Kartanegara menerjemahkan menjadi istilah Delik,

yang kemudian menurut pendapat E, Utrecht menerjemahkan menjadi istilah

Peristiwa Pidana kemudian menurut Badan Pembinaan Hukum Nasional

(BPHN) Indonesia, diterjemahkan menjadi istilah Tindak Pidana, istilah Tindak

Pidana ini yang kemudian diikuti oleh para pembentuk undang-undang,

sehingga muncul banyak undang-undang pidana diluar KUHP, dengan sebutan

Tindak Pidana, seperti Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Korupsi, Tindak
Pidana Perlindungan Anak, Tindak Pidana Lingkungan, Tindak Pidana

Pencucian Uang dan sebagainya.

B. Selanjutnya para ahli hukum pidana memberikan defenisi atau pengertian

tentang hukum pidana adalah sebagai berikut:

Moeljatno, memberikan defenisi tentang hukum pidana adalah bagian dari

keseluruhan hukum yang berlaku disuatu Negara yang mengadakan dasar-

dasar dan aturan-aturan untuk :

1. Perbuatan yang dilarang dan tidak boleh dilakukan dan kepada barangsiapa

yang melanggarnya diancam pidana (criminal act = perbuatan pidana).

2. Menentukan kapan dan dalam hal apa pada seseorang yang telah melanggar

larangan tersebut dikenakan pidana (criminal liability/responsibility =

pertanggungjawaban pidana)

3.Menentukan cara bagaimana menjatuhkan pidana pada seseorang yang telah

nyata nyata melanggar dan diduga melakukan suatu perbuatan pidana (criminal

procedure = hukum acara pidana)

Defenisi hukum pidana menurut Moeljatno tersebut sampai sekarang masih

diikuti oleh para ahli hukum pidana terutama dalam pengertian hukum pidana

yang disampaikan oleh Moeljatno terdapat pemisahan antara perbuatan pidana

(criminal act) dengan pertanggung jawaban pidana (criminal


liability/responsibility), pemisahan antara perbuatan pidana dengan pertanggung

jawaban pidana ini sangat penting dan dianut oleh KUHP Indonesia, yang

artinya belum tentu suatu perbuatan pidana(tindak pidana) dapat

dipertanggung jawabkan perbuatannya. Hal ini berkenaan dengan adanya suatu

perbuatan pidana/tindak pidana akan tetapi perbuatan pidana tersebut tidak

dapat dipertanggung jawabkan kepada pelakuknya dikarenakan pelakunya

dalam keadaan gangguan kejiwaan yang berat (gila), atau pelakunya adalah

anak dibawah umur (belum dewasa) atau pelakunya dibawah pengampuan

(curatele). Keadaan Pelaku yang demikian tidak dapat diklasifikasikan sebagai

subjek hukum. Karena yang dimaksud dengan subjek hukum itu adalah mampu

bertanggung jawab, pelaku harus dapat mempertanggung jawabkan

perbuatannya.

Subjek hukum itu sendiri adalah seimbangnya antara hak dan kewajiban yang di

miliki oleh Pelaku tindak pidana, apabila hanya ada salah satu saja maka seperti

hanya ada haknya saja atau sebaliknya hanya ada kewajibannya saja maka pada

Pelaku tersebut tidak bisa dipertanggung jawabkan atas perbuatan apa yang

pelaku lakukan.

Subjek hukum ini terdiri dari personlijke (perorangan) terdiri dari orang

perorangan dan rechtpersoon (badan hukum) terdiri dari badan badan hukum
berupa yayasan, perseroan terbatas, dan pemerintah daerah, pemerintah pusat,

dan badan hukum lainnya.

Pemisahan antara perbuatan pidana dengan pertanggung jawaban pidana oleh

Moeljatno ini oleh para ahli pidana disebutkan bahwa Moeljatno menganut sifat

dualistis dalam hukum pidana. Sifat Dualistis dalam hukum pidana ini juga

terlihat dan terdapat KUHP Indonesia dalam beberapa pasalnya seperti Pasal 44

KUHP, Pasal 45 KUHP, yang selanjutnya disebut sebagai alasan pemaaf.

