Anda di halaman 1dari 13

KAIDAH TARJIH, USHUL FIQH, HADITS DAN

PERUBAHAN HUKUM
Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas pada mata kuliah manhaj tarjih

DISUSUN OLEH:
CAHAYA MERTARIA UTAMI (612022017)
SEPTIAN ARDANI (612022015)
RIDHO (632022015)

DOSEN PENGAMPU:
DR. RULITAWATI, S.AG.,M.PDI

FAKULTAS AGAMA ISLAM


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALEMBANG

2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah kami panjatkan puji syukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan
rahmat, taufiq, hidayah-Nya sehingga kami dapat menyusun tugas makalah ini dengan baik dan tepat
pada waktunya tanpa ada halangan suatu apapun. Shalawat serta salam kami haturkan kepada baginda
Nabi Muhammad SAW, semoga kita semua termasuk umatnya yang akan mendapat syafaat di hari
kiamat kelak, Aamiin.
Dalam hal ini kami sampaikan rasa terimkasih kepada Ibu Dr. Rulitawati, S.Ag.,M.Pdi sebagai
Dosen Pengampu pada Mata Kuliah AIK 2 yang telah membantu memberikan arahan dan
pemahaman dalam penyusunan makalah ini. Kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan
dalam menyusun makalah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan dalam
memperbaikinya demi kesempurnaan makalah berikutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
semua pihak yang membutuhkannya. Aamiin.

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 1

DAFTAR ISI ...................................................................................................................... 2

BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 3

A. Latar Belakang ........................................................................................................ 3

BAB 2 PEMBAHASAN .................................................................................................... 4

A. Kaidah Tarjih Dan Istilah-Istilah Gharib................................................................. 4

B. Kaidah Ushul Fiqh .................................................................................................. 7

C. Kaidah Tentang Hadits ............................................................................................ 8

D. Kaidah Perubahan Hukum Dan Syarat-Syarat Perubahan Hukum ......................... 9

BAB 3 PENUTUP.............................................................................................................. 11

A. Kesimpulan ............................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................ 12

2
BAB 1
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kaidah tarjih dan istilah-istilah gharib merupakan salah satu aspek penting dalam ilmu hadis.
Kaidah tarjih digunakan untuk menentukan hadis yang lebih sahih atau lebih kuat daripada hadis yang
lain, sedangkan istilah gharib digunakan untuk merujuk pada kata-kata atau frasa dalam hadis yang
tidak lazim atau tidak umum digunakan dalam bahasa Arab.
Kaidah tarjih dan istilah gharib muncul sebagai tanggapan atas semakin banyaknya hadis yang
berkembang pada masa itu, sehingga para ahli hadis memerlukan metode untuk memilih dan menilai
keotentikan dan keabsahan hadis tersebut. Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah tarjih dan istilah
gharib menjadi bagian penting dalam studi hadis dan digunakan oleh para ulama untuk menilai
keotentikan dan keabsahan hadis.
Kaidah ushul fiqh merupakan bagian penting dalam ilmu ushul fiqh yang digunakan untuk
menentukan hukum syara' dari sumber-sumber hukum Islam seperti Al-Qur'an dan hadis. Kaidah
ushul fiqh muncul sebagai tanggapan atas semakin kompleksnya masalah hukum dalam masyarakat
Muslim pada masa itu.Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah ushul fiqh menjadi bagian penting
dalam studi fiqh dan digunakan oleh para ulama untuk menentukan hukum syara' dalam situasi yang
kompleks dan tidak jelas.
Kaidah hadits merupakan bagian penting dalam ilmu hadis yang digunakan untuk menilai
keotentikan dan keabsahan hadis. Kaidah hadits muncul sebagai tanggapan atas semakin banyaknya
hadis palsu yang berkembang pada masa itu, sehingga para ahli hadis memerlukan metode untuk
menentukan keotentikan dan keabsahan hadis. Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah hadits
menjadi bagian penting dalam studi hadis dan digunakan oleh para ulama untuk menilai keotentikan
dan keabsahan hadis.
Kaidah perubahan hukum dan syarat-syarat perubahan hukum merupakan bagian penting
dalam ilmu fiqh yang digunakan untuk menentukan perubahan hukum syara' dari waktu ke waktu.
Kaidah perubahan hukum muncul sebagai tanggapan atas perubahan sosial, ekonomi, dan politik
yang terjadi pada masa itu.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaidah perubahan hukum dan syarat-syarat perubahan
hukum menjadi bagian penting dalam studi fiqh dan digunakan oleh para ulama untuk menentukan
perubahan hukum syara' yang sesuai dengan kondisi dan situasi zaman.

