Anda di halaman 1dari 25

TUGAS

PENGATURAN HUKUM PEMBENTUKAN


PERATURAN DAERAH

OLEH:

NAMA :
NIM :

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MAHENDRADATTA

DENPASAR

2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat dan rahmat Beliau lah saya dapat menyelesaikan makalah ini yang

berjudul Pengaturan Hukum Pembentukan Peraturan Daerah dengan tepat waktu,

dan sesuai dengan harapan.

Tidak lupa juga saya mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang

telah berkontribusi berupa materi maupun buah pikiran untuk melengkapi isi dari

makalah ini. Semoga makalah yang saya buat menjadi berkah dan memiliki

manfaat bagi pembaca untuk menambah ilmu pengetahuan maupun untuk

kepentingan mulia apapun, dan besar harapan saya makalah ini dimanfaatkan

untuk kepeluan yang positif dan tidak disalahgunakan.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak

terdapat kekurangan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman, oleh

karena itu kritik dan saran sangat diharapkan dan penulis terima dengan lapang

dada demi kesempurnaan tulisan ini, akhir kata penulis haturkan terima kasih.

Denpasar, September 2023

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL DEPAN..................................................................

KATA PENGANTAR..................................................................................

DAFTAR ISI ................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah.................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah.............................................................................. 3

1.3 Landasan Teoritis............................................................................... 3

1.4 Tujuan dan Manfaat........................................................................... 5

1.5 Metode Penelitian ............................................................................. 6

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peraturan Daerah............................................................ 9

2.2 Pengaturan Hukum Pembentukan Peraturan Daerah....................... 13

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan....................................................................................... 20

3.2 Saran................................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pembentukan peraturan daerah (Perda) untuk mendorong dan

mengoptimalisasikan pembangunan daerah hanya dapat terwujud apabila

pembentukan peraturan daerah didukung dengan cara dan metode yang sesuai

dengan peraturan perundang-undangan, kebutuhan daerah dan kearifan lokal

dengan sungguh-sungguh. Mengenai perundang-undangan atau pembuatan

produk perundang-undangan, tidak satu negara pun dapat mengabaikannya,

terlebih lagi pada Indonesia yang menyatakan dirinya sebagai negara hukum.

Sebagai negara hukum, pemerintah mengemban tugas menyelenggarakan

kesejahteraan umum, dimana negara atau pemerintah ikut campur dalam

mengurusi kesejahteraan rakyat. Hal ini menajadi suatu yang absolut atau tidak

terelakkan dalam negara hukum kesejahteraan (wafare state).1

Berawal dari dibentuknya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang

Pemerintahan Daerah, kemudian diganti dengan Undang-Undang Nomor 32

Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan terakhir diganti dengan Undang-

Undang Nomor 23 Tahun 2014 Pasal 1 Angka 2 menyatakan bahwa pemerintahan

daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh pemerintah daerah dan

DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi

seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia

1
Farida Indrati S, Maria. 2007. Ilmu Perundang-undangan 2. Kanisius (Anggota Ikapi).
Yogyakarta, hlm.21

1
2

Tahun 1945.2 Dengan adanya otonomi daerah, diharapkan dapat mempercepat

terwujudnya kesejahteraan rakyat melalui peningkatan pelayanan, pemberdayaan,

peran serta masyarakat dan untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik

Indonesia serta pemerataan pembangunan di seluruh wilayah Negara Republik

Indonesia.

Pembentukan Peraturan Perundang-undangan merupakan sebuah sistem,

karena di dalamnya terdapat beberapa peristiwa/tahapan yang terjalin dalam satu

rangkaian yang tidak terpisahkan antara satu dan lainnya. Tahapan tersebut yaitu

tahap perencanaan, tahap penyusunan, tahap pembahasan, tahap pengesahan,

tahap pengundangan, dan tahap penyebarluasan.

