Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

HUKUM PERDATA
(Hak Harta Warisan Bagi Anak Angkat Antar Warga Negara
Indonesia Berdasarkan Kuh Perdata)

DISUSUN OLEH :
NI PUTU INTAN SINTYA DEVI
D10121545

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS TADULAKO
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT., karena berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan karya tulis

ilmiah yang berjudul “Hukum Perdata”.

Penulis menyusun makalah ini dengan tujuan untuk memenuhi salah satu

tugas dari guru mata Kuliah Hukum Perdata. Dalam penyusunan makalah ini

penulis banyak mengalami tantangan dan hambatan. Akan tetapi, karena berkat

bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, akhirnya penyusunan makalah ini dapat

diselesaikan. Oleh karena itu, sudah selayaknya penulis menyampaikan banyak

terima kasih kepada semuanya.

Penulis sadari bahwa pembuatan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan. Karena masih banyak kekurangan, kesalahan, dan kekeliruan, baik

dalam penulisan maupun dalam penyajian. Hal ini disebabkan karena keterbatasan

pengetahuan dan wawasan penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang sifatnya membangun, guna perbaikan pada masa yang akan datang.

Semoga karya tulis ini dapat memberikan manfaat, terutama bagi pembaca

dan semua pihak yang memerlukan makalah ini.

Palu, 17 November 2023

Penulis,

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

A. Latar Belakang ............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah ........................................................................................ 2

C. Tujuan .......................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

A. Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit ....................................... 3

B. Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal ......................................... 4

C. Sumber Hukum Perdata ............................................................................... 5

D. Sistematika Hukum Perdata ......................................................................... 6

E. Asas-asas Hukum Perdata ............................................................................ 8

F. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia ......................................................... 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 20

A. Kesimpulan ................................................................................................ 20

B. Saran........................................................................................................... 20

DAFTAR PUSAKA ............................................................................................ 21

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pada dasarnya kehidupan antara seseorang itu didasarkan pada adanya suatu

“hubungan”, baik hubungan atas suatu kebendaan atau hubungan yang lain.

Adakalanya hubungan antara seseorang atau badan hukum itu tidak berjalan mulus

seperti yang diharapkan, sehingga seringkali menimbulkan permasalahan hukum.

Sebagai contoh sebagai akibat terjadinya hubungan pinjam meminjam saja

seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Atau contoh lain dalam hal

terjadinya putusnya perkawinan seringkali menimbulkan permasalahan hukum. Hal

tersebut termasuk dalam masalah hukum perdata.

Apa itu hukum perdata? pertanyaan ini awalnya sangat sulit untuk dijawab,

mengingat hukum perdata mempunyai banyak segi, mempunyai arti sendiri.

Penerapan hukum perdata berkaitan dengan ruang lingkup hukum perdata itu

sendiri dapat bersifat luas dan dapat pula bersifat sempit. Dalam hukum

perdata dapat melihat seberapa jauh seseorang bergaul di dalam masyarakat

dan apa saja yang dilakukan seseorang tersebut di masyarakat.

Pada kesempatan pertama kali ini, kelompok kami akan mencoba

menerangkan tentang hukum perdata. Makalah ini akan memaparkan tentang

pengertian dan sekelumit tentang hukum perdata, sumber hukum perdata dan hal-

hal yang menyangkut tentang hukum perdata.

1
B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan makalah ini adalah sebagai

berikut.

1. Apa pengertian hukum perdata, baik dalam arti luas maupun arti sempit?

2. Apa maksud dari hukum perdata material dan hukum perdata formal?

3. Apa sumber hukum perdata?

4. Bagaimana sistematika hukum perdata?

5. Apa asas-asas hukum perdata?

6. Bagaimana sejarah hukum perdata di Indonesia?

C. Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengertian hukum perdata, baik dalam arti luas maupun

arti sempit.

2. Untuk mengetahui maksud dari hukum perdata material dan hukum perdata

formal.

3. Untuk mengetahui sumber hukum perdata.

4. Untuk megetahui sistematika hukum perdata.

5. Untuk mengethaui asas-asas hukum perdata.

6. Untuk mengetahui sejarah hukum perdata di Indonesia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Hukum Perdata Arti Luas dan Sempit

1. Pengertian Hukum Perdata

Istilah hukum perdata pertama kali diperkenalkan oleh Prof.