3
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Kaidah Tarjih Dan Istilaj-Istilah Gharib


Kaidah tarjih adalah suatu metode dalam ilmu hadis yang digunakan untuk menyelesaikan
perbedaan antara dua atau lebih riwayat hadis yang saling bertentangan. Metode ini dilakukan dengan
memilih satu riwayat yang dianggap lebih kuat atau lebih tepat dari sisi sanad (rantai perawi) dan
matan (teks hadis).
Sedangkan istilah "gharib" dalam ilmu hadis merujuk pada hadis yang diriwayatkan oleh satu
perawi saja dalam salah satu jalur sanad. Artinya, hadis tersebut tidak ditemukan dalam jalur sanad
yang lain, sehingga dianggap memiliki status yang kurang kuat dari segi kesahihannya.
Beberapa istilah gharib lainnya yang sering digunakan dalam ilmu hadis antara lain:
1. Mudraj
Mudraj adalah salah satu istilah dalam ilmu hadis yang merujuk pada suatu hadis yang di
dalamnya terdapat kata-kata atau kalimat yang bukan bagian dari teks hadis aslinya, namun
dimasukkan oleh perawi. Dalam konteks ini, kata-kata atau kalimat tersebut dapat diartikan sebagai
tambahan atau interpolasi yang dilakukan oleh perawi hadis.
Pada umumnya, interpolasi dalam hadis mudraj dilakukan dengan tujuan untuk menjelaskan
atau memperjelas maksud dari teks hadis aslinya. Namun, terkadang interpolasi juga dilakukan
dengan niat yang kurang baik, seperti menambahkan informasi palsu atau mengubah makna teks
hadis asli.
Ada beberapa jenis mudraj yang sering ditemukan dalam ilmu hadis, antara lain:
• Mudraj Musalsal: Hadist yang di dalamnya terdapat kalimat atau frasa yang diselingi atau
diulang-ulang di antara kalimat asli hadis.
• Mudraj Munfasil: Hadist yang di dalamnya terdapat kalimat atau frasa yang ditempatkan pada
awal atau akhir hadis, namun tidak memiliki hubungan langsung dengan teks hadis asli.
• Mudraj Murakkab: Hadist yang di dalamnya terdapat kalimat atau frasa yang disisipkan di
tengah teks hadis asli.
Mudraj merupakan salah satu masalah dalam ilmu hadis, karena interpolasi yang dilakukan
oleh perawi dapat mengubah makna atau keotentikan hadis. Oleh karena itu, para ahli hadis
melakukan analisis yang ketat terhadap hadis mudraj untuk memastikan keotentikan dan kesahihan
hadis.

4
2. Mu'allaq
Mu'allaq adalah istilah dalam ilmu hadis yang merujuk pada suatu hadis yang hanya memiliki
satu atau beberapa perawi di awal jalur sanad, dan tidak memiliki perawi di bagian akhir. Dalam
konteks ini, mu'allaq dapat diartikan sebagai "tergantung", karena jalur sanad hadis tersebut terputus
di tengah jalan dan tidak mencapai perawi terakhir yang menyampaikan hadis tersebut.
Penyebab terjadinya mu'allaq dalam sanad hadis bisa bermacam-macam, salah satunya adalah
karena perawi terakhir yang menyampaikan hadis tersebut tidak disebutkan namanya, atau karena
jalur sanad hadis yang tersisa terlalu pendek. Mu'allaq juga bisa terjadi karena hadis tersebut disalin
secara independen oleh seorang perawi dan tidak ditemukan di dalam kitab yang lain, sehingga tidak
memiliki jalur sanad yang lengkap.
Dalam ilmu hadis, hadis mu'allaq dianggap memiliki status yang lebih lemah daripada hadis
yang memiliki jalur sanad yang lengkap, karena adanya ketidakpastian mengenai perawi terakhir
yang menyampaikan hadis tersebut. Oleh karena itu, ahli hadis melakukan penelitian yang ketat
terhadap hadis mu'allaq untuk memastikan keotentikan dan keabsahannya.
Namun, meskipun memiliki status yang lebih lemah, hadis mu'allaq tetap diakui sebagai
sumber pengetahuan yang penting dalam ilmu hadis, karena dapat memberikan informasi yang
berharga mengenai praktik dan kebiasaan di masa lalu, serta memberikan gambaran tentang
bagaimana hadis disebarluaskan dan disalin oleh para perawi hadis pada masa itu.