Jimly Asshiddiqie menyatakan bahwa seharusnya norma hukum yang

hendak dituangkan dalam rancangan Peraturan Perundang-undangan, benar-benar

telah disusun berdasarkan pemikiran yang matang dan perenungan yang memang

mendalam, semata-mata untuk kepentingan umum (public interest), bukan

kepentingan pribadi atau golongan.3

Sistem pemerintahan Indonesia mengenal adanya jenis pembagian

kewenangan baik antara kewenangan Pemerintah Pusat maupun kewenangan

Pemerintah Daerah. Dalam pembentukan produk hukum baik pusat maupun

daerah, undang-undang memberikan peranan dan fungsi terhadap elemen

pemerintahan baik yang dipusat maupun daerah.

Kewenangan daerah membentuk peraturan daerah merupakan manfestasi

dari otonomi daerah. Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 18 mengakui adanya


2
Ibid
3
Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang di Indonesia, Sekretariat Jenderal
Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta. Hlm. 57
3

kewenangan daerah yang didasari pada asas otonomi daerah. Daerah otonom,

selanjutnya disebut daerah, adalah kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai

batas-batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri

berdasarkan aspirasi masyarakat dalam sistem Negara Kesatuan Republik

Indonesia.4

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang permasalahan yang diuraikan diatas, maka

penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Apakah yang dimaksud Peraturan Daerah?

2. Bagaimanakah Pengaturan Hukum Pembentukan Peraturan Daerah?

1.3 Landasan Teoritis

A. Teori Pembentukan Peraturan Perundang-undangan

Istilah perundang-undangan untuk menggambarkan proses dan teknik penyusunan

atau pembuatan keseluruhan Peraturan Negara, sedangkan istilah Peraturan

Perundang-undangan untuk menggambarkan keseluruhan jenis-jenis atau macam

Peraturan Negara. Dalam arti lain Peraturan Perundang-undangan merupakan

istilah yang dipergunakan untuk menggambarkan berbagai jenis (bentuk)

peraturan (produk hukum tertulis) yang mempunyai kekuatan mengikat secara

umum yang dibuat oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang. Jadi kriteria suatu

produk hukum disebut sebagai Peraturan Perundang-undangan adalah:


4
Ibid
4

1) Bersifat tertulis

2) Mengikat umum

3) Dikeluarkan oleh Pejabat atau Lembaga yang berwenang

Sistem pemerintahan Negara Indonesia berdasarkan UUD 1945, misalnya

dapat disebutkan bentuk perundang-undangan, yang jelas-jelas memenuhi tiga

kriteria di atas adalah “Undang-undang”. Tempat (Lokus) Proses dan Teknik

Penyusunan Perundang-undangan dalam Kerangka Keilmuan Tempat (lokus)

Proses dan Teknik Penyusunan Peraturan Perundang-undangan dalam kerangka

ilmu, dapat diketahui dari pandangan Krems yang memperkenalkan cabang ilmu

baru yang disebut Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan

(Gesetzgebungswissenschaft) yang didefinisikan sebagai ilmu pengetahuan yang

interdisipliner tentang pembentukan hukum Negara. Ilmu Pengetahuan

Perundang-undangan ini oleh Krems dibagi dua yaitu:

4) Ilmu Perundang-undangan dan

5) Teori Perundang-undangan

Ilmu Perundang-undangan dibaginya menjadi tiga bagian yaitu:

6) Proses perundang-undangan

7) Metode perundang-undangan dan

8) Teknik perundang-undangan.