Alasan Pemaaf adalah suatu alasan dalam hukum pidana berupa adanya

pemaafan bagi pelaku tindak pidana, dikarena ada sesuatu keadaan yang tidak

normal dalam diri Pelaku seperti kegoncangan jiwa yang sangat hebat atau gila,

sebaliknya dikenal juga dengan istilah alasan Pembenar.

Alasan Pembenar ini adalah suatu alasan yang terdapat pada perbuatan pelaku

yang di benarkan oleh suatu aturan atau undang-undang pidana sehingga

pelaku juga tidak dapat dipidana dengan suatu alasan hukum yang dibenarkan

oleh suatu aturan atau oleh undang-undang, seperti perbuatan pidana bagi

pelaku yang bela diri, pelaku menjalankan ketentuan undang-undang.

Satochid Kartanegara, menerangkan bahwa Hukum Pidana adalah sejumlah

peraturan yang merupakan bagian dari hukum positif yang mengandung

larangan-larangan dan keharusan –keharusan yang ditentukan oleh Negara atau


kekuasaan lain yang berwenang untuk menentukan peraturan-peraturan pidana,

disertai ancaman pidana apabila ada pelanggaran, timbul hak Negara untuk

melakukan tuntutan, menjatuhkan pidana, dan melaksanakan pidana.

Pemahaman defenisi hukum pidana oleh Satochid Kartanegara, lebih ditujukan

kepada sistem hukum di Indonesia, yaitu sejumlah peraturan yang merupakan

bagian dari hukum positif. Hukum Positif adalah hukum yang berlaku pada

suatu waktu tertentu dan pada suatu negara tertentu sehingga dapat diartikan

lebih pada keadaan hukum positif di Indonesia yaitu berupa ketentuan

ketentuan pidana yang sudah pasti mengandung larangan-larangan dan atau

mengandung keharusan keharusan, yang merupak produk dari negara atau dari

para instansi penegak hukum baik itu lembaga kepolisian, lembaga kejaksaan,

lembaga peradilan, lembaga Mahkamah Agung dan lembaga pemasyarakatan .

Apabila terjadi pelanggaran terhadap hukum positif tersebut maka timbul hak

negara disini untuk melakukan ketertiban dan keamanan dalam perwujudanya

dilaksanakan oleh Kepolisian dalam hal penyelidikan dan penyidikan, oleh

Kejaksaan dalam hal penuntutan, oleh Badan Peradilan dalam hal penjatuhan

sanksi pidana dan oleh Lembaga Pemasyarakan/Rumah Tahanan Negara dalam

hal Pelaku menjalani /melaksanakan pidananya.

EY Kanter dan R.Sianturi, menerangkan bahwa Hukum Pidana adalah bagian

dari hukum positif yang berlaku disuatu Negara dan memperhatikan waktu,
tempat, dan bagian penduduk yang memuat dasar-dasar dan ketentuan-

ketentuan mengenai tindakan larangan atau tindakan keharusan dan kepada

pelanggarnya diancam dengan pidana. Hukum Pidana pun menentukan

bilamana dan dalam hal apa pelaku pelanggaran tersebut

dipertanggungjawabkan, serta ketentuan-ketentuan mengenai hak dan cara

penyidikan, penuntutan, penjatuhan pidana, dan pelaksanaan pidana demi

tegaknya hukum yang dititik beratkan kepada keadilan.

Pemahaman defenisi hukum padana oleh EY Kanter dan R.Sianturi, dalam

tataran pelaksanaannya lebih memperhatikan waktu, tempat dan bagian

penduduk, hal ini didasarkan pada waktu terjadinya tindak pidana dalam

pengaturan hukum pidana Indonesia membedakan waktu terjadinya tindak

pidana itu sehubungan dengan ajaran tempus delicti berkaitan dengan

pemberatan dalam hukm pidana, seperti yang diatur dalam Pasal 362 KUHP

tentang tindak pidana pencurian biasa dengan ancaman hukuman 5 tahun

penjara, berbeda dengan Pasal 363 KUHP tentang tindak pidana pencurian pada

malam hari dengan ancaman hukum 7 tahun penjara. Yang artinya lebih berat

ancaman pidana mencuri pada malam hari daripada mencuri pada siang hari,

hal ini menunjukkan betapa peranan waktu ikut menentukan ancaman

hukuman bagi Pelaku pencurian .