Djojodiguno sebagai terjemahan dari bahasa Belanda yaitu burgerlijkrecht

Wetboek (B.W) pada masa pendudukan Jepang. Di samping istilah itu,

sinonim hukum perdata adalah civielrecht dan privatrecht.

Para ahli memberikan batasan hukum perdata, seperti berikut. Van

Dunne mengartikan hukum perdata, khususnya pada abad ke -19 adalah:

“Suatu peraturan yang mengatur tentang hal-hal yang sangat esensial bagi

kebebasan individu, seperti orang dan keluarganya, hak milik dan perikatan.

Sedangkan hukum publik memberikan jaminan yang minimal bagi kehidupan

pribadi”

Pendapat lain yaitu Vollmar, dia mengartikan hukum perdata adalah:

“Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan pembatasan dan oleh

karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan perseorangan dalam

perbandingan yang tepat antara kepentingan yang satu dengna kepentingan

yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat tertentu terutama yang

mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu lintas”.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa pengertian hukum perdata

yang dipaparkan para ahli di atas, kajian utamanya pada pengaturan tentang

perlindungan antara orang yang satu dengan orang lain, akan tetapi di dalam

3
ilmu hukum subyek hukum bukan hanya orang tetapi badan hukum juga

termasuk subyek hukum, jadi untuk pengertian yang lebih sempurna yaitu

keseluruhan kaidah-kaidah hukum (baik tertulis maupun tidak tertulis) yang

mengatur hubungan antara subjek hukum satu dengan yang lain dalam

hubungan kekeluargaan dan di dalam pergaulan kemasyarakatan.

2. Pengertian Hukum Perdata dalam Arti Luas

Hukum perdata dalam arti luas adalah bahan hukum sebagaimana

tertera dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW) yaitu segala hukum

pokok yang mengatur kepentingan perseorangan, dan juga Kitab Undang-

Undang hukum dagang Wetboek van Koophandel (WVK) beserta sejumlah

undang-undang yang disebut undang-undang tambahan lainnya seperti

peraturan yang ada dalam KUHPerdata, KUHD, serta sejumlah undang-

undang tambahan (UU pasar modal, UU tentang PT dan sebagainya).

3. Pengertian Hukum Perdata Arti sempit

Hukum perdata dalam arti sempit yaitu hukum perdata sebagaimana

yang terdapat dalam KUHPerdata saja.

B. Pengertian Hukum Perdata Material dan Formal

1. Hukum Perdata Material

Pengertian hukum perdata material adalah menerangkan perbuatan-

perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-hukuman apa yang dapat

dijatuhkan. Hukum materil menentukan isi sesuatu perjanjian, sesuatu

perhubungan atau sesuatu perbuatan. Dalam pengertian hukum materil

perhatian ditujukan kepada isi peraturan.

4
2. Hukum Perdata Formal

Pengertian hukum perdata formal adalah menunjukkan cara

mempertahankan atau menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam

perselisihan maka hukum formil itu menunjukkan cara menyelesaikan di muka

hakim. Hukum formil disebut pula hukum Acara. Dalam pengertian hukum

formil perhatian ditujukan kepada cara mempertahankan/ melaksanakan isi

peraturan.

C. Sumber Hukum Perdata

Sumber hukum adalah segala sesuatu yang menimbulkan aturan-aturan

yang mempunyai kekuatan yang bersifat memaksa, yakni aturan-aturan yang kalau

dilanggar mengakibatkan timbulnya sanksi yang tegas dan nyata. Sumber hukum

perdata adalah asal mula hukum perdata atau tempat dimana hukum perdata di

temukan.

Volamar membagi sumber hukum perdata menjadi empat macam. Yaitu

KUH perdata, traktat, yurisprudensi, dan kebiasaan. Dari keempat sumber tersebut

dibagi lagi menjadi dua macam, yaitu sumber hukum perdata tertulis dan tidak

tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum perdata tertulis yaitu tempat

ditemukannya kaidah-kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tertulis.

