Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PEMBATASAN HAK ATAS PEROLEHAN TANAH UNTUK


PERORANGAN

NAMA : MANGAMBIT TUA SAGALA


NIM :02012682327043
MATA KULIAH : HAK ASASI MANUSIA
OLEH : BPK. Dr. ZULHIDAYAT S.H., M.H.

MAGISTER ILMU HUKUM


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala Berkat-

Nya sehingga makalah ini dapat tersusun dengan baik dan benar sampai

selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih terhadap kontribusi

bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan

baik pikiran maupun materi.

Penulis sangat berharap bahwa makalah ini dapat menambah pengetahuan

dan pengalaman bagi seluruh pembaca, Bahkan kami juga berharap lebih

jauh lagi agar makalah ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-

hari.

Bagi saya sebagai penyusun merasa bahwa kemungkinan masih banyak

kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena keterbatasan waktu,

pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu saya sangat mengharapkan kritik

dan saran dari pembaca yang membangun untuk kesempurnaan daripada

makalah ini.
DAFTAR ISI

Sampul Muka ………………………………………………... i


Kata Pengantar
………………………………………………………………………………………. ii

BAB I PENDAHULUAN
…………………………………………………………………… ..
A. Latar Belakanag
………………………………………………………………………….
B. Rumusan Masalah
…………………………………………………………………….
C. Tujuan Penulisan ………………………………………………………………….
D. Manfaat Penulisan
………………………………………………………………………

BAB II PEMBAHASAN
A. Kajian Teoritis
……………………………………………………………………….
B. Pembahasan
…………………………………………………………………………

BAB III
A. Kesimpulan
……………………………………………………………………………
…..
B. Saran
……………………………………………………………………………
………….
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam pelaksanaan HAM diperbolehkan adanya pembatasan.

Namun demikian, pembatasan hak hanya boleh dilakukan dengan

alasan tertentu dan memenuhi kaidah tertentu pula sebagaimana

terdapat dalam Pasal 29 DUHAM. Syarat-syarat pembatasan yang

disebutkan itu kemudian dikenal sebagai Klausul Pembatas Hak yang

juga kemudian diatur dalam Kovenan Hak Sipil dan Politik.

Terdapat beberapa hak yang telah disepakati oleh masyarakat

internasional tidak boleh dikurangi dalam keadaan apa pun, bahkan

dalam keadaan darurat atau perang. Hak-hak itu dikenal sebagai non

derogable rights dan tertuang dalam Pasal 4 (2) Kovenan Hak Sipil dan

Politik yang meliputi hak hidup, hak untuk tidak disiksa, hak tidak

diperbudak, hak untuk tidak dipenjara karena semata-mata tidak dapat

memenuhi kewajiban kontraknya, hak untuk tidak dihukum

berdasarkan hukum yang berlaku surut, hak untuk diakui sebagai

pribadi di depan hukum, hak atas bebas berpikir, berkeyakinan,

beragama.

Dalam peraturan undang-undangan di Indonesia terdapat beberapa

ketentuan mengatur tentang hak-hak yang tidak dapat dikurangi (non-


derogable rights). Hal tersebut terdapat pada Pasal 28 I ayat (1)

UUD1945, Pasal 37 TAP MPR Nomor XVII/MPR/1998, Pasal 4 Undang-

Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan

dalam perolehan hak atas tanah untuk perorangan adalah sebagai

berikut :

1. Bagaimana Urgensi pembatasan pemilikan dan pengusaan hak atas

tanah untuk perorangan dalam Hukum Tanah Nasional?

2. Bagaimana prinsip dan ketentuan hukum pembatasan pemilikan

dan pengusaan hak atas tanah untuk peroranagan?

C. Tujuan Penelitian

Adapun penelitian-penelitian jurnal ini bertujuan untuk :

1. Untuk memahami bagaimana pembatasan pemilikan dan

pengusaan hak atas tanah untuk perorangan dalam Hukum Tanah

Nasional.

2. Untuk mengetahui bagaimana prinsip dan ketentuan hukum

pembatasan pemilikan dan pengusaan hak atas tanah untuk

peroranagan.
3. Untuk mengetahui bagaimana pengaturan pembatasan luas tanah

untuk perorangan dalam Hukum Tanah Nasional.

D. Manfaat Penelitian

Penulisan Jurnal ini diharapkan bisa dapat memberikan manfaat bagi

kita semua, baik bagi mahasiswa maupun bagi masyarakat:

1. Manfaat teoritis

Hasil makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan hukum yang lebih baik tentang pembatasan

kepemilikan dan pengusaan hak atas tanah untuk perorangan dalam

Hukum Tanah Nasional.

