Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HUKUM PIDANA

(SEJARAH KUHP DI INDONESIA)

DISUSUN OLEH KELOMPOK 4 :


NAMA : 1. HASNI RAMADHANTI (632022010)
2. M. ADIB NABILSYAH (632022008)

DOSEN PENGAMPU :
YUNIAR HANDAYANI,SH.,MH.

PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA (AHS)


FAKULTAS AGAMA ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYYAH PALEMBANG
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb.
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah senantiasa
Melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya.Alhamdulillahirabbil’alamiin,penulis dapat
Menyelesaikan makalah ini guna melengkapi syarat dan tugas untuk mendapatkan nilai yang
Baik pada mata kuliah Hukum Pidana.
Penulisan makalah ini berjudul “Sejarah KUHP di Indonesia”. Penulis menyadari sepenuhnya,
bahwa pembuatan makalah ini masih terdapat banyak Kekurangan dalam penyusunannya
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman yang Dimiliki penulis. Namun demikian,
penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan Manfaat bagi pihak-pihak yang
memerlukannya.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun yang membaca. Kira-kira
Laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi saya sendiri maupun orang yang
Membacanya. Sebelumnya saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang
Kurang berkenan dan saya memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Palembang, Maret 2023

Penyusun
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i

KATA PENGANTAR.............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB 1 PENDAHULUAN

A. Latar Belakang....................................................................................1
B. Rumusan Masalah..............................................................................1
C. Tujuan Penulisan................................................................................1

BAB 2 ISI PEMBAHASAN


A. Sejarah Lahirnya KUHP di Indonesia..................................................2
B. Sistematika KUHP...............................................................................4
C. Usaha Pembaharuan Hukum Pidana Indonesia.................................6

BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................9
B. Saran...................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................10
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Hukum pidana indonesia yang berlaku saat ini merupakan peninggalan Belanda
(Het Wetboek van Stafrecht) dengan didasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1946, hukum pidana yang berlaku di Hindia Belanda menjadi hukum pidana
indonesia (KUHP). Hukum peninggalan Belanda ini sudah sangat tertinggal jauh
dengan perkembangan masyarakat dan kebutuhan hukum pidana yang lebih baik1
Khususnya yang berkaitan dengan pemidanaan, saat ini tidak memuaskan
masyarakat. Hal ini telah memicu sejumlah pemikiran untuk melakukan upaya
alternatif dalam menjawab persoalan-persoalan yang berkaitan dengan
penanganan tindak pidana. Permasalahan seputar perkembangan sistem peradilan
pidana yang ada sekarang menunjukkan bahwa sistem ini dianggap tidak lagi
dapat memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia serta transparansi
terhadap kepentingan umum.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dijelaskan di atas, maka
penulis merumuskan masalah yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan KUHP ?
2. Bagaimana pandangan saudara tentang pembaharuan KUHP baru ?
3. Berapa jenis pidana dalam KUHP ?
4. Mengapa KUHP yang berlaku saat ini perlu diperbarui ?

C. Tujuan Penulisan
Dalam pembuatan makalah ini penulis mempunyai maksud dan tujuan antara lain :
1. Memberi pemahaman tentang KUHP.
2. Untuk bahan diskusi pada mata kuliah hukum pidana dan juga untuk
memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan Dosen Pengampu.