3. Mu'dal
Mu'dal adalah istilah dalam ilmu hadis yang merujuk pada suatu hadis yang di dalamnya
terdapat celah atau kekosongan dalam sanad, yaitu ketiadaan atau kekosongan dalam penyampaian
rantai perawi hadis.
Dalam konteks ini, mu'dal dapat diartikan sebagai "putus". Ada dua jenis mu'dal dalam ilmu
hadis, yaitu mu'dal munqati' dan mu'dal mursal.
• Mu'dal munqati' adalah suatu hadis yang dalam jalur sanadnya terdapat kekosongan atau celah
karena seorang perawi di tengah-tengah jalur sanad hadis tersebut tidak meriwayatkan hadis
tersebut dari perawi sebelumnya, sehingga jalur sanad hadis terputus atau putus.
• mu'dal mursal adalah suatu hadis yang tidak memiliki perawi di antara perawi terakhir dalam
jalur sanadnya dan Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat dikatakan jalur sanad hadis
tersebut terputus pada salah satu perawinya. Hadis jenis ini umumnya diriwayatkan oleh para
perawi generasi awal, sehingga disebut juga dengan hadis "dari tabiin".
Dalam ilmu hadis, hadis mu'dal dianggap memiliki status yang lebih lemah daripada hadis
yang memiliki jalur sanad yang lengkap, karena adanya kekosongan atau celah dalam sanad yang
5
dapat mengurangi keotentikan dan keabsahan hadis. Oleh karena itu, ahli hadis melakukan penelitian
yang ketat terhadap hadis mu'dal untuk memastikan keotentikan dan keabsahannya.
Namun, meskipun memiliki status yang lebih lemah, hadis mu'dal tetap diakui sebagai sumber
pengetahuan yang penting dalam ilmu hadis, karena dapat memberikan informasi yang berharga
mengenai praktik dan kebiasaan di masa lalu, serta memberikan gambaran tentang bagaimana hadis
disebarluaskan dan disalin oleh para perawi hadis pada masa itu.

4. Munqati
Munqati' adalah istilah dalam ilmu hadis yang merujuk pada suatu jalur sanad yang terputus
atau tidak lengkap. Dalam konteks ini, munqati' dapat diartikan sebagai "terputus". Istilah ini
digunakan untuk menggambarkan jalur sanad suatu hadis yang mengalami kekosongan atau putus
pada salah satu atau beberapa perawi.
Jika sebuah hadis mengalami munqati', artinya terdapat kekosongan dalam jalur sanadnya.
Misalnya, seorang perawi di tengah jalur sanad tidak meriwayatkan hadis tersebut dari perawi
sebelumnya, atau keberadaan salah satu perawi di jalur sanad tidak dapat dipastikan.
Dalam ilmu hadis, hadis yang mengalami munqati' dianggap memiliki status yang lebih lemah
daripada hadis yang memiliki jalur sanad yang lengkap, karena adanya ketidakpastian mengenai
keotentikan dan keabsahan hadis tersebut. Oleh karena itu, para ahli hadis melakukan penelitian yang
ketat terhadap hadis munqati' untuk memastikan keotentikan dan keabsahannya.
Namun, meskipun memiliki status yang lebih lemah, hadis munqati' tetap dianggap penting
dalam ilmu hadis karena dapat memberikan informasi yang berharga mengenai praktik dan kebiasaan
di masa lalu, serta memberikan gambaran tentang bagaimana hadis disebarluaskan dan disalin oleh
para perawi hadis pada masa itu.