2. Manfaat praktis,

Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bahan masukan atau

sumbangan pemikiran bagi masyarakat dan kalangan Pemerintah

terkait tentang pembatasan pemilikan dan pengusaan hak atas

tanah untuk perorangan dalam Hukum Tanah Nasional.


BAB II
PEMBAHASAN

A. Kajian Teoritis

1. Indonesia sebagai Negara Hukum

Indonesia adalah Negara hukum sebagaimana tercantum dalam

UUD 1945 Pasal 1 ayat 3. Sebagai Negara hukum terdapat konsekwensi

bahwa negara dalam meneyelenggarakan tugasnya harus berdasarkan

hukum. Ajaran Negara hukum berpandangan bahwa fungsi negara

harus dibatasi secara minimal untuk mencegah negara untuk

melakukan tindakan sewenang-wenang.

Dalam hal ini, Indonesia sebagai negara hukum harus mampu

menegakkan hukum yang berlaku secara adil dan merata bagi seluruh

warga negaranya. Selain itu, Indonesia sebagai negara hukum juga

harus mampu memenuhi tuntutan akal budi dan mengesahkan

demokrasi.

Dalam mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang baik

dan benar dalam mengatur semua hal yang ada di dalam negara, maka

peran serta warga negara yang patuh serta menjalani hukum yang

berlaku dengan taat sangatlah penting. Karena hukum merupakan

tatanan atau kaidah yang harus dijunjung tinggi oleh rakyat di dalam

suatu negara.
Pemaknaan arti dari negara hukum tidak terlepas daripada UUD 1945

aline ke IV berbunyi :

“Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu pemerintah

negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan

seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan

kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut

melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,

perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah

kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-

Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam suatu

susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat

dengan berdasar kepada Ketuhanan yang maha esa, Kemanusiaan

yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang

dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu

keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.”

2. Prinsip Hukum

Prinsip negara hukum diterapkan di Indonesia ditegaskan dalam

Pasal 1 ayat (3) UUD 1945 yang mengatakan bahwa Indonesia adalah

negara hukum. Sebagai negara hukum, prinsip-prinsip tersebut harus

ditegakkan dalam praktiknya demi keberlangsungan kehidupan

bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.


Prinsip-prinsip negara hukum Indonesia bukan hanya

diimplementasikan dalam kehidupan masyarakat, namun secara luas

juga harus tercermin dalam penyelenggaraan pemerintahan, baik

lembaga legislatif, eksekutif, maupun yudikatif.

Landasan negara hukum Indonesia ditemukan dalam bagian Penjelasan

Umum UUD 1945 tentang Sistem Pemerintahan Negara, yaitu sebagai

berikut:

1.Indonesia adalah negara yang berdasar atas hukum (rechtsstaat)

tidak berdasar atas kekuasaan belaka (machtstaat).

2.Pemerintah berdasar atas sistem konstitusi (hukum dasar) dan

tidak bersifat absolut (kekuasaan yang tidak terbatas).

Dengan begitu, negara Indonesia memakai sistem rechsstaat yang

kemungkinan dipengaruhi oleh konsep hukum Belanda yang termasuk

dalam wilayah Eropa Kontinental

3. Teori Pembatasan Hak

Pembatasan berasal dari kata “batas” atau limit (dalam Bahasa

Inggris). Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata batas (kata

benda) yang artinya perhinggaan; sempadan pemisah antara dua

bidang, ruas, dan daerah; ketentuan yg tidak boleh dilampaui; Kata

batas bila dalam bentuk kata kerja (verba) menjadi “membatasi” yang
artinya memberi batas; menentukan (menandai dan sebagainya)

batas; menceraikan; mengantarai; menyekat; menentukan banyaknya

(besarnya dsb); menerangkan arti sesuatu dengan tepat dan jelas

membuat definisi (batasan); mengurangi; merintangi. Selanjutnya

dapat menjadi kata “pembatasan” (kata benda) yang artinya sebagai

proses, cara, perbuatan membatasi.

Kemudian lahirlah teori pembatasan hak menyebutkan bahwa, suatu

kepemilikan yang bersifat pribadi diakui namun di sisi yang lain

kepemilikan yang bersifat pribadi tersebut juga dibatasi oleh

kepemilikan yang bersifat kolektif atau bersifat untuk kepentingan

umum. Pemilikan hak atas tanah sebagaimana yang dianut dalam

UUPA bukan bersifat individualistik maupun komunalistik tetapi

bersifat prismatik, memiliki landasan filosofis yang berbeda sesuai

dengan jiwa Pancasila bersifat dwi tunggal. Terdapat kepentingan

pribadi di satu sisi dan di sisi yang lain terdapat kepentingan umum.