1
BAB 2
ISI PEMBAHASAN

A. Sejarah lahirnya KUHP di Indonesia


Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang masih diberlakukan di Indonesia saat ini
merupakan salah satu dari sekian ratus peraturan hukum warisan kolonial Belanda. KUHP ini
mulai diberlakukan secara resmi di Indonesia sejak tanggal 1 Januari 1918. Namun sebelum
KUHP diberlakukan sebenarnya bangsa Indonesia telah mengenal aturan pidana dalam
kehidupan hukum adatnya.
Meskipun demikian, dalam kenyataannya, ketentuan mengenai hukum pidana sebenarnya
sudah ada sejak masa kerajaan-kerajaan di Nusantara masih berjaya. Pada masa itu hukum
pidana lebih dikenal dengan istilah pidana adat, yang umumnya tidak tertulis dan bersifat
lokal serta hanya berlaku untuk satu wilayah hukum atau kerajaan tertentu. Dalam hukum
adat tidak mengenal adanya pemisahan yang tegas antara hukum pidana dengan hukum
perdata (privaat). Pemisahan yang tegas antara hukum perdata yang bersifat privat dan
hukum pidana yang bersifat publik bersumber dari sistem hukum Eropa, yang kemudian
berkembang di Indonesia.
Sesudah kemerdekaan keadaan pada zaman pendudukan Jepang dipertahankan sesudah
proklamasi kemerdekaan. Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945 berlaku pada tanggal 18
Agustus 1945 mengatakan : “Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung
berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini.”
Barulah dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 diadakan perubahan yang
mendasar atas WvSI. Ditentukan di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tersebut
bahwa hukum pidana yang berlaku sekarang (mulai 1946) ialah hukum pidana yang berlaku
pada tanggal 8 Maret 1942 dengan pelbagai perubahan dan penambahan yang disesuaikan
dengan keadaan Negara Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dengan nama Wetboek van
Srrafrecht mor Nederlandsch Indie diubah menjadi Wetboek van Strufrechz yang dapat
disebut Kitab Undang – Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana di seluruh wilayah Republik
Indonesia atau nasional baru dilakukan pada tanggal 20 September 1958, dengan
diundangkannya UU No. 7 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya Undang-Undang No.
1 Tahun 1946 Republik Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh Wilayah
Republik Indonesia dan Mengubah Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Sebagaimana yang
dinyatakan dalam Pasal 1-nya yang berbunyi, “Undang-Undang No. 1 tahun 1946 Republik
Indonesia tentang Peraturan Hukum Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah
Republik Indonesia.”
Namun demikian, permasalahan dualisme KUHP yang muncul pada tahun 1945 sampai
akhir masa berlakunya UUD Sementara ini diselesaikan dengan dikeluarkannya UU Nomor
73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan
Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah Republik Indonesia dan Mengubah Undang-undang
Hukum Pidana.

2
Dalam penjelasan undang-undang tersebut dinyatakan: “Adalah dirasakan sangat ganjil
bahwa hingga kini di Indonesia masih berlaku dua jenis Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
yakni Kitab Undang-undang Hukum Pidana menurut UU Nomor 1 Tahun 1946 dan Wetboek
Strafrecht voor Indonesia (Staatblad 1915 Nomor 732 seperti beberapa kali diubah), yang
sama sekali tidak beralasan.
Dengan adanya undang-undang ini maka keganjilan itu ditiadakan. Dalam Pasal 1 ditentukan
bahwa UU Nomor 1 Tahun 1946 dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik
Indonesia.”
Dengan demikian, permasalahan dualisme KUHP yang diberlakukan di Indonesia dianggap
telah selesai dengan ketetapan bahwa UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum
Pidana dinyatakan berlaku untuk seluruh wilayah Republik Indonesia.
Meskipun Kitab Undang-Undang Hukum Pidana telah diberlakukan secara nasional tidak
berarti bahwa upaya untuk membuat sistem hukum pidana yang baru terhenti. Upaya
melakukan pembaruan hukum pidana terus berjalan semenjak tahun 1958 dengan
berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional sebagai upaya untuk membentuk KUHP
Nasional yang baru.
Setelah keluarnya Dekrit Presiden tanggal 5 Juli 1959, yang salah satunya berisi mengenai
berlakunya kembali UUD 1945, maka sejak itu Indonesia menjadi negara kesatuan yang
berbentuk republik dengan UUD 1945 sebagai konstitusinya. Oleh karena itu, Pasal II Aturan
Peralihan yang memberlakukan kembali aturan lama berlaku kembali, termasuk di sini
hukum pidananya.
Pemberlakuan hukum pidana Indonesia dengan dasar UU Nomor 1 Tahun 1946 pun
kemudian berlanjut sampai sekarang. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa walaupun
Indonesia telah mengalami empat pergantian mengenai bentuk negara dan konstitusi,
ternyata sumber utama hukum pidana tidak mengalami perubahan, yaitu tetap pada
Wetboek van Strafrecht (Kitab Undang-undang Hukum Pidana) walaupun pemberlakuannya
tetap mendasarkan diri pada ketentuan peralihan pada masing-masing konstitusi.
Upaya tersebut masih terus berjalan dan telah menghasilkan beberapa konsep rancangan
undang-undang. Meskipun demikian, konsep-konsep tersebut tidak pernah sampai pada
kata “final” dengan menyerahkannya pada legislatif. Setidaknya, sampai dengan tulisan ini
dibuat, belum ada informasi lebih lanjut mengenai kelanjutan pembahasan rancangan
undang-undang hukum pidana nasional yang mengabsorbsi semangat kemerdekaan dan
Proklamasi.
Seminar Hukum Nasional I yang diadakan pada tahun 1963 telah menghasilkan
berbagai resolusi yang antara lain adanya desakan untuk menyelesaikan KUHP
Nasional dalam waktu yang sesingkat-singkatnya. Sebenarnya sudah beberapa kali
ada usaha perbaikan KUHP dengan pembuatan Rancangan KUHP. Rancangan
tersebut antara lain:

1. Konsep Rancangan Buku I KUHP tahun 1968.


2. Konsep Rancangan Buku I KUHP tahun 1971.
3. Konsep Tim Harris, Basaroeddin, dan Situmorang tahun 1981.
4. Konsep RKUHP tahun 1981/1982 yang diketuai oleh Prof. Soedarto.

3
5. Konsep RKUHP tahun 1982/1983.
6. Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang mengalami perbaikan.
7. Konsep RKUHP tahun 1982/1983 yang merupakan hasil penyempurnaan tim sampai
27 April 1987 dan disempurnakan lagi sampai pada November 1987.
8. Konsep RKUHP tahun 1991/1992 yang diketuai oleh Prof. Marjono Reksodiputro.

B. Sistematika KUHP
KUHP dibagi menjadi 3 buku yang memuat tiga aturan berbeda. Buku 1 mengenai
pidana aturan umum, Buku 2 berfokus pada pidana kejahatan, serta Buku 3 mengakomodir
pidana pelanggaran.
Berikut ini sistematika dan daftar isi KUHP Buku 1-3:
Buku 1 – Aturan Umum (Pasal 1-103)

• Bab I – Aturan Umum


• Bab II – Pidana
• Bab III – Hal-Hal yang Menghapuskan, Mengurangi atau Memberatkan Pidana
• Bab IV – Percobaan
• Bab V – Penyertaan dalam Tindak Pidana
• Bab VI – Gabungan Tindak Pidana
• Bab VII – Mengajukan dan Menarik Kembali Pengaduan dalam Hal Kejahatan-
Kejahatan yang Hanya Dituntut atas Pengaduan
• Bab VIII – Hapusnya Kewenangan Menuntut Pidana dan Menjalankan Pidana
• Bab IX – Arti Beberapa Istilah yang Dipakai dalam Kitab Undang- Undang
• Aturan Penutup

Buku 2 – Kejahatan (Pasal 104-488)

• Bab I – Kejahatan Terhadap Keamanan Negara


• Bab II – Kejahatan-Kejahatan Terhadap Martabat Presiden dan Wakil Presiden
• Bab III – Kejahatan-Kejahatan Terhadap Negara Sahabat dan Terhadap Kepala
Negara Sahabat serta Wakilnya
• Bab IV – Kejahatan Terhadap Melakukan Kewajiban dan Hak Kenegaraan
• Bab V – Kejahatan Terhadap Ketertiban Umum
• Bab VI – Perkelahian Tanding
• Bab VII – Kejahatan yang Membahayakan Keamanan Umum Bagi Orang Atau Barang
• Bab VIII – Kejahatan Terhadap Penguasa Umum
• Bab IX – Sumpah Palsu dan Keterangan Palsu
• Bab X – Pemalsuan Mata Uang dan Uang Kertas
• Bab XI – Pemalsuan Meterai dan Merek