5. Mu'annan
Mu'annan adalah istilah dalam ilmu hadis yang merujuk pada suatu keadaan di mana seorang
perawi hadis menyampaikan hadis dengan menyebutkan nama perawi di atasnya secara berulang-
ulang atau terus-menerus. Dalam konteks ini, mu'annan dapat diartikan sebagai "terus-menerus
menyebut".
Contohnya, jika seorang perawi hadis menyampaikan sebuah hadis dan terus-menerus
menyebutkan nama perawi di atasnya, seperti "dari A, dari A, dari A, dari A", maka hadis tersebut
dikatakan mu'annan.
Dalam ilmu hadis, hadis yang dikatakan mu'annan dianggap memiliki status yang lebih lemah
daripada hadis yang disampaikan secara langsung oleh perawi lainnya. Hal ini dikarenakan

6
pengulangan nama perawi di atasnya dapat menimbulkan kebingungan atau kesalahan dalam
penyalinan dan penghafalan hadis.
Oleh karena itu, para ahli hadis melakukan penelitian yang ketat terhadap hadis mu'annan
untuk memastikan keotentikan dan keabsahan hadis tersebut. Selain itu, para ahli hadis juga
memperhatikan konteks dan cara penyampaian hadis untuk menilai keotentikan dan keabsahan hadis
mu'annan.
Meskipun memiliki status yang lebih lemah, hadis mu'annan tetap diakui sebagai sumber
pengetahuan yang penting dalam ilmu hadis karena dapat memberikan informasi yang berharga
mengenai praktik dan kebiasaan di masa lalu, serta memberikan gambaran tentang bagaimana hadis
disebarluaskan dan disalin oleh para perawi hadis pada masa itu.

B. Kaidah Ushul Fqih


Kaidah ushul fiqh merupakan prinsip-prinsip dasar dalam ilmu ushul fiqh yang digunakan
untuk menentukan hukum syariah dari sumber-sumber hukum Islam, seperti Al-Qur'an dan hadis.
Kaidah ushul fiqh sangat penting dalam memahami dan mengaplikasikan hukum Islam dalam
kehidupan sehari-hari.
Beberapa kaidah ushul fiqh yang umum digunakan antara lain:
• Al-Aslu fil Ashya'i Al-ibahatu - asal dari segala sesuatu adalah kebolehan. Kaidah ini
digunakan dalam memandang segala sesuatu di dunia ini adalah halal, kecuali jika ada dalil
yang mengharamkannya.
• Al-Yaqinu La Yazulu Bisyak - Keyakinan tidak bisa digantikan dengan keraguan. Kaidah ini
mengatakan bahwa jika kita yakin tentang sesuatu, kita tidak bisa menggantinya dengan
keraguan atau kebimbangan.
• Al-Mashaqqatu Tajlibut-Taysir - Kesulitan memperbolehkan kemudahan. Kaidah ini
digunakan untuk mempermudah pelaksanaan ibadah atau amalan keagamaan ketika ada
kesulitan atau hambatan dalam melaksanakannya.
• Al-Adatu Muqaddamah Li Al-Shari'ah - Kebiasaan adalah prasyarat bagi hukum syariah.
Kaidah ini mengatakan bahwa kebiasaan atau praktik yang diterima oleh masyarakat sebagai
norma, akan dijadikan dasar untuk menetapkan hukum syariah.
• Al-Mudawatu Bayn Al-Mahdud Wa Al-Mahtud - Menjaga keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat. Kaidah ini menegaskan pentingnya menjaga keseimbangan antara
kepentingan individu dan kepentingan masyarakat dalam menentukan hukum syariah.
• Al-Qiyasu Fi Al-Musawah - Persamaan membuat aturan hukum yang sama. Kaidah ini
mengatakan bahwa dua kasus atau situasi yang sama harus diberikan aturan hukum yang sama
pula.
7
• Al-'Urfu Mu'addalun Bihi - Kebiasaan diperhitungkan. Kaidah ini mengakui pentingnya
kebiasaan dalam menentukan hukum syariah, terutama jika kebiasaan tersebut sudah menjadi
norma yang diterima oleh masyarakat.
Kaidah-kaidah ini sangat penting dalam menentukan hukum syariah dan memberikan
kerangka pemahaman yang baik tentang cara memahami dan menerapkan hukum syariah dalam
kehidupan sehari-hari.