Umumnya kaidah hukum perdata tertulis terdapat di dalam peraturan perundang-

undangan, traktat, dan yurisprudensi. Sumber hukum perdata tidak tertulis adalah

tempat ditemukannya kaidah hukum perdata yang berasal dari sumber tidak tertulis.

Seperti terdapat dalam hukum kebiasaan.

Yang menjadi sumber perdata tertulis yaitu:

5
1. AB (algemene bepalingen van Wetgeving) ketentuan umum permerintah

Hindia Belanda

2. KUHPerdata (BW)

3. KUH dagang

4. UU No 1 Tahun 1974

5. UU No 5 Tahun 1960 Tentang Agraria.

D. Sistematika Hukum Perdata

Sistematika, yang di dalam bahasa Inggris, disebut systematics, bahasa

Belandanya, yaitu systematiken, yaitu susunan atau struktur dari Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Di negara-negara yang menganut sistem Common

Law tidak mengenal pembagian antara hukum publik dan hukum privat. Sehingga

hukum perdatanya tidak dibuat dalam sebuah kodifikasi, tetapi ketentuan-ketentuan

yang berkaitan dengan hukum perdata tersebar dalam berbagai act atau undang-

undang. Namun, di dalam sistem hukum yang menganut Civil Law, maka sumber

hukum utama, yaitu hukum kodifikasi yang tercantum dalam Kitab Undang-

Undang Hukum Perdata. Berikut ini, disajikan sistematika Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia, Belanda, Rusia, Perancis dan Jerman.

Sistematika KUH Perdata yang berlaku di Indonesia, meliputi :

Buku I : tentang orang

Buku II : tentang Hukum Perdata

Buku III : tentang Perikanan

Buku IV : tentang Pembuktian dan Daluarsa

6
Di negeri Belanda, Kitab Undang-Undang Hukum Perdatanya telah

dilakukan penyempurnaan. Dengan adanya penyempurnaan itu, maka terjadi

perubahan sistematika, yang semula hanya terdiri atas lima buku, yang meliputi :

Buku I : tentang hukum orang dan keluarga (Personen-en-Familierecht)

Buku II : tentang Badan Hukum (Rechrspersoon)

Buku III : tentang Hukum Kebendaan (Van Verbindtenissen)

Buku IV : tentang Daluarsa (Van Verjaring)

Kelima buku itu telah disempurnakan menjadi sepuluh buku. Kesepuluh

buku itu, meliputi :

Book 1 : Person and Family Law (Hukum orang dan Keluarga)

Book 2 : Legal Person (Badan Hukum)

Book 3 : Property Law in General (Hukum harta kekayaan secara umum)

Book 4 : Succession (inheritance) (hukum warisan)

Book 5 : Real Property Rights (hak atas harta kekayaan)

Book 6 : Obligation and Contracts (perikatan dan kontrak)

Book 7 : Particular Contracts (revised) (perjanjian khusus)

Book 7 : Particular Contracts (unrevised) (perjanjian khusus)

Book 8 : Transport Law (hukum pengangkutan)

Book 9 : Intellectual Property (hak kekayaan intelektual)

Book 10 : Private International Law (hukum perdata internasional)

Sementara itu, Rusia merupakan salah satu negara yang cukup maju dalam

perkembangan hukum, khususnya hukum perdata, karena dinegara ini telah

menetapkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Federasi Rusia, yang disebut

7
dengan The Civil Code of the Russian Federation. Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Federasi Rusia ditetapkan dalam dua tahap, yaitu :

1. Tahap pertama ditetapkan pada tahun 2003

2. Tahap kedua ditetapkan pada tanggal 18 Desember 2006.

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Rusia terdiri dari 1551 pasal atau

artikel dan empat bagian dan masing-masing dibagi dalam divisi-divisi. Code Civil

Prancis terdiri dari empat buku dan terdiri atas bagian dan pasal, jumlah pasal yang

tercantum Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Prancis, yaitu sebanyak 2302

pasal. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Jerman atau disebut juga German

Civil Code atau Bürgerlichen Gesetzbuches (BGB) terdiri dari empat buku dan

2385 pasal, dan ditetapkan pada 18 agustus 1896.