Begitu juga dengan tempat, tempat disini maksudnya tempat terjadinya tindak

pidana, atau yang dikenal dengan ajaran Locus delicti.

Tempat terjadinya tindak pidana berkaitan dengan kewenangan dari alat

perlengkapan negara seperti kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan mana yang

berwenang dalam menangani tindak pidana yang terjadi, baik itu tempat

terjadinya tindak pidana diwilayah negara Indonesia maupun tempat terjadinya

tindak pidana di luar wilayah Indonesia.

Peraturan Pidana Indonesia juga berlaku terhadap bagian dari Penduduk

Indonesia baik penduduk yang berwarga Negara Indonesia maupun penduduk

yang berwarga Negara Asing, hal ini sesuai dengan Pasal 2 KUHPidana

Indonesia yang menyatakan bahwa Undang-undang pidana Indonesia berlaku

bagi setiap orang yang berada di wilayah Indonesia, jadi baik bagian dari

penduduk warga negara Indonesia maupun bagian penduduk yang berwarga

negara Asing, harus tunduk dan patuh pada hukum/peraturan pidana

Indonesia, walaupun demikian tetap dengan mengedepankan tegaknya hukum

berdasarkan keadilan. Keadilan disini dalam hukum pidana dikenal dengan

pandangan dari Wirjono Prodjodikoro yang mengatakan bahwa tujuan dari

hukum pidana itu adalah untuk keadilan, yaitu tujuannya adil bagi sikorban dan

juga tujuannya adil bagi sipelaku. Adil bagi si korban apabila sipelaku di hukum

sesuai dengan perbuatan pelaku yang mengakibatkan sikorban dirugikan baik


kerugian materiil maupun kerugian immateril. Akan tetapi bagi si Pelaku juga

harus diperlakukan adil. Oleh karena nya adil bagi Pelaku apabila si pelaku di

hukum sesuai dengan kesalahanya, sejauh mana kesalahan dari si Pelaku

terhadap si korban, hal ini dikenal asas hukum yang diberlakukan bagi si Pelaku

adalah asas hukum Geen Straaf Zonder schuld, artinya tiada pidana tanpa

kesalahan. Dengan demikian Hakim dalam menjatuhkan hukuman terhadap

Pelaku berdasarkan atas kesalahan pada diri Pelaku terhadap perbuatan

jahatnya pada sikorban.

C. Rangkuman/Ringkasan.

Istilah Hukum Pidana adalah alih bahasa dari Straafrecht (Belanda), dan

Criminal Law (Inggris), sedangkan Straafbaarfeit di terjemahkan menjadi Tindak

Pidana yang tertuang dalam berbagai undang-undang pidana kita, seperti

Tindak Pidana Korupsi Tindak Pidana Narkotika, Tindak Pidana Ekonomi, dll.

Sedangkan Defenisi Hukum Pidana itu sendiri antara lain apa yang

dikemukakan oleh Moeljatno, Satochid Kartanegara, dan EY Kanter dan Sianturi,

ikut mewarnai defenisi hukum pidana di Indonesia, dan masih banyak lagi

defenisi hukum pidana menurut para ahli hukum pidana yang lainnya.

D. Suggested Reading;
Moeljatno: Asas-Asas Hukum Pidana, Satochid Kartanegara,

Hukum Pidana, Bagian II, EY Kanter dan Sianturi, Hukum Pidana dan Pidana Militer.

E. Latihan.

1. Jelaskan Defenisi Hukum Pidana menurut Moeljatno ?

2. Jelaskan Defenisi Hukum Pidana menurut Satochid

Kartanegara

3. Jelaskan Defenisi Hukum Pidana menurut EY Kanter dan

Sianturi?

4. Jelaskan kenapa Moeljatno menganut sifat dualistis dalam

hukum pidana?

5. Defenisi Hukum Pidana menurut siapakah yang lebih luas dari

tiga defenisi diatas?

6. Tuliskan 5(lima) Pengertian Hukum Pidana menurut ahlinya,

selain yang telah dijelaskan, dengan menyebut sumber

referensinya ?

F. Istilah.

Straafrecht, Criminal Law, Straafbaarfeit, Tindak Pidana, Tempus

Delicti, Locus Delicti, Geen Straaf Zonder Schuld.

Anda mungkin juga menyukai