Berdasarkan pandangan Krems teknik perundang-undangan merupakan

bagian dari Ilmu Perundang-undangan, sedangkan ilmu perundang-undangan,


5

menurut Krems, Maihofer, dan van der Velden, termasuk dalam cabang Ilmu

Hukum dalam arti luas.5

F. Isjwara, bahwa ilmu tidak dapat dipisah-pisahkan dalam kotak-kotak

yang terpaku mati (compartementization). Oleh karena itu tidak mungkin ilmu

tersebut berdiri sendiri terpisah satu sama lainnya tanpa adanya pengaruh dan

hubungan. Demikian halnya mata kuliah ini yang dipengaruhi dan mempunyai

hubungan dengan disiplin ilmu lain, terutama dengan cabang ilmu-ilmu sosial

yang mempunyai objek kehidupan „Negara‟. Misalnya dengan Ilmu Politik, Ilmu

Sosial, Ilmu Hukum, dan juga dengan Ilmu Pemerintahan. Hubungannya adalah

bahwa ilmu perundang-undangan lebih sempit karena objeknya khusus tentang

pembentukan peraturan hukum oleh Negara, sedangkan ilmu perundang-undangan

dikatakan lebih luas karena menggunakan permasalahan, paradigma, dan metode

dari disiplin ilmu-ilmu yang lain. Karena itu Krems menyebutkan bahwa ilmu

pengetahuan perundang-undangan (Gesetzgebungswissenchaft) secara eksplisit

merupakan ilmu interdisipliner yang berdiri sendiri.6

1.4 Tujuan dan Manfaat

1.4.1 Tujuan

1. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai

pengertian Peraturan Daerah

2. Untuk mengetahui dan menganalisis mengenai

pengaturan pembentukan Peraturan Daerah


5
Trijono, Rachmat. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan. Papas
Sinar Sinanti. Depok Timur, hlm. 61
6
Ibid
6

1.4.2 Manfaat

1. Penelitian ini diharapkan untuk dapat memberikan manfaat

dalam ilmu pengetahuan perkembangan ilmu hukum.

2. Sebagai masukan untuk menambah ilmu pengetahuan bagi

para pembaca atau masyarakat pada umumnya dan penulis

pada khususnya.

1.5 Metode Penelitian

1.5.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah metode penelitian

kualitatif. Bogdan dan Taylor mendefisinikan metodologi kualitatif

sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat

diamati. Menurut keduanya, pendekatan dengan metode kualitatif

diarahkan pada latar dan individu tersebut secara utuh (holistic)

1.5.2 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif ini intsrumen penelitiannya adalah

manusia (peneliti itu sendiri). Peneliti pada penelitian kualitatif disebut

human instrument. Human instrument berfungsi menetapkan fokus

penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan

pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, menafsirkan data

dan membuat kesimpulan atas temuannya.

1.5.3 Sumber Data


7

Data dapat diartikan sebagai fakta atau keterangan-keterangan yang

akan diolah dalam kegiatan penelitian. Menurut sumber datanya, data

penelitian dapat digolongkan sebagai data primer dan data skunder. Data

primer atau data tangan pertama, adalah data yang diperoleh langsung dari

subjek penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat

pengambilan data langsung pada subjek sebagai sumber informasi yang

dicari. Data skunder atau data tangan ke dua, yaitu data yang diperoleh

lewat pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek

penelitiannya.

1.5.4 Teknik Pengumpulan data

Menurut Arikunto dalam bukunya Hardiansyah, teknik

pengumpulan data yaitu cara memperoleh data dalam melakukan kegiatan

penelitian. Menurut Herdiansyah penelitian kualitatif dikenal beberapa

teknik pengumpulan data yang umum digunakan. Beberpa teknik tersebut,

antara lain wawancara, observasi, studi dokumentasi dan focus grup

discussion. Namun pada penelitian ini peneliti menggunakan teknik

obsevasi berperan serta, wawancara dan studi dokumentasi

Penggunaan teknik di atas dirasa sangat cocok bagi penelitian

untuk memperoleh pandangan yang holistic (menyeluruh). Karena dapat

memahamai konteks data dalam keseluruahan lapangan dan situasi.

Dengan teknik observasi, peneliti akan menemukan hal-hal yang sedianya

tidak akan terungkapkan oleh informan dalam wawancara karena adanya

keinginan untuk menutupi, karena dapat merugikan nama lembaga. Dan


8

teknik wawancara digunakan untuk mengumpulkan data dan informasi.