E. Asas-asas Hukum Perdata

Beberapa asas yang terkandung dalam KUHPerdata yang sangat penting

dalam Hukum Perdata adalah:

1. Asas Kebebasan Berkontrak

Asas ini mengandung pengertian bahwa setiap orang dapat mengadakan

perjanjian apapun juga, baik yang telah diatur dalam undang-undang, maupun

yang belum diatur dalam undang-undang (lihat Pasal 1338 KUHPdt).

2. Asas Konsensualisme

Asas konsensualisme dapat disimpulkan dalam Pasal 1320 ayat (1)

KUHPdt. Pada pasal tersebut ditentukan bahwa salah satu syarat sahnya

perjanjian adalah adanya kata kesepakatan antara kedua belah pihak. Asas ini

merupakan asas yang menyatakan bahwa perjanjian pada umumnya tidak

8
diadakan secara formal, melainkan cukup dengan adanya kesepakatan kedua

belah pihak. Kesepakatan adalah persesuaian antara kehendak dan pernyataan

yang dibuat oleh kedua belah pihak.

3. Asas Kepercayaan

Asas kepercayaan mengandung pengertian bahwa setiap orang yang

akan mengadakan perjanjian akan memenuhi setiap prestasi yang diadakan

diantara mereka dibelakang hari.

4. Asas Kekuatan Mengikat

Asas kekuatan mengikat ini adalah asas yang menyatakan bahwa

perjanjian hanya mengikat bagi para pihak yang mengikatkan diri pada

perjanjian tersebut dan sifatnya hanya mengikat.

5. Asas Persamaan Hukum

Asas persamaan hukum mengandung maksud bahwa subjek hukum

yang mengadakan perjanjian mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang

sama dalam hukum. Mereka tidak boleh dibeda-bedakan antara satu sama

lainnya, walaupun subjek hukum itu berbeda warna kulit, agama, dan ras.

6. Asas Keseimbangan

Asas keseimbangan adalah asas yang menghendaki kedua belah pihak

memenuhi dan melaksanakan perjanjian. Kreditur mempunyai kekuatan untuk

menuntut prestasi dan jika diperlukan dapat menuntut pelunasan prestasi

melalui kekayaan debitur, namun debitur memikul pula kewajiban untuk

melaksanakan perjanjian itu dengan itikad baik

7. Asas Kepastian Hukum

9
Asas kepastian hukum atau disebut juga dengan asas pacta sunt

servanda merupakan asas yang berhubungan dengan akibat perjanjian.

Asas pacta sunt servanda merupakan asas bahwa hakim atau pihak ketiga

harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak,

sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan

intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak.

8. Asas Moral

Asas moral ini terikat dalam perikatan wajar, yaitu suatu perbuatan

sukarela dari seseorang tidak dapat menuntut hak baginya untuk menggugat

prestasi dari pihak debitur. Hal ini terlihat dalam zaakwarneming, yaitu

seseorang melakukan perbuatan dengan sukarela (moral). Yang bersangkutan

mempunyai kewajiban hukum untuk meneruskan dan menyelesaikan

perbuatannya. Salah satu faktor yang memberikan motivasi pada yang

bersangkutan melakukan perbuatan hukum itu adalah didasarkan pada

kesusilaan (moral) sebagai panggilan hati nuraninya.

9. Asas Perlindungan

Asas perlindungan mengandung pengertian bahwa antara debitur dan

kreditur harus dilindungi oleh hukum. Namun, yang perlu mendapat

perlindungan itu adalah pihak debitur karena pihak ini berada pada posisi yang

lemah.Asas-asas inilah yang menjadi dasar pijakan dari para pihak dalam

menentukan dan membuat suatu kontrak/perjanjian dalam kegiatan hukum

sehari-hari. Dengan demikian dapat dipahami bahwa keseluruhan asas diatas

10
merupakan hal penting dan mutlak harus diperhatikan bagi pembuat

kontrak/perjanjian sehingga tujuan akhir dari suatu kesepakatan dapat tercapai

dan terlaksana sebagaimana diinginkan oleh para pihak.