Kedua kepentingan tersebut senantiasa berdampingan secara

proporsional, dimana ketika keduanya berbeturan maka kepentingan

umumlah yang didahulukan.


B. Pembahasan

1. Urgensi pembatasan pemilikan dan pengusaan hak atas tanah untuk


perorangan dalam Hukum Tanah Nasional.

Hakekat Reforma Agraria sebenarnya telah dilaksanakan oleh

pemerintah sejak dahulu melalui kebijakan landreform, dan

pelaksanaannya berupa redistribusi tanah (pembagian tanah). Tanah

redistribusi adalah tanah kelebihan maksimum dan atau tanah absentee

yang dikuasai negara dan dibagikan kepada penggarapnya sesuai

Peraturan Pemerintah Nomor 224 tahun 1961.

Dasar hukum bahwa pemerintah dapat mengambil alih tanah milik

seseorang adalah Pasal 17 jo. Hukum pertanahan adalah bidang hukum

yang mengatur Hak-Hak Penguasaan atas tanah. Hak penguasaan

adalah hak yang memberi wewenang kepada pemegang hak untuk

berbuat dengan tanah yang dikuasainya. Sumber hukum yang mengatur

hukum pertanahan dalam perjalanan panjang sejarah hukum tanah di

Indonesia terbagi menjadi dua yaitu :

a. Pada zaman Hindia Belanda/Kolonial yang menganut

dualisme/pluralisme hukum tanah yang terbagi lagi dan terdiri

atas hukum agraria barat (tanah-tanah hak barat), hukum

agraria adat (tanah-tanah dengan hak adat), hukum antar

golongan (penyelesaian masalah tanah antar golongan), hukum

tanah administrasi (buatan Pemerintah Hindia Belanda),

(hukum tanah swapraja (tanah daerah raja-raja).


b. Pada Jaman Republik Indonesia aturan hukum yang mengatur

hukum pertanahan juga terbagi 2 (dua) yaitu:

- Undang-Undang Dasar 1945; dalam Pasal 33 ayat (3): Bumi,

air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan dipergunakan sebesarbesarnya

untuk kemakmuran rakyat.

- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan

Dasar Pokok Pokok Agraria; yang tujuannya adalah : untuk

mengakhiri dualisme/pluralisme hukum tanah zaman

Hindia Belanda/Kolonial dan unifikasi hukum tanah

Indonesia.

2. Prinsip dan ketentuan hukum pembatasan pemilikan dan pengusaan

hak atas tanah untuk peroranagan.

Dengan keluarnya UUPA maka dualisme hak atas tanah

dihapuskan dalam memori penjelasan UUPA dinyatakan bahwa untuk

pendaftaran tanah sebagaimana dimaksud Pasal 19 UUPA yang

ditunjukkan pemerintah akan melaksanakan pendaftaran tanah di

seluruh wilayah Indonesia yang bertujuan untuk menjamin hukum yang

bersifat rechtkadaster untuk menuju ke arah pemberian kepastian hak

atas tanah telah di atur dalam Pasal 19 UUPA nomor 5 Tahun 1960

yang menyebutkan:
a. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan

pendaftaran tanah dieluruh wilayah Republik Indonesia

menurut ketentuan-ketentuan yang di atur dengan peraturan

pemerintah;

b. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) meliputi :

- Pengukuran pemetaan tanah dan pembukuan tanah;

- Pendaftaran hak atas tanah dan peralihan hak-hak

tersebut;

- Pemberian surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat

pembuktian yang kuat.

- Pendaftaran tanah diselenggarakan dengan mengingat

keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu lintas

sosial, ekonomi, serta kemungkinan penyelenggaraannya

menurut pertimbangan menteri agraria;

- Dalam peraturan pemerintah di atas biaya-biaya yang

bersangkutan dengan pendaftaran termasuk dalam ayat (1)

di atas dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu

dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

Sifat yang melekat pada kekuasaan negara dalam penguasaan

tanah tercermin dari berbagai rumusan Undang-undang yang

mengatur penggunaan, pemanfaatan dan pengalih fungsian tanah.

