DOSEN PENGAMPU :
DISUSUN OLEH:
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER KENOTARIATAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2022/2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang ini tepat pada
waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas pada salah satu mata kuliah. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang akan ditekuni dan terima kasih juga kepada semua pihak
makalah ini.
kekurangan yang akan tulis dan masih jauh dari kata sempurna dan diharapkan
adanya kritik dan saran yang membangun akan sangat dinantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................
A. Latar Belakang ...........................................................................................................
B. Rumusan Masalah.......................................................................................................
C. Tujuan Masalah...........................................................................................................
BAB II........................................................................................................................................
PEMBAHASAN........................................................................................................................
Kewenngan Politik Hukum Dalam Pembuatan Akta Notaris....................................................
BAB III.....................................................................................................................................
PENUTUP................................................................................................................................
A. Kesimpulan................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah Negara hukum, sebagaimana yang diterangkan dalam
penjelasan Undang-Undang Dasar 1945. Dengan demikian maka segala sesuatu yang
berhubungan dengan penyelenggaraan negara dan pemerintahan harus berlandaskan
dan berdasarkan atas hukum, sebagai barometer untuk mengukur suatu perbuatan atau
tindakan telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang telah disepakati. Negara
hukum merupakan suatu negara yang dalam wilayahnya terdapat alat-alat
perlengkapan negara, khususnya alat-alat perlengkapan dari pemerintah dalam
tindakannya terhadap para warga negara dan dalam hubungannya tidak boleh
bertindak sewenang-wenang, melainkan harus memperhatikan peraturan-peraturan
hukum yang berlaku, dan semua orang dalam hubungan kemasyarakatan harus
tunduk pada peraturan-peraturan hukum yang berlaku.
Seorang Notaris, menurut pendapat Tan Thong Kie “Notaris adalah seorang
fungsionaris dalam masyarakat, hingga sekarang jabatan seorang Notaris masih
disegani. Seorang Notaris biasanya dianggap sebagai seorang pejabat tempat
seseorang dapat memperoleh nasihat yang boleh diandalkan“. Segala sesuatu yang
ditulis serta ditetapkan adalah benar, ia adalah pembuatan dokumen yang kuat dalam
suatu proses hukum2 Dalam Pasal 1 UUJN disebutkan bahwa, Notaris adalah pejabat
umum yang berwenang untuk membuat akta otentik, dan memiliki kewenangan
sebagaimana dimaksud dalam UUJN atau berdasarkan Undang-Undang lainnya,
untuk penjelasan lebih lanjut terdapat dalam penjelasan Undang-Undang tersebut
pada alinea ketiga, dijelaskan bahwa, “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang
untuk membuat akta otentik, sejauh pembuatan akta otentik tersebut tidak ditentukan
atau tidak dikhususkan bagi pejabat umum lainnya.
1
G.H.S. Lumban Tobing, Peraturan Jabatan Notaris, Erlangga, Jakarta, 1983, h. 48
2
Tan Thong Kie, Studi Notariat dan Serba‐Serbi Praktek Notaris, Buku I, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta, 2000, h. 157.
1. Kebijakan negara tentang hukum yang akan diberlakukan atau tidak
diberlakukan dalam rangka pencapaian tujuan negara;
2. Latar belakang politik, ekonomi, sosial, budaya atas lahirnya produk
hukum; dan
3. Penegakan hukum dalam kenyataan lapangan.3
Diantara para pejabat umum yang memangku tugas dari negara, terdapat
pejabat yang disebut dengan notaris. Adapun notaris adalah pejabat umum yang
khusus ditunjuk oleh negara untuk menangani masalah-masalah pembuatan akta
otentik mengenai semua perbuatan, perjanjian, dan penetapan yang diharuskan oleh
suatu peraturan umum atau oleh yang berkepentingan dikehendaki untuk dinyatakan
dalam suatu akta otentik, menjamin kepastian tanggalnya, menyimpan akta nya dan
memberikan grosse, salinan, dan kutipannya, semua sepanjang pembuatan akta itu
oleh suatu peraturan umum tidak juga ditugaskan atau dikecualikan kepada pejabat
atau orang lain.
Kegiatan notaris di Indonesia banyak dipengaruhi oleh politik dan hukum itu
sendiri. Pengaruh politik dapat terlihat dari dibuatnya suatu produk politik yang
berupa undang-undang khusus yang mengatur mengenai jabatan notaris yaitu
Undang-Undang No. 30 Tahun 2004 Tentang Jabatan Notaris. Dan status Indonesia
yang merupakan negara hukum tentunya juga akan mempengaruhi setiap tindakan
dan perbuatan para notaris karena mereka harus berpedoman pada hukum-hukum
yang berlaku dalam memberikan kewenangan dalam Notaris.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka, kami akan mencoba
membahas permasalahan antara lain:
1. Bagaimana Kewenangan Politik Hukum dalam Pembuatan Akta Notaris?
5
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia. (Jakarta: Rajagrafindo Persada,2009), hal.3
C. Tujuan Masalah
Adapun tujuan dari masalah yang akan dibahas adalah :
1. Untuk mengetahui kewenangan politik hokum di bidang notaris dalam
pembuatan akta Notaris
BAB II
PEMBAHASAN
Politik hukum berkaitan hukum yang berlaku dan hukum yang dicita-citakan
dalam suatu Negara tersebut (ius constituendum) 7, sehingga memungkinkan
6
John Austin, The Province of Jurisprudence Determined Edited by David Champbell and Philip
Thomas. (London: Routledge Taylor & Francis Group, 1998), halaman xiii
7
Moh. Mahfud MD, Politik Hukum di Indonesia. (Rajawali Press: Jakarta, 2019), halaman 9.