10. Asas Kepatutan.

Asas kepatutan tertuang dalam Pasal 1339 KUHPdt. Asas ini berkaitan

dengan ketentuan mengenai isi perjanjian yang diharuskan oleh kepatutan

berdasarkan sifat perjanjiannya.

11. Asas Kepribadian (Personality)

Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang

yang akan melakukan dan/atau membuat kontrak hanya untuk kepentingan

perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340

KUHPdt.

12. Asas Itikad Baik (Good Faith)

Asas itikad baik tercantum dalam Pasal 1338 ayat (3) KUHPdt yang

berbunyi: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik.” Asas ini

merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus

melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang

teguh maupun kemauan baik dari para pihak.

F. Sejarah Hukum Perdata di Indonesia

Hukum perdata tertulis yang berlaku di Indonesia merupakan produk hukum

perdata Belanda yang diberlakukan asaskonkordansi yaitu hukum yang berlaku di

negeri jajahan (Belanda) sama dengan ketentuan yang berlaku di negeri penjajah.

11
Secara makrosubtansial perubahan-perubahan yang terjadi pada hukum

perdata Indonesia : Pertama, pada mulanya hukum perdata indonesia merupakan

ketentuan-ketentuan pemerintahan Hindia-Belanda yang diberlakukan di Indonesia

(Algamene Bepalingen van Wetgeving) Kedua dengan konkordansi pada tahun

1847 diundangkan KUHPerdata (BW) oleh pemerintahan Belanda.

Dalam prespektif hukum sejarah, hukum perdata yang berlaku di Indonesia

terbagi dalam dua periode, yaitu periode sebelum Indonesia merdeka dan periode

setelah Indonesia merdeka.

1. Hukum Perdata pada masa penjajahan Belanda

Sebagai negara jajahan, maka hukum yang berlaku di Indonesia adalah

hukum bangsa penjajah. Hal yang sama untuk hukum perdata. Hukum perdata

yang diberlakukan bangsa Belanda untuk Indonesia mengalami adopsi dan

perjalanan sejarah yang sangat panjang.

Pada mulanya hukum perdata Belanda dirancang oleh suatu panitia

yang dibentuk tahun 1814 yang diketuai oleh Mr.J.M Kempers (1776-1824).

Tahun 1816, Kempers menyampaikan rencana code hukum tersebut pada masa

pemerintahan Belanda didasarkan pada hukum belanda kunodan diberi

nama own Kempers. Dalam perjalanannya bagi orang-orang Tiong Hoa dan

bukan Tiong Hoa mengalami pembedaan dalam pelaksanaan perundang-

undangan dalam hukum perdata.

12
2. Hukum Perdata sejak Kemerdekaan

Hukum perdata yang berlaku di Indonesia didasarkan pada pasal II

aturan peralihan UUD 1945, yang pada pokoknya menentukan bahwa segala

peraturan dinyatakan masih berlaku sebelum diadakan peraturan baru menurut

UUD termasuk didalamnya hukum perdata belanda yang berlaku di Indonesia.

Hal ini untuk mencegah terjadinya kekosongan hukum (Rechtvacum), dibidang

Hukum Perdata.

Menurut Sudikno Mertokusumo, keberlakuan hukum perdata Belanda

tersebut di Indonesia didasarkan pada berberapa pertimbangan. Selain itu,

secara keseluruhan hukum perdata Indonesia dalam perjalanan sejarahnya

mengalami berberapa proses perubahan yang mana perubahan tersebut

disesuaikan dengan kondisi bangsa Indonesia sendiri. Hukum perdata ini

meliputi enam pembahasan, yaitu : Hukum Agraria, Hukum Perkawinan,

Hukum Islam yang Direseptio, Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-

benda yang Berkaitan dengan Tanah, Jaminan Fidusia, dan Lembaga

Penjaminan Simpanan.