Karena dengan wawancara, peneliti dapat menggali ada saja yang

diketahui dan dialami subjek yang diteliti. Sedangkan taknik studi

dokumentasi diperlukan untuk bahan informasi penunjang, dan sebagai

bagian berasal dari kajian sumber data pokok yang berasal dari observasi

partisipisan dan wawancara mendalam.

1.5.5 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Analisis data dilakukan secara kualitatif, yaitu data yang berupa

suatu kalimat atau penyataan yang diinterpretasikan untuk mengetahui

makna serta untuk memahami keterkaitan dengan permasalahan yang

sedang diteliti. Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak

sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan dan setelah selesai di

lapanagan. Menurut Nasution dalam bukunya Sugiyono, analisis telah

mulai sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke

lapangan, dan berlangsung terus sampai penulisan hasil penelitian


BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Peraturan Daerah

Pengertian Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundangundangan

yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan

bersama Kepala Daerah. Peraturan Daerah ada dua macam yaitu Peraturan Daerah

Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berdasarkan Pasal 1 ayat 7

Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, Peraturan Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-

undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan

persetujuan bersama Gubernur. Di Aceh Peraturan Daerah Provinsinya dinamakan

Qanun, sedangkan di Papua dan Papua Barat Peraturan Daerah Provinsinya

dikenal dengan nama Peraturan Daerah Khusus (Perdasus) dan Peraturan Daerah

Provinsi (Perdasi). Berdasarkan Pasal 1 ayat 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun

2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah

Kabupaten/Kota Adalah Peraturan Perundang-Undangan Yang Dibentuk Oleh

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota dengan persetujuan bersama

Bupati/Walikota.7

Pembentukan Perda yang baik harus berdasarkan pada asas pembentukan

peraturan perundang- undangan sebagai berikut:

7
Widodo Ekatjahjana. 2008. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan. Citra
Aditia, Bandung, hlm. 67

9
10

a. kejelasan tujuan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus mempunyai tujuan yang jelas yang

hendak dicapai

b. Kelembagaan atauorgan pembentuk yang tepat, yaitu setiap jenis

peraturan perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat

pembentuk peraturan perundang-undangan yang berwenang dan

dapat dibatalkan atau batal demi hukum bila dibuat oleh

lembaga/pejabat yang tidak berwenang.

c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan, yaitu dalam

pembentukan peraturan perundang-undangan harus benar-benar

memperhatikan materi muatan yang tepat dengan jenis peraturan

perundang-undangan.

d. Dapat dilaksanakan, yaitu bahwa setiap pembentukan peraturan

perundang-undangan harus memperhatikan efektifitas peraturan

perundang-undangan tersebut di dalam masyarakat, baik secara

filosofis, yuridis maupun sosiologis.

e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan, yaitu setiap peraturan

perundang-undangan dibuat karena memang benar-benar

dibutuhkan dan bermanfaat dalam mengatur kehidupan

bermasayarakat, berbangsa dan bernegara.

f. Kejelasan rumusan, yaitu setiap peraturan perundang-undangan

harus memenuhi persyaratan teknis penyusunan, sistematika dan

pilihan kata atau terminologi, serta bahasa hukumnya jelas dan


11

mudah dimengerti sehingga tidak menimbulkan berbagai macam

interpretasi dalam pelaksanaannya.

g. Keterbukaan, yaitu dalam proses pembentukan peraturan

perundang-undangan mulai dari perencanaan, persiapan,

penyusunan dan pembahasan bersifat transparan dan terbuka.8

Dengan demikian seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan

seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam proses pembuatan peraturan

perundang-undangan. Di samping itu materi muatan Perda harus mengandung

asas-asas sebagai berikut:

1. Asas pengayoman, bahwa setiap materi muatan Perda harus berfungsi

memberikan perlindungan dalam rangka menciptakan ketentraman

masyarakat.

2. Asas kemanusiaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan perlindungan dan penghormatan hak-hak asasi manusia

serta harkat dan martabat setiap warga negara dan penduduk Indonesia

secara proporsional.