Pada pasal 18 UUPA dinyatakan bahwa untuk kepentingan

umum, termasuk kepentingan bangsa dan Negara serta


kepentingan bersama dari rakyat, hak-hak atas tanah dapat

dicabut, dengan memberi ganti kerugian yang layak dan menurut

cara yang diatur dengan undang-undang. Pada pasal 18 UUPA

dinyatakan bahwa untuk kepentingan umum, termasuk

kepentingan bangsa dan Negara serta kepentingan bersama dari

rakyat, hak-hak atas tanah dapat dicabut, dengan memberi ganti

kerugian yang layak dan menurut cara yang diatur dengan

undang-undang. Unsur-unsur yang harus dipenuhi menurut

pasal 18 UUPA adalah :

a. Dasar atau alasan atau untuk pencabutan hak atas

tanah adalah adanya kepentingan umum, kepentingan

bangsa dan negara serta kepentingan bersama dari

rakyat.

b. Mekanisme atau cara mencabut hak atas tanah harus

dengan ganti kerugian yang layak dan menurut cara yang

diatur dengan undang-undang

UUPA tidak menjelaskan siapa atau lembaga mana yang dapat

menguji dan menetapkan terpenuhinya unsur-unsur pada pasal

18 untuk dapat dicabut hak atas tanah. Berdasarkan logika

hukum, bahwa yang boleh mencabut hak adalah pihak yang

memberikan hak tersebut sebelumnya, dengan demikian dapat

ditafsirkan bahwa hanya negara melalui Pemerintahlah yang dapat

memaksakan pencabutan hak atas tanah. Pemaksaan atau upaya


yang dilakukan oleh pihak diluar Pemerintah, seyogianya harus

dianggap sebagai inkonstitusional yang bertentangan dengan

jaminan perlindungan yang diberikan oleh Undang-Undang Dasar.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan analisa terhadap permasalahan pembatasan pemilikan dan


penguasaan atas tanah maka dapat dikemukakan kesimpulan sebagai
berikut:
1. Bahwa urgensi pembatasan pemilikan dan penguasaan atas tanah lebih
ditekankan pada kepentingan masyarakat luas. Pandangan ini
berpedoman pada falsafah Pancasila terkait makna keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia. Jadi penerapan pembatasan ini bermaksud
bahwa negara memberikan suatu keadilan bagi pemilik tanah
khususnya bagi para investor.
2. Bahwa pemerintah melakukan kebijakan melalui kewenangan atribusi
yang di berikan undang-undang untuk melakukan pembatasan
penguasaan dan pemilikan tanah demi terselenggaranya keadilan bagi
seluruh rakyat Indonesia. Kewenangan tersebut dapat diambil melalui
langkah konkret yaitu dengan melakukan tindakan pengambilalihan dan
pencabutan ijin hak atas tanah sebagaimana diatur melalui Pasal 18
UUPA.
Bahwa juga dalam hal penetepan pembatasan hak atas tanah harus sesuia
dengan prinsip dan kaidah hukum yang baik dan benar demi mencapai
keadilan bagi seluruh rakyat indonesia dan jika melakukan pelanggaran
atas aturan tersebut maka pemerintah ataupun negara telah memiliki
mekanisme hukum sesuai dengan falsafah pancasila dan undang-undang
dasar republik indonesia tahun 1945.
B. Saran

Dengan membaca dan menganalisa dalam prinsip hukum pertanahan


masih memerlukan serta penajaman dalam pengembangan orientasi agar
lebih akomodatif terhadap perkembangan masyarakat, bahwa
permasalahan pertanahan tidak dapat dilepaskan dari pandangan bahwa
tanah merupakan sumber daya alam sehingga kebijakan tentang
pengelolaan agar tidak salah sasaran. Dengan membaca dan menganalisa
ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1960 tentang UUPA maka dapat dikatakan
UUPA memiliki asas pluralis atau dalam hal ini mengacu pada sistem
hukum kolonial dan hukum adat. Dengan demikian maka perlu disusun
unifikasi hukum berdasarkan pandangan dan cita-cita masyarakat
Indonesia sehingga nantinya tercipta keharmonisan peraturan perundang-
undangan khususnya dalam bidang pertanahan.
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA

Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945


Alinea empat (4)

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 1 ayat


(3) amandemen ke 3

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok


Agraria

Harsono Boedi, 1997, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan Undang-


Undang Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaannya,Jilid 1 Hukum Tanah
Nasional, Jakarta, Djambatan.

Robbie Achmad, 2007, Hukum Pengadaan Tanah Untuk Kepentingan Umum,


Malang, Bayu media.

Mahmud Marzuki Peter, Penelitian Hukum, Yuridika, Volume No. 2 Maret 2001.

Yudha Hernoko Agus, 2011, Hukum Perjanjian, Asas Proporsionalitas dalam


Kontrak Komersial, Jakarta, Kencana.

Anda mungkin juga menyukai