1. Pengaturan Hak Harta Warisan bagi Anak Angkat Antar Warga


Negara Indonesia berdasarkan KUH Perdata
Hukum Waris dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, diatur
dalam Buku II tentang Benda, karena hak mewaris diidentikkan dengan hak
kebendaan seperti yang diatur dalam Pasal 528 KUH Perdata, dan hak
mewaris adalah salah satu cara untuk memperoleh hak harta kebendaan
yang dirumuskan dalam Pasal 584 KUH Perdata. Surini Ahlan dan Nurul
Elmiyah,2005:9)

13
Hukum Waris adalah hukum-hukum atau peraturan-peraturan yang
mengatur tentang apakah dan bagaimanakah pelbagai hak-hak dan
kewajiban tentang kekayaan seseorang pada waktu ia meninggal dunia akan
beralih kepada orang lain yang masih hidup (Mohd Idris Ramulyo,
1993:43).

Dalam hal pewarisan, ada beberapa prinsip umum ialah: (Surini Ahlan
dan Nurul Elmiyah,2005:15)
a) Pada asasnya, yang dapat beralih kepada ahli waris ialah hak dan
kewajiban dalam hukum harta kekayaan saja.

b) Bahwa dengan meninggalnya seseorang, seketika itu segala hak dan


kewajiban Pewaris beralih kepada ahli warisnya

c) Pada asasnya, harta peninggalan tidak boleh dibiarkan dalam keadaan


tidak terbagi.

d) Yang berhak mewaris, pada dasarnya adalah keluarga sedarah dengan


pewaris.

e) Pada asasnya, seorang bayi yang baru lahirpun cakap mewaris.

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata berlaku suatu asas,


bahwa hanyalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban dalam lapangan hukum
kekayaan harta benda saja yang dapat diwariskan.
Dengan demikian, dalam Hukum Waris, hanyalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban yang dapat dinilai dengan uang saja yang dapat
diwariskan. (Subekti, 1984:95-96).

Hak dan kewajiban yang dapat diwariskan di bidang harta kekayaan


misalnya:
(1) Hak suami untuk menyangkal keabsahan anak, ternyata dapat
dilanjutkan oleh para ahli warisnya, sebagaimana diantur dalam Pasal
277 jo. Pasal 259 KUH Perdata

14
(2) Hak untuk menuntut keabsahan anak dapat pula dialnjutkan oleh para
ahli warisnya, kalau tuntutan tersebut sudah diajukan oleh anak yang
menuntut keabsahan yang sementara perkaranya berlangsung telah
meninggal dunia. Hal-hal yang diatur dalam Pasal 269, 270, dan Pasal
271 KUH Perdata, secara garis besar menetapkan bahwa seorang anak
dapat mewujudkan tuntutan agar ia oleh Pengadilan Negeri dnyatakan
sebagai anak sah.
Terhadap ketentuan tersebut di atas,ternyata ada juga hak dan
kewajiban di bidang hukum kekayaan yang tidak beralih, misalnya:
(a) Hubungan kerja atau hak dan kewajiban dalam bidang hukum
kekayaan yang sifatnya sangat pribadi, mengandung prestasi yang
kaitannya sangat erat dengan Pewaris,
Contoh: hubungan kerja pelukis, pematung, sebagaimana diatur
dalam Pasal 1601 dan Pasal 1318 KUH Perdata.

(b) Keanggotaan dalam perseorangan, sebagaimana diatur dalam Pasal


1646 ayat (4) KUH Perdata.

(c) Pemberian kuasa berakhir dengan meninggalnya orang yang memberi


kuasa, diatur dalam Pasal 1813 KUH Peradata.

(d) Hak untuk menikmati hasil orang tua/wali atas kekayaan anak yang di
bawah kekuasaan orang tua atau di bawah perwalian, berakhir dengan
meninggalnya si anak, diatur dalamPasal 314 KUH Perdata.

(e) Hak pakai hasil berakhir dengan meninggalnya orang yang memiliki
hak tersebut, diatur dalam Pasal 807 KUH Perdata. (Surini Ahlan dan
Nurul Elmiyah,2005:8)

Harta warisan adalah segala harta kekayaan yang ditinggalkan oleh


orang yang meninggal dunia yang berupa semua harta kekayaan dari yang
meninggal dunia setelah dikurangi dengan semua utangnya (Ali
Afandi,1997:7)

15
Suatu proses pewarisan baru akan terjadi jika terpenuhi 3 (tiga)
persyaratan, yaitu : (Surini Ahlan Nurul Elmiyah, 2005:14):
i) Ada orang yang meninggal dunia

ii) Untuk dapat memperoleh harta peninggalan, seorang ahli waris harus
hidup saat pewaris meninggal dunia.
iii) Ada sejumlah harta kekayaan yang ditinggalkan pewaris.