3. Asas kebangsaan, bahwa setiap muatan Perda harus mencerminkan sifat

dan watak bangsa Indonesia yang pluralistik (kebhinnekaan) dengan tetap

menjaga prinsip negara kesatuan Republik Indonesia.

4. Asas kekeluargaan, bahwa setiap materi muatan Perda harus

mencerminkan musyawarah untuk mencapai mufakat dalam setiap

pengambilan keputusan.

8
Ibid
12

5. Asas kenusantaraan, bahwa setiap materi muatan Perda senantiasa

memperhatikan kepentingan seluruh wilayah Indonesia dan materi muatan

Perda merupakan bagian dari sistem hukum nasional yang berdasarkan

Pancasila.

6. Asas bhinneka tunggal ika, bahwa setiap materi muatan Perda harus

memperhatikan keragaman penduduk, agama, suku dan golongan, kondisi

daerah dan budaya khususnya yang menyangkut masalah-masalah

sensitive dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

7. Asas keadilan, bahwa setiap materi muatan Perda harus mencerminkan

keadilan secara proporsional bagi setiap warga negara tanpa kecuali.

8. Asas kesamaan dalam hukum dan pemerintahan, bahwa setiap materi

muatan Perda tidak boleh berisi hal-hal yang bersifat membedakan

berdasarkan latar belakang, antara lain agama, suku, ras, golongan, gender

atau status sosial.

9. Asas ketertiban dan kepastian hukum, bahwa setiap materi muatan

Perda harus dapat menimbulkan ketertiban dalam masyarakat melalui

jaminan adanya kepastian hukum.

10. Asas keseimbangan, keserasian dan keselarasan, bahwa setiap materi

muatan Perda harus mencerminkan keseimbangan, keserasian dan

keselarasan antara kepentingan individu dan masyarakat dengan

kepentingan bangsa dan negara.

Selain asas dan materi muatan di atas, DPRD dan Pemerintah Daerah

dalam menetapkan Perda harus mempertimbangkan keunggulan lokal /daerah,


13

sehingga mempunyai daya saing dalam pertumbuhan ekonomi dan

kesejahteraan masyarakat daerahnya.

Prinsip dalam menetapkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dalam

menunjang Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) adalah bertujuan

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui mekanisme APBD,

namun demikian untuk mencapai tujuan kemakmuran dan kesejahteraan

masyarakat daerah bukan hanya melalui mekanisme tersebut tetapi juga dengan

meningkatkan daya saing dengan memperhatikan potensi dan keunggulan

lokal/daerah, memberikan insentif (kemudahan dalam perijinan, mengurangi

beban Pajak Daerah), sehingga dunia usaha dapat tumbuh dan berkembang di

daerahnya dan memberikan peluang menampung tenaga kerjadan meningkatkan

PDRB masyarakat daerahnya.

2.2 Pengaturan Hukum Pembentukan Peraturan Daerah

Peraturan daerah adalah salah satu bentuk peraturan pelaksan undang-

undang. Pada pokoknya, kewenangannya mengatur bersumber dari kewenangan

yang di tentukan oleh pembentuk undang-undang. Akan tetapi, dalam hal-hal

tertentu, peraturan daerah juga dapat mengatur sendiri hal-hal yang meskipun

tidak didelegasikan secara eksplist kewenangannya oleh undang-undang, tetapi

dianggap perlu diatur oleh daerah untuk melaksanakan otonomi daerah yang

seluas-luasnya sebagaimana dimksud oleh pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD 1945.

Bahkan, dalam peraturan daerah juga dapat dimuat mengenai ketentuan pidana

seperti halnya dalam undang-undang. Dalam pasal 15 UU nomor 12 tahun 2011


14

ditentukan, “materi muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam

undang-undang dan peraturan daerah”.