C. Kaidah Hadits
Kaidah hadits adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk memeriksa keabsahan suatu hadits
atau riwayat dalam Islam. Prinsip-prinsip ini sangat penting untuk menjamin bahwa hadits-hadits
yang dijadikan sumber hukum Islam benar-benar berasal dari Nabi Muhammad saw. dan tidak
mengandung kesalahan atau kekeliruan.
Beberapa kaidah hadits yang umum digunakan antara lain:
• Sanad yang shahih memperkuat matan yang dhaif - Sanad hadits yang kuat dapat memperkuat
keabsahan isi atau matan hadits yang lemah.
• Al-'Ilmu Nuqilan - Pengetahuan harus diambil dari sumber yang benar. Kaidah ini
menegaskan bahwa kita harus mencari pengetahuan dari sumber yang tepat dan dapat
dipercaya.
• Al-Mu'tabar Bi Ma'al Khabar - Terpercaya dengan berita itu sendiri. Kaidah ini mengatakan
bahwa seorang reporter atau pemberi kabar harus dipercayai kebenarannya sejauh berita yang
dia sampaikan.
• Ma La Yudrak Kulluhu La Yutrak Kulluhu - Apa yang tidak dapat diketahui seluruhnya, tidak
diabaikan seluruhnya. Kaidah ini mengatakan bahwa meskipun tidak semua aspek dari suatu
masalah dapat diketahui, itu tidak berarti bahwa semua aspek lainnya harus diabaikan.
• Al-'Adl Fi Al-Shuhud - Keadilan dalam menyaksikan atau menyampaikan suatu peristiwa.
Kaidah ini mengatakan bahwa kesaksian atau laporan tentang suatu peristiwa harus adil dan
tidak terpengaruh oleh prasangka atau perasaan pribadi.
• Al-'Ilmu Qabl Al-Qawli Wa Al-'Amali - Pengetahuan harus didapatkan sebelum bicara dan
bertindak. Kaidah ini mengatakan bahwa sebelum melakukan tindakan atau berbicara tentang
suatu masalah, seseorang harus memperoleh pengetahuan yang cukup tentang masalah
tersebut.
• La Yajuzu Li Ahadin Yuftir 'Ala Al-Nabi - Tidak boleh seorang pun menuduh Nabi saw.
berkata atau melakukan sesuatu tanpa bukti. Kaidah ini menekankan pentingnya memeriksa

8
kebenaran hadits atau riwayat sebelum menuduh Nabi Muhammad saw. berkata atau
melakukan sesuatu.
Kaidah-kaidah ini sangat penting dalam menentukan keabsahan suatu hadits atau riwayat,
sehingga kita dapat memahami dan menerapkan ajaran Islam dengan benar dan tepat.