4
• Bab XII – Pemalsuan Surat
• Bab XIII – Kejahatan Terhadap Asal-Usul dan Perkawinan
• Bab XIV – Kejahatan Terhadap Kesusilaan
• Bab XV – Meninggalkan Orang yang Perlu Ditolong
• Bab XVI – Penghinaan
• Bab XVII – Membuka Rahasia
• Bab XVIII – Kejahatan Terhadap Kemerdekaan Orang
• Bab XIX – Kejahatan Terhadap Nyawa
• Bab XX – Penganiayaan
• Bab XXI – Menyebabkan Mati Atau Luka-Luka karena Kealpaan
• Bab XXII – Pencurian
• Bab XXIII – Pemerasan dan Pengancaman
• Bab XXIV – Penggelapan
• Bab XXV – Perbuatan Curang
• Bab XXVI – Perbuatan Merugikan Pemiutang Atau Orang yang Mempunyai Hak
• Bab XXVII – Menghancurkan Atau Merusakkan Barang
• Bab XXVIII – Kejahatan Jabatan
• Bab XXIX – Kejahatan Pelayaran
• Bab XXIX A – Kejahatan Penerbangan dan Kejahatan Terhadap Sarana/Prasarana
Penerbangan (UU No. 4 Tahun 1976)
• Bab XXX – Penadahan Penerbitan dan Percetakan
• Bab XXXI – Aturan Tentang Pengulangan Kejahatan yang Bersangkutan dengan
Berbagai-Bagai Bab
Buku 3 – Pelanggaran (Pasal 489-569)

• Bab I – Tentang Pelanggaran Keamanan Umum bagi Orang Atau Barang dan
Kesehatan
• Bab II – Pelanggaran Ketertiban Umum
• Bab III – Pelanggaran Terhadap Penguasa Umum
• Bab IV – Pelanggaran Mengenai Asal-Usul dan Perkawinan
• Bab V – Pelanggaran Terhadap Orang yang Memerlukan Pertolongan
• Bab VI – Pelanggaran Kesusilaan
• Bab VII – Pelanggaran Mengenai Tanah, Tanaman, dan Pekarangan
• Bab VIII – Pelanggaran Jabatan
• Bab IX – Pelanggaran Pelayaran

5
C. Usaha Pembaharuan Hukum Pidana indonesia
Menurut Barda Nawawi Arief, pembaharuan hukum pidana pada hakekatnya
merupakan suatu upaya melakukan peninjauan dan pembentukan kembali
(reorientasi dan reformasi) hukum pidana yang sesuai dengan nilai-nilai sentral
sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilai-nilai sosio-kultural masyarakat Indonesia. Oleh
karena itu, penggalian nilai-nilai yang ada dalam bangsa Indonesia dalam usaha
pembaharuan hukum pidana Indonesia harus dilakukan agar hukum pidana
Indonesia masa depan sesuai dengan sosio-politik, sosio-filosofik, dan nilai-nilai
sosio-kultural masyarakat Indonesia. Pada pelaksanaannya, penggalian nilai ini
bersumber pada hukum adat, hukum pidana positif (KUHP), hukum agama, hukum
pidana negara lain, serta kesepakatan-kesepakatan internasional mengenai materi
hukum pidana.
Adapun alasan-alasan yang mendasari perlunya pembaharuan hukum pidana
nasional pernah diungkapkan oleh Sudarto, yaitu:
a. alasan yang bersifat politik adalah wajar bahwa negara Republik Indonesia yang
merdeka memiliki KUHP yang bersifat nasional, yang dihasilkan sendiri. Ini
merupakan kebanggaan nasional yang inherent dengan kedudukan sebagai negara
yang telah melepaskan diri dari penjajahan. Oleh karena itu, tugas dari pembentuk
undang-undang adalah menasionalkan semua peraturan perundang-undangan
warisan kolonial, dan ini harus didasarkan kepada Pancasila didasarkan kepada
Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum.
b. Alasan yang bersifat sosiologis
suatu KUHP pada dasarnya adalah pencerminan dari nilai-nilai kebudayaan dari
suatu bangsa, karena ia memuat perbuatan-perbuatan yang tidak dikehendaki dan
mengikatkan pada perbuatan-perbuatan itu suatu sanksi yang bersifat negatif
berupa pidana. Ukuran untuk menentukan perbuatan mana yang dilarang itu
tentunya bergantung pada pandangan kolektif yang terdapat dalam masyarakat
tentang apa yang baik, yang benar dan sebaliknya.
c. Alasan yang bersifat praktis
teks resmi WvS adalah berbahasa Belanda meskipun menurut Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1946 dapat disebut secara resmi sebagai KUHP. Dapat diperhatikan
bahwa jumlah penegak hukum yang memahami bahasa asing semakin sedikit. Di lain
pihak, terdapat berbagai ragam terjemahan KUHP yang beredar. Sehingga dapat
dimungkinkan akan terjadi penafsiran yang menyimpang dari teks aslinya yang
disebabkan karena terjemahan yang kurang tepat.
Selain pendapat Sudarto di atas, Muladi menambahkan alasan perlunya
pembaharuan di bidang hukum pidana yaitu alasan adaptif. KUHP nasional di masa
mendatang harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan-perkembangan
baru, khususnya perkembangan internasional yang sudah disepakati oleh
masyarakat beradab.