Di samping itu, pasal 14 UU nomor 12 tahun 2011 menentukan, “materi

muatan Peraturan Daerah adalah seluruh materi muatan dalam rangka

penyelenggaraan otonomi daerah dan tugas pembantuan, dan menampung kondisi

khusus daerah serta penjabaran lebih lanjut Peraturan Perundang-undangan yang

lebih tinggi”. Menurut pasal 7 ayat (1) UU nomor 12 tahun 2011 jenis dan

hierarki peraturan perundang-undangan adalah :

1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

2. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat;

3. Undang-undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;

4. Peraturan Pemerintah;

5. Peraturan Presiden;

6. Peraturan Daerah Provinsi; dan

7. Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Dengan perkataan lain, disamping untuk melaksanakan (i) ketentuan

undang-undang, peraturan daerah juga dapat dibentuk untuk melaksanakan, (ii)

ketentuan undang-undang dasar secara langsung, ataupun untuk menjabarkan

lebih lanjut materi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang lebih

tinggi. Seperti sudah ditentukan dalam pasal 14 yang dikutipkan di atas, materi

muatan peraturan daerah itu adalah (a) seluruh materi yang dibutuhkan dalam

rangka menyelenggarakan otonomi daerah dan tugas pembantuan, (b)

menampung kondisi-kondisi yang bersifat khusus di daerah, dan (c) menjabarkan


15

ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Peraturan

Presiden, Peraturan Pemerintah, dan Undang-undang atau peraturan pengganti

Undang-undang.

Karena kewengan untuk mengatur penyelenggaran otonomi daerah dan

tugas pembantuan itu juga ditentukan dalam pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD 1945,

maka peraturan daerah yang memuat materi yang diperlukan untuk

menyelenggarakan otonomi dan tugas pembantuan itu juga dapat dianggap secara

langsung melaksanakan ketentuan undang-undang dasar.

Proses pembentukan peraturan daerah itu, terutama berkenaan dengan

Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten, dan Peraturan Daerah

Kota agak mirip dengan pembentukan Undang-undang di tingkat pusat. Dalam

pasal 56 sampai pasal 63 UU nomor 12 tahun 2011. Dalam Pasal 56 menentukan

bahwa rancangan peraturan daerah dapat berasal dari dewan perwakilan rakyat

daerah atau gubernur, atau bupati/walikota, masing-masing sebagai kepala

pemerintah daerah provinsi, kabupaten, atau kota. Rancangan peraturan daerah

disertai dengan naskah akademik. Dalam hal rancangan peraturan daerah

mengenai (i) anggaran pendapatan dan belanja daerah, (ii) pencabutan peraturan

daerah, atau (iii) perubahan peraturan daerah yang hanya terbatas mengubah

beberapa materi. Disertai dengan keterangan pokok pikiran dan materi muatan

yang diatur. Dalam pasala 57 penyusunan naskah akademik rancangan peraturan

daerah sesuai dengan teknik penyusunan naskah akademik. Ketentuan lebih lanjut

mengenai tata cara mempersiapkan rancangan peraturan daerah yang berasal dari

gubernur atau bupati/walikota diatur dengan peraturan presiden. Dalam pasal 60


16

ditentukan bahwa rancangan peraturan daerah dapat disampaikan oleh, anggota,

komisi, gabungan komisi, atau alat kelengakapan dewan perwakilan daerah yang

khusus menangani bidang legilasi. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara

mempersiapakan rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud diatur dalam

peraturan tata tertib dewan perwakilan rakyat daerah.

Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh gubernur atau

bupati/walikota disampaikan dengan surat pengantar gubernur atau

bupati/walikota kepada dewan perwakilan rakyat daerah oleh gubernur atau

bupati/walikota. Rancangan peraturan daerah yang telah disiapkan oleh dewan

perwakilan rakyat daerah disampaikan oleh pimpinan dewan perwakilan rakyat

daerah kepada gubernur atau bupati/walikota. Penyebarluasan rancangan

peraturan daerah yang berasal dari dewan perwakilan rakyat daerah itu

dilaksanakan oleh secretariat dewan perwakilan rakyat daerah. Sementara itu,

penyebarluasana rancangan peraturan daerah yang berasala dari gubernur atau

bupati/walikota dilaksanakan oleh sekretaris daerah. Apabila dalam suatu masa

siding, gubernur atau bupati/walikota dan dewan perwakilan rakyat daerah

menyampaikan rancangan peraturan daerah , mengenai materi yang sama, maka

yang dibahs adalah rancangan peraturan daerah yang disampaikan oleh gubernur

atau bupati/walikota digunakan sebagai bahan untuk dipersandingkan.9

Selanjutnya, mengenai pembahasan dan pengesahan peraturan daerah

diatur pula secara rinci dalam bab VIII UU nomor 12 tahun 2011. Dalam pasal 75

undang-undang ini ditentukan bahwa pembahasan rancangan peraturan daerah di

di dewan perwakilan rakyat daerah dilakukan oleh dewan perwakilan rakyat aerah
9
www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 14 September 2023
17

nersam gubernur atau bupati/walikota. Pembahasan bersama sebagaimana

dimaksud dilakukan melalui tingkat-tingkat pembicaraan. Tingkat-tingkat

pembicaraan dimaksud dilakukan dalam rapat komisi/panitia/alat kelengkapan

dewan perwakilan rakyat daerah yang khusus menangani bidang legilasi dan rapat

paripurna. Ketentuan lebih lanjut berkenaan dengan tata cara pembahasan

rancangan peraturan daerah dikmaksud diatur dengan peraturan tata tertib dewan

perwakilan rakyat daerah.

Dalam pasal 76 rancangan peraturan daerah dapat ditarik kembali sebelum

dibahas bersama oleh dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau

bupati/walikota. Rancangan peraturan daerah yang sedang dibahas hanya dapat

daitarik kembali berdasarkan persetujuan bersama dewan perwakilann rakyat

daerah dan gubernurr atau bupati/walikota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata

cara penarikan kembali rancangan peraturan daerah diatur dengan perautan tata

tertib dewan perwakilan drakyat daerah.

Mengenai penetapan peraturan daerah tersebut, ditentukan pula dalam

pasal 78 bahwa rancangan peraturan daerah yang telah disetujui oleh dewan

perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota disampaikan oleh

pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota

untuk ditetapkan menjadi peraturan daerah. Penyampaian rancangan peraturan

daerah sebagaiman dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling

lambat tujuh hari terhitung sejak tanggal persetujuan bersama.

Rancangan peraturan daerah dimaksud pasal 78 dan pasal 80, menurut

ketentuan pasal 79 ayat (1) ditetapkan oleh gubernur atau bupati/walikota dengan
18

membubuhkan tana tangan dalam jangka waktu paling lambat tiga puluh hari

sejak rancangan peraturan daerah terseebut disetujui bersama oleh dewan

perwakilan rakyat daerah dan gubernur atau bupati/walikota. Ayat (2) Dalam hal

rancangan peraturan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak

ditantangani oleh gubernur atau bupati/walikota dalam waktu paling lambat tiga

puluh hari sejak rancangan peraturan daerah tersebut disetujui bersama, maka

rancangan peraturan daerah tersebut sah menjadi peraturan daerah dan wajib

diundangkan. Ayat (3) Dalam hal sahnya rancangan peraturan daerah

sebagaimana dimaksud ayat (2), maka kalimat pengesahannya berbunyi: peraturan

daerah ini dinyatakan sah. Ayat (4) Kalimat pengesahan yang berbunyi

sebagaimana dimaksud ayat (3) harus dibubuhkan pada halam terakhir peraturan

daerah sebelum pengundangan naskah peraturan daerah ke dalam lembaran

daerah.

Peraturan daerah, baik peraturan daerah provinsi, kabupaten, maupun

peraturan daerah kota diundangkan dalam lembaran daerah; sedangkan peraturan

gubernur, peraturan gubernur, peraturan bupati/walikota, atau peraturan lain

dibawahnya dimuat dalam berita daerah. Pengundangan peraturan daerah dalam

lembaran daerah dan berita daerah dilaksanakan oleh sekretaris daerah.