seringnya perubahan dalam hukum yang berbentuk peraturan tersebut, khususnya
pada hukum regulasi-regulasi kenotariatan terutama juga yaitu Undang-Undang
Jabatan Notaris (UUJN) yang menurut penulis masih banyak yang belum
mensejahterakan Notaris, maka penulis perlu menulis thesis ini untuk merekonstruksi
politik hukum kenotariatan agar UUJN kedepan bisa lebih mengandung aturan-aturan
yang dapat mensejahterakan kehidupan para Notaris di Negara Indonesia.
Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik
dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Undang – Undang
ini atau berdasarkan Undang – Undang lainnya. Tentu saja undang – undang yang
dimaksdu adalah Undang - Undang Jabatan Notaris (UUJN) dan Undang – Undang
lainnya yang mengatur dan memberikan kewenangan lain kepada Notaris dalam
omenjalankan tugas jabatannya. Merujuk pada dasar perolehan kewenangan bahwa
Notaris dalam membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan berasal dari undang-
undang yang merupakan kewenangan atribusi yang artinya pemberian wewenang
pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan dalam peraturan perundangundangan
yang dalam hal ini adalah UUJN, sehingga kewenangan yang didapat melalui atribusi
adalah merupakan kewenangan asli.
Memahami Politik Hukum Pasal 15 Ayat (2) huruf f UUJN tidaklah dapat
dipahami hanya dengan membaca secara harfiah kata-kata dalam Pasal tersebut,
tetapi Pasal 15 Ayat (2) huruf f UUJN itu haruslah dipahami sebagai suatu sistem
yang tidak terpisahkan dengan pasal-pasal, penjelasan pasalpasal dan penjelasan
umum dari UUJN, maupun risalah rapat proses pembahasan rancangan undang-
undang tentang Jabatan Notaris serta dengan hokum nasional secara keseluruhan.
Dari sini dapat dilihat bahwa tidak terdapat peraturan yang lebih tinggi
mengesampingkan peraturan yang lebih rendah atau peraturan yang khusus
mengesampingkan peraturan yang umum, karena baik PPAT maupun Notaris diatur
oleh UU.
Akan tetapi haruslah digaris bawahi bahwa UUHT ini adalah Undang-Undang
tentang Hak Tanggungan, bukan tentang PPAT, sedang PPAT sendiri di atur dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan Jabatan Pejabat
Pembuat Akta Tanah Jo. Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2016 Tentang
Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 1998 Tentang Peraturan
Jabatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (Selanjutnya disebut PP PPAT) . Di sini dapat
dilihat bahwa para pembuat undang-undang sengaja untuk menghindari kekosongan
hukum dalam hal ini Undang - Undang tentang PPAT yang sampai saat ini juga
belum dibuat, maka definisi dari PPAT dimasukkan ke dalam Undang – Undang Hak
Tanggungan.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Selain membuat Akta Otentik, Pasal 15 Ayat (2) dan (3) UUJN menyebutkan bahwa
Notaris juga berwenang untuk:
a. Mengesahkan tanda tangan dan menetapkan kepastian tanggal surat di bawah
tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
b. Membukukan surat di bawah tangan dengan mendaftar dalam buku khusus;
c. Membuat kopi dari asli surat di bawah tangan berupa salinan yang memuat
uraian sebagaimana ditulis dan digambarkan dalam surat yang bersangkutan;
d. Melakukan pengesahan kecocokan fotokopi dengan surat aslinya;
e. Memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan Akta;
f. Membuat Akta yang berkaitan dengan pertanahan;
g. Membuat Akta Risalah Lelang;
h. Mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary),
i. Membuat Akta ikrar wakaf; dan
j. Membuat Akta Hipotek pesawat terbang
Politik Hukum Pasal 15 Ayat (2) huruf f UUJN yang memberikan kewenangan
kepada Notaris untuk dapat membuat akta yang berkaitan dengan pertanahan adalah dalam
rangka terciptanya unifikasi jabatan antara Notaris dan PPAT sehingga seorang yang
diangkat menjadi Notaris akan otomatis menjadi PPAT. Akan tetapi, keinginan ini belum
bisa terlaksana akibat tidak adanya harmonisasi peraturan perundang - undangan yang
mengatur kedua jabatan tersebut sehingga kewenangan-kewenangannya saling tumpang
tindih.
2. Saran
DAFTAR PUSTAKA