Setelah terpenuhi syarat-syarat tersebut di atas, para ahli waris diberi


kelonggaran oleh Undang-Undang untuk selanjutnya menentukan sikap
terhadap suatu warisan, ahli waris diberi hak untuk memikir selama 4
(empat) bulan setelah itu ia harus menyatakan sikapnya apakah menerima
atau menolak warisan atau mungkin saja ia menerima warisan secara
beneficiar yang merupakan suatu jalan tengah antara menerima dan
menolak warisan (Eman Suparman,1991:27-29).

Dalam hal mewaris yang kedudukannya diatur dalam KUH Perdata,


yaitu dengan meninggalnya seseorang yang meningalkan harta dan
meninggalkan ahli waris, maka ada ahli waris yang mewaris berdasarkan
kedudukannya sendiri (uit eigen hoofed) dan mewaris berdasarkan
penggantian (representatie atau bij plaatsvervulling) yaitu: (Mohd Idris
Ramulyo, 1993:21-22)
1. Ahli waris yang mewaris berdasarkan kedudukannya sendiri (uit eigen
hoofed) atau mewaris secara langsung.
Ahli warisnya adalah mereka yang terpanggil untuk mewaris
berdasarkan haknya/kedudukannya sendiri.
Misalnya: jika ayah meninggal dunia, maka sekalian anak-anaknya
tampil sebagai ahli waris.

Mengenai ahli waris yang tampil dalam kedudukannya sendiri ini,


KUH Perdata menggolongkannya sebagai berikut:

16
a) Golongan pertama
Berdasarkan Pasal 832 jo.842 jo. Pasal 852 (a) KUH Perdata,
bahwa:
“Ahli waris yang termasuk golongan pertama yaitu suami atau
istri yang hidup terlama, anak-anak beserta keturunanya dalam garis
lencang ke bawah baik sah maupun atau tidak sah, dengan tidak
membedakan laki-laki atau perempuan dan dengan tidak
membedakan urutan kelahiran, mereka itu menyingkirkan lain-lain
anggota keluarga dalam garis lencang ke atas dalam garis ke
samping meskipun mungkin di antara anggota-anggota keluarga
yang belakangan ini, ada yang derajadnya lebih dekat dengan si
meninggal” (R. Subekti, 1984:99).

Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa Undang-


Undang tidak membedakan antara ahli waris laki-laki dan perempuan,
juga tidak membedakan urutan kelahiran, namun ada ketentuan bahwa
apabila ahli waris golongan pertama masih ada maka akan menutup
hak waris anggota keluarga yang lain dalam garis lurus ke atas
maupun ke samping.

b) Golongan kedua
Orang tua dan saudara-saudara pewaris; pada asasnya kedua
orang tua disamakan dengan bagian saudara-saudara pewaris tetapi
ada jaminan dimana bagian orang tua tidak boleh kurang dari
seperempat harta peninggalan (Pasal 854 KUH Perdata).

c) Golongan Ketiga
Dalam hal tidak terdapat golongan pertama dan kedua, maka
harta peninggalan harus dibagi dua lebih dahulu (kloving), setengah
bagian untuk kakek-nenek pihak ayah, setengah lagi untuk kakek-
nenek pihak ibu (Pasal 853 dan Pasal 855 KUH Perdata).

d) Golongan Keempat

17
Sanak keluarga si pewaris dalam garis menyimpang sampai
derajad ke enam (Pasal 858 jo. 861 KUH Perdata).

2. Mewaris berdasarkan Penggantian (representatie atau bij


plaatsvervulling) dalam hal ini disebut ahli waris tidak langsung.
Mewaris berdasarkan penggantian, yakni pewarisan di mana ahli
waris yang mewaris menggantikan ahli waris yang berhak menerima
warisan yang telah meninggal dunia lebih dahulu dari Pewaris.
Misalnya A meninggal dunia dengan meninggalkan anak B dan C,
tetapi B telah meninggal terlebih dahulu dari A (Pewaris). B punya anak
D dan E, maka D dan E inilah yang tampil sebagai ahli waris A yang
menggantikan B (cucu mewaris dari kakek/nenek).