Selanjutnya, setelah diundangkan sebagaimana mestinya, peraturan daerah

tersebut menurut pasal 86 wajib disebarluaskan. Pemerintah daerah wajib

menyebarluaskan peraturan daerah yang telah diundangkan dalam lembaran

daerah dan peraturan di bawahnya yang telah diundangkan dalam berita daerah.

Untuk itu, kepala pemerintah daerah, yaitu gubernur, bupati, dan walikota harus
19

melaksanakan kewajibannya ide dengan sungguh-sungguh dengan

menyelenggarakan berbagai program penyebarluasan informasi dan pengetahuan

hukum dalam lingkup wilayah tanggung jawabnya masing-masing.

Bahkan, penyebarluasan informasi dan pengetahuan hukum itu sendiri

harus pula dimaknai sebagai tanggung jawab yang menyangkut tuntutan

kebutuhan akan pendidikan, pemasyarakatan, dan pembudayaan hukum dalam

artu yang lebih luas dan menyeluruh disetiap daerah, sehingga upaya mewujudkan

cita negara hukum, di mana system hukum dan konstitusi yang menjadi landasan

bekerjanya system bernegara dapat berjalan dengan sebaik-baiknya di mana

hukum dan keadilan benar-benar terwujud sebagaimana mestinya.


BAB III

PENUTUP

1. Simpulan

1) Peraturan Daerah (Perda) adalah peraturan perundangundangan yang

dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan persetujuan

bersama Kepala Daerah. Peraturan Daerah ada dua macam yaitu

Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 7 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011

tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan

Daerah Provinsi adalah Peraturan Perundang-undangan yang dibentuk

oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi dengan persetujuan

bersama Gubernur

2) Peraturan daerah adalah salah satu bentuk peraturan pelaksan undang-

undang. Pada pokoknya, kewenangannya mengatur bersumber dari

kewenangan yang di tentukan oleh pembentuk undang-undang. Akan

tetapi, dalam hal-hal tertentu, peraturan daerah juga dapat mengatur

sendiri hal-hal yang meskipun tidak didelegasikan secara eksplist

kewenangannya oleh undang-undang, tetapi dianggap perlu diatur

oleh daerah untuk melaksanakan otonomi daerah yang seluas-luasnya

sebagaimana dimksud oleh pasal 18 ayat (3) dan (4) UUD 1945.

Bahkan, dalam peraturan daerah juga dapat dimuat mengenai

20
21

ketentuan pidana seperti halnya dalam undang-undang. Dalam pasal

15 UU nomor 12 tahun 2011 ditentukan, “materi muatan mengenai

ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam undang-undang dan

peraturan daerah”.

2. Saran

1) Disarankan agar pemerintah daerah dalam menerbitkan suatu aturan

derah harus selalu mengacu kepada aturan aturan yang berlaku lebih

tinggi, seperti Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

2) Disarankan agar masyarakat ikut dalam partisipasi pengawasan

terhadap pemerintah daerah dalam mencanangkan suatu rancangan

aturan sehingga tidak terjadi kesewenang wenangan dalam

pembentukan peraturan daerah.


DAFTAR PUSTAKA

Jimly Asshiddiqie, 2006, Perihal Undang-Undang di Indonesia, Sekretariat


Jenderal Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta.

Widodo Ekatjahjana. 2008. Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan.


Bandung : Citra Aditia

Trijono, Rachmat. 2013. Dasar-dasar Ilmu Pengetahuan Perundang-undangan.


Depok Timur: Papas Sinar Sinanti.

Farida Indrati S, Maria. 2007. Ilmu Perundang-undangan 2. Yogyakarta: Kanisius


( Anggota Ikapi ).

www.hukumonline.com, diakses pada tanggal 14 September 2023.

Anda mungkin juga menyukai