6
Sebenarnya pembaharuan hukum pidana tidak identik dengan pembaharuan
KUHP. Pembaharuan hukum pidana lebih bersifat komprehensif dari pada sekedar
Mengganti KUHP. Barda Nawawi Arief, guru besar hukum pidana Universitas
Diponegoro Semarang yang menyebutkan bahwa pembaharuan hukum pidana
meliputi pembaharuan dalam bidang struktur, kultur dan materi hukum. Di samping
itu, tidak ada artinya hukum pidana (KUHP) diganti/diperbaharui, apabila tidak
dipersiapkan atau tidak disertai dengan perubahan ilmu hukum pidananya. Dengan
kata lain criminal law reform atau legal substance reform harus disertai pula dengan
pembaharuan ilmu pengetahuan tentang hukum pidananya (legal/criminal science
reform). Bahkan harus disertai pula dengan pembaharuan budaya hukum
masyarakat (legal culture reform) dan pembaharuan struktur atau perangkat
hukumnya (legal structure reform). Sedangkan menurut Sudarto, pembaharuan
hukum pidana yang menyeluruh itu harus meliputi pembaharuan hukum pidana
material, hukum pidana formal dan hukum pelaksanaan pidana. Dengan demikian
pembaharuan KUHP hanya berarti pembaharuan materi hukum pidana.
Jika ditinjau dari segi ilmu hukum pidana, pembaharuan KUHP (materi hukum
pidana) dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, pembaharuan dengan cara
parsial, yakni dengan cara mengganti bagian demi bagian dari kodifikasi hukum
pidana. Dan kedua, pembaharuan dengan cara universal, total atau menyeluruh,
yaitu pembaharuan dengan mengganti total kodifikasi hukum pidana.
Pembaharuan KUHP secara parsial/tambal sulam yang pernah dilakukan
Indonesia adalah dengan beberapa peraturan perundang-undangan, yaitu:
1. UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana (merubah nama
WvSNI menjadi WvS/KUHP, perubahan beberapa pasal dan krimininalisasi
delik pemalsuan uang dan kabar bohong).
2. UU Nomor 20 Tahun 1946 tentang Hukuman Tutupan (menambah jenis
pidana pokok berupa pidana tutupan).
3. UU Nomor 8 Tahun 1951 tentang Penangguhan Pemberian Surat Izin kepada
Dokter dan Dokter Gigi (menambah kejahatan praktek dokter).
4. UU Nomor 73 Tahun 1958 tentang Menyatakan Berlakunya UU Nomor 1
Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana untuk Seluruh Wilayah RI dan
Mengubah KUH Pidana (menambah kejahatan terhadap bendera RI).
5. UU Nomor 1 Tahun 1960 tentang Perubahan KUHP (memperberat ancaman
pidana Pasal 359, 360, dan memperingan ancaman pidana Pasal 188).
6. UU Nomor 16 Prp Tahun 1960 tentang Beberapa Perubahan dalam KUHP
(merubah vijf en twintig gulden dalam beberapa pasal menjadi dua ratus lima
puluh rupiah).
7. UU Nomor 18 Prp Tahun 1960 tentang Perubahan Jumlah Hukuman Denda
dalam KUHP dan dalam Ketentuan-ketentuan Pidana lainnya yang
dikeluarkan sebelum tanggal 17 Agustus 1945 (hukuman denda dibaca dalam
mata uang rupiah dan dilipatkan lima belas kali).