KUH Perdata memperinci ahli waris berdasarkan penggantian


sebagai berikut:
(1) Penggantian dalam garis lencang ke bawah.
Setiap anak yang meninggal lebih dahulu digantikan oleh
sekalian cucu atau anak-anaknya Pewaris. Dalam hal semua anak
ahli waris yang dalam kedudukannya sendiri (uit eigen hoofed)
ternyata onwaardig onterfd, maka sekalian cucu-pewaris tampil
dalam kedudukannya sendiri, karena dalam penggantian berlaku
ketentuan Pasal 848 KUH Perdata yang berbunyi hanya orang-orang
yang telah mati saja yang dapat digantikan.

(2) Penggantian dalam garis ke samping (zijlinie)


Setiap saudara kandung atau saudara tiri yang meninggal
terlebih dahulu digantikan oleh sekalian anaknya.

(3) Penggantian dalam garis samping juga melibatkan penggantian


anggota-anggota keluarga yang lebih jauh.
Misal: paman/keponakan, jika meninggal terlebih dahulu
digantikan oleh keturunannya.

18
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
anak angkat termasuk dalam ahli waris yang mewaris berdasarkan
kedudukannya sendiri pada golongan pertama, yang diatur dalam Pasal
832 jo.842 jo. Pasal 852 (a) KUH perdata, dimana kedudukan anak
angkat diipersamakan dengan anak kandung. Sehingga anak angkat juga
berhak mewaris atas harta peninggalan orang tua angkatnya serta
menutup hak ahli waris lainnya.

Dalam penulisan hukum ini penyusun membatasi dalam pengaturan


hak harta warisan bagi anak angkat antar warga negara Indonesia saja
dimana antara orang tua angkat dan anak yang diangkat adalah Warga
Negara Indonesia

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hukum perdata adalah hukum yang mengatur hubungan antar individu

dalam pergaulan masyarakat. Sedangkan hukum perdata material adalah

menerangkan perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum serta hukuman-

hukuman apa yang dapat dijatuhkan.

Hukum perdata formal adalah menunjukkan cara mempertahankan atau

menjalankan peraturan-peraturan itu dan dalam perselisihan maka hukum formil itu

menunjukkan cara menyelesaikan di muka hakim. Dalam hukum perdata juga ada

asas-asas dan juga sumber-sumber hukum, sejarah hukum perdata di Indonesia juga

tak lepas dari Belanda.

B. Saran

Demikianlah makalah yang kami susun tentang Hukum Perdata. Kami

menyadari bahwa makalah yang kami buat jauh dari pada sempurna dan juga masih

banyak kesalahan, untuk itu kami harapkan kritik dan saran yang membangun dari

para pembaca agar dalam pembuatan makalah selanjutnya menjadi lebih baik,

semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita.

20
DAFTAR PUSAKA

Kansil, C.S.T, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta: Balai

Pustaka, 1989.

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung: PT Citra Aditya

Bakti, 2014.

Nurbani, Erlis Septiana, Perbandingan Hukum perdata, Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2014.

Salim HS, Hukum Perdata Tertulis, Jakarta: Sinar Grafika, 2013.

Soetami, A. Siti, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Bandung; PT. Refika Aditama,

2007.

Sofwan, Sri Sudewei Masjchoen, Hukum Perdata dan Hukum Benda, Yogyakarta:

Liberty.

Tutik, Titik Triwulan, Hukum Perdata Dalam Sistem Hukum Nasional, Jakarta:

Kencana, 2010.

https://purnama110393.wordpress.com diakses pada 13/09/2015

http://yosepaliyinsh.blogspot.co.id/2012/09/asas-asas-hukum-perdata.html diakses

pada tanggal 13/09/2015

21

Anda mungkin juga menyukai