D. Kaidah Perubahan Hukum dan Syarat-Syarat Perubahan Hukum


Kaidah perubahan hukum adalah prinsip-prinsip yang digunakan untuk menentukan apakah
ada perubahan dalam hukum Islam atau tidak. Dalam Islam, hukum atau syariat adalah sesuatu yang
tetap dan abadi, namun ada beberapa kondisi di mana hukum dapat berubah.
Berikut adalah beberapa kaidah perubahan hukum:
• Al-'Adah Mu'hakkamah - Kebiasaan masyarakat dapat menentukan hukum - Kaidah ini
mengatakan bahwa kebiasaan atau tradisi yang dilakukan secara luas oleh masyarakat dapat
menentukan hukum dalam Islam.
• Al-Mashalih Al-Mursalah - Kepentingan umum dapat menjustifikasi perubahan hukum -
Kaidah ini mengatakan bahwa kepentingan umum atau maslahah dapat menjadi alasan untuk
mengubah hukum.
• Al-'Urf Qabla Al-Nass - Adat istiadat harus diperhatikan sebelum nash - Kaidah ini
mengatakan bahwa adat atau kebiasaan harus dipertimbangkan sebelum nash atau teks
hukum.
• Al-Taqyid Wa Al-Tafwid - Menetapkan atau menyerahkan kewenangan untuk membuat
hukum - Kaidah ini mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, Allah SWT memberikan
kewenangan kepada manusia untuk membuat hukum sesuai dengan kondisi masyarakat pada
saat itu.
• Al-'Illah Wa Al-Maqsad - Mengidentifikasi alasan dan tujuan dibalik hukum - Kaidah ini
mengatakan bahwa untuk mengubah hukum, alasan dan tujuan dibalik hukum harus dipahami
terlebih dahulu.
• Al-Mudhaf Alaihi - Menambahkan atau mengurangi sesuatu dalam hukum - Kaidah ini
mengatakan bahwa hukum dapat ditambah atau dikurangi jika terdapat perubahan pada
kondisi masyarakat atau adat istiadat.
Syarat-syarat perubahan hukum dalam Islam antara lain:
• Maslahah atau kepentingan umum harus jelas.
• Tidak bertentangan dengan nash atau teks hukum yang sudah ada.
• Perubahan harus dilakukan oleh orang yang memiliki otoritas dalam Islam, seperti para ulama
dan pemimpin umat.

9
Dalam Islam, perubahan hukum harus dilakukan dengan hati-hati dan hanya jika ada alasan
yang jelas dan kuat. Dengan memahami kaidah perubahan hukum dan syarat-syaratnya, kita dapat
memahami bagaimana hukum Islam dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan kondisi
masyarakat.

10
BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kaidah tarjih dan istilah istilah gharib, kaidah ushul fiqh, kaidah hadits, kaidah perubahan
hukum, dan syarat-syarat perubahan hukum merupakan prinsip-prinsip penting dalam Islam yang
digunakan untuk mengembangkan hukum dan memahami kitab suci serta ajaran Islam.
Kaidah tarjih dan istilah istilah gharib membantu dalam memahami dan menginterpretasikan
ayat-ayat Al-Quran yang tidak jelas atau ambigu. Kaidah ushul fiqh membantu dalam menentukan
hukum dan menyelesaikan perbedaan pendapat antara para ahli hukum Islam. Kaidah hadits
digunakan untuk menguji keaslian dan keabsahan hadits serta membantu dalam memahami dan
menerapkan ajaran Islam.
Sementara itu, kaidah perubahan hukum dan syarat-syaratnya membantu untuk memahami
ketetapan hukum dan menentukan apakah ada perubahan dalam hukum Islam atau tidak. Dalam
Islam, perubahan hukum harus dilakukan dengan hati-hati dan hanya jika ada alasan yang jelas dan
kuat.
Dalam kesimpulannya, prinsip-prinsip ini sangat penting dalam Islam karena membantu kita
dalam memahami dan mengembangkan hukum Islam, serta menyelesaikan perbedaan pendapat
antara para ahli hukum Islam. Dengan memahami prinsip-prinsip ini, kita dapat memahami dan
menerapkan ajaran Islam dengan lebih baik.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amiruddin, M. Zakiyuddin. 2019. "Kaidah Tarjih dan Implikasinya pada Proses Penyusunan Fatwa."

Al-Tajdid: Jurnal Ilmu Kependidikan dan Keislaman 26(52): 1-16.

Badruddin, Muhammad. 2019. "Kaidah Fiqh dalam Al-Qur'an: Studi atas Surah Al-Baqarah Ayat

178." Asy-Syir'ah: Jurnal Ilmu Syari'ah dan Hukum 49(2): 269-284.

Hasan, Muhammad Taufiq. 2019. "Kaidah Usul Fiqh tentang Perubahan Hukum: Analisis Terhadap

Konsep Al-Hukmu Yajlibu Al-'Ibadah." Jurnal Al-Ahkam 3(2): 233-256.

Mubarok, Muhammad Rifqi. 2019. "Kaidah Tarjih dan Penggunaannya dalam Penentuan Hukum."

Al-Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah 19(2): 137-156.

12

Anda mungkin juga menyukai