7
8. UU Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan atau
Penodaan Agama (penambahan Pasal 156a).
9. UU Nomor 7 Tahun 1974 tentang Penerbitan Perjudian (memperberat
ancaman pidana bagi perjudian (Pasal 303 ayat (1) dan Pasal 542) dan
memasukkannya Pasal 542 menjadi jenis kejahatan (Pasal 303 bis).
10. UU Nomor 4 Tahun 1976 tentang Perubahan dan Penambahan Beberapa
Pasal dalam KUHP Bertalian dengan Perluasan Berlakunya Ketentuan
Perundang-undangan Pidana, Kejahatan Penerbangan, dan Kejahatan
terhadap Sarana/Prasarana Penerbangan (memperluas ketentuan berlakunya
hukum pidana menurut tempat (Pasal 3 dan 4), penambahan Pasal 95a, 95b,
dan 95c serta menambah Bab XXIX A tentang Kejahatan Penerbangan).
11. UU Nomor 27 Tahun 1999 tentang Kejahatan terhadap Keamanan Negara
(menambah kejahatan terhadap keamanan negara Pasal 107 a-f).
Sedangkan usaha pembaharuan KUHP secara menyeluruh/total dimulai
dengan adanya rekomendasi hasil Seminar Hukum Nasional I, pada tanggal
11-16 Maret 1963 di Jakarta yang menyerukan agar rancangan kodifikasi
hukum pidana nasional secepat mungkin diselesaikan. Kemudian pada tahun
1964 dikeluarkan Konsep KUHP pertama kali, diikuti dengan Konsep KUHP
1968, 1971/1972, Konsep Basaroedin (Konsep BAS) 1977, Konsep 1979,
Konsep 1982/1983, Konsep 1984/1985, Konsep 1986/1987, Konsep
1987/1988, Konsep 1989/1990, Konsep 1991/1992 yang direvisi sampai
1997/1998. Terakhir kali Konsep/Rancangan KUHP dikeluarkan oleh
Departemen Hukum dan Perundang-undangan RI pada tahun 1999/2000.
Rancangan KUHP 1999/2000 ini telah masuk di DPR RI untuk dibahas dan
disahkan.
Selanjutnya, mengkaji Rancangan KUHP secara total dan komprehensif jelas
membutuhkan waktu dan tenaga pemikiran yang ekstra keras. Dilihat dari
segi pembuatannya saja, para pakar hukum di Indonesia telah membuat
Rancangan KUHP sebanyak 12 kali (termasuk revisinya) selama 39 tahun
(sejak tahun 1964 s.d. 2000). Pasal-pasal dalam konsep terakhir tahun 2000
juga membengkak menjadi 647 pasal. Sedangkan KUHP sekarang (WvS)
“hanya” berjumlah 569 pasal.

8
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan

Pembaharuan KUHP sebagaimana didalam-Nya tertuang pembaharuan


pemidanaan di Indonesia merupakan salah satu agenda penting dalam
rangka kepastian hukum demi keadilan sosial dan kesejahteraan
masyarakat Indonesia . Pembaharuan ini diharapkan akan terbentuknya
KUHP nasional yang berkepribadian Indonesia yang sangat menghormati
nilai-nilai agamis dan adat yang bersifat modern dan sesuai pula dengan
nilai-nilai, standar dan asas serta kecenderungan internasional yang diakui
oleh bangsa-bangsa beradab didunia.

B. Saran
Hukum pidana Indonesia harus berkembang, karena masyarakat
Indonesia pun telah berkembang. Hanya dengan penjatuhan pidana
Pokok yang diatur dalam pokok yang diatur dalam Pasal 10 KUHP saja
kurang cukup karena hanya unsur pembalasan yang menjadi tujuan
pemidanaan. Dengan pemikiran konsekualis dan pendekatan keadilan
restoratif serta dimuatnya pidana kerja sosial dalam Rancangan KUHP
sebagai alternatif jenis pemidanaan yang menggantikan pidana penjara
jangka pendek diharapkan masyarakat Indonesia mendapatkan edukasi
dan pembinaan atas konsekuensi yang akan mereka dapat bila melakukan
tindak pidana.

9
DAFTAR PUSTAKA

• Sjahdeini, Sutan Remy. 2021. Sejarah Hukum Indonesia: Seri Sejarah Hukum (Edisi
Pertama). Jakarta: Kencana.
• R. Soenarto Soerodibroto, KUHP Dan KUHAP Dilengkapi Yurisprodensi
Mahkamah Agung Dan Hoge Raad, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
• Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana (Perkembang penyusunan KHUP
Baru), op, cit., hlm. 123.

10

Anda mungkin